Oct 10, 2017

Dua Puluh Negara Ironi Gempa

DUA PULUH NEGARA IRONI GEMPA
Oleh : M. Anwar Siregar
September ceria tidak berlaku bagi Meksiko, bulan september ternyata bulan duka gempa, dan bukan yang pertama dialami Meksiko, sebelumnya juga pada bulan yang sama Meksiko juga mengalami gempa dengan kekuatan mencapai 8.1 SR di tahun 1985 dan estafet kegempaan Meksiko belum berakhir, beberapa hari lalu, masih di bulan September Meksiko mengalami gempa dahsyat dengan kekuatan gempa mencapai 8.4 SR, dan sekarang Meksiko (20/9/17) mengalami gempa tepat di kota Puebla selatan kota Meksiko City, yang telah mengalami korban mencapai 138 jiwa (20/9) dan merusak ribuan bangunan.
Gambar L gempa Meksiko 20-9-2017, yang menelan korban jiwa lebih 138 jiwa akibat tekanan ruas gempa terjunci (sumber gambar : Reuter, Pikiran Rakyat)
Mengapa bisa terjadi gempa secara beruntun dalam relatif singkat dalam periode mingguan dengan pusat gempa berpindah dan bukan dalam hitungan bulan atau tahunan? Seperti sudah dijelaskan pada tulisan sebelumnya (14/9), posisi tatanan geologi gempa Meksiko memang akan memberikan energi kegentingan gempa karena berada dalam ruas yang sangat terkunci, dilingkari seluruh pagar seismik sesar gempa, berada dalam pertemuan triple juction plate antar lempeng besar, seperti di kawasan Indonesia di Utara Maluku, terdapat tiga pertemuan lempeng besar hingga mengambil “korban” lempeng kecil untuk di lumat ke dalam bumi.
Posisi geologi gempa Meksiko sesungguhnya dapat memberikan tekanan energi yang terkunci pada segmen terkunci untuk “dipaksa” keluar dan geografis kegempaan Meksiko semua merata untuk menghasilkan bencana besar kegempaan di daratan Meksiko. Dan Pusat gempa sekarang menuju ke utara Meksiko, dan energi kegentingan ini akan memberikan akumulasi responsibilitas pada patahan gempa yang berada di Utara Meksiko atau negara tetangganya dan kita telah mengatahui di utara terdapat zona patahan yang membelah kawasan utara benua Amerika seperti juga di Indonesia dan Tiongkok maupun India dan Burma yang dibelah patahan daratan seperti Patahan Semangko (Indonesia), Longmen Shan (Tiongkok) dan Sagaing-Tiga Pagoda (Burma-Thailand), adalah Patahan San Andreas yang berada di Amerika Serikat akan semakin tertekan untuk menahan energi responsibiltas.
Duka gempa September berlaku juga untuk Indonesia (gempa 30 September 2009 di Sumatera Barat), gempa Yunan Tiongkok dengan kekuatan mencapai 6.9 SR dengan ratusan korban jiwa. Sebagai pembelajaran sekian kali untuk menata tata ruang kota agar lebih baik lagi namun hingga di era ini tetap saja masih menghasilkan ironi gempa.
IRONI GEMPA NUKLIR
Sepanjang kehidupan manusia di bumi dari masyarakat tradisional ke modern, belum satupun penciptaan manusia untuk mampu memahami dan memprediksi tentang gempa bumi, sebaliknya kemampuan manusia lebih difokuskan pada kemampuan untuk menjadi negara “invasioner” bagi negara yang lemah. Teknologi dan ilmu pengetahuan lebih difokuskan pada kekuatan perang nuklir, telah menimbulkan energi ketegangan di kawasan semenanjung Korea dan menimbulkan sebuah ironis yang sangat tragis.
Disebut ironis, karena semua negara yang “meramaikan pesta nuklir” di Semenanjung Korea itu justrunya negara yang berlangganan ”gempa” lengkap dengan teknologi militer yang canggih dan parahnya lagi, semua negara ini “mendadak” latihan militer ramai-ramai sehingga kawasan itu dipastikan dapat saja terjadi perang “gempa” yang diakibatkan oleh ledakan bom nuklir.
Perlu diingat, kawasan Semenanjung Korea termasuk zona patahan hiperseismik yang berdekatan dengan zona Patahan Longmen Shan, Sagaing, Himalaya, zona subduksi di Pantai Jepang dan Taiwan dan kini kondisi semakin matang energi gempanya karena berulang kali kawasan itu sebagai “praktek” uji coba hulu ledak nuklir Korut dan jelas telah mengalami banyak deformasi patahan.
Dan ironis itu masih berlanjut, di era abad ke 21 ini, sudah banyak terjadi bencana-bencana maut kegempaan, salah satu yang paling spektakuler adalah gempa Aceh-Andaman, yang mengguncang dunia sejauh 2000 km di permukaan bumi dan merambat ke berbagai daratan besar Asia dan Afrika dengan sejumlah korban diatas 200.000 jiwa. Liputan areal seismik itu menunjukkan bahwa gempa dapat merambat di segala medan energi. Namun manusianya tidak berdaya dengan teknologi yang ada, benar ironiskan?
Negara yang berpesta di semanjung korea itu termasuk yang latihan gabungan militer adalah AS, Korea Selatan-Utara, Jepang, Tiongkok dan Rusia.
Dan kita telah mengetahui Jepang juga negara penghasil gempa maha dasyat, jangkauannya juga mampu merusak sejumlah bangunan, dan gempa Chili dengan skala yang lebih besar dari gempa Jepang, ternyata mampu mengguncang permukaan bumi sejauh 1000 km. Yang menjadi pertanyaan kenapa di antara negara yang sering mengalami gempa namun tidak tangguh menghadapi gempa walau dalam standart teknologi dan ekonomi termasuk negara maju? Sebuah pertanyaan ironi, karena kita tahu Jepang, Amerika Serikat, Italia, Tiongkok dan Indonesia adalah negeri kuat gempa.
DUAPULUH NEGARA GEMPA
Indonesia, Berada di antara empat lempeng aktif (Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Filipina) menjadikan Indonesia rawan gempa tektonik sekaligus berpeluang timbulnya gelombang tsunami. Kemudian, berada dalam jalur Cincin Api Pasifik (The Pasific Ring of Fire), juga menjadikan Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki gunung berapi aktif terbanyak di dunia sekaligus gempa vulkanik yang mengiringinya.
Negeri Ironi berikutnya adalah Jepang, pencapaian ekonomi Jepang di era sekarang bukan melalui perjalanan mudah, Jepang bangkit dari kehancuran perang dunia II, muncul sebagai Negara raksasa teknologi dengan mitigasi bencana gempa yang masih terbaik di dunia, namun Jepang kecolongan dalam mengantisipasi kekuatan gempa Fukuhima tahun 2011.
Jepang dengan kekuatan gempa itu takluk juga, ini membuktikan bahwa Negara-negara maju lebih mementingkan kekuatan militer, untuk menghadapi serangan musuh, namun dalam menghadapi serangan kilat gempa beberapa Negara maju gempa seperti Amerika Serikat, Jepang Tiongkok dan Italia harus “mengakui” kehebatan alam.
Ironis memang, Negara ini memiliki teknologi canggih, mampu mengirim misi ke angkasa namun untuk mengirim “pesan” khusus yang bernama gempa sungguh belum mampu memahami misteri isi bumi.
Lucunya, di depan mata, Negara-negara maju ini seperti “orang dungu” menghadapi gempa, jika tidak kenapa masih banyak korban gempa mati sia-sia? Lihat saja Tiongkok dengan segala prestasi mereka di era sekarang.
Tiongkok, kita mengetahui kondisi patahan yang membelah daratan Tiongkok, sekarang mari kita tinjau kemampuan negara ini dalam mengendalikan bencana gempa bumi. China saat ini memegang rekor tercepat dalam membangun gedung bertingkat 100 lantai lebih dalam 19 hari pembangunan, sekarang apakah mampu mengatasi likuafaksi yang berada di zona patahan Longmen Shan “sebagai pusat ladang gempa?”
Diera globalisasi gempa, kekuatan militer China muncul menjadi salah satu kekuatan militer dunia, dan kegentingan semenanjung korea telah memacu peningkatan anggaran kekuatan militer untuk mewaspadai negara tetangganya maupun militerisasi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik dengan melakukan penciptaan teknologi persenjataan canggih dan perlombaan kekuatan di angkasa, ditingkat pengetahuan daratan semua negara yang tadi disebut diatas seperti masih “meminggirkan” tentang bahaya gempa bumi. Kemampuan militer tidak dibarengi kemapuan menghadapi serangan kilat gempa di era global, menghadapi gempa Tiongkok kolaps ditingkat ilmu kekuatan gempa, hasilnya jurus “tenaga dalam maut” Longmen Shan tetap membantai manusia.
Cerita ironi yang tidak ada habisnya, disini penulis catat negara yang pernah mengalami gempa-gempa besar diatas kekuatan 7.5-9.5 Skala Richter (SR) dengan ratusan ribu korban jiwa dan memberikan efek kesinambungan bagi daerah geografis gempa di sekitarnya dan tercatat dalam catatan sejarah gempa besar dunia kembali berulang dalam rentan tidak dalam hitungan puluhan, antara lain : 1. Amerika Serikat, 2. Afghanistas, 3. Chili, 4. Guatemala, 5. Haiti, 6. Iran, 7. Italia, 8. India, 9. Indonesia, 10. Jepang,  11. Meksiko, 12. Nepal, 13. Myanmar (Burma), 14. Rusia, 15. Suriah, 16. Solomon, 17. Selandia Baru, 18. Taiwan, 19. Tiongkok, 20. Tonga.
Jadilah lagu September Ceria-nya Vina Panduwinata tidak berlaku di Meksiko.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer
Tulisan ini sudah dipublikasi di HARIAN ANALISA MEDAN,  26 September 2017

No comments:

Post a Comment

Related Posts :