Oct 11, 2018

Gempa Bali



BALI MENANTI GEMPA BESAR
Oleh M. Anwar Siregar

Kawasan aktivitas gempa di Indonesia teraktif di dunia yang terbentang disepanjang Jawa-Sunda, merambat ke bagian barat dan selatan Indonesia sampai ke Pulau Papua Nugini. Luas kawasan ini mencapai sepertiga daerah rawan gempa di dunia, dan Bali merupakan daerah yang diapit oleh semua daerah subduksi, memang sangat berpotensi akan terjadi gempa maut, dan hal inilah mengapa terjadi gempa kuat yang sering terjadi dikawasan selatan dan utara Bali, termasuk gempa Flores tahun 2016 dan Gempa Lombok 2018 yang berulang terjadi tiga kali dalam tiga pekan dengan kekuatan 6,4 SR, 7,0 SR dan 6,5 SR sebagai pembuka jalan ke Bali, dan Bali sepertinya menunggu hitungan waktu kapan gempa besar terjadi.
Gambar : Pulau Bali dikelilingi Zona Subduksi Yang Mematikan

Gempa yang terjadi di Bali dengan kekuatan 6,4 SR 2017 lalu sebelum erupsi Gunung Agung bukan pertama kali terjadi, tetapi sudah berulangkali, namun demikian, tetap saja masyarakat dan pemerintah tidak pernah memperhitungkan kondisi dimana mereka berada, banyak bangunan hotel dan hunian tidak dirancang tahan gempa, dan terbukti ketika gempa Lombok terjadi, masyarakat Bali merasakan “tari pendek gempa”, beberapa hotel dan mal serta tempat beribadah mengalami kerusakan kelas “berat ringan”. Dan fakta ini, membuktikan Bali belum siap menghadapi gempa baik secara langsung (dari zona wilayah patahan Bali) maupun tidak langsung, kena serangan seismik dari daerah luar seperti gempa Lombok berkekuatan 7,0 SR.
Apalagi dalam catatan sejarah, bahwa wilayah Bali dikelilingi oleh beberapa daerah tetangga berlangganan bencana gempa maut seperti Banyuwangi, Sumbawa, Flores, dan Lombok yang pernah mengalami kejadian tsunami sehingga Bali rentan mengalami kiriman maut air bah raksasa, sebab kondisi geologi  Pulau Dewata memang berada dalam radius strategis tsunami dari berbagai arah lingkup tata ruangnya yang dikelilingi oleh lautan dan zona sesar geser naik di cekungan belakang busur Flores serta sesar turun akibat subduksi di pantai barat sumatera yang melintas ke NTT dan melingkar ke parit Seram sepanjang 100 km didasar laut yang masih berkorelasi langsung dengan lautan di Teluk Bali. (Bila anda ingin memahami lihat saja peta atlas dengan warna biru kedalaman laut).
Dan kabar dari tulisan ini, bukan untuk menyebarkan hoax, tetapi memang kenyataan kita setiap saat akan mengalami serangan kilat “seismik”, dan terlihat gempa Lombok dapat berulang kali dengan kekuatan gempa kuat, terasa getarannya ke Bali. Perlu kewaspadaan dini dan tingkatkan kesiapsiagaan personel tim penyelamat.
GEMPA BALI
Wilayah fisiografis Bali yang indah dan molek itu masih bersentuhan dengan “tarian pendek” gempa yang sering berlangsung dengan tiga daerah tetangganya disebabkan berbatas langsung dengan kondisi geologi gempa di Jawa Timur yang merupakan pusat zona ruas terkunci bagi pergerakan lempeng sehingga sering memunculkan tsunami dan gempa dangkal yang terasa guncangannya didaratan Pulau Bali, Nusa Tenggara, dan Jawa Timur. Zona segitiga bencana gempa ini merupakan kawasan dengan karakteristik geologi gempa yang rumit dengan masing-masing memiliki zonasi pertemuan pembenturan antara lempeng gempa, maka gempa-gempa akibat subduksi lempeng ini memiliki kedalaman lebih dari 300 kilometer di bawah Bali.
Secara tektonik, distribusi pusat gempa di daerah Bali dan Nusa Tenggara menggambarkan ciri-ciri adanya busur kepulauan yang aktif. Umumnya gempa dangkal terjadi berada tidak jauh dari lokasi pesisir Teluk Bali yang mengintari wilayah perbatasan Bali di Selat Lombok dan sekitar Banyuwangi, berjarak 150 km dari batas pembenturan Lempeng Eurasia dengan Indo-Australia di selatan yang membentuk zonasi parit melingkar/melengkung di kepulauan Seram akibat pola struktur geologi tunjaman balik lempeng Eurasia terhadap Lempeng Samudera Indo-Australia sehingga gempa dangkal sering terasa di darat dan disekitar pesisir Pantai Utara Bali dan Nusa Tenggara
Struktur geologi tersebut adalah patahan belakang busur Bali-Flores di Utara Bali. Patahan ini yang menyebabkan terjadinya gempa bumi yang mengguncang daerah-daerah Pesisir Utara Bali, Selat Lombok, NTB dan NTT hingga ke Jawa Timur dan dekat zona kegempaan Sulawesi-Maluku yang sekarang dalam kondisi berotasi. Dan zona subduksi diwilayah gempa Sulawesi terdapat zona patahan memanjang dan melintas ke Papua dan sebelumnya ada melengkung tajam mendekati Flores Trust Fault disekitar Selat Lombok.
BERHITUNG HARI
Aktivitas gempa dangkal di pesisir selatan Pulau Timor dan Lombok ini lebih banyak berkaitan dengan aktivitas subduksi lempeng, sedangkan gempa dangkal yang terjadi di kawasan Kepulauan Pantar, Alor, dan Wetar Lombok serta di sekitar Nusa Penida lebih banyak dikendalikan oleh aktivitas sesar aktif. Sesar segmen timur dikenal sebagai Sesar Naik Flores (Flores Thrust Fault) yang membujur dari timur laut Bali sampai dengan utara Flores. Flores Thrust yang dekat patahan pulau Seram dikenal sebagai generator gempa-gempa merusak yang akan terus-menerus mengancam untuk mengguncang busur kepulauan.
Risiko mungkin sedang berinkubasi dan tinggal menunggu waktu saja kapan terjadi lagi bencana dalam bentuk gempa, tsunami atau sekarang letusan gunung Agung. Karena kawasan itu terbentuk patahan-patahan lokal berdimensi panjang dan berkorelasi dengan Florest Trust Fault dan proses geologis pembentuk gunungapi di masa lalu. Kita perlu bersiap-siap diri “menyambut” siklus alam tersebut, bukan dengan kepanikan tapi dengan pemahaman yang lebih baik dari 35 tahun lalu yakni tentang uraian detail dari risiko bencana maupun malapetaka dalam lensa pengetahuan.
Menilik dari sejarah gempa yang pernah berlangsung di Pulau Dewata, diprediksi Bali hanya berhitung tahun mendapat serangan fajar gempa maut, faktor dari prediksi itu dapat diketahui dari kondisi geologi yang melingkupi tata ruang bumi Pulau Bali tersebut. Peningkatan energi gempa diatas 7.0 SR hanya menunggu waktu, dan Bali dipastikan belum siap baik dari segi mentalitas masyarakatnya, tata ruang bangunan dan teknologi peringatan dini yang komprehensif, negeri wisata ini seharusnya telah memiliki pusat pengelolaan sistim peringatan dini secara real time, sebab wilayah ini padat penduduk dan wisatawan manca negara.
Dan Pulau Bali memang termasuk daerah yang “ideal bagi terjadinya tsunami’ dan mengingatkan kita pada kondisi geologi kota Banda Aceh. Jadi Bali memang sedang berhitung hari menghadapi gempa besar, tinggal bagaimana mempersiapkan diri, karena dengan gempa yang baru-baru terjadi ini telah menimbulkan banyak kerusakan bangunan,
Gambaran bukti yang cukup jelas adalah bahwa seolah daerah ini hampir-hampir tidak akan pernah aman dari bencana kebumian, seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan letusan gunung api. Bali dan sekitarnya sepertinya berhitung tahun dilanda gempa maut.
Daerah-daerah tersebut, sampai tulisan ini dibuat belum memiliki tata ruang yang berketahanan bencana gempa, masih akan terimbaskan bencana kerentanan infrastruktural yang mahal.

M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan-Energi Geosfer (WM)

No comments:

Post a Comment

Related Posts :