11 Agu 2016

Belajar Memahami Bahaya Gerakan Tanah 4 (selesai)

FAKTOR PENYEBAB DAN MITIGASI GERAKAN TANAH



Gambar : menunjukkan kemiringan bangunan akibat gerakan tanah, fracture grounting.


Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tanah Longsor;
A.    Hujan.
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musin kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan tanah permukaan.
Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.
Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di prmukaan, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.
B.     Lereng Terjal.
Lereng atau tebing yang trjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180˚  apabila lereng terjal dan bidang longsorannya mendatar.


C.     Tanah Yang Kurang Padat Dan Tebal.
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5m dan sudut lereng >220˚. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.



 

 

D.    Batuan Yang Kurang Kuat.
Batuan endapan gunung api dan bautan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuaat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terhadap pada lereng yang terjal.




E. Jenis Tata Lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan  persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah  perladangan
penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.




 


F.      Getaran.
Getaran yang  terjadi diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kenderaan. Akibat yang ditimbulkan- nya adalah, badan jalan, lantai, dandinding rumah menjadi retak.



 

 

G.    Susut Muka Air Danau Atau Bendungan.
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220˚ mudah terjadi longsor dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

H.    Adanya Beban Tambahan.


Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.

I.       Pengikisan/Erosi.
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai atau tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

J.       Adanya Material Timbunan Pada Tebing.



Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

K.    Bekas Longsoran Lama.
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memiliki ciri:
·         Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.
·         Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur.
·         Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
·         Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
·         Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama.
·         Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil.
·         Longsoran lama ini cukup luas.

L.     Adanya Bidang Diskontinuitas (Bidang Tidak Sinambung).
Bidang tidak sinambung memiliki ciri sebagai berikut:
·         Bidang perlapisan batuan.
·         Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar.
·         Bidang kontak antara batuan yang ratak-ratak dengan batuan yang kuat.
·         Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air).
·         Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.

Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.
M.   Penggundulan Hutan.


 










 
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.


N.    Daerah Pembuangan Sampah.



 

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di tempat pembuangan akhir sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar  ±120 orang meninggal.

Mitigasi Tanah Longsor

Faktor-faktor kerentanan terhadap tanah longsor adalah lokasi, aktivitas manusia, penggunaan lahan, dan frekuensi terjadinya longsor. Efek tanah longsor terhadap manusia dan bangunan dapat dikurangi dengan cara menghindari daerah rawan, menyiarkan larangan, atau dengan menerapkan standar keselamatan saat berada di daerah tersebut.

Pemerintah daerah dapat mengurangi dampak kerugian longsor melalui kebijakan dan peraturan penggunaan lahan dan pembuatan peta rawan longsor. Setiap individu dapat mengurangi kemungkinan mereka terhadap bahaya dengan mendidik diri mereka sendiri tentang sejarah masa lalu tentang kebencanaan. Mereka juga dapat memperoleh layanan dari ahli geologi teknik, insinyur geoteknik, atau seorang insinyur sipil, yang dapat mengevaluasi potensi bahaya dari sebuah situs.

Bahaya dari tanah longsor dapat dikurangi dengan menghindari pembangunan di lereng curam dan potensi tanah longsor yang ada, atau dengan menstabilkan lereng. Stabilitas lereng ditingkatkan jika air tanah dapat dicegah agar tidak merembes ke dalam material lahan, dengan cara:
  1. Menutupi daerah rawan longsor dengan suatu lapisan kedap air,
  2. Menguras air tanah yang ada di daerah longsor,
  3. Meminimalisasikan pengairan permukaan, dan
  4. Struktur penahan dan/atau berat tanggul tanah/batuan ditempatkan pada kaki lereng.
1.1. Pencegahan Terjadinya Bencana Tanah Longsor Sebagai Berikut:
·         Jangan mencetak sawah dan membuat kolom pada lereng bagian atas di dekat pemukiman “buatlah terasing”
·         Segerah menutup ratakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan dan jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.
·         Jangan menebang pohon di lereng dan jangan membangun rumah dibawah tebing.
·         Jangan mendirikan prmukiman di tepi lereng yang terjal dan pembangunan rumah yang benar di lereng bukit.
·         Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal dan pembangunan rumah yang salah dilereng bukit.
·         Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak dan jangan mendirikan rumah ditepi sungai yang rawan erosi.

1.2.            Parameter Tanah Longsor.
Tanah longsor mudah terjadi pada tanah kohesif atau berbutir halus dan pada saat jenuh air, karena pada saat harga kuat geser dan kohesi terendah. Pada prinsipnya, tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Keadaan ini dikontrol oleh morfologi (kemiringan lereng), jenis dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng.
Meskipun suatu lereng rentan atau berpotensi longsor, karena kondisi kemiringan lereng, batuan/tanah dan tata airnya, namun lereng tersebut belum akan longsor atau terganggu kestabilannya tanpa dipicu oleh proses pemicu.

Pemicu longsoran antara lain;
A).       Peningkatan kandungan air dalam tanah sehingga ikatan antara butir tanah dan akhirnya mendorong butir-butir tanah untuk longso. Peningkatan kandungan air ini sering disebabkan oleh meresapnya air hujan, air kolam/selokan yang bocor atau air sawah kedalam lereng.
B).       Getaran pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian, getaran alat berat/kenderaan.
C).       Peningkatan beban yang melampaui daya dukung tanah atau kuat geser tanah. Beban yang berlebihan ini dapat berupa beban bangunan.
D).       Pemotongan kaki lereng secara sembarangan yang mengakibatkan lereng kehilengan gaya penyangga.

            Longsoran salah satu jenis bencana alam yang sering dijumpai di indonesi, baik skala kecil maupun besar. Upaya penanggulangan longsoran biasanya dilakukan setelah terjadi, meskipun gejala longsoran dapat diketahui sebelum kejadian. Tanah longsor adalah runtuhan tanah atau pergerakan tanah atau bebatuan dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau berangsur yang umumnya terjadi di daerah lereng yang tidak stabil.

1.3.            Tinjauan Umum Tentang Kerentanan Gerakan Tanah.
Berdasarkan mekanisme dan materialnya, maka gerakan  tanah atau tanah longsor merupakan fenomena alam yang lazim terdapat di indonesia. Sejak lama fenomena ini sudah di kenal, yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa penomena ini sering bertambah dan dimensinya-pun bertambah besar. Pertambahan baik kualitas maupun kuantitas dari proses gerakan tanah ini justru bersamaan dengan meningkatnya pembangunan di Indonesia.

No
Type
Subtype
Description
1.
Falls

-      Rockfall  (Bedrock)
-      Soifall (Loose material)
2.
Sllides
Rotational
-  Slump (Bedrock or cohesive units loose material)
Planar
-      Block-glide (Bedrock or cohesive units loose material)
-      Rockslide (Bedrock)
-      Dedris slide (Loose material)
3.
Flows
Dry
-      rock avalanche
-      Sand run
-      Loes flow
Moderately wet
-      Dedris avalanche
-      Earth flow
Very wet
-      Sand or silt flow
-      Dedris flow
-      Mud flow

Tabel 2.1; Klasifikasi Gerakan Tanah.

Bentuk Informasi ini diwujudkan dalam suatu peta zona kerentanan gerakan tanah. Sehingga informasi tentang kerentanan gerakan tanah dapat digunakan sebagai informasi awal untuk analisa resiko terjadinya bencana dan analisa penanggulangan bencana sebagai acuan dasar untuk pengembangan wilayah berikut pembangunan instruktur. Lingkungan kegiatan dalam pemetaan zona kerentanan tanah.

1.      Persyaratan teknik, yaitu;
Persyaratan pete dimana pete tematik dan pete sebaran gerakan tanah disyaratkan mempunyai skala yang sama dan terditasi dalam bentuk poligon.
Pembagian zona kerentanan gerakan tanah, zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah, rendah, menengah, dan tinggi.

2.      metode pemetaan zona kerentanan gerakan tanah. Metode analisis yang dipergunakan adalah metode analisis gabungan antara pemetaan tidak langsung dan pemetaan langsung. Pekerjaan ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).

Kerentanan gerakan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:
a).  Geometri Lereng.
      Kemiringan dan ketinggian suatu lereng, sangat mempengaruhi kemantapannya. Semakin besar kemiringan dan ketinggian suatu lereng, maka kemantapannya kurang dukung.
b).  Morfologi.
      Morfologi yang dimaksud adalah keadaan fisik, karakteristik, dan bentuk permukaan bumi. Keadaan morfologi suatu daerah akan mempengaruhi kemantapan lereng. Hal ini di sebabkan karena morfologi sangat menentukan laju erosi, pengendapan, menentukan arah aliran tanah, air permukaan, dan mempengaruhi pelapukan batuan.
c).  Struktur Geologi.
      Struktur geologi yang sangat mempengaruhi kemantapan lereng adalah bidang-bidang sesar, perlapisan, dan kekar (joint). Bidang struktur geologi tersebut, merupakan bidang lemah (diskontinuitas) dan tempat merembesnya air yang menyebabkan lereng lebih mudah longsor.
d).  Iklim.
      Iklim juga mempengaruhi kemantapan suatu lereng. Hal ini disebabkan karena iklim mempengaruhi perubahan temperatur, jumlah hujan pertahun, dan iklim juga mempengaruhi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan atau tanah menjadi semaikin kecil.
e).  Sifat isik Dan Mekanik.
      Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan suatu bobot isi, porositas, dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, dan sudut geser dalam batuan atau tanah semakin kecil.
f).  Air Tanah.
      Dengan adnya air di dalam batuan atau tanah, akan menimbulkan tekanan air pori. Tekanan air pori akan mengakibatkan kuat geser batuan menjadi kecil akan mudah longsor. Semakin banyak jumlah air dalam batuan, maka tekanan air pori juga bertambah besar.
g).  Air Hujan.
      Dengan adanya air hujan, akan mempercepat terjadinya erosi dan biasanya menggerogoti bagian lapisan yang lama, sehingga membentuk pada muka lereng. Disamping itu, air hujan juga mengisi rekahan-rekahan yang ada akibat lereng akan lebih mudah longsor.
VIDEO VISUAL dan DAFTAR PUSTAKA DARI BERBAGAI SUMBER

10 Agu 2016

Perspektif Lingkungan Islam

Tajuk Palu Emas Geolog 13
LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh M. Anwar Siregar
Hari lingkungan untuk mengingatkan manusia di Bumi agar kembali memahami arti penting lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, karena menjaga lingkungan tidak hanya urusan para aktivitas lingkungan hidup, bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi merupakan tanggung jawab semua ummat di Bumi.
Kala pemerintah tetap mempertahankan pola hedoisme atau konsumsi/boros sumber daya energi dan produksi yang tidak seimbang seperti saat ini dibutuhkan tiga buah bumi untuk dapat menampung semua kebutuhan manusia  dengan pola dan gaya hidup sekarang. Terlihat dari berbagai bencana dan perubahan iklim global saat ini.
SUMBER DAYA AIR
Selain lahan atau tanah, yang tak kalah pentingnya adalah air. “Everything originated in the water. Everything is sustained by water”. Manusia membutuhkan air untuk hidupnya, karena dua pertiga tubuh manusia terdiri dari air. Allah SWT berfirman : “Dan Kami beri minum kamu dengan air tawar ?” (QS. 77 : 27). Dan bahkan tanpa air seluruh gerak kehidupan akan terhenti.
Yang ironis adalah bahwa kekeringan datang silih berganti dengan banjir. Pada suatu saat kita kekurangan air, tapi pada saat yang lain justru kelebihan air. Mestinya manusia bisa mengatur sedemikian hingga sepanjang waktu bisa cukupan air (tidak kurang dan tidak lebih). Hal itu sebenarnya telah ditunjukkan oleh alam dalam bentuk siklus hidrologis dari air yang berlangsung terus menerus, volume air yang dikandungnya tetap, hanya bentuknya yang berubah. Allah SWT berfirman : “Demi langit yang mengandung hujan (raj’i)” (QS. 86 : 11). KataRaj’i berarti “kembali”. Hujan dinamakan raj’i dalam ayat ini, karena hujan itu berasal dari uap air yang naik dari bumi (baik dari air laut, danau, sungai dan lainnya) ke udara, kemudian turun ke bumi sebagai hujan, kemudian kembali ke atas, dan dari atas kembali ke bumi dan begitulah seterusnya. Atau terkenal dengan siklus hidrologik.
Kisah perjalanan air yang urut dan runtut itu telah memberikan kontribusi yang sangat vital pada daur kehidupan dan pembaharuan sumber daya alam. Namun manusia melakukan sesuatu yang menyebabkan terhambatnya siklus hidrologi tersebut. Manusia membuat saluran drainase dengan lapisan semen yang kedap air dan mengecor jalan dengan semen, sehingga air mengalir cepat ke laut dan mengingkari fungsinya sebagai pemberi kehidupan (life giving role).
Dan menipislah persediaan air tanah. Sungai-sungai yang dulu sebagai organisme yang mampu memamah biak benda-benda yang dibuang kedalamnya dan memberikan pasokan air bersih yang memadai untuk kehidupan. Sekarang sungai-sungai tersebut lebih berwujud berupa tempat pembuangan sampah yang terbuka, dijejali dengan limbah industri dan buangan rumah tangga yang tidak mungkin lagi atau tidak mudah dicerna guna menghasilkan air yang sedikit bersih sekalipun (dari berbagai sumber).
Masalah bencana kekeringan air dan limpahan air banjir ketika terjadi musim hujan adalah disebabkan faktor masalah akar mental ideologis dalam memandang sumber daya air yang terbuang percuma. Faktor utama lainnya adalah dorongan ekonomi, daerah resapan air kini banyak dibangun gedung dan mall, etika kebijakan politik dalam mengurus sumber daya air berbasis kemaslahatan ummat serta makanisme pasar yang mendorong daerah resapan air dijadikan sumber pemenuhan ekonomi dalam bentuk komersilisasi daerah hijau.
SUMBER DAYA UDARA
Selain sumber daya air di atas, ciptaan Allah SWT yang tidak kalah penting tetapi sering terlupakan atau disepelekan adalah udara. Padahal tanpa udara takkan pernah ada kehidupan. Tanpa udara bersih takkan diperoleh kehidupan sehat. Setiap hari rata-rata manusia menarik napas 26.000 kali berkisar antara 18 sampai 22 kali setiap menitnya.
Polusi udara dikota besar Indonesia dalam kondisi tidak sehat, diperparah dengan bencana ekologi kabut asap dari kebakaran hutan-hutan tropis di Kalimantan dan Sumatera, peningkatan pembakaran dan kebuthan akan konsumsi bahan bakar yang terus meningkat telah menyebabkan terjadinya hujan asam dan kabut asap pekat, yang dapat menyebabkan terjadinya smog. Penelitian menyebutkan bahwat terdapat lebih 60 % kendaraan mengeluarkan gas buang berupa emisi diatas ambang batas baku mutu dari kendaraan bermotor darat, udara dan laut setiap hari dibuang. Artinya setiap menit selalu keluar kandungan racun dari knalpot mobil itu, sulfur oksida, nitrogen oksida, dan timbal (Pb). Konsentrasi timbal di udara mencapai 1,7-3,5 mirogram per meterkubik dan pada 2005 mencapai 1,8-3,6 mikrogram per meterkubik. Padahal jumlah kendaraan roda empat di Jakarta mencapai 9,1 juta atau sekitar 1.274.000 berstatus kendaraan umum (dari berbagai sumber).
Dalam pandangan Islam, Udara di atmosfir termasuk sangat penting bagi kehidupan manusia, Firman Allah : ”Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit” (Q.S. Al A’am : 125). Jalanan penuh udara kotor ke atmosfir dan kadang membuat kita susah bernapas, dan itu juga terlihat pada kejadian kabut asap, banyak menelan korban karena menghirup udara kotor dan selain itu bumi tidak mengalami penyinaran dari matahari selama beberapa hari. Dan perlu juga diingat bahwa perkataan ” dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit” merupakan isyarat bahwa ada perbedaan kerapatan udara di lapisan atmosfir bumi yang berlapis-lapis menghindarkan bumi dari radiasi langsung matahari.
Upaya yang bisa di tempuh antara lain : memperluas kawasan hijau (hutan kota), pemakaian bahan bakar akrab lingkungan (BBL), knalpot dipasang filter, dan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi.
SUMBER DAYA TATA RUANG
Dampak kerusakan tata ruang akibat peningkatan populasi dan ekonomi adalah salah satu penyebab terjadinya kerusakan sumber daya tata ruang. Dari negara agraris menjadi negara yang lebih fokus pada pencapaian kemajuan industri menyebabkan Indonesia sering mengalami bencana lingkungan, dimana peningkatannya yang bersifat ekstensif dan agresif dapat mengancam upaya pelestarian lingkungan, utamanya menyangkut area-area pegunungan, tempat dimana sumber udara, air dan kestabilan lereng-lereng dapat terancam, serta bahaya air banjir dan longsor dapat menimbulkan kerugian jiwa maupun kerusakan lingkungan yang mahal.
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar ( TQS asy-Syura (42) : 30), perusakan lingkungan akibat perbuatan manusia itulah mendatangkan musibah bagi tata ruang sehingga akan selalu ada kerugian akibat dampak hedoisme lingkungan.
Dampak kehancuran tata ruang berefek lebih luas, karena akan menimbulkan kerusakan sumber daya lainnya yaitu tempat terdapatnya sumber daya air, sumber daya alam, sumber daya keanekaragaman hayati dan sumber daya ruang bawah tanah jika perencanaan tata ruang yang tumpang tindih dan mobilitas manusia itu diatur dan dikendalikan berbasis orientasi kapitalis.
Perencanaan tata ruang wilayah merupakan suatu upaya mencoba merumuskan usaha pemanfaatan ruang secara optimal dan efisien serta lestari bagi kegiatan usaha manusia di wilayahnya yang berupa pembangunan sektoral, daerah, swasta dalam rangka mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu dan harus melalui kajian dalam perspektiF Islam. “Tiada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuxh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Alla (TQS al-Hadid [57] : 22). Maka rumuskanlah tata ruang itu sesuai dengan amanah Firman Allah karena sesungguhnya musibah lebih banyak diciptakan oleh manusia. (sebagian tulisan ini disari dari berbagai sumber dan kitab suci Alquran)
M. Anwar Siregar
Enviromentalist Geologist.

9 Agu 2016

Politik Lingkungan


STANDAR GANDA POLITIK LINGKUNGAN
Oleh M. Anwar Siregar
Saat ini banyak orang berbicara soal lingkungan hidup, namun selalu dikaitkan dengan berbau politik. Padahal peraturan lingkungan itu tidak bisa dibuat dan digabung-gabung kepada hal-hal yang berbau politik karena lingkungan adalah penyelamat bumi.
Kebijakan politik kadang membatasi kebijakan teknis, sebaliknya aspek politik tidak boleh membatasi gerak lingkungan, penerapannya dalam agenda teknis lingkungan itu lingkupnya saat luas, lingkungan itu adalah tanggung jawab bersama, hal ini banyak kita lihat dan dibicarakan oleh berbagai kalangan, penyelamatan dan kesehatan lingkungan selalu terbentur oleh standar ganda politik, termasuk pada COP 21 di Paris Desember 2015, umumnya banyak dilakukan negara maju, baik yang dilakukan negara pendonor maupun oleh kalangan lembaga yang bergerak dalam penyelamatan lingkungan serta ekonomi lingkungan, kasus ini dapat dilihat pada misi lembaga swadaya lingkungan internasional terhadap standar ganda pemanfaatan sawit dengan dikaitkan dengan lingkungan dimana produk minyak sawit dianggap merusak lingkungan, dan kita sudah mengetahui bahwa dalam pengembangan ekonomi dan keberlanjutan organisasi LSM Lingkungan banyak didanai oleh kompetitator perusahaan besar.
Ironisnya, perusahaan ini justrunya menikmati kekayaan alam Indonesia, standar ganda jelas dilihat dengan penekanan pemanfaatan dana untuk lingkungan untuk kepentingan pendonor. Dan kita tahu bahwa, banyak perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia telah banyak merusak lingkungan hutan dan laut Indonesia tanpa dana rehabilitasi yang utuh sedang kekayaan banyak dilarikan ke negaranya, studi kasus ini dapat dilihat di Aceh, Riau, Minahasa, Jambi dan Papua serta Kalimantan. Standar ganda politik terhadap lingkungan di negara berkembang tanpa jelas dari tekanan yang dilakukan negara maju termasuk organisasi PPB seperti WTO yang menekan negara berkembang agar menyesuaikan kebijakan pembangunannya dengan kemauan negara maju.
STANDAR GANDA
Proses politik yang sangat elitis serta praktek penyelenggaraan negara yang bersandar sepenuhnya berpihak atau bersandar pada kekuatan ekonomi global, dan oleh karena itu selalu mengabaikan kepentingan rakyat atau menguatkan subordinasi, ketidak-adilan gender dalam pengelolaan sumber-sumber kehidupan atau faktor-faktor produksi. Akibatnya pemiskinan negara berkembang dan ada kemungkinan ancaman kekerasan akibat peradaban manusia terganggu oleh peningkatan emisi lingkungan yang semakin tinggi sehingga suatu wilayah tak layak dihuni dan terjadi perpindahan secara massal.
Kecenderungan belakangan ini malah semakin kuat mengarah pada digunakannya isu lingkungan hidup sebagai salah satu alat politik dalam interaksi ekonomi dan bisnis global. Standar ganda politik ini kadang menimbulkan gelombang protes masyarakat internasional, menyebabkan sebuah konsensus global gagal terwujud seperti protokol Kyoto yang disebabkan banyak perbedaan pendapat diantara negara-negara berkembang dengan negara-negara maju. Negara-negara berkembang penyebab polusi utama, seperti Tiongkok, bersikeras bahwa negara-negara kayalah yang seharusnya memimpin upaya penurunan emisi karbon. Negara-negara berkembang, tak bisa diharapkan untuk mengorbankan pertumbuhan ekonomi mereka.
Kecenderungan negara-negara maju di Utara untuk menunggangi sistem ekonomi pasar global (globalisasi) itu dengan berbagai manuver untuk mengeruk keuntungan dan mengamankan kepentingannya dengan cara yang tidak fair, merugikan kepentingan negara-negara sedang berkembang termasuk di Indonesia melalui lembaga keuangan dunia yang sering menekan aspek politik ekonomi lingkungan Indonesia.
Dalam konferensi iklim Copenhagen pada 2009, politik lingkungan sempat memunculkan harapan tercapainya sebuah traktat dunia mengenai perubahan iklim namun gagal terwujud akibat standar ganda politik negara maju, Negara maju cenderung menggambarkan kesepakatan baru tersebut sebagai kesepakatan pengurangan emisi, membuat komitmen untuk meningkatkan dukungan keuangan mereka buat negara berkembang sampai 100 miliar dolar AS per tahun pada 2020 untuk menangani perubahan iklim, tetapi negara berkembang berkeras kesepakatan yang akan dicapai seperti Konsesus Paris termasuk COP 21 pada tahun 2015 mesti menyeluruh, mencerminkan anasir lain seperti penyesuaian, keuangan, alih teknologi, transparansi tindakan dan dukungan, dan kemampuan pembangunan dengan cara yang seimbang..
Di antara negara maju yang telah menyampaikan "sumbangan yang dimaksud dan ditetapkan secara nasional", tak satu pun menyebutkan kewajiban mereka untuk menyediakan dukungan keuangan dan teknologi buat negara berkembang.
Untuk memberi bukti bagi negara berkembang, penting untuk meningkatkan transparansi dari sumber daya masa lalu dan masa depan, penjelasan mengenai jalur yang akan dicapai jumlah yang diperkirakan dan menjadi komitmen paling lambat sampai 2020 serta petunjuk mengenai pengerahan lebih lanjut dukungan keuangan jangka panjang.
Namun peta jalan yang jelas untuk mencapai komitmen itu tersebut belum tersedia sampai sekarang. Hal ini menyebabkan mengapa sampai saat ini emisi dunia belum mengalami penurunan secara signifikan.
Lihat saja, di Amerika Serikat, upaya mitigasi perubahan iklim hanya akan menjadi penghalang yang tidak perlu terhadap pertumbuhan ekonomi, sejak konferensi pertama Jenewa tahun 1979 Swiss, Protokol Kyoto 1997, lalu dilanjutkan COP 15 tahun 2009 di Kopenhagen dan COP Paris 2015, semua negara maju masih setengah hati untuk meratifikasi perubahan iklim dengan target emisi industri tanpa kejelasan penurunan dengan hanya menyebutkan penurunan suhu global 2 persen.
PROTOKOL KYOTO
Kesadaran akan hasil penurunan emisi gas CO2 di atmosfer sebagaimana yang dimandatkan Conference on Parties (COP) 3 on Climate Change di Kyoto, yang dikenal sebagai Protokol Kyoto sampai ke COP Paris 2015, belum memberikan hasil memuaskan. Lucunya negara industri seperti Amerika Serikat tidak mau menandatangani peratifikasian Protokol Kyoto sebagai bukti partisipasi yang diwujudkan dalam aksi demi pengurangan gas CO2 yang dimaksud secara konkret. Sikap politik AS sejak George W Bush dilihat dari perspektif pertumbuhan ekonomi negara mereka, dimana angka pengangguran dalam negeri bisa melonjak tinggi kalau mereka mengurangi industri dan itu berarti gejolak politik dalam negeri. Namun, ada yang berpandangan sinis atas sikap ini dengan mengatakan bahwa alasan itu hanyalah alibi untuk membenarkan agenda lebih besar dalam politik pasar global yang dimotori oleh negara Adi kuasa tersebut, yang menghendaki pasar dibuka bebas dan liar demi memajukan ekonomi dunia. Sebagai negara yang menguasai kapital global, termasuk teknologi, wajar sekali AS lebih suka pasar tidak diatur sehingga memberi keleluasaan bagi mereka menguasai sumber-sumber ekonomi yang selama ini masih dilindungi peraturan nasional suatu bangsa atau oleh berbagai kesepakatan, konvensi, dan hukum internasional. Banyak organisasi internasional dibentuk kemudian diperalat untuk menyukseskan agenda pasar global tersebut. Maka Protokol Kyoto gagal terimplemensi secara luas.
URGENSI RATIFIKASI KABUT ASAP
Sudah sampai dimana kemajuan ratifikasi kabut asap di Asia Tenggara? Pada Agustus 2014 lalu, Singapura mengesahkan sebuah UU Kabut Asap yang memberikan kekuasaan bagi pemerintah untuk menjatuhkan denda perusahaan yang terbukti menyebar asap dengan memerintah pengadilan menghukum pembakar hutan, melanggar kedaulatan hukum negara lain, dalam hal ini Indonesia yang dibidik. Denda yang diberikan senilai S$2 juta, atau Rp18 miliar. Perusahaan itu bisa terkena jeratan UU Negeri Singapura, walaupun mereka tidak memiliki kantor perwakilan di sana. Namun kenyataan ini, kabut asap tahun 2015 ada indikasi kabut asap masih didalangi perusahaan dari Singapura? Urgensi ratifikasi kabut asap itu apa sudah memberikan efek yang mumpuni? Lalu untuk apa Indonesia meratifikasi UU Kabut Asap jika masih ada saja kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dengan negara Asia Tenggara yang perusahaannya masih terlibat pembakaran? Hanya karena standar kualitas emisi atau polusi yang sudah berbahaya bukan berarti Indonesia ditekan, tapi etika bisnis dari perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan yang dituntut untuk memperhatikan etika lingkungan dan politik guna mencegah bencana kebakaran yang menimbulkan kabut asap, itu yang paling penting disosialisasikan dan sebagai upaya mitigasi perubahan iklim global di Asia Tenggara.
Terasa sangat ironis standar politik lingkungan itu bagi kita sebagai negara berkembang, kabut asap akan terus ”berkembang” tiap tahun.
M. Anwar Siregar
Enviromentalist Geologist, Kerja di Tapsel.

6 Agu 2016

Revolusi Laut Indonesia

 REVOLUSI LAUT UNTUK KEJAYAAN BANGSA
Oleh M. Anwar Siregar
Sudah saatnya Indonesia bangkit sebagai negara Maritim dengan memanfaatkan momentum hari kebangkitan dengan telah memiliki UU kelautan setelah 69 tahun merdeka dan ini merupakan produk hukum yang pertama di hasilkan DPR. UU kelautan ini juga diharapkan dapat menegaskan identitas Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri Nusantara dan Maritim. Yang menandai dimulainya kebangkitan RI sebagai bangsa bahari yang bercita-cita menjadi negara maritim.
UU kelautan menjadi payung hukum untuk mengatur pemanfaatan potensi kekayaan laut secara komprehensif dan terintegrasi yang mempertegaskan keterpaduan kebijakan dan peraturan yang ada sehingga pembangunan berkelanjutan dapat di laksanakan secara nyata dan adil makmur serta merata di seluruh wilayah Indonesia.
Kehadiran UU Kelautan sangat diperlukan agar kebijakan Nasional pengelolaan laut terintegrasi. Penegasan integrasi adalah bahwa Indonesia adalah negara kepulauan sesuai dengan konvensi hukum laut internasional 1982, selain memiliki laut teritorial, wilayah yuridiksi dan kawasan dasar laut juga mempunya kesempatan untuk memanfaatkan potensi maritim di laut lepas.
UU kelautan sebagai satuan erat bagi Indonesia karena dua alasan penting, Pertama Indonesia merupakan penggagas konsep negara kepulauan berciri nusantara, dengan Deklarasi Juanda 1957 adalah tonggak sejarah pertama perjuangan diplomasi menuju pengangkuan dunia. Kedua, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dunia sudah barang tentu mengandung potensi ekonomi, keanekaragaman hayati, dan budaya bahari. Keberadaan UU kelautan sangat urgen bagi bangsa Indonesia dalam persaingan global saat ini, maka kehadiran UU kelautan sangat penting bagi pembangunan dan kehidupan bangsa Indonesia.
KEDAULATAN LAUT
Paradigma pemerintah RI yang menitikberatkan kepada konsep kemaritiman yang diwujudkan dalam poros maritim dunia bermanfaat untuk mewujudkan kedaulatan laut terutama untuk pembangunan ekonomi nasional. Poros maritim yang digagas oleh Presiden Jokowi merupakan realitas dengan kondisi yang luas lautnya lebih luas dibandingkan luas daratan dan merupakan gambaran dari keunggulan geostrategis, geografis dan geoekonomi di masa depan dan sangat bergantung dari pengaruh dinamika di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Ditinjau dari geopolitik dan geostrategis, pengelolaan kelautan ini sangat logis jika dijadikan tumpuan dalam sektor pembangunan ekonomi nasional saat ini. Sebab semua keunggulan laut dan posisi tata ruang laut strategis ekonomi ada di wilayah Indonesia dan hal ini mengapa negara-negara di dunia tidak mudah menyerang dan mengembargo Indonesia.
Namun ironisnya, dalam Pembangunan Daerah ataupun Pembangunan Nasional dewasa ini, sektor-sektor tersebut masih diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral sector), dibuktikan dari masih  rendahnya tingkat pemanfaatan sumber daya laut, penerapan teknologi serta hampir meratanya tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat kelautan terutama nelayan di berbagai pelosok Tanah Air. Menurut data UNCLOS '82, luar wilayah perairan Indonesia meliputi kawasan laut 3,1 juta km2, yang terdiri atas Perairan Kepulauan seluas 2,8 juta km2 dan Wilayah Laut seluas 0,3 juta km2. Banyak potensi yang belum terjamah dalam peningkatan sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi dan sumber daya energi.
Gambar : Konflik dil Laut China Selatan, Indonesia harus menjaga Kedaulatan Ekonomi dan Maritim
(Sumber : dari berbagai sumber)
Paradigama kedaulatan laut sangat penting di berdayakan kembali mengingat pembangunan yang ada sekarang lebih difokus di darat dan saatnya dialihkan dalam pembangunan kedaulatan dengan mengintegrasikan lintas sektoral kepulauan terluar atau terpencil untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang mampu mengelola potensi sumber daya lautnya untuk kesejahteraan rakyatnya.
POTENSI MARITIM
Pembangunan energi kelautan merupakan bagian dari pembangunan poros maritim sebagai sumber daya ekonomi pembangunan, sumber daya energi laut merupakan salah satu pilar utama Poros Maritim, yang mengacu ke salah satu dari lima pilar utama , yaitu pembangunan kembali budaya maritim, komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan Pangan Laut khususnya potensi energi laut.
Kekayaan energi laut di Indonesia saat besar untuk mengurangi ketergantungan energi konvensional sebagai energi listrik yang saat ini masih digunakan yaitu energi fosil, energi laut sebagai energi alternatuf terbarukan dan sangat tepat untuk dikembangkan secara massal atau juga sebagai sumber energi baru bagian dari pertumbuhan ekonomi bangsa dari laut, apalagi pihak PLN berencana akan mencabut subsidi listrik untuk kalangan pelanggan listrik 450-900 watt yang kebanyakan mereka adalah masyarakat yang berpendapatan sangat kurang.
Pemanfaatan energi listrik dari laut akan mengantarkan bangsa ini sebagai salah satu negara kuat ekonomi jika pemafaatan energi laut sebagai kekuatan kedaulatan energi sehingga mengantarkan sebagai negara maritim dunia yang tangguh. Energi laut ini memiliki posisi strategis dalam salah satu pilar utama pembangunan Poros Maritim dan juga sebagai sumber ketahanan energi bagi Indonesia serta sesuai dengan potensi SDA Laut yang sangat luas dan terbesar di dunia agar potensi SDA laut tidak hanya digunakan dari potensi kekayaan ikan tetapi juga dari potensi energi.
Selain potensi energi kekayaan laut Indonesia yang sangat besar, Indonesia juga memiliki banyak harta kekayaan laut berupa harta karun yang nilainya ditaksirkan mencapai Rp 127,6 triliun. Potensi kekayaannya telah memberikan keuntungan dan kemungkinan bagi negeri ini untuk memanfaatkan aturan konvensi kebaharian internasional sebagaimana diatur dalam UNCLOS '82.
REVOLUSI LAUT
Perlu kebangkitan Nasional untuk sebuah revolusi laut dalam merebut dan menuju kejayaan bangsa, salah satunya adalah membina mental pemuda untuk terjun atau menekuni bidang kelautan. Untuk revolusi pemuda Indonesia sangat diperlukan bahwa di laut ada kejayaan Bangsa, Kenapa revolusi mental pemuda untuk laut? Sebab, Pemuda harus memainkan peranannya secara optimal sebagai pelopor dan perekat persatuan bangsa dalam mengelola kekuatan sumber daya kelautan untuk kejayaan bangsa terutama dengan mengotimalkan SDA di laut perbatasan dalam pembangunan saat ini. Peran pemuda sangat penting, sebagai syarat utama bagi bangsa untuk mencapai kemajuan bangsa, untuk itu diperlukan soiliditas pemuda untuk maju dalam pembangunan kelautan.
Sebab utama lainnya adalah Indonesia merupakan bangsa yang memiliki kekayaan laut yang sangat luas, memerlukan kekuatan dan kesiapan pemuda dalam menghadapi persaingan global terutama dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean (MEA/Asean Ecomomic Community/AEC) dimana persaingan akan mendapatkan pekerjaan dan pengembangan usaha termasuk dibidang sumber daya energi kelautan dan kemaritiman akan semakin ketat, untuk itu diperlukan integritas yang kuat dalam wira usaha laut agar dapat berkompetisi dalam persaingan era global laut dan maritim.
Untuk itu diperlukan revolusi mental bagi pemuda dalam memperkuat kekuatan bangsa dalam bidang laut dan kemaritiman, revolusi mental pemuda Indonesia diperlukan untuk mempercepat terwujudnya pemuda yang maju, ciri revolusi mental bagi pemuda yang maju adalah berkarakter/berkapasitas dan berdaya saing, oleh sebab itu pembangunan kelautan dan kemaritiman diperlukan komitmen berkesinambungan oleh pemuda sebagai kekuatan bangsa dalam pembangunan bangsa yang selalu dijiwai oleh semangat Pancasila, semangat sumpah pemuda dan semangat kemerdekaan bangsa serta UUD 1945.
M, Anwar Siregar
Enviromentalist Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer

Titik Lemah Krakatau




GUNUNGAPI KRAKATAU, TITIK LEMAH BOLA BUMI
Oleh : M. Anwar Siregar

PENDAHULUAN
Jumlah gunung api di Indonesia yang aktif ataupun yang tak aktif bekerja ada 400 buah, sedangkan yang masih aktif ada 128 buah. Dari 128 buah ini 70 diantaranya telah bererupsi di masa sejarah. Dari 70 gunung api ini sekarang terdapat 40 gunungapi masih terus menerus berada dalam kondisi erupsi. Gunung api di Indonesia dapat dibagi beberapa kumpulan : 1. Kumpulan Sunda, 2. Kumpulan Banda, 3. Kumpulan Minahasa dan Sangihe, 4. Kumpulan Halmahera, 5. Kumpulan Sulawesi Selatan atau kompleks Botahain.
Gunung api yang digolongkan Kumpulan Sunda, memanjang dari ujung Sumatera Utara melalui Jawa, Bali, Sumbawa, Florest sampai ke Alor. Panjang busur gunung api ini kira-kira 3.800 km. Daerah gunungapi sampai ke Teluk Benggala sehingga dengan demikian panjang daerah vulkanik ini kira-kira 5000 meter.
Gunung api-gunung api yang tergolong Kumpulan Minahasa dan Sangihe merupakan gunung api yang sangat aktif dan dapat diikuti ke Utara sampai Mindanau (Philipina Selatan). Hanya sedikit yang diketehui gunung api yang masuk kumpulan Minahasa dan Sangihe dan jumlah korban manusia yang ditimbulkan oleh erupsi vulkanik. Kumpulan Halmahera terdapat dibagian Tengah dari daerah ini antara Makian dan Tobelo. Gunung api di Halmahera dengan jelas terletak pada suatu garis lurus yang menunjukkan daerah yang lemah atau patahan dalam kerak bumi.
Gunung api yang termasuk dalam Kumpulan Bothain terhitung komplek yang besar, akan tetapi sekarang tidak aktif, yang dimulai dari ujung Pulau Sulawesi Selatan hingga ke Sulawesi Barat dan Tengah.
Di pos-pos gunung api tersebut dipasang alat-alat pencatat getaran-getaran Bumi (seismograf), misalnya di Tangkuban Perahu, Papandaya, Lamongan, Merapi, dan Krakatau. Alat ini sangat berguna, sebab getaran-getaran halus yang terjadi karena persentuhan magma yang sedang naik itu dengan dinding-dinding gunungapi akan terekam dan tercatat, yang pada umumnya menandakan aktivitas meningkat. Dengan demikian dalam batas-batas yang tertentu peledakan gunung api dapat diramalkan.
Oleh dinas gunung api dilakukan pembagian tipe dari gunung api-gunung api di Indonesia yang masih aktif atau telah mulai berkurang aktivitasnya sebagai berikut : Tipe A yakni gunung api yang menunjukkan eruspsi dari tahun 1600. Tipe B yaitu gunung api yang berada dalam stadium solfatara serta Tipe C adalah gunung api yang berada dalam stadium fumarola dengan kolam air panas.

SEJARAH TERBENTUKNYA GUNUNGAPI KRAKATAU
Sejarah Krakatau dimulai dengan sebuah gunung api besar yang disebut juga Krakatau Purba yang terdiri dari batuan andesitan. Terjadilah peledakan yang keras sekali pada kerucut gunungapi tersebut dengan pembentukan lekuk dalam laut oleh pengkalderan secara meruntuh sehingga tinggal sisa-sisanya dari satu sifat gunung api tersebut. Dengan pembentukan lekuk dalam laut, Pulau besar ini tenggelam dalam lekuk itu dan meninggalkan sisa-sisa pulau-pulau kecil.
Kemudian secera eksentris tumbuh pulau kecil dari gunung api purba ini yang merupakan dasar dari pulau-pulau Rakata. Pulau Panjang dan Pulau Sertung. Salah satu pulau ini terjadi satu kerucut yang letaknya eksentris yaitu gunung api yang terdiri dari batuan-batuan basa.
Ditengah-tengah cekungan tumbuh dua kerucut gunung api (Danan dan Perbuwatan) yang membentuk pulau yang akhirnya menyatu dengan Rakata dan disebut Krakatau. Letusan 1680 menghasilkan jenis batuan andesitan asam.
Pada tanggal 20 Mei 1883, setelah dua abad gunung api tersebut tidak aktif, terjadi letusan besar yang mencapai puncaknya pada tanggal 26-28 Agustus 1883. Sekitar 18 km3 batu apung dan abu di hembuskan gunung api Perbuwatan-Danan dan sebagian Rakata musnah oleh peruntuhan, meninggalkan cekungan kaldera yang beraturan, bergaris tengah maksimun 7 km dan sekitar 250 meter kedalamannya.
Peruntuhan tersebut menyebabkan terjadinya gelombang pasang (tsunamis) setinggi 20 m, menyapu daerah pantai Selat Sunda dan Jawa bagian Baratlaut, pembentukan pulau gunung api baru yaitu anak Krakatau, tepat berada ditengah kaldera yang meletus tahun 1883 dan disusun oleh abu hasil letusan Desember 1927.

HIPOTESIS PEMBENTUKAN KALDERA GUNUNGAPI KRAKATAU
Beberapa hipotesis terbentuknya kaldera gunungapi Krakatau yang telah diselidiki oleh ilmuwan gunung api seperti hipotesis Escher, didalam teorinya menyebutkan pembentukan kaldera itu selalu dengan bentuk letusan tipe Perret yaitu dengan tekanan gasnya yang sangat kuat, serta lavanya yang cair, waduk magma yang dalam dan  bersifat merusak. Letusan silinder tersebut akan mengikis dinding diatrema gunungapi, sehingga akan terbentuk silinder ditengahnya. Bahan-bahan yang berada di dinding silinder  akan roboh dan terkumpul dibagian bawah silinder. Sebagai akibatnya, dipermukaan bumi akan terjadi lekukan berbentuk mangkok. Dan sebagai konsekuensi dari teori tersebut, untuk membentuk kaldera yang mempunyai garis tengah 10 km dan kedalaman 250 m, maka diperlukan silinder peniupan yang mempunyai gasris tengah 1000-2000 m dan kedalaman dapur magma antara 15-50 km.
Menurut Van Bemmelen (1929), sebagaimana dengan Escher, mencirikan bahwa untuk pembentukan suatu kaldera diperlukan peletusan tipe Perret, posisi dapur magma letaknya tidak dalam, gas yang sangat berlimpah didalam magma akan meniup lava menjadi abu halus. Dan selama terjadi peletusan, permukaan magma akan turun hingga dapur magma dan terjadi peletusan garis tengah diatrema. Diatrema yang melebar ke arah bawah akan menyebabkan kekosongan dapur magma, sehingga akibatnya akan terjadi peruntuhan atap dapur dan pembentukan kaldera.



Gambar 1 : Pembentukan kaldera krakatau dan posisi letak Krakatau di Selat Sunda di antara dua Pulau Sumatera dan Jawa (Sumber gambar : Internet).

KRAKATAU, TITIK LEMAH BOLA BUMI
Seorang pengunjung berkulit putih kelihatan duduk bersimpuh di hamparan pasir yang lembut ”Ah, betapa kecilnya diriku ini sebagai insan” gumamnya. Ungkapan ini sering disampaikan wisatawan asing dan domestik  yang pernah menginjak kakinya di kawasan Krakatau.
Rupanya wajah anak Krakatau di Selat Sunda yang menjelma dalam bentuk gundukan pasir hitam legam tandus, selalu sanggup membangkitkan rasa takut yang menyelinap didalam sanubari dan secara tidak langsung melahirkan suatu kesan pengakuan atas kebesaran Maha Pencipta, kemampuan Krakatau untuk membangkitkan kesan religius ini adalah mengenang korban-korban letusan gunungapi Krakatau seratus enem belas tahun yang lalu.
Gunung Krakatau sebagai satu keluarga yang terletak tidak berjauhan. Ditengah-tengah terletak anak Krakatau bagaikan anak kecil yang nakal karena setiap tahun pasti bertambah 4 meter. Induk Krakatau sendiri kelihatannya seperti nenek tua yang tubuhnya kelelehan setelah seabad silam isi perutnya dimuntahkan ke udara dan mengejutkan seisi Benua. Tubuhnya dibagian Timur ditumbuhi belukar dan pepohonan lebat, tetapi dibagian Barat bagaikan bekas yang tersayat, daging tanah muncul memerah dan setiap saat siap berguguran ke laut apabila anak Krakatau yang berada didepannya menggoyangkan tubuhnya. Dimasa silam ia merupakan Pulau sepanjang sembilan kilometer yang dikenal dengan nama Rakata, Danan, dan Perbuwatan.
Malapetaka dipagi hari pada tanggal 27 Agustus 1883 itu menghancurkan sebagian besar ”tubuh” pulau itu. Isi perut gunung api Perbuwatan, Dana dan sebagian Rakata dimuntahkan ke udara bersamaan dengan letusan yang terdengar sampai ke Singapura, Perth dan Darwin di Australia, Kuala Lumpur di Malaysia, Bangkok dan Kolombo. Begitu dahsyatnya letusan itu, sehingga menimbulkan gelombang bunyi yang mencakup seperempat permukaan bumi.
Benda-benda dari dalam tanah dengan jumlah 18 km kubik yang merupakan dua per tiga dari Pulau tersebut disemburkan ke angkasa setinggi kira-kira 50 kilometer dan sekaligus menyebabkan pembentukan kaldera dibawah laut dengan garis tengah 7 km dan sampai 250 meter kedalamannya, lontaran keatas dan timbulnya tiba-tiba rongga yang dalam di dasar laut telah mengusik air laut yang tenang. Air laut menjadi bergejolak dan menimbulkan gelombang setinggi 40 meter. Akibatnya luar biasa, ombak ini menggulung apa saja yang berada dekat pantai termasuk penduduk yang kebanyakan hidup sebagai nelayan. Korban yang tewas diperkirakan mencapai jumlah 36.417 jiwa.
Sebagai gambaran betapa kuatnya hempasan ombak, orang masih bisa melihat nasib kapal yang tengah berlabuh di Teluk Betung pada saat amukan ombak itu terjadi, gelombang raksasa itu telah mencampakkan kapal tersebut sejauh 3.300 meter ke dalam hutan. Dengan melihat betapa dahsyat terobeknya perut Bumi di dasar Selat Sunda itu, pantaslah apabila kita katakan titik lemah dari Bola Bumi ini terletak di Krakatau.
Setelah ledakan dahsyat itu, Krakatau kembali tenang dan terasa tinggal sebagian tubuh Rakata yang di kenal dengan sekarang oleh penduduk sebagai induk Krakatau. Sedangkan di tengah-tengah kaldera yang berisi air laut, muncullah Anak Krakatau ini dari tumpukan bahan letusan yang membentuk Pulau setinggi tiga meter dan panjang 175 meter. Pada tahun 1928 Pulau itu hilang kembali di hantam gelombang-gelombanga air laut di Selat Sunda yang usil. Baru pada tanggal 8 Juni 1930 puncak Pulau ini tampak lagi dan terus bertambah sehingga dalam waktu dua bulan mencapai 50 meter dan panjang 375 meter.
Mulai Agustus 1930 Anak Krakatau ini terus aktif, sampai tahun 1953 terjadi letusan setiap tahun. Sesudah istirahat selama lima tahu. Pada tahun 1958 ia aktif lagi kembali untuk mengingatkan manusia agar tidak terlelap, karena letusan yang tidak teratur tetap diperlihatkannya, dan terjadi lagi di tahun 1968 bahkan pada letusan 1975 disertai aliran lava.

TENANG
Dalam masa seratus enambelas tahun setelah Krakatau meletus, bentuk anak Krakatau sekarang berupa gundukan pasir mencapai ketinggian hampir seribu meter, ia terus bertambah dan tidak mustahil suatu saat bisa bersatu lagi dengan induk Krakatau dan kembali membentuk Pulau yang panjang. Tetapi apakah anak Krakatau ini membahayakan? Menurut para ahli gunungapi, ledakan gunungapi Krakatau yang hebat biasanya didahului oleh masa istirahat yang berabad-abad lamanya, sebab itu bolehlah diperkirakan dalam masa seratus tahun mendatang. Krakatau tidak akan meletus lagi secara hebat.
Saat ini gunungapi Krakatau sebagai obyek wisata yang dijual oleh Pemda TK I Lampung. Krakatau memang sangat menarik untuk disaksikan lebih dekat karena selain legendanya dimasa lalu juga sebagai bahan penelitian ilmuwan geologi di bidang kegunungapian untuk menginformasikan gejala kerak bumi yang ada di kawasan lempeng kecil Sunda, yang merupakan wacana yang sangat penting bagi kelanjutan hidup manusia di masa mendatang.

Diterbitkan oleh Majalah ”SAINTEK ITM” Medan Edisi Juni 1996 (Disari dari berbagai sumber)

2 Agu 2016

Sumber Kehidupan di Bumi

HUTAN, SUMBER KEHIDUPAN DI BUMI
Oleh M. Anwar Siregar
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kawasan hutan Indonesia menghadapi masalah yang sangat serius karena terdegradasi dan luasannya terus berkurang sehingga mengancam keberadaannya, kekayaan alam hayati dan penghidupan masyarakat termasuk budayanya. Sebuah renungan lagi dalam menyambut hari hutan di Bulan Maret 2016
Tidak hanya flora dan fauna asli Indonesia yang terancam, masyarakat Indonesia yang menggantung hidupnya pada hutan dan juga lingkungan yang disediakan hutan mulai ikut terancam.
Menurut hasil riset the ekonomic of eco system and biodiversity, hampir 100 juta manusia Indonesia menggantung hidup kepada jasa lingkungan dan ekosistem seperti makanan, air, dan udara yang bersih serta lainnya dari hutan. Karena itu perlunya mengembalikan marwah hutan sebagai sumber keseimbangan kehidupan dimuka bumi, dan apalagi Hutan Indonesia merupakan paru-paru terbesar di Bumi.
Implementasi ini memerlukan suatu rumusan pembangunan yang mengutamakan pembangunan ramah lingkungan yaitu pengelolaan hutan yang sebaik-baiknya, kerja sama, kemitraan dan bantuan internasional, efisiensi energi, kampanye gaya hidup hemat energi dan ramah lingkungan serta implementasi pembangunan yang berkeadilan untuk semua masyarakat.
Pemanfaatan hutan harus berorientasi pada keselamatan ekosistem, bukan mengejar keuntungan ekonomi seperti pada kejadian sekarang, terjadinya bencana kabut asap tahunan dampak dari pembakaran lahan dalam usaha meminimalisasi biaya pembukaan lahan perkebunan baru di dalam kawasan hutan dan kawasan hutan lindung yang banyak menghasilkan kerugian ekonomi, memperparah perubahan iklim global serta penurunan daya dukung sumber daya alam dan sumber daya manusia.
KAWASAN RENDAH KARBON
Dampak kemajuan dari pembangunan perumahan akan menuntut perluasan daerah perkotaan hingga menyentuh kawasan hutan dan kawasan lindung yang berefek pada perusakan kawasan hutan, penghancuran dan pembakaran hutan menimbulkan dampak dominan yang lebih luas bagi kehidupan segala jenis makhluk hidup. Penurunan kualitas lingkungan dapat dikendalikan tanpa harus menghancurkan hutan dengan metode yang lebih sehat bagi lingkungan terutama bagi kesehatan hutan tropis di Indonesia.
Salah satunya adalah membangun kota rendah karbon di perbatasan antar kota, dapat dimulai dengan memperhatikan kondisi lingkungan rumah yaitu memperhatikan kualitas pembuangan sampah limbah yang beragam. Contohnya, limbah air yang dapat mempengaruhi kualitas badan air yang berakibat terkontaminasi air, mempengaruhi kualitas air sungai yang berhulu di Daerah Aliran Sungai yang memiliki fungsi hidrologis dengan air di kawasan hutan.
Membangun kawasan kota tanpa merusak keindahan hutan dapat juga di mulai dari lingkungan tempat tinggal dengan memanfaatkan sumber daya alamiah untuk kembali secara alamiah ke alam antara lain : Teknologi limbah bangunan dari limbah pertanian, misalnya pemanfaatan genteng sejuk dari bahan semen ijuk yang dibuat dengan campuran pasir, semen dan ijuk sebagai bahan pengisi ukuran 38 x 23 x 1.2 cm dengan berat 2.5 km serta beban lentur mencapai 80 kg/cm2. Manfaat sangat baik untuk mengurang panas di kawasan perkotaan tanpa harus menggundul hutan.
Teknologi limbah lainnya yaitu Panel serat tebu dan sekam padi serta sablock. Penggunaan panel serat tebu dapat mengurangi pencemaran udara di lingkungan sebagai pengganti papan dari pohon di hutan, bahan limbah tersebut digunakan menjadi papan serat tebu atau tripleks tebu dengan bahan ampas tebu ditambah semen dengan ukuran 240 x 60 x 2.5 cm dengan kekuatan beban lentur mencapai antara 40 – 50 kg/cm dan sangat baik digunakan sebagai langit-langit dan dinding partisi non struktural sekaligus mengurangi pemakaian papan dari penggundulan pohon-pohon besar di hutan tropis.
ENERGI HUTAN
Setelah sekian tahun Indonesia membangun, kondisi lingkungan hutannya kini mengalami kerusakan parah. Bencana alam yang bertambah parah sangat ini terurtama dampak dari perubahan iklim global akibat dari hutan semakin berkurang, sehingga cahaya kehidupan hutan semakin redup akibat faktor pembangunan ekonomis yang mengandalkan dari hasil hutan lalu di ekspor ke negara-negara maju tidak terkendalikan.
Sebagai informasi, kita perlu mengetahui bahwa Indonesia berkonstribusi 3-5 persen dari total perekonomian nasional. Indonesia sendiri merupakan negara produsen bubur kertas pulp terbesar di dunia dengan produksi mencapai 8 juta ton  dan 13 juta ton kertas per tahun dengan menyerap tenaga kerja sekitar 3.76 juta jiwa. dan Indonesia penghasil sawit terbesar di dunia dengan produksi mencapai 27 juta ton pada tahun 2013.
Melihat situasi saat ini, maka banyak pohon-pohon muda yang akan mengalami penggundulan sehingga sumber daya hutan yang terbatas memerlukan suatu ”regulasi” untuk menekan dampaknya terhadap pembangunan berkelanjutan, terutama dari sektor kehutanan yang menghasilkan sumber daya ekonomis perlu semua pihak harus bertanggung jawab terhadap perlindungan hutan tropis Indonesia, bukan sendiri-sendiri sehingga apa yang terjadi sekarang dengan banyaknya musibah bencana banjir, hutan gundul dan kebakaran dapat diminimalisasi dengan salah satu langkah perlindungan yang harus dilakukan antara lain dengan mengurangi efek emisi gas rumah kaca dengan menekan penggunaan bahan-bahan baku dari sumber daya hutan.
Untuk pembangunan sumber daya energi hutan yang berbasis lingkungan hijau, maka ada beberapa upaya yang harus dilakukan semua warga Indonesia yaitu melakukan pembangunan keadilan lingkungan dengan kesetaraan sosial, pembangunan yang pro lingkungan hijau yaitu dengan memanfaatkan seminimun sumber-sumber daya alam yang efisien seperti bahan gas alam yang berasal dari daur ulang sampah, gas alam hidrant, panas bumi, dan energi bahan bakar nabati.
SUMBER KESEHATAN BUMI
Dalam konteks pembangunan lingkungan di Indonesia, terutama dalam pengendalian perubahan iklim ekstrim, hutan Indonesia sebagai paru-paru bumi dapat berperan baik sebagai penyerap atau bank karbon [CO2] maupun sebagai pengemisi karbon seperti kabut asap polutan dari hutan Riau yang terbakar mencapai 12.245 ha sehingga deforestasi dan degradasi yang meningkatkan emisi. Sebagai aforestasi, refosrestasi dan kegiatan pertanaman lainnya serta konservasi hutan akan meningkatkan penyerapan kadar CO di atmorfer.
Dalam pengelolaan hutan sebagai sumber kehidupan maka kesehatan hutan harus di implementasikan dalam bentuk kesehatan bumi, yaitu berupa hutan lestari yang berperan penting dalam penyerapan karbon, merupakan jasa yang dapat diberikan dalam bentuk kegiatan aforestasi, reforestasi serta dalam kegiatan mencegah deforestasi berupa konversi hutan untuk penggunaan lain seperti perladangan, perkebunan, pemukiman, pertambangan dan infrastruktur fisik serta degradasi berupa penurunan kualitas  hutan akibat dari pencurian kayu hutan atau illegal logging, kebakaran dari pembukaan lahan, pemotongan kawasan hutan.
Literatur menyebutkan, bahwa kawasan hutan tropik berkontribusi terhadap emisi karbon global mencapai  20 persen, emisi deforestasi dapat mencapai 50 Gt CO dari tahun 2008-2014. Kika dilihat sumber penghasil emisi rumah kaca yang berasal dari Indonesia dapat di lihat dari konstribusi deforestasi mencapai 60 persen diatmosfer atau setara dengan 2 ppm jika upaya mitigasi hijau untuk kesehatan di hutan bumi tidak dilakukan dengan baik akan berdampak dua kali lebih luas dari kejadian sekarang, ancaman super badai tropik, perubahan tata ruang lingkungan hutan berkontribusi terhadap perubahan iklim global.
Direkomendasi untuk melakukan sebuah gerakan global yang lebih kuat, untuk mendaur ulang segala jenis kebutuhan manusia dari hutan, berperan penting untuk perlindungan vegetasi hutan sebagai penyimpan karbon terbesar dengan cadangan 80 persen dari jumlah karbon dunia [sumber, Mukna, 1998]. Besarnya jumlah CO dan NH yang dihasilkan dari kebakaran hutan di Indonesia yang mencapai 96 % memberikan peringatan nyata terhadap kesehatan bumi dengan bukti peningkatan suhu global akibat efek rumah kaca. Dan sudah terasa saat ini di kota Medan sekitarnya, suhu mencapai 37oC.
M. Anwar Siregar
Geologist, Pemerhati Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer

Tata Ruang Bencana



TAJUK PALUEMASGEOLOG 12
PETA MITIGASI TATA RUANG BENCANA
Membuat suatu wilayah atau kota yang bebas dari bencana alam adalah sesuatu yang tidak mungkin karena bencana alam berkaitan dengan proses alam yang tidak bisa dihindari. Yang dapat dilakukan adalah meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam melalui upaya mitigasi, diantaranya adalah penyediaan sistem peringatan dini (early warning system) dan penataan ruang wilayah/kota yang berbasis pada kerentanan terhadap bencana alam. Mitigasi bencana merupakan upaya preventif yang harus diterapkan di lokasi rawan gempa
dan tsunami. Untuk kelancaran upaya mitigasi maka harus diperhatikan sarana dan prasarana transportasi yang ada pada kawasan permukiman di sekitar pantai yang rawan bencana sampai ke tempat evakuasi yang dianggap aman dari bencana. Dengan demikian, korban jiwa dan kerugian materi seperti yang terjadi di pantai Barat Sumatera yang diakibatkan gempa dan tsunami dapat diminimalkan.
DATA GEOLOGI KOTA
Menurut pengalaman sebelumnnya maupun sekarang dan mungkin di masa depan, bahwa masih banyak kalangan masyarakat masih menganggap data Badan Geologi untuk penyusuan data tata ruang wilayah Industri, pemberian konsesi penembangan hutan atau pembangunan proyek properti tidak mengacu pada data yang valid
Sebaliknya, justru pihak lain di luar negeri yang banyak menggunakan hasil penelitian atau data-data Badan Geologi.
Salah satu conoth misalnya, Kaltim Prima Cola (KAP), investor produsen batubara di Kalimantan Timur, justru mengawali investasinya dan menemukan cadangan batubara yang besar di Kaltim dari hasil penelitian Badan Geologi. “Pada awalnya, mereka mlihat dan memepelajari bebataun di musim kami.Setelah itu diperkuat dengan data lapangan, dan jadilan KPC seperti sekarang,” aku Djajang.
DATA  INVESTASI
Badan Geologi sekarang ini berbeda dengan sebelumnya, saat ini Badan Geologi memiliki tugas yang lebih komplek. Dahulu Badan Geologi memiliki ruang lingkup yang cenderung kearah pertambangan, seiring dengan perkembangan zaman Badan Geologi mulai mendukung kegiatan-kegiatan minyak dan gas bumi dan kegiatan lainnya, ujar Menteri ESDM dalam sambutannya pada acara “Coffee Morning” sekaligus Penyerahan Data-Data Hasil Kegiatan Badan Geologi, Kamis (13/8).
Diungkapkan Menteri ESDM, Perkembangan kegiatan geologi sekarang ini sangat pesat, beberapa kepentingan-kepantingan nasional sudah menggunakan data-data geologi sebagai referensinya, seperti tata ruang dan kegiatan pengembangan minyak dan gas bumi, panas bumi serta kebencanaan
Data-data geologi sangat diperlukan untuk mengurangi resiko investasi dan bagi siapa saja yang memerlukan dukungan data–data geologi dapat menghubungi Badan Geologi ESDM, papar Kepala Badan Geologi, R Sukhyar.
Menurut Kepala Badan, diperlukan sinergi antara pengembang dengan Badan Geologi untuk sharing informasi bagi kepentingan bersama. Untuk itu lanjut Beliau, Badan Geologi sudah mengirimkan surat kepada perusahaan-perusahaan terutama yang bergerak pada pengembangan Coal Bed Methane (CBM), jika ada kegiatan program lapangan (drill) agar melibatkan Badan Geologi untuk melakukan pengambilan sample dan menganilisis baik di lapangan maupun di lab sehingga informasi yang didapatkan lebih utuh, hal ini berguna untuk semua pihak yang berkepentingan.
PENTING PETA SEISMOTEKTONIK
Peta Seismotektonik adalah suatu peta yang menggambarkan hubungan struktur geologi/tektonik dengan kegempaan di suatu daerah yang juga memperlihatkan pengaruh-pengaruh bencana gempa bumi seperti pergeseran tanah (ground faulting), goncangan tanah (ground shaking) beserta bencana ikutannya seperti gerakan tanah (land slides) dan pelulukan (liquefaction), serta bencana tsunami, yang mencerminkan tingkat kerusakan.
Peta Seismotektonik menyajikan tiga jenis peta, yaitu: Peta Sebaran Batuan, Peta Neotektonik dan Kegempaan, dan Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi. Peta Sebaran Batuan mencerminkan sebaran batuan tertua sampai termuda (pra Tersier, Tersier, Kuarter, dan Holosen atau Resen). Peta Neotektonik dan Kegempaan mencerminkan hubungan antara neotektonik dan kejadian gempa. Deformasi dimulai dari Plio-Plestosen sampai Resen, serta menggambarkan sebaran gempa bumi. Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi menggambarkan sebaran kepadatan penduduk, sebaran kota dan desa, jaringan jalan, prasarana umum penting lainnya dan kontur ketinggian. Peta ini juga menggambarkan kerawanan bencana seperti kemungkinan-kemungkinan pergeseran tanah, goncangan tanah, gerakan tanah, retakan tanah, pelulukan tanah, dan kontur tingkat kerusakan dari skala Mercalli (MMI).
Peta Seismotektonik merupakan peta geologi bertema yang bertujuan untuk menyajikan data tekntonik, kegempaan dan bencana ikutannya yang dapat digunakan untuk keperluan geologi teknik, pengembangan wilayah, penataan ruang, pembangunan kembali suatu daerah akibat terlanda bencana gempa bumi dan lain-lainnya. Peta ini dibuat pada skala 1 : 250.000 dan atau skala yang lebih besar.
Proyek ini akan memberikan manfaat: (1) adanya penetapan yang jelas terhadap batas kawasan rawan bencana, (2) tersedianya data luas dan persebaran daerah rawan bencana seluruh Indonesia, (3) adanya standarisasi tentang spesifikasi dan klasifikasi data kebencanaan, (4) menjaga integritas dan konsistensi data kebencanaan, (5) mengurangi duplikasi data kebencanaan, (6) basisdata dalam format digital memudahkan dalam pemanggilan kembali, up dating, dan penyimpanan, (7) mampu mengorganisasikan dan mengelola data kebencanaan yang jumlahnya sangat besar, (8) mengintegrasikan semua pekerjaan yang berkaitan dengan manajemen bencana di bawah satu kendali, (9) memungkinkan untuk akses data secara simultan, dan (10) publikasi di internet memungkinkan data dapat diakses oleh siapa saja dan dimana saja dengan program aplikasi browser internet (Internet Explorer, Netscape).
KEUNIKAN LINGKUNGAN INDONESIA
Dari perspektif inilah, pemerintah harus menyusun UUTR secara komprehensif dengan melihat faktor-faktor geologis dan geofisis Indonesia. Dalam penyusunan UUTR tersebut, misalnya, perlu diperhatikan tata ruang berbasis bencana. Ini artinya, UUTR tersebut harus mempertimbangkan peta geo-spasial yang meliputi aspek geologi, penyebaran penduduk, dan garis patahan lempeng bumi. Dalam kaitan ini, misalnya, undang-undang tata ruang pusat perekonomian, lokasi permukiman, daerah perkantoran, dan kawasan industri harus mengacu pada peta geo-spasial.
Keunikan lingkungan geologis Indonesia yang disertai dengan kompleksitas pemukiman penduduk secara umum telah meningkatkan jumlah bencana dengan kecenderungan dampak yang signifikan terhadap penduduk (misalnya, korban jiwa maupun kerugian ekonomi). Meskipun peristiwa-peristiwa alam yang menyebabkan bahaya tidak dapat dihentikan, tingkat konsekuensi dapat diminimalkan atau bahkan dihindari melalui kesiapsiagaan dan ketahanan masyarakat yang lebih baik. Secara keseluruhan, penduduk Indonesia menghadapi risiko yang lebih tinggi akibat kerawanan yang meningkat dan ketahanan yang menurun.
Agar pembangunan di suatu kawasan dapat berjalan optimal dan berkelanjutan, terlebih dahulu harus dilakukan survei untuk menyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan faktor-faktor geologi bahwa Indonesia merupakan negeri rawan bencana sehingga perlu dibentuk karakter bangsa yang mampu merespons bencana dengan benar. Sifat-sifat kearifan lokal yang terjadi secara turun temurun juga harus dipertahankan dalam upaya menuju harmonisasi dengan bencana. Untuk itu, dibutuhkan kerja sama diantara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak swasta serta masyarakat. Untuk bersama-sama berkolaborasi memformulasikan dan mengimplementasikan rencana tindak (action plan).
Dengan berkembangnya teknologi geomatika, sumber data geospasialpun dapat beragam bentuknya. Selain peta dasar digital, foto udara skala besar (small format) mosaik, citra satelit resolusi tinggi, maupun data posisi GPS dan peta jalan kota merupakan sumber yang data yang sangat penting. Kemampuan untuk menggabungkan data multi-skala dan multi-sumber menjadi suatu basis data hirarkis yang nampak tak berbatas (seamless) di mata pengguna, merupakan prasyarat penting dalam penyediaan data untuk kepentingan daerah dalam pengurangan resiko bencana dan adaptasi perubahan iklim.
Disari dari berbagai literatur.

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...