Sumber Kehidupan di Bumi
HUTAN, SUMBER KEHIDUPAN DI BUMI
Oleh M. Anwar Siregar
Dalam beberapa
tahun terakhir ini, kawasan hutan Indonesia menghadapi masalah yang sangat serius karena
terdegradasi dan luasannya terus berkurang sehingga mengancam keberadaannya, kekayaan
alam hayati dan penghidupan masyarakat termasuk budayanya. Sebuah renungan lagi dalam menyambut hari hutan di Bulan Maret 2016
Tidak hanya flora
dan fauna asli Indonesia yang terancam, masyarakat Indonesia yang menggantung
hidupnya pada hutan dan juga lingkungan yang disediakan hutan mulai ikut
terancam.
Menurut hasil
riset the ekonomic of eco system and biodiversity, hampir 100 juta manusia
Indonesia menggantung hidup kepada jasa lingkungan dan ekosistem seperti
makanan, air, dan udara yang bersih serta lainnya dari hutan. Karena itu
perlunya mengembalikan marwah hutan sebagai sumber keseimbangan kehidupan
dimuka bumi, dan apalagi Hutan Indonesia merupakan paru-paru terbesar di Bumi.
Implementasi ini memerlukan
suatu rumusan pembangunan yang mengutamakan pembangunan ramah lingkungan yaitu
pengelolaan hutan yang sebaik-baiknya, kerja sama, kemitraan dan bantuan
internasional, efisiensi energi, kampanye gaya hidup hemat energi dan ramah
lingkungan serta implementasi pembangunan yang berkeadilan untuk semua
masyarakat.
Pemanfaatan hutan
harus berorientasi pada keselamatan ekosistem, bukan mengejar keuntungan
ekonomi seperti pada kejadian sekarang, terjadinya bencana kabut asap tahunan
dampak dari pembakaran lahan dalam usaha meminimalisasi biaya pembukaan lahan
perkebunan baru di dalam kawasan hutan dan kawasan hutan lindung yang banyak
menghasilkan kerugian ekonomi, memperparah perubahan iklim global serta penurunan
daya dukung sumber daya alam dan sumber daya manusia.
KAWASAN RENDAH
KARBON
Dampak kemajuan
dari pembangunan perumahan akan menuntut perluasan daerah perkotaan hingga
menyentuh kawasan hutan dan kawasan lindung yang berefek pada perusakan kawasan
hutan, penghancuran dan pembakaran hutan menimbulkan dampak dominan yang lebih
luas bagi kehidupan segala jenis makhluk hidup. Penurunan kualitas lingkungan
dapat dikendalikan tanpa harus menghancurkan hutan dengan metode yang lebih
sehat bagi lingkungan terutama bagi kesehatan hutan tropis di Indonesia.
Salah satunya
adalah membangun kota rendah karbon di perbatasan antar kota, dapat dimulai
dengan memperhatikan kondisi lingkungan rumah yaitu memperhatikan kualitas
pembuangan sampah limbah yang beragam. Contohnya, limbah air yang dapat
mempengaruhi kualitas badan air yang berakibat terkontaminasi air, mempengaruhi
kualitas air sungai yang berhulu di Daerah Aliran Sungai yang memiliki fungsi
hidrologis dengan air di kawasan hutan.
Membangun kawasan
kota tanpa merusak keindahan hutan dapat juga di mulai dari lingkungan tempat
tinggal dengan memanfaatkan sumber daya alamiah untuk kembali secara alamiah ke
alam antara lain : Teknologi limbah bangunan dari limbah pertanian, misalnya
pemanfaatan genteng sejuk dari bahan semen ijuk yang dibuat dengan campuran
pasir, semen dan ijuk sebagai bahan pengisi ukuran 38 x 23 x 1.2 cm dengan
berat 2.5 km serta beban lentur mencapai 80 kg/cm2. Manfaat sangat baik untuk mengurang panas di
kawasan perkotaan tanpa harus menggundul hutan.
Teknologi limbah
lainnya yaitu Panel serat tebu dan sekam padi serta sablock. Penggunaan panel
serat tebu dapat mengurangi pencemaran udara di lingkungan sebagai pengganti
papan dari pohon di hutan, bahan limbah tersebut digunakan menjadi papan serat
tebu atau tripleks tebu dengan bahan ampas tebu ditambah semen dengan ukuran
240 x 60 x 2.5 cm dengan kekuatan beban lentur mencapai antara 40 – 50 kg/cm
dan sangat baik digunakan sebagai langit-langit dan dinding partisi non
struktural sekaligus mengurangi pemakaian papan dari penggundulan pohon-pohon
besar di hutan tropis.
ENERGI HUTAN
Setelah sekian
tahun Indonesia membangun, kondisi lingkungan hutannya kini mengalami kerusakan
parah. Bencana alam yang bertambah parah sangat ini terurtama dampak dari
perubahan iklim global akibat dari hutan semakin berkurang, sehingga cahaya
kehidupan hutan semakin redup akibat faktor pembangunan ekonomis yang
mengandalkan dari hasil hutan lalu di ekspor ke negara-negara maju tidak
terkendalikan.
Sebagai informasi,
kita perlu mengetahui bahwa Indonesia berkonstribusi 3-5 persen dari total
perekonomian nasional. Indonesia sendiri merupakan negara produsen bubur kertas
pulp terbesar di dunia dengan produksi mencapai 8 juta ton dan 13 juta ton kertas per tahun dengan
menyerap tenaga kerja sekitar 3.76 juta jiwa. dan Indonesia penghasil sawit
terbesar di dunia dengan produksi mencapai 27 juta ton pada tahun 2013.
Melihat situasi
saat ini, maka banyak pohon-pohon muda yang akan mengalami penggundulan
sehingga sumber daya hutan yang terbatas memerlukan suatu ”regulasi” untuk
menekan dampaknya terhadap pembangunan berkelanjutan, terutama dari sektor
kehutanan yang menghasilkan sumber daya ekonomis perlu semua pihak harus
bertanggung jawab terhadap perlindungan hutan tropis Indonesia, bukan
sendiri-sendiri sehingga apa yang terjadi sekarang dengan banyaknya musibah
bencana banjir, hutan gundul dan kebakaran dapat diminimalisasi dengan salah
satu langkah perlindungan yang harus dilakukan antara lain dengan mengurangi
efek emisi gas rumah kaca dengan menekan penggunaan bahan-bahan baku dari
sumber daya hutan.
Untuk pembangunan
sumber daya energi hutan yang berbasis lingkungan hijau, maka ada beberapa
upaya yang harus dilakukan semua warga Indonesia yaitu melakukan pembangunan
keadilan lingkungan dengan kesetaraan sosial, pembangunan yang pro lingkungan
hijau yaitu dengan memanfaatkan seminimun sumber-sumber daya alam yang efisien
seperti bahan gas alam yang berasal dari daur ulang sampah, gas alam hidrant,
panas bumi, dan energi bahan bakar nabati.
SUMBER
KESEHATAN BUMI
Dalam konteks
pembangunan lingkungan di Indonesia, terutama dalam pengendalian perubahan
iklim ekstrim, hutan Indonesia sebagai paru-paru bumi dapat berperan baik
sebagai penyerap atau bank karbon [CO2] maupun sebagai pengemisi karbon seperti
kabut asap polutan dari hutan Riau yang terbakar mencapai 12.245 ha sehingga
deforestasi dan degradasi yang meningkatkan emisi. Sebagai aforestasi,
refosrestasi dan kegiatan pertanaman lainnya serta konservasi hutan akan
meningkatkan penyerapan kadar CO di atmorfer.
Dalam pengelolaan
hutan sebagai sumber kehidupan maka kesehatan hutan harus di implementasikan
dalam bentuk kesehatan bumi, yaitu berupa hutan lestari yang berperan penting
dalam penyerapan karbon, merupakan jasa yang dapat diberikan dalam bentuk
kegiatan aforestasi, reforestasi serta dalam kegiatan mencegah deforestasi
berupa konversi hutan untuk penggunaan lain seperti perladangan, perkebunan,
pemukiman, pertambangan dan infrastruktur fisik serta degradasi berupa
penurunan kualitas hutan akibat dari
pencurian kayu hutan atau illegal logging, kebakaran dari pembukaan lahan,
pemotongan kawasan hutan.
Literatur
menyebutkan, bahwa kawasan hutan tropik berkontribusi terhadap emisi karbon
global mencapai 20 persen, emisi
deforestasi dapat mencapai 50 Gt CO dari tahun 2008-2014. Kika dilihat sumber
penghasil emisi rumah kaca yang berasal dari Indonesia dapat di lihat dari konstribusi
deforestasi mencapai 60 persen diatmosfer atau setara dengan 2 ppm jika upaya
mitigasi hijau untuk kesehatan di hutan bumi tidak dilakukan dengan baik akan
berdampak dua kali lebih luas dari kejadian sekarang, ancaman super badai
tropik, perubahan tata ruang lingkungan hutan berkontribusi terhadap perubahan
iklim global.
Direkomendasi
untuk melakukan sebuah gerakan global yang lebih kuat, untuk mendaur ulang
segala jenis kebutuhan manusia dari hutan, berperan penting untuk perlindungan
vegetasi hutan sebagai penyimpan karbon terbesar dengan cadangan 80 persen dari
jumlah karbon dunia [sumber, Mukna, 1998]. Besarnya jumlah CO dan NH yang
dihasilkan dari kebakaran hutan di Indonesia yang mencapai 96 % memberikan
peringatan nyata terhadap kesehatan bumi dengan bukti peningkatan suhu global
akibat efek rumah kaca. Dan sudah terasa saat ini di kota Medan sekitarnya, suhu mencapai
37oC.
M. Anwar Siregar
Geologist, Pemerhati Tata
Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer
Komentar
Posting Komentar