Gempa Bukan ancaman Asian Games 2018
GEMPA ANCAMAN ASIAN GAMES 2018?
Oleh : M. Anwar Siregar
Sebuah kebanggaan Indonesia
menjadi tuan rumah pesta olahraga terbesar di Asia untuk kedua kalinya di era
modern, dua kota di Indonesia terpilih sebagai tempat pertandingan multigames
sport, yaitu Jakarta dan Palembang. Indonesia untuk kedua kalinya
terpilih sebagai tuan rumah Asian Games, sebelumnya Indonesia pernah sebagai
tuan rumah pada tahun 1962 di era Presiden Soekarno dan mampu menunjukkan
prestasi fenomenal sebagai negara yang baru merdeka dan terlepas dari berbagai
ancaman darurat dalam negeri.
Mampukah
Indonesia melewati segala rintangan sebagai tuan rumah yang baik, sebagai warga
negara yang mencintai negara ini kita perlu memberikan dukungan yang tinggi
dengan mentalitas yang ramah terhadap para tamu yang datang untuk bersaing
ketat sebagai yang terbaik dalam bidang olahraga dan Indonesia akan menujukkan
jati dirinya sebagai negara yang mampu memadukan semua elemen kekuatan sebagai
bangsa yang besar.
Gambar Logo Asian Games 1962, Asian Games Pertama Indonesia di Jakarta
Gambar : Logo Asian Games ke 18 Tahun 2018, Indonesia kali kedua Tuan Rumah Pesta Olahraga Asia
Ada
sekelumit pertanyaan yang muncul ditengah masyarakat apakah lokasi
infrastruktur sarana olahraga aman dari berbagai ancaman bencana alam? Terutama
dari ancaman bencana gempa bumi? Bila melihat dari sejarah dan data yang
mendukung, dapat saja memberikan pukulan telak bagi Indonesia jika tidak
mewaspadai elemen ancaman gempa bumi yang berkekuatan kecil saja, karena kita
mengetahui infrastruktur yang berada di wilayah Sumatera Selatan umumnya tidak
dirancang berketahanan bencana gempa bumi. Dan pelajaran istimewa yang terdekat
dan cukup memberikan kecemasan adalah gempa yang baru terjadi diwilayah
Sumatera Barat, yang berkekuatan 5.5 SR Juli 2018 dengan Kota Solok yang paling
parah mengalami kerusakan infrastruktur dan sangat dekat ke wilayah Sumatera
Selatan.
SEJARAH GEMPA
Mari
kita buka data yang melingkupi tata ruang sarana infrastruktur tempat pertandingan
diadakan, kota penyelenggara memang tidak akan bersih dari berbagai ancaman,
dan itu juga berlaku untuk Jakarta dan Palembang. Sebagian pertanyaan yang
dikemukan, apakah infrastruktur gedung olahraga itu sudah berbasis gedung tahan
gempa? Efek gempa kecil saja telah mampu membuat tata ruang kota di Indonesia
porak poranda, gempa dengan kekuatan 5.5 SR saja telah mampu meruntuhkan
beberapa bangunan gedung, dan apakah sudah mewaspadai siklus gempa strategis yang
setiap saat hadir untuk :mengganggu “pesta atlet“?. Sebuah pertanyaan yang
rumit karena sejarah gempa kedua kota penyelenggara pesta olahraga Benua Asia
ini saat sedikit dan lebih banyak merasakan efek gempa yang menjalar dari luar atau
dengan katanya lain gempa strategis, dengan jangkauan kawasan mencapai 200 km.
Sesungguhnya
pusat gempa yang berada di wilayah Jakarta dan Palembang tersebut bukan ancaman
bagi pesta Asia Games, namun efek yang perlu diwaspadai adalah bahaya efek seismik
strategis yang mengelilingi wilayah Jakarta dan Palembang karena radius ancaman
berada dalam lingkaran maut sejauh 200 km, yaitu pusat-pusat gempa besar yang
berada di wilayah Banten dan Jawa Barat bagi tata ruang Jakarta dan ancaman strategis
gempa di Selat Sunda di Lampung dan patahan besar Semangko yang melintasi Sumatera
Selatan dan Sumatera Selatan memiliki beberapa ruas segmen patahan regional yang
membelah wilayahnya dan serta berkorelasi dengan patahan besar sumatera. Ini
cermin untuk memperkuat tata ruang dan bangunan.
Belajar
dari sejarah gempa dalam rentang 18 tahun dari gempa besar Aceh-Nikobar tahun
2004 yang mencapai areal sejauh 1.000 km, dan siklus atau periode gempa yang
berada di wilayah Sumsel telah mencapai 18 tahun sejak gempa Juli 2004 yang
berkekuatan 7.3 Skala Rihter (SR) di Ogan Komelir Ilir, yang menggetarkan kota
Palembang. Dan Jakarta sendiri dihantui ancaman gempa dari Patahan Banten dan
Jawa Barat melalui up lift Bogor dan Ciputat. Selain itu resonansi seismik
gempa Sukabumi Mei dan Juli 2018 belum stabil dan ini harus dijadikan kewaspadaan
tinggi.
Catatan
sejarah gempa bumi yang pernah berlangsung di bulan Agustus memang sangat
jarang terjadi dan umumnya gempa besar bagi ke dua kota ini berlangsung di
bulan Juli serta bulan September dan berada di luar kawasannya, namun efek
getarannya sangat kuat dan dapat menimbulkan kepanikan bagi penonton. Perlu
kewaspadaan dan SOP selama penyelenggaraan Asian Games.
Kesimpulannya,
gempa bukan ancaman yang menakutkan melainkan ancaman diluar itu dan perlu
tindakan ketat dan persuasif untuk meredam kepanikan.
SUMBER ANCAMAN SEBENARNYA
Jadi
sumber ancaman yang paling ditakuti pesta olahraga Benua Asia (Asian Games) sebenarnya
bukan gempa bumi melainkan dua ancaman bencana lainnya yaitu efek gempa dari
man made disaster dan efek bencana geohidrosfer. Dari berbagai sumber yang
penulis catat, pemerintah lebih memfokus pada ancaman bencana hidrosfer selain
ancaman sosial politik yaitu ancaman terorisme yang memang sangat dekat dengan
ke dua kota penyelenggara Asia Games 2018 di Indonesia ini.
Mengapa
ancaman man made disaster yang perlu diwaspadai? Karena kita tahu,
infrastruktur yang terbangunkan di Indonesia umumnya tidak berketahanan bencana
terutama bangunan tahan gempa. Dan tata ruang selalu ditempatkan diruang “bencana“
sehingga seringkali mengalami kerugian, banyak bangunan mengalami keruntuhan,
dan gempa bumi yang pernah terjadi bukan penyebab utama jumlah korban yang
banyak melainkan infrastruktur yang terbangunkan. Dan apakah sarana fisik
pertandingan sudah dirancang tahan gempa? Mari
berdoa semoga tidak ada gempa besar untuk memberikan stimulus ke bangunan dan
sarana lainnya.
Ancaman
lainnya bagi keberlangsungan Asian Games 2018 dalam hitungan hari adalah
bencana hidrosfer, yaitu sebuah bencana alam akibat perubahan cuaca dan iklim
yang tidak teratur, dan ancaman bencana ini dibagi dua jenis bencana antara
lain bencana banjir akibat curah hujan yang deras dan neraca air sungai yang
membelah dua kota pertandingan Asian Games 2018 akan meluber dan sangat membahayakan
sarana infrastruktur yang terbangun, sama dengan bangunan yang tidak dirancang
tahan gempa yaitu infrastruktur yang tidak berketahanan banjir atau tidak berbasis
geologis air alias bangunan berlangganan bencana banjir, dan jalan-jalan akan
terlihat ”cucu-cucu sungai kecil menakutkan” dampak dari sungai besar seperti
yang ada di Jakarta dan Sungai Musi di Palembang.
Seperti
kita ketahui, Jakarta sering mengalami masalah banjir dan merupakan daerah
dengan morfologi penampung banjir dan kiriman sampah dampak bencana banjir, dan
itu akan mengurangi nilai estika kota Jakarta. Perlu tindakan untuk selalu
berjaga dalam mengatasi luberan sungai Citarum maupun sungai lainnya untuk
mengendalikan banjir dan data BMKG Jakarta, diprediksi akan mengalami hujan
selama bulan Agustus dengan intensitas ringan namun tidak bisa dianggap remeh.
Dan secara keseluruhan infrastruktur fisik kedua kota ini, kemampuan mengatasi
banjir belum mumpuni.
Jakarta
juga mengalami ancaman bencana lain yaitu bencana panas udara, pencemaran udara
dari kepadatan lalu lintas, walau sistem genap ganjil plat kendaraan telah
diberlakukan belum mampu mengurangi ”kepanasan kota Jakarta”.
Ancaman
bencana kedua hidrofer adalah bencana kebakaran hutan dan lahan berlaku untuk
tata ruang Kota Palembang yang kini sudah mulai ”menggila” di beberapa
kabupaten di Sumatera Selatan. Bencana karhutla ini merupakan paling menakutkan
bagi Indonesia, kerena efeknya ke negara tetangga, jangan membuat malu kita.
Sumatera
Selatan termasuk provinsi penghasil karhutla terbesar di Sumatera selain Riau
dan Jambi serta jajaran terbaik penghasil jerabu di Indonesia sepanjang tahun
bersama beberapa provinsi di Kalimantan. Pemerintah harus selalu menyiagakan
tim reaksi cepat karhutla agar tidak menimbulkan ironi. Apakah keduanya sudah
siap menghadapi tantangan bencana tersebut? Lihat saja berita gambar karhutla
di Analisa.
Semoga
sukses bangsaku, semoga berhasil masuk 10 besar sesuai dengan target namun
tetap ironi, kenapa 10 besar? Harusnya lebih besar karena apapun tantangannya
Lalu Mohammad Zohri telah membuktikan sebagai juara dunia, Indonesaia bisa lima
besar. itu baru mantap.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer.
Komentar
Posting Komentar