Aug 24, 2016

Disintegrasi Bangsa



DISINTEGRASI, ETIKA DAN INTEGRASI BANGSA
Oleh : M. Anwar Siregar
 
Eskalasi politik Indonesia kini memasuki periode yang sangat menentukan bagi  kelangsungan pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, demo dan unjuk kekuatan dan dibarengi intimidasi bagi anggota dewan telah melewati rasa toleransi yang pernah dimiliki bangsa ini menjadi sebuah teror yang sangat menakutkan bagi keselamatan bangsa ini.
Pergunjingan, pertikaian, perdebatan dan pemberontakan sepertinya tak sanggup diselesaikan oleh presiden Indonesia ini yang lebih senang bepergian ke luar negeri, rencana terakhirnya ia mau ke Australia walau sudah dilarang keras ia masa bodoh (dengan diucapkan dengan persetan dengan mereka, saya tetap kesana – Australia). Sedang masalah yang sangat mendesak seperti terus meningkat tajam bukannya menurunkan suhu yang sudah panas, negeri ini sepertinya tinggal didalam neraka dan diperparah lagi oleh para elite cuma banyak omong kosong.
DISINTEGRASI
Pergolakan di daerah-daerah yang ingin menuntut keadilan dan kemakmuran akibat kezaliman Jakarta dengan melepaskan diri dari NKRI seperti yang sudah bergolak sampai terdapat pengungsian terbesar di negeri tetapi dalam suatu negara dan selain itu perang berlangsung di Aceh, Irian Jaya dan ancaman kemerdekaan juga tak luput dari Riau. Perubahan di era reformasi ini ditimbulkan oleh produk rezim orba yang mengurus negara dengan menempatkan daerah sebagai sub ordinasi kekuasaan sentralistik pusat. Yang memberlakukan kinerja politik yang menempatkan negara sebagai aktor tunggal dalam proses politik, yang menempatkan peran sentral biokrasi sipil dan militer dalam proses politik, korporatisasi negara atas beberapa kelompok masyarakat, serta melakukan marjinalisasi lembaga-lembaga negara dan perwakilan rakyat agar tak terlalu berkuasa dan kooptasi atas elit politik agar mendukung rezim orba di satu pihak dan refresi atas oposisi di lain pihak (lihat, ketika anggota dewan bersidang umum yang terkenal dengan sebutan 4 D).
Memang akhir-akhir ini, Persatuan Indonesia diuji melului pertikain agama dan antar etnis. Meskipun nilai persatuan kita telah diremuk redam oleh pihak tertentu. Namun tetap terjadi kasus-kasus yang dating lebih dahsyat daripada bencana alam dari sebelimnya mengantarkan rasa persatuan bangsa yang kian menipis, dan kemampuan pemerintah dalam mengendalikan kejadian yang berlangsung tak mempunyi solusi untuk mengendalikannya, yang lebih hangat sekarang mempersiapkan seperangkat persiapan operasi militer terbatas untuk para separatisme yang juga ikut membuat hidup rakyat semakin menderita.
ETIKA POLITIK
Keadaan social politik di Indonesia semenjak reformasi ditandai oleh dua gejala yang sangat mencolok dalam tingkat laku politik masyarakat, yaitu kebebasan di satu pihak dan kekerasan dipihak lainnya. Intensitas partisipasi masyarakat di politik harus dilihat sampai seberapa jauh masyarakat itu melakukan tanggung jawab dan control social terhadap pelbagai kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah yang berakibat factor mobilisasi massa yang bersifat menentukan terutama Negara berkembang yang lepas dari pemerintahan otoriter.
Eskalasi politik yang kini meruncing antara para elite politik, menyeret massa pendukung untuk saling menunjukkan kekuatan masing-masing. Demonstrasi adalah salah satu cara untuk membuktikan hal tersebut. pawai kekuatan ini sekarang telah menunjukkan bahwa kemampuan para elite dalam mengendalikan massanya sangat rendah, seperti dilakukan pendukung Presiden Abdurrahman Wahid dengan pasukan berani mati, etika pekerti budi yang kini semakin menipis, apalagi disertai dengan ancaman, terror, pamer diri dengan benda-benda tajam telah menimbulkan rasa yang tidak aman bagi rakyat yang sudah luntang-lantung kehidupannya. Namun, persoalan ini dianggap angina lalu dengan sikap yang tidak tegas. Dimana sikap etika politik yang dimiliki para pemegang kekuasaan politik negeri ini?
Sekali lagi seperti kita ketahui, sejak orde baru ditumbangkan oleh demokrasi mahasiswa yang dipicu oleh krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap pemerintah telah menimbulkan gelombang euforia demokrasi politik tanpa berlandaskan pada etika yang berlaku pada tatanan hidup bermasyarakat. Setiap demokrasi akan menimbulkan pertentangan dan kepentingan bagi para partai politik, yang pada akhirnya bermuara pada satu tuntutan kepentingan yang kemudian diperdebatkan secara konfrontasi, yang menimbulkan pro dan kontra. Maka akan terbentuk opini dari kedua belah pihak saling mengklaim diri untuk unjuk kekuatan. Unjuk kekuatan inilah memicu dengan terjadinya aksi-aksi massa secara besar-besaran akibat dari perseteruan para elite politik.
Etika politik dan landasan yang menganut prinsip demokrasi seperti tak digubris lagi. Padahal ketika mereka selama dalam kran tertutup demokrasi, jarang berbuat atau berperilaku anarkis, beruntal dan membahayakan diri dan orang lain. Sebaliknya, bersikap santun, ramah. Ini berlangsung selama pemerintahan otoriter yang berkuasa.
Etika berpolitik terimbaskan dari kebiasaan yang juga berlangsung dalam hidup bermasyarakat, budaya disiplin dan tertib peraturan hukum belum membudayakan dalam kehidupan bangsa ini. Namun ketika kran demokrasi dibuka, maka muncullah sikap yang tidak eganliter, muncullah kata-kata saling menghujat, kultur adat timur terlupakan. Perilaku politik yang dilakukan oleh para elite bukan politik bela rakyat atau negara, tetapi politik pembelaan diri yang hampir seyiap hari kita lihat dengan diiringi oleh maraknya aksi-aksi yang berwajah unjuk rasa yang semakin membesar dan kadang-kadang membuat keonaran dan kekerasan.
Bila dilihat dari etika politik, maka akan tampak kurangnya kesadaran perilaku sopan santun, baik dalam bersikap maupun dalam berucap kata-kata, semua hanya ingin membalas dendam ataupun saling menjatuhkan lawan politik, yang belum dilakukan adalah ”berkelahi di ring” secara langsung (benturan fisik) seperti yang pernah terjadi di palemen Taiwan ataupun juga Korea, ini tidak terdapat didalam demokrasi. Karena perbedaan pendapat dalam demokrasi adalah wajar, dan harus dicari titik temunya agar terjadi keselarasan visi dan misi, bukan sebaliknya.
Perilaku para elite politik ini menimbulkan suatu pertentangan dan juga menimbulkan kekacauan diakibatkan oleh terbentuknya dua kubu yang berlawanan. Perlaku ini adalah contoh terburuk dalam proses pendidikan demokrasi di Indonesia.
Kini setelah Indonesia diambang disintegrasi pintu yang terbuka lebar, seharusnya elite politik dapat bersikap lebih arif dengan menunjukkan keteladanannya sebagai orang-orang yang terpelajar dan terpilih dalam menyuarakan dan membela kepentingan rakyat, bukan seperti sekarang ini menginginkan jabatan menteri tetapi diselewengkan.
INTEGRASI
Setelah pergolakan di daerah yang diakibatkan lemahnya fundementalitas dan perimbangan ekonomi untuk setiap porsi pembangunan yang tidak adil, kini mulai hancur adalah intergritas bangsa (persatuan bangsa). Disntegrasi disebabkan oleh faktor tersebut diatas juga diperuncing oleh etika politik dari kalangan politik, dan juga dimulai oleh unsur-unsur integritas yang mulai tergoyang karena sudah terjadi pertentangan antar etnis, golongan dan agama yang menjadi isu nasional.
Salah satu krisis krusial di tanah air selain krisis ekonomi moneter adalah gejala melemahnya persatuan (integrasi), kelihatannya bangsa Indonesia semakin rentan terhadap bisik-bisikan, sekelompok orang yang bertujuan memecah belah. Persatuan Indonesia yang terkenal dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika kini tinggal slogan, karena negeri ini tak mengenal persatuan yang tinggi.
Keteherogenan Indonesia, sadar ataupun telah dimanfaatkan oleh sekelompok tertentu atau bahkan negara lain yang sangat berkepentingan seperti negara-negara barat, dan Jepang yang ingin menguasai bidang strategis seperti pertambangan, minyak dan gas bumi. Telah lama kita menyadari bahwa eksistensi tanah air cukup rentan dengan persoalan SARA untuk dijadikan alasan meretakan dan memecah belah bangsa/persatuan. Namun, seharusnya dengan kesadaran saja tidak menjamin bahwa persatuan itu akan meningkat ataupun menjaga kestabilan.
Fenomena yang sangat kompleks dengan pertikaian baik yang bersifat ideologi, perasaan yang dilatar belakangi oleh masalah etnis dan semangat nasionalisme atau usaha seperatisme serta perbedaan-perbedaan agama, gagasan-gagasan tentang partisipasi politik yang berubah dengan cepat juga menambah tingkat gangguan integrasi negara dan perselisihan terutama karena penetrasi lembaga-lembaga modern ke dalam masyarakat yang tidak merata. Selain itu, gagasan tentang apa yang menurut pikiran rakyat dapat dicapai dengan politik mulai melampaui jangakauan kemampuan lembaga-lembaga untuk menggapai tujuan mereka. Akibatnya, frustasi, kemarahan, agresi dan pada umumnya meningkatnya kenaikan instabilitas politik dan persatuan (integrasi) negara.
Dapat kita lihat sekarang, bahwa integrasi yang dimiliki bangsa ini telah berubah ke peta kehidupan yang saat ini menunjukkan kurva distorsisme (pergeseran). Nilai-nilai demokrasitasi dan arah reformasi kepada pembodohan dan kebiadaban sebuah negara yang serakah dan yang mengerikan, akibat hilangnya norma luhur sebuah negara yang menghargai sikap sopan santun dengan tradisi ketimuran.
PENUTUP
Berpulang pada diri sendiri, apakah menginginkan negara ini hancur atau lebih menginginkan demokrasi tumbuh lebih baik tanpa saling menghujat, tidak ada tindakan kekerasan tanpa mengarahkan kekuatan massa, mau berdialog dengan kultur ketimuran yang menjaga adat kesopanan, soalnya negeri ini, simbol-simbol intergritasnya mulai luntur, karena lem perekat kita selama ini telah retak akibat budaya atau etika yang semaunya (mau menang sendiri), dan emangnya gue pikirin telah menimbulkan kehancuran bangsa. Seperti anda lihat, disintegrasi itu akibat ketidakadilan dan keserakahan seperti koruptor, pelanggaran HAM dan lain-lain sebagainya.
Diperlukan perbedayaan dan proses pembelajaran serta etika politik demokrasi secara bertahap tanpa menutup kran demokrasi itu, dan para elite politik berhentilah bersikap arogan terhadap rakyat dan pemegang kekuasaan hentikan intervensi kekuasaan atas supremasi hukum serta pejabat yang diberikan jabatan pemerintahan oleh rakyat anggap sebagai amanat yang harus dipertanggungjawabkan sebaik-baiknya. Semoga bangsa kita bangkit dari keterpurukan dan kemerosotan moral dan kehancuran disintegrasi dan integrasi dapat terkendalikan dan menuju bangsa yang lebih beradab dan maju.
Diterbitkan Harian ANALISA MEDAN Tgl 16 Juni 2001, dipublikasi mengingat adanya kesamaan (sebagian) watak para elite bangsa dalam kondisi berbangsa saat ini)

No comments:

Post a Comment

Related Posts :