Sep 18, 2019

Sumut Rawan Longsor, Rawan Likuafaksi

SUMUT RAWAN LONGSOR, RAWAN LIKUIFAKSI
Oleh : M. Anwar Siregar
Tak terasa, hampir lima belas tahun lewat sudah sejak gempa besar mengguncang Aceh 26 Desember 2004 dan empat belas tahun gempa Nias yang terjadi di bulan 28 Maret 2005 yang menyebabkan ribuan korban jiwa dan miliaran kerugian harta benda. Peristiwa ini menjadi sebuah catatan sejarah bagi Indonesia dan seharusnya menjadi pembelajaran tata ruang bagi kota di Indonesia karena ancaman gempa dan tsunami masih setiap saat hadir untuk menguji tata ruang dan test bagi manusia apakah sudah membiasakan hidup selaras dengan bencana, jika tidak maka untuk selanjutnya akan menghancurkan segalanya dan sumatera utara di prediksi termasuk daerah paling rawan gerakan tanah dan likuifaksi serta tsunami seharusnya dalam rentang 10 tahun lebih sudah seharusnya memiliki ketangguhan menghadapi gempa dan tsunami karena ada beberapa daerah sangat rawan menghasilkan bencana tsunami dan juga dapat menghasilkan bencana likuifaksi yang maha dashyat walau kekuatan gempa tidak sehebat gempa tsunami Aceh namun rawan bencana gerakan tanah dan gempa bumi.
Dan kejadian gempa lainnya seperti gempa Aceh 2004 dan gempa Flores 1992, 2016 dan gempa Lombok dan palu Donggala 2018, jangan dikenang sebagai pembelajaran, namun harus diimplementasikan dalam bentuk budaya hidup selaras bersama bencana agar dapat mengingatkan kita untuk kembali bahwa wilayah Sumatera Utara dapat menghasilkan bencana atau di landa gempa.
GAMBARAN LIKUIFAKSI
Jangan menganggap Sumatera Utara aman dari bahaya bencana likuifaksi, sebab Sumatera Utara identik dari gerakan tanah, sebagai gambaran bagaimana terjadinya likuifaksi, daerah yang rentan gerakan tanah merupakan daerah rentan likuifaksi karena ada air di dalamnya belum terkuras habis, masih banyak air di dalamnya sehingga tanah yang mulai padat (solid) mengalami perubahan fisik atau transformasi menjadi atau menuju keadaan cair (liquid), akibat ada peningkatan beban pikul infrastruktur atau tekanan hidrostatik, sehingga beban tekanan pada siklik yang cukup tinggi berubah secara tiba-tiba menjadi cair “bubur” panas yang membuih lalu meruntuhkan segalanya yang ada di atasnya, bergerak, lalu tertelan ke dalam bumi.

Gambar : gambaran tentang bencana likuafaksi, model likuafaksi yang terjadi di Sulawesi Tengah dapat saja di Sumatera Utara (Sumber Gambar : tirto id)
Daerah di Sumatera Utara umumnya daerah rentan gerakan tanah, umumnya gerakan tanah lebih banyak disebabkan oleh kondisi tanah mengalami perubahan fisik karena adanya rongga yang mengalami “pemutusan” antar kekuatan butir oleh air sebagai “oli pelumas”, maka terjadi gerakan tanah atau longsor, dan gambaran ini dapat dilihat pada jalan menuju ke neraka yaitu jalan Aek Latong dan Batu Jomba, ada atau tidak gempa sering mengalami gerakan tanah menahun disebabkan kondisi geologi bawah permukaannya telah mengalami kondisi liquid, dan deformasi material teknis apapun diupayakan akan mengalami perubahan beban siklik karena daya dukung tanahnya sudah sangat rendah sehingga dapat menyebabkan banyak rumah dan pemukiman mengalami penenggelaman.
Selain itu, likuifaksi disebabkan adanya gempa yang kuat yang menyebabkan efek guncangan berganda sehingga cenderung merusak infrastruktur walau kekuatan gempa tidak begitu kuat jika terjadi di daerah rawan gerakan tanah dan menambah kekuatan daya merusak segala yang ada diatasnya, gambaran seperti inilah seharusnya menjadi pembelajaran bagi tata ruang kota yang ada di Sumatera Utara.
DAERAH RAWAN LIKUIFAKSI
Daerah rawan likuifaksi di Sumtera Utara antara lain, Tapanuli Selatan, Nias, Tanah Karo, Humban Hasundutan, Toba Samosir, Madina, Sibolga, Langkat maupun Simalungun, daerah lain memiliki tingkat resiko menangah namun bukan telah aman namun tetap merasakan efek penjalaran, dan suatu saat akan menekan tata ruang yang berdekatan dari wilayah memiliki kerentanan sangat tinggi, termasuk kota Medan yang berdekatan dengan pusat gempa di Tanah Karo dan Langkat serta Simalungun lalu naik kelas ke kategori sangat rawan.
Semua daerah tersebut memiliki karakteristik tatanan geologi gempa dan gerakan tanah yang tinggi dan likuifaksi adalah proses akhir dari bencana yang akan terjadi berupa keluarnya lumpur di dalam permukaan tanah yang tersusun dari material sedimen yang banyak “membungkus” lapisan tanah di daerah tersebut sehingga memiliki gambaran kerentanan likuifaksi tinggi di masa mendatang jika terjadi guncangan gempa,
Atau pada skala jangka pendek dengan ada perubahan efek penambahan beban pikul pembangunan infrastruktur berat akan mengubah perilaku tanah mengalami deformasi geser dan menjadikan tanah semakin lunak, dan ini akan menambah gaya amplifikasi semakin besar akan menyebabkan tanah bercampur air menjadi lumpur sedang gaya gempa a-seismik (gempa bergerak lambat dalam pengumpulan kekuatan yang membesar dalam puluhan tahun) dan itu akan meneruskan resonasi getaran ke bangunan diatasnya sehingga akan menyebabkan kehancuran.

Gambar : Likuafaksi yang mengancam tata ruang kota di Sumatera Utara
KARAKTERISTIK LIKUIFAKSI
Daerah yang memiliki likuifaksi umumnya di lewati oleh jalur patahan aktif dan melewati ketataruangan daerah tersebut atau di belah oleh patahan, gunungapi, dan sungai-sungai besar ataupun juga berbatas langsung ke zona pantai dan bencana banjir turut “membantu” pengikisan kekuatan tanah dan gempa kecil mencacah menjadi bubur.
Patahan aktif seperti segmen Patahan Renun-Toru-Toba-Angkola-Asik yang banyak membelah tata ruang kota di Sumatera Utara, patahan menyilang di Simalungun dan Langkat dengan lembah tektonik yang telah mengalami pencacahan tanah sehingga memudahkan tanah bergerak atau likuifaksi,
Sebagai contoh misalnya Tapanuli Selatan, tata ruangnya dikelilingi patahan Angkola dan Renu Toru, lalu terdapat gunungapi tipe A dan B serta terdapat Danau Vulkanik yaitu Danau Siais, yang dapat menghasilkan Seische atau “tsunami danau” dalam wilayah Tapsel jika terjadi sumber gempa kuat di daratan atau gempa megathrust dari pantai barat dapat memutuskan jalinsum tengah dan timur di Tapanuli Selatan, maka likuifaksi berjalan semakin jauh dan silahkan juga membayangkan tsunami di Palu-Donggala untuk perbandingan jika luapan air keluar dari Danau Siais, karena ada sungai yang membelah Tapsel menuju Padangsidimpuan.
Selain itu sebagian wilayah daratan Tapsel terdapat daerah yang berbatas dengan samudera dimana material tanahnya tersusun oleh pasir dan lempung yang mudah mengalami pengikisan menjadi bubur untuk menghasilkan likuifaksi.
Begitu juga di daerah Humbahas, Tanah Karo, Simalungun dan teraktual longsor Toba Samosir, berada di garis patahan Renun-Toru dan bersambung menyilang ke wilayah Langkat, berdekatan dengan zona gunung berapi dengan karakteristik tanah sedimen vulkanik dan berpasir, serta berdekatan dengan Danau Vulkanik terbesar di Asia Tenggara yaitu Danau Toba, dan di Langkat juga diapit bahaya gempa dari zona patahan Burma yang menerus dan berbatas dengan pantai ke Selat Malaka .
Karakteristik daerah pantai juga dimiliki Madina dan Sibolga, seperti halnya Tapsel, berdekatan dengan patahan Renun Toru dan Angkola-Asik yang masih bagian dari Patahan Besar Sumatera, telah mencacah wilayah Madina dan terdapat daerah gunung berapi tipe A dan banjir tiap tahun telah menambah tekanan amplifikasi karena tanah semakin lunak, sedang Sibolga langsung berhadapan dengan tsunami dan wilayah daratannya tersusun oleh material pasiran dan dikeling morfologi terjal, dengan kondisi semakin tidak stabil akibat serangan gempa dari Nias.
Nias juga termasuk daerah rawan likuifaksi sangat tinggi karena sumber utama gempa bagi daerah yang akan di “serangnya” namun juga ikut merasakan dampaknya karena di titik tengah daerah Nias tersusun material tanah berpasir yang mudah mengalami perubahan bentuk ke bentuk liquid, begitu juga sisi luar yang mudah mengalami pelapukan dan memudahkan amplifikasi seismik, lalu meneruskan getaran ke permukaan sehingga beban infrastruktur akan mengalami penurunan, karena sumber pusat gempa sangat dekat akan menyebabkan bahaya terjadinya penurunan pantai bisa mencapai satu meter dan jalan raya akan mengalami flexsure yang sangat panjang karena berada di atas garis patahan dan efek guncangan berganda akan menambah daya rusak bangunan. Jadi, sumatera utara memang daerah bencana.
M. Anwar Siregar
Enviromentalist Geologist, Pemerhati Tata Ruang Lingkungan (AM, 2018)

No comments:

Post a Comment

Related Posts :