Jun 12, 2020

Tahun 2020, Intensitas Bencana Alam

TAHUN 2020, WASPADA INTENSITAS BENCANA ALAM
Oleh : M. Anwar Siregar

Dalam mengurangi kemungkinan terjadinya bencana di beberapa kota di Indonesia termasuk Jabodetabek perlu ditingkatkan bahaya bencana hidrometeorologi yang di sampaikan oleh BMKG dengan beberapa poin penting dalam mitigasi bencana tanah longsor seperti: melakukan identifikasi daerah rentan bencana tanah longsor (peta, informasi); Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bencana tanah longsor (sosialisasi, pendidikan); Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan masyarakat menghadapi bencana; Penataan ruang akibat sering terjadinya bencana banjir merupakan sebagai referensi untuk pemerintah daerah untuk melakukan penataan ulang kembali tata ruangnya. Karena setiap tahun, struktur geologis wilayah akan bergeser, yang disebabkan beberapa faktor. Seperti faktor cuaca, alam, sedimentasi serta air yang mengalir dalam tanah.
Pembangunan suatu wilayah hendaknya mempertimbangkan informasi geologi, baik potensi atau pun bahaya geologi, karena informasi potensi geologi dapat digunakan untuk pengetahuan daya dukung tanah untuk fondasi bangunan, potensi air tanah, potensi bahan galian, daerah resapan air tanah, dan potensi lahan untuk TPA.
Sedangkan informasi bahaya geologi merujuk pada zonasi daerah rawan longsor, gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Oleh karena itu, Pemerintah daerah diingatkan agar izin dan segala macam yang berkaitan dengan pembangunan sebaiknya memperhatikan juga informasi geologi, karena berkaitan dengan kelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat dengan kelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat kawasan rentan bencana tanah longsor (permukiman, tata lahan); dan Penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Harus menjadi rujukan bagi daerah-daerah yang mengalami musibah bencana banjir dan longsor seperti yang terjadi di Solok Selatan, Kampar, Samosir, Aceh Barat, Sigi dan beberapa kota lainnya.
IRONI POHON

Yang paling tragis dalam suatu tata ruang kota yang sering mengalami bencana alam adalah semakin berkurang lahan hijau dan semakin ekosistem penyerap banjir dalam meredam tingkat kelulusan air di permukaan seperti pohon yang sesuai dengan identik suatu kota, dan ini semakin menimbulkan tragedi banjir, untuk apa pohon itu di tanam jika dipinggir jalan akan dihancurkan oleh buldozer, hanya untuk pelebaran jalan satu meter? Ironi sebuah koordinasi antar sektor. Banyak terlihat pohon-pohon yang baru di tanam beberapa bulan kemudian mengalami penggusuran, dibiarkan tidak terawat teratur, kadang-kadang ada tangan jahil memotongnya sengaja atau tidak, yang pasti jumlah yang ditanam menjadi berkurang. Merupakan gambaran ironi bagi pohon disebuah kota yang sering berlangganan banjir dan harusnya sebagai salah satu sumber mitigasi dalam menurunkan intensitas bencana banjir disepanjang tahun 2020.
Gambar : Intensitas bencana alam waspadai tumbang pohon di jalan raya (berbagai sumber)
Di hulu, bagi kota Medan dan kota-kota berdaratan rendah yang diapit oleh daerah daratan tinggi harusnya mempertahankan 30% kawasan hutan negara untuk meredam intensitas bencana banjir tahunan. Bukti ini juga menyebabkan mengapa begitu mudah terjadi longsor di Parapat dan Sibolangit maupun di Samosir, karena tata ruang lahan yang berisi pohon-pohon yang telah mengalami pengurangan akibat luasan hutan berkurang.
PREVENTIF WASPADA
Kajian pelajaran sejarah banjir harus dijadikan nilai yang benar untuk mengendalikan bencana banjir, dan diperkirakan sepanjang tahun ini berbagai kota di Indonesia masuk kategori kota langganan hujan dampak perubahan cuaca ekstrem harus selalu siaga mitigasi bencana.
Berhubung resiko bencana banjir tiap tahun cukup tinggi, sebaiknya mempertimbangkan untuk melakukan kajian bahaya banjir ke lingkungan terhadap proyek-proyek di wilayah-wilayah rawan bahaya banjir sebagai upaya mitigasi dan pemerintah harus menggalakkannya mulai tahun 2020.
Terkait dengan mitigasi maka perlu tindakan kajian antara lain, pertama efek peningkatan pembangunan transportasi, kajian yang perlu dipikirkan dan dipertimbangkan adalah dampak pembangunan jalan dan infrastruktur yang menyertainya terhadap sistim kesatuan drainase dan pola banjir yang melibatkan pergeseran dan perusakan atau okupasi ruang terbuka hijau di segala lini yang berhubungan dengan lingkungan air. Pembangunan jalan layang adalah contoh yang menggeser daerah ruang terbuka dan harus dipikirkan sistim pengendaliannya terhadap terbatasnya ruang hijau terbuka di masa mendatang.
Kedua, pengembangan pembangunan perkotaan, dampak pembangunan terhadap kapasitas jasa dan layanan umum seperti listrik, gas, telepon dan air untuk mencegah risiko banjir yang semakin besar terutama pembangunan jaringan utilitas yang tumpang tindih disekitar saluran drainase. Ketiga, sistim tempat pembuangan akhir sampah, relokasi ruang memadai untuk mencegah sumber-sumber penyakit lingkungan yang baru, sistem selokan/saluran air tidak memadai atau layanan pengumpulan sampah sehingga menyebabkan pembuangan sampah ke dalam selokan dan saluran air semakin membebankan parbus yang berakhir macetnya aliran air dan meluber sebagai banjir.
Gambar : Gambaran bencana tahun 2019 merupakan cermin gambaran bencana alam di Tahun 2020, selalu ada peningkatan bencana, perlu preventikf kewaspadaan bencana (sumber BNPB)
Keempat, penambangan bahan galian sungai, implikasinya terhadap kekeringan dan banjir serta erosi tanah terhadap kedalaman air sebagai dampak kegiatan penambangan di sekitar hulu dan hilir sungai dan pemukiman terhadap bahaya lingkungan dalam jangka pendek bagi kota dengan posisi topografi rendah adalah daerah restarding pound bagi aluran air dari daratan tinggi.
Kelima, pengkajian bahaya ketahanan pertanian dan kehutanan, dampak pada erosi tanah dan konsekuensi terhadap tingkat pelestarian air, pengendapan daerah hilir dan banjir. Kemampuan usulan proyek terhadap dampak kekurangan air hujan akibat perusakan dan pengalihan fungsi taman hutan baik disekitar DAS maupun taman paru kota serta kemampuan dalam membangun kapasitas masyarakat lokal dalam menghadapi risiko bencana dan risiko lainnya.
Preventi kewaspadaan perlu ditingkatkan terus menerus karena ketersediaan lahan lebih terbatas, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, tingkat hunian yang tinggi, mengakibatkan menurunnya kualitas struktur hunian, proses erosi yang semakin melebar, serta kondisi atau pelayanan infrastruktur dasar yang buruk, seperti halnya jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan saluran pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampah untuk kesehatan lingkungan, jaringan saluran air hujan untuk pematusan (drainase) serta pencegahan pasang/ banjir setempat dan pendangkalan sungai (erosi). Pertumbuhan dan kepadatan penduduk yang tidak terkendali telah menimbulkan tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan kawasan terbangun.
INTENSITAS MUSIBAH
Tidak ada yang menduga, bahwa bencana banjir bisa menghasilkan bencana kemiskinan di berbagai kota di Indonesia, di saat kota lain mengalami bencana asap, tiba-tiba kota lainnya mengalami musibah kekeringan air, sebaliknya di lain lagi, mengalami musibah banjir dan gempa serta longsor.
Dugaan-dugaan terhadap bahaya dan ancaman bencana kini saat susah untuk diprediksi. pola iklim makin tak menentu, saat sebagian wilayah nusantara di timur mengalami kering kerontang karena musim kemarau, mendadak di wilayah nusantara barat mengalami musibah banjir bandang, padahal kondisi tidak dalam keadaan mendung alias cuaca panas menyengat tiba-tiba turun hujan deras. Dan anggapan selama ini, jika cuaca cerah dan panas dianggap tidak akan turun hujan, atau mendung tak selalu hujan.
Prediksi banyak meleset, tidak ada daerah lagi yang dianggap sejuk di Indonesia, apalagi di kota, besok hari ini panas, besok hujan, bisa tiga hari berturut hingga menghasilkan banjir.
Di Sumatera Utara terdapat 250 titik lokasi rawan banjir yang tersebar di 18 kabupaten yang merupakan alur pegunungan Bukit Barisan, yakni Kabupaten Dairi, Deli Serdang, Humbang Hasudutan, Karo, Langkat, Mandailing Natal, Tanjung Balai, Tebing Tinggi. Pakpak Barat, Samosir, Simalungun, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara dan Toba Samosir, sedangkan diluar alur pegunungan Bukit Barisan mencakup wilayah Kabupaten Asahan, Medan, Tebing Tinggi dan Pematang Siantar.
Wilayah yang rawan terkena banjir akibat sungai meluap atau banjir kiriman dan genangan air hujan untuk wilayah Medan mencakup 13 kecamatan. yang paling rawan adalah kec. Medan Deli, Medan Belawan, Medan Denai, Medan Johar dan Medan Maimun (sumber BPBD Kota Medan.)
Tindakan mitigasi dini terhadap tata ruang dan preventif kewaspadaan perlu digalakkan karena tahun 2020 intensitas bencana masih tetap tinggi.
M. Anwar Siregar
ANS Kerja di Pemprov Sumatera Utara 

No comments:

Post a Comment

Related Posts :