Nov 12, 2018

Waspada Megathrust Halmahera


SETELAH PALU, WASPADA MEGATHRUST HALMAHERA
Oleh M. Anwar Siregar

Secara khusus, di kawasan Halmahera telah mengisyaratkan sebuah kondisi batuan semakin matang untuk memudahkan melepaskan energi seismik bergerak dengan kecepatan tingi ke permukaan bumi. Megathrust Halmahera kini dalam hitungan puluhan, untuk berpotensi serupa dengan tsunami Palu dan Donggala.
MEGATHRUST HALMAHERA
Dalam dua bulan ini, kawasan timur Indonesia terus silih berganti mengalami guncangan gempa bumi. Puncaknya, terjadi gempa tsunami di Palu-Donggala dengan kekuatan mencapai 7.4 SR. Ini berarti akan ada pergeseran patahan sepanjang Palu-Koro-Mayu hingga Ransiki-Sorong di Papua. Dan dampaknya akan menekan lantai dasar samudera di wilayah Pasifik-Philipina.
Potensi megathrust gempa Halmahera dapat saja terjadi, mengingat lajur gempa dapat dilihat dari daratan Sulawesi dengan titik patahan Palu-Koro tempat terjadinya pergeseran deformasi batuan yang menyebabkan terjadi gempa dan tsunami Palu-Donggala, yang bertemu dengan patahan Saddang di Kabupaten Mamuju (SulBar) serta Patahan Matene Walanae yang melintasi Soroake dan Luwuk memanjang dan berinteraksi langsung dengan sesar Sorong-sesar Ransiki di Teluk Tomini, lalu memanjang lagi melewati Laut Maluku dan Halmahera.
Penjalaran energi kritis gempa terdahulu ke bumi ruang Halmahera dapat melalui beberapa periodesasi kegempaan akibat subduksi lempeng oleh pergerakan subduksi Lempeng Pasifik-Carolina 12 cm per tahun dan Lempeng Philipina 4 cm per tahun serta Lempeng Indo-Australia 5-7 cm per tahun terhadap Lempeng Eurasia yang menyebabkan terjadinya beberapa kali gempa kuat yang merusak wilayah kota di Sulawesi Utara dan Kepulauan Maluku Utara dan Maluku serta Papua.
Siklus energi gempa dahsyat ini sepertinya sedang mengancam tata ruang Halmahera karena penekanan lempeng mengakibatkan gempa Bitung, maupun gempa Parigi-Sulteng sebelum gempa besar Palu-Donggala 2018, sedang bergerak ke Selatan pesisir Pantai Barat Maluku dan juga masih terjadinya pengumpulan energi kritis gempa di Utara Sulawesi dan Maluku. Namun yang terjadi justrunya gempa di Patahan Palu-Koro, berarti ada efek penekanan ke kawasan ujung Timur Indonesia.
Megatrust Halmahera dapat menjadi gempa yang sangat mematikan jika relaksasi itu belum menuju keseimbangan dan kita tahu, lempeng bumi terus bergerak, dengan salah satu energi yang telah terlepaskan adalah energi di Patahan Palu-Koro.
BAHAYA LIKUIFAKSI
Wilayah tata ruang dikawasan Indonesia Timur sudah seharusnya mewaspadai efek goncangan berganda pada satu kesatuan utuh pergerakan blok batuan di Patahan Ransiki-Palu-Koro serta Subduksi Mayu-Seram di Teluk Tomini karena saat ini sedang dalam pengumpulan energi dan kondisinya sudah matang dapat mengancam ketataruangan Halmahera dan Maluku yang terpencar melalui berbagai arah, dengan empat zona patahan utama yaitu patahan Seram-Mayu, yakni dari bagian Selatan menerus Kepulauan Tidore ke Ternate dan Patahan Jailolo-Tidore di bagian Timur dari ke Halmahera Selatan dan Timur menerus ke Kepulauan Ambon, melingkar ke daratan Maluku Tenggara dan sejajar ke Pulau Papua serta adanya tekanan energi di empat ruas patahan Papua Barat menuju Lembah Asmat dengan terjadinya beberapa kali gempa di tinggian daratan Papua sepanjang 2018 dengan maksimun energi terlepas mencapai 7,4 SR, terdapat ruas patahan/lembah tektonik lokal yang memanjang dari lembah Asmat ke lembah perbatasan RI-Papua Nugini, berlawanan dengan arah rotasi jarum jam.
Wilayah tata ruang Halmahera sudah merasakan kehancuran gempa dimasa lalu pada abad 18 dan merupakan gambaran siklus gempa dimasa sekarang (sejarah kegempaan). Wilayah tata ruang Indonesia Timur berada pada jalur kegempaan besar (megahtrust) di Utara Sulawesi-Maluku dari blok patahan Subduksi Mayu-Seram hingga blok patahan Seram-Ransiki dan ancaman terbesar berasal dari zona lempeng yang hilang di utara Maluku.
Selain itu, tata ruang Halmahera berada di zona aktif gempa vulkanik yaitu letusan gunung Gamalama, Gunung Karangetan di Sulawesi yang bersinggung langsung dengan patahan Palu Koro-Ransiki atau kumpulan gunungapi Halmahera yang terdapat dibagian tengah daerah Makian dan Tobelo, gunungapi diwilayah ini masih berhubungan dengan kerentanan Lempeng Sahul di Laut Banda dan batas pembenturan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik dengan sering terjadinya gempa di Laut Maluku.
Data satelit GPS, bahwa arah gerak Lempeng Pasifik-Philipina yang aktif terus ke Selatan Pulau Sulawesi dan Maluku bagian utara dengan terjadinya gempa di Philipina berkekuatan 7.8 SR bulan Juli 2018 sebelum badai Mangkuk, dimana bagian Utara itu telah mengalami pergeseran atau penekanan ke dalam arah wilayah Seram, penekanan mencapai 2-3 cm per tahun dengan rotasi gerakan antara 11o-45o ke arah Barat Daratan Maluku-Nusa Tenggara.
Hal ini telah mengubah kondisi blok batuan di kawasan Indonesia Timur semakin tertekan termasuk bumi daratan Halmahera dengan terjadinya gempa-gempa kontinu berskala kecil, gambaran ini seperti pernah di alami daratan Lampung selama 3 tiga bulan sebelumnya terjadinya Gempa Bengkulu 2009 dan 2011.
Dari data satelit tersebut, memberikan sebuah kewaspadaan bagi bangunan dan tata ruang lingkungan yang akan mengalami kehancuran dampak likuafaksi berganda akibat gempa tektonik dan tsunami megathrust, menghasilkan pergeseran tanah yang memanjang dan pengangkatan permukaan dan penurunan permukaan pantai sehingga air bah raksasa itu semakin jauh ke dalam daratan untuk menghancurkan segala yang dilewati.
WASPADA DINI
Melihat gambaran kedahsyatan gempa dan tsunami Palu-Donggala yang mampu menghancurkan ikon Kota Palu yaitu jembatan kuning yang membentang diatas Teluk Palu dan getarannya mencapai 200 km ke Kalimantan Timur dan Kaltara, belum lagi kedahsyatan gempa tsunami Aceh 2004 yang meliputi areal sejauh 2.000 km di permukaan bumi, ada baiknya kita mengimplementasikan sebuah tata ruang yang berketahanan gempa, sebab kota-kota di kawasan Pesisir Pulau Sulawesi dan Maluku maupun Papua merupakan kawasan ideal tsunami di Indonesia. Selain itu, meningkatkan kesadaran bencana terhadap masyarakat untuk memahami kondisi daerah mereka tempat beraktivitas, untuk mengurangi pejanan korban bencana.
Dan tulisan ini bukan untuk menyebarkan hoax atau berita palsu serta kepanikan, namun untuk pembelajaran dan peningkatan kewaspadaan dini terhadap bencana sekaligus juga untuk meredam isu-isu yang tidak bertanggung jawab dan membagi pemikiran bagi masyarakat agar lebih memahami daerah tempat beraktivitas. Tetaplah waspada, waspada adalah senjata peringatan dini. (WM)

No comments:

Post a Comment

Related Posts :