Dua Puluh Negara Ironi Gempa
DUA PULUH NEGARA IRONI GEMPA
Oleh : M. Anwar Siregar
September ceria tidak berlaku bagi Meksiko, bulan september ternyata bulan duka
gempa, dan bukan yang pertama dialami Meksiko, sebelumnya juga pada bulan yang
sama Meksiko juga mengalami gempa dengan kekuatan mencapai 8.1 SR di tahun 1985
dan estafet kegempaan Meksiko belum berakhir, beberapa hari lalu, masih di
bulan September Meksiko mengalami gempa dahsyat dengan kekuatan gempa mencapai
8.4 SR, dan sekarang Meksiko (20/9/17) mengalami gempa tepat di kota
Puebla selatan kota Meksiko City, yang telah mengalami korban mencapai 138
jiwa (20/9) dan merusak ribuan bangunan.
Gambar L gempa Meksiko 20-9-2017, yang menelan korban jiwa lebih 138 jiwa akibat tekanan ruas gempa terjunci (sumber gambar : Reuter, Pikiran Rakyat)
Mengapa
bisa terjadi gempa secara beruntun dalam relatif singkat dalam periode mingguan
dengan pusat gempa berpindah dan bukan dalam hitungan bulan atau tahunan?
Seperti sudah dijelaskan pada tulisan sebelumnya (14/9), posisi tatanan geologi
gempa Meksiko memang akan memberikan energi kegentingan gempa karena berada
dalam ruas yang sangat terkunci, dilingkari seluruh pagar seismik sesar gempa,
berada dalam pertemuan triple juction plate antar lempeng besar, seperti di
kawasan Indonesia di Utara Maluku, terdapat tiga pertemuan lempeng besar hingga
mengambil “korban” lempeng kecil untuk di lumat ke dalam bumi.
Posisi
geologi gempa Meksiko sesungguhnya dapat memberikan tekanan energi yang
terkunci pada segmen terkunci untuk “dipaksa” keluar dan geografis kegempaan
Meksiko semua merata untuk menghasilkan bencana besar kegempaan di daratan
Meksiko. Dan Pusat gempa sekarang menuju ke utara
Meksiko, dan energi kegentingan ini akan memberikan akumulasi responsibilitas
pada patahan gempa yang berada di Utara Meksiko atau negara tetangganya dan
kita telah mengatahui di utara terdapat zona patahan yang membelah kawasan
utara benua Amerika seperti juga di Indonesia dan Tiongkok maupun India dan
Burma yang dibelah patahan daratan seperti Patahan Semangko (Indonesia),
Longmen Shan (Tiongkok) dan Sagaing-Tiga Pagoda (Burma-Thailand), adalah Patahan San Andreas yang berada di
Amerika Serikat akan semakin tertekan untuk menahan energi
responsibiltas.
Duka
gempa September berlaku juga untuk Indonesia (gempa 30 September 2009 di
Sumatera Barat), gempa Yunan Tiongkok dengan kekuatan mencapai 6.9 SR dengan
ratusan korban jiwa. Sebagai pembelajaran sekian kali untuk
menata tata ruang kota agar lebih baik lagi namun hingga di era ini tetap saja
masih menghasilkan ironi gempa.
IRONI GEMPA NUKLIR
Sepanjang
kehidupan manusia di bumi dari masyarakat tradisional ke modern, belum satupun
penciptaan manusia untuk mampu memahami dan memprediksi tentang gempa bumi,
sebaliknya kemampuan manusia lebih difokuskan pada kemampuan untuk menjadi
negara “invasioner” bagi negara yang lemah. Teknologi dan ilmu pengetahuan
lebih difokuskan pada kekuatan perang nuklir, telah menimbulkan energi
ketegangan di kawasan semenanjung Korea dan menimbulkan sebuah ironis yang
sangat tragis.
Disebut
ironis, karena semua negara yang “meramaikan pesta nuklir” di Semenanjung Korea
itu justrunya negara yang berlangganan ”gempa” lengkap dengan teknologi militer
yang canggih dan parahnya lagi, semua negara ini “mendadak” latihan militer
ramai-ramai sehingga kawasan itu dipastikan dapat saja terjadi perang “gempa”
yang diakibatkan oleh ledakan bom nuklir.
Perlu
diingat, kawasan Semenanjung Korea termasuk zona patahan hiperseismik yang
berdekatan dengan zona Patahan Longmen Shan, Sagaing, Himalaya, zona subduksi
di Pantai Jepang dan Taiwan dan kini kondisi semakin matang energi gempanya
karena berulang kali kawasan itu sebagai “praktek” uji coba hulu ledak nuklir
Korut dan jelas telah mengalami banyak deformasi patahan.
Dan
ironis itu masih berlanjut, di era abad ke 21 ini, sudah banyak terjadi
bencana-bencana maut kegempaan, salah satu yang paling spektakuler adalah gempa
Aceh-Andaman, yang mengguncang dunia sejauh 2000 km di permukaan bumi dan
merambat ke berbagai daratan besar Asia dan Afrika dengan sejumlah korban
diatas 200.000 jiwa. Liputan areal seismik itu menunjukkan bahwa gempa dapat
merambat di segala medan energi. Namun manusianya tidak berdaya dengan
teknologi yang ada, benar ironiskan?
Negara
yang berpesta di semanjung korea itu termasuk yang latihan gabungan militer
adalah AS, Korea Selatan-Utara, Jepang, Tiongkok dan Rusia.
Dan kita
telah mengetahui Jepang juga negara penghasil gempa maha dasyat, jangkauannya
juga mampu merusak sejumlah bangunan, dan gempa Chili dengan skala yang lebih besar
dari gempa Jepang, ternyata mampu mengguncang permukaan bumi sejauh 1000 km.
Yang menjadi pertanyaan kenapa di antara negara yang sering mengalami gempa
namun tidak tangguh menghadapi gempa walau dalam standart teknologi dan ekonomi
termasuk negara maju? Sebuah pertanyaan ironi, karena kita tahu Jepang, Amerika
Serikat, Italia, Tiongkok dan Indonesia adalah negeri kuat gempa.
DUAPULUH NEGARA GEMPA
Indonesia, Berada di antara empat
lempeng aktif (Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan
Lempeng Filipina) menjadikan Indonesia rawan gempa tektonik sekaligus
berpeluang timbulnya gelombang tsunami. Kemudian, berada dalam jalur Cincin
Api Pasifik (The Pasific Ring of Fire), juga menjadikan Indonesia termasuk
salah satu negara yang memiliki gunung berapi aktif terbanyak di dunia
sekaligus gempa vulkanik yang mengiringinya.
Negeri Ironi
berikutnya adalah Jepang, pencapaian ekonomi Jepang di era sekarang bukan
melalui perjalanan mudah, Jepang bangkit dari kehancuran perang dunia II,
muncul sebagai Negara raksasa teknologi dengan mitigasi bencana gempa yang
masih terbaik di dunia, namun Jepang kecolongan dalam mengantisipasi kekuatan
gempa Fukuhima tahun 2011.
Jepang dengan
kekuatan gempa itu takluk juga, ini membuktikan bahwa Negara-negara maju lebih
mementingkan kekuatan militer, untuk menghadapi serangan musuh, namun dalam menghadapi serangan
kilat gempa beberapa Negara maju gempa seperti Amerika Serikat, Jepang Tiongkok
dan Italia harus “mengakui” kehebatan alam.
Ironis memang,
Negara ini memiliki teknologi canggih, mampu mengirim misi ke angkasa namun
untuk mengirim “pesan” khusus yang bernama gempa sungguh belum mampu memahami
misteri isi bumi.
Lucunya, di depan
mata, Negara-negara maju ini seperti “orang dungu” menghadapi gempa, jika tidak
kenapa masih banyak korban gempa mati sia-sia? Lihat saja Tiongkok dengan
segala prestasi mereka di era sekarang.
Tiongkok, kita
mengetahui kondisi patahan yang membelah daratan Tiongkok, sekarang mari kita
tinjau kemampuan negara ini dalam mengendalikan bencana gempa bumi. China saat
ini memegang rekor tercepat dalam membangun gedung bertingkat 100 lantai lebih
dalam 19 hari pembangunan, sekarang apakah mampu mengatasi likuafaksi yang
berada di zona patahan Longmen Shan “sebagai pusat ladang gempa?”
Diera globalisasi gempa, kekuatan militer China
muncul menjadi salah satu kekuatan militer dunia, dan kegentingan semenanjung
korea telah memacu peningkatan anggaran kekuatan militer untuk mewaspadai
negara tetangganya maupun militerisasi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik
dengan melakukan penciptaan teknologi persenjataan canggih dan perlombaan
kekuatan di angkasa, ditingkat pengetahuan daratan semua negara yang tadi
disebut diatas seperti masih “meminggirkan” tentang bahaya gempa bumi. Kemampuan
militer tidak dibarengi kemapuan menghadapi serangan kilat gempa di era global,
menghadapi gempa Tiongkok kolaps ditingkat ilmu kekuatan gempa, hasilnya jurus
“tenaga dalam maut” Longmen Shan tetap membantai manusia.
Cerita
ironi yang tidak ada habisnya, disini penulis catat negara yang pernah
mengalami gempa-gempa besar diatas kekuatan 7.5-9.5 Skala Richter (SR) dengan
ratusan ribu korban jiwa dan memberikan efek kesinambungan bagi daerah
geografis gempa di sekitarnya dan tercatat dalam catatan sejarah gempa besar
dunia kembali berulang dalam rentan tidak dalam hitungan puluhan, antara lain :
1. Amerika Serikat, 2. Afghanistas, 3. Chili, 4. Guatemala, 5. Haiti, 6. Iran, 7.
Italia, 8. India, 9. Indonesia, 10. Jepang,
11. Meksiko, 12. Nepal, 13. Myanmar (Burma), 14. Rusia, 15. Suriah, 16.
Solomon, 17. Selandia Baru, 18. Taiwan, 19. Tiongkok, 20. Tonga.
Jadilah
lagu September Ceria-nya Vina Panduwinata tidak berlaku di Meksiko.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer
Tulisan ini sudah dipublikasi di HARIAN ANALISA MEDAN, 26 September 2017
Komentar
Posting Komentar