Kabinet Tambal Sulam : Geopol
SEMANGAT KABINET TAMBAL SULAM
Oleh : M. Anwar Siregar
Semangat
reformasi yang dicetuskan oleh mahasiswa mampu menumbangkan pemerintahan orba
dalam waktu 2 tahun, namun hasil yang diinginkan belum juga mampu menghasilkan
perubahan signifikan terutama dalam menegakkan supremasi hukum, mengadilkan
para korupsi dan juga meningkatkan kesejahteraan rakyat yang semakin terpuruk
akibat krisis ekonomi yang multidimensi lalu diwariskan kepada pemerintahan
reformasi.
Dan belum genap
dua tahun memimpin pemerintahan, kabinet nasional yang digawangi oleh Gus Dur,
perekonomian belum juga menghasilkan perubahan yang signifikan tetapi malah
menghasilkan taraf hidup masyarakat semakin merosot, konflik elite belum juga
berakhir malah semakin panas selama empat bulan terakhir ini dengan diiringi
dengan munculnya apa yang disebut pasukan berani mati (PBM) dan jihad dari
pendukung Gus Dur, membuat perekonomian semakin sakit melebihi penyakit kanker
dan sekarang Presiden ribut-ribut dengan ancaman dekrit.
INTERVENSI KEKUASAAN
Bila Anda rajin
mengamati perekonomian Negara ini, sesak rasanya diri ini, rasa pesimis yang
akan muncul karena kondisi politik sangat berpengaruh terhadap kestabilan
ekonomi yang menyebabkan investor tak perlu berpikir lebih dari seribu kali
untuk menanam modalnya di dalam negeri ini. Presiden negeri ini lebih suka
berwisata menghabiskan uang Negara sampai terjadi pembengkahan anggaran yang
diambil dari APBN dan lebih banyak bicara setiap habis sholat jumat maka
statemen politiknya pasti akan muncul terlontarkan intervensi kekuasaannya
seperti kita lihat dengan banyaknya penangkapan koruptor yang sebelumnya tidak
didengunkan dengan memberikan deadline (baca : target) bagi kejaksaan agung
yang digawangi oleh Maszuki “Kiki” Darusman agar selekasnya menangkap mereka,
oleh para politikus dan pengamat politik menganggap penanngkapan ini bernuasa
politik. Banyak bicara daripada memecahkan masalah persoalan ekonomiitu dapat
dilihat selama tahun 2001. Jika didesak dengan keras selalu berkata “segitu
saja sudah repot-repot”. Kalau Presiden saja tidak mau repot-repot bagaimana
bisa mengatasi masalah krisis ekonomi ini dan juga faktor keamanan.
Dalam kondisi
krusial ditanah air belum juga reda tiba-tiba dating petir di siang bolong,
bahwa anggaran APBN 2001 malah membengkah melebihi angka diatas Rp 52.5
trilium. melemahnya nilai rupiah memicu pergeseran titik keseimbangan dalam
berbagai indicator ekonomi makro sejak presiden sering membatah statemen
politiknya baik langsung maupun melalui mulut kedua alias juri bicara presiden
tak mampu meredam gejolak rupiah yang terus melemah telah melewati batas
“toleransi”. Akibatnya, dunia usaha disektor riil terancam mengalami kesulitan
pembiayaan karena seretnya kredit pembayaran, dilain pihak perbankan mengalami
nasib buruk karena harus mencegah “negative spread” kalau tidak ingin
dilkuidasi. Trauma likuidasi perbankan belum juga terhapus maka berlanjut di
pemerintahan ini.
Pesimis ini
semakin bertambah dahsyat karena diperparah arogansi Gus Dur yang ingin menjamu
para tamu Negara dengan mengimpor mobil mewah (walau hal ini tidak jadi, karena
mengalami berbagai macam kritik tajam) setidak-tidaknya telah mengancam
pendapatan pajak dan juga setidaknya kita tahu bagaiman kinerja tim ekonomi Gus
Dur dalam memulihkan ekonomi nasional tahun 2001 karena salah satu pos
pemasukan pendapatan devisa Negara yang gencar dilakukan adalah penerimaan
pajak, tidak berjalan dengan baik dan semangat sense of crisis belum juga
melekat dalam diri para anggota kabinetnya Mr. Gus Dur.
Sementara Negara
tetangga seperti ASEAN dan Negara Asia Timur sibuk menghasilkan pencapaian
ekonomi yang mengagumkan bagi rakyatnya, sedang Indonesia yang terdengar
kebalikan, intervensi kekuasaan politik lebih banyak bicara daripada mencari
gagasan brilian, yang muncul adala ide impor mobil mewah di saat rakyat tidak
bisa lagi makan hanya untuk seorang tamu Negara yang juga lebih banyak Negara
miskin, kompromi politik tidak langsung akan melakukan pembongkaran kabinet
hanya membuang waktu yang sebenarnya efektif untuk mengejar ketertinggalan
bangsa ini dengan Negara lain.
Sikap Gus Dur
dalam memberantas koruptor yang banyak melarikan atau menyimpan (baca : memarkirkan rupiah) di luar negeri
dalam jumlah maha besar itu dilaksanakan setengah hati, bila diri sudah
terdesak dan sangat cemas akan kejatuhannya maka baru kemudian Dia keluarkan
jurus-jurusnya yang sudah atau mulai dikenal masyarakat awam yakni intervensi
kekuasaan akan bergerak cepat dalam melakukan penangkapan, umumnya yang jadi
targetnya adalah lawan politik, jadi penangkapan ini bernuansa politik atau
mungkin juga penjegalan yang akhirnya menimbulkan polemik dan disertai konflik
antara elite parpol yang merasa anggotanya tak bersalah. Padahal didepan Dia
itu sangat jelas ketika mantan menteri koordinator yang tercopot Kwik Kian Gie
itu sering meminta kepada Gus Dur agar yang namanya Marimutu Sinivasan dkk
belum juga di sentuh hukum hanya alasan mereka mampu menggerakkan atau
meningkatkan ekspor Negara. Padahal sudah banyak bukti belum juga atau
dihalangi dalam proses hukum. Disini, yang bicara lagi adalah intervensi
kekuasaan atas supremasi hukum, walau mulutnya berulangkali mengungkapkan tidak
ada yang kebal dimuka hukum, lha, yang disebut tadi apa?
Restrukturisasi
utang swasta baik domestic maupun luar negeri cenderung melemah dan defenisif
APBN meningkat tajam, akan lebih tajam lagi bila kebiasaan Gus Dur yang baru
“berpetualangan” keluar negeri bangkit lagi dengan alasan menarik para investor
kedalam negeri, yang dibutuhkan sekarang adalah faktor keamanan, karena keamanan
inilah lebih parah sekarang. Yang terbukti dan mampu membuat pukulan sangat
telak bagi industri dan ekonomi semakin terpelanting, terbanting dan terbantai.
Segi keamanan ini telah merugikan pendapatan devisa Negara lebih ratusan
triliun dengan ditutupnya (sementara) beberapa “ladang devisa” seperti Exxon
gas Mobil Oil sebagai pemasok gas ke Jepang dan Korea. Kita kehilangan pasar luar
negeri dalam suatu produk unggulan kita yang telah menghidupkan bangsa ini.
Nilai-nilai solidaritas
yang begitu kental dalam kehidupan bangsa Indonesia, kini mengalami kemerosotan
seiring dengan krisis ekonomi, menghasilkan sumber-sumber anarkis, dan sumber
daya manusia yang rendah ternyata sanggup menggoyang pemulihan ekonomi, kucuran
dan pinjaman dari IMF hanya tinggal janji karena berbagai macam alasan.
Kredibilitas dan akuntabilitas yang dimiliki oleh tim ekonomi cabinet Gus Dur
ternyata lebih banyak menclak-menclek dan mudah tunduk begitu saja atas kemauan
IMF dan Bank Dunia, rasanya kita benar-benar pecundang dibawah kepemimpinan Gus
Dur setelah Soeharto sampai membungkuk ketika berjabatan tangan dengan mantan
presiden IMF.
KABINET TAMBAL SULAM
Perseteruan
konflik antara parlemen dengan presiden Gus Dur di mulai dengan tidak
akomodatifnya dalam memperhatikan klritikan DPR. Konflik semakin mendapat
tekanan suhu yang tinggi setelah di injeksi oleh terbentuknya sebuah pansus
(panitia khusus), yang bertugas mencari fakta-fakta adanya KKN penyelewengan
dan bantuan Bulog, apalagi dengan adanya seorang menteri mengalami pergususran
dari dua parpol pemenang pemilu dan konflik mulai menggelinding dengan parpol
yang merasa dirugikan oleh kebijaka-kebijakan politik Gus Dur.
Maka riwayat
cabinet tambal sulam di mulai dari sini (konflik antara kepentingan
masing-masing). Penggusuran menteri-menteri yang dianggap vocal dan tidak
sesuai dengan kebijakan Gus Dur akan kena”kartu merah” berupa peringatan keras,
bila si menteri itu masih juga “membangkang” maka dipecat dengan alas an kurang
bersih, KKN, seperti yang dialami Yusuf Kalla dan Laksamana Sukardi, kedua
menteri ini dianggap telah melakukan pelanggaran perintah presiden.
Eksistensi
kekuasaan Gus Dur terhadap menteri masih berlanjut dengan membuktikan dirinya
masih berkemampuan tinggi dalam mengontrol anggota cabinet dengan cara memecat,
mencopot, menggusur dan lain-lain sebagainya, pokoknya you harus out dalam
cabinet ini.
Prestasi apa
yang sudah dibuktikan atau dihasilkan sejak pemerintahan ini terbentuk dibawah
kendali oleh seorang Presiden yang bernama Abdurrahman Wahid? Jawabnya terbesar
adalah rekor reshuffle kabinet. Diawali dengan cabinet gado-gado (mirip makanan
seperti yang diaduk) ternyata tidak berjalan efektif, sebab Gus Dur selalu
menerima laporan dari pembisiknya yang mengatakan si menteri anu ini melakukan
maker (padahal sampai sekarang belum ditemukan menteri melakukan maker), dan
menteri itu juga melakukan konflik kebijakan pemerintah. Selain itu Gus Dur
memiliki sikap curiga yang sangat tinggi, karena para menteri cabinet ini
berasal dari berbagai partai politik dianggap memiliki peran ganda karena
menggunakan dua baju di lekat dalam satu tubuh yakni baju partai dan satu lagi
pakaian menteri.
BELUM MENGHASILKAN
Loyalitas, peran
ganda dan integritas yang dianggap berkadar rendah akan mendapat pemecatan,
sedang pergantian menteri yang tercopot tidak menghasilkan apa-apa malah
menghasilkan rupiah semakin terpuruk.
Reshufle kabinet
yang sudah tiga kali dilakukan belum juga menghasilkan perubahan yang
diinginkan, hasil yang banyak terdengar adalah kerusuhan merambat satu kota ke kota
berikutnya seperti di Sampit, terjadi sebelum Gus Dur ke Timur Tengah, sedang
isu kabinet terutama pembongkaran kabinet lebih sering terdengar jika ia di
luar negeri.
Kabinet sekarang
lebih dikenal “ban bocor”, bila satu menteri yang dicopot akan ditambalnya
dengan menteri yang masih jauh dari kemampuannya dan berbeda partai, akibatnya
partai politik dari mantan menteri yang bersangkutan tersinggung dan marah
berat, seperti yang dialami PDIP, Golkar, atau PBB dengan Yusri Ihza Mahendra
yang telah berjiwa besar memberi kesempatan Gus Dur jadi Presiden.
Kabinet bongkar
pasang setelah ditambalnya, menghasilkan kinerja yang tumpang tindik seperti
pada departemen kehutanan ketika terbentuk dua menteri, selanjutnya kita lihat
lebih jauh, gambaran ekonomi dan sisial politik bukan mendinginkan malah
semakin memanaskan dan tidak karuan. Antara satu kebijakan tidak sinkron dengan
kenyataan dilapangan karena masing-masing menteri berjalan dengan sendirinya.
Jadi, janganlah
heran bila melihat kondisi bangsa ini semakin bobrok, anarkis dan kerusuhan
dimana-mana dan bermuara pada pengunsian yang besar-besar didalam Negara
sendiri dan mencatat :”prestasi” bukan untuk kabinet tambal sulam tetapi
sebagai bangsa terbesar pengunsiannya di dunia.
Selamat bekerja
keras para anggota kabinet, jangan sampai terdengar lagi reshuffle karena hanya
hasilnya itu-itu saja. Teruntuk bapak presiden Gus Dur manfaatkan waktu yang
tersisa dengan memperbaiki manajemen dan skill pemerintahan, agar mimpi Anda
terpenuhi hingga tahun 2004 dengan memuaskan. Jangan lagi membuat krisis
ekonomi jilid ke 2.
Diterbitkan oleh Harian Analisa Medan, April 2003,
Dipublikasi kembali karena mulai ada kemiripan dengan kabinet sekarang di
tahun 2016.
Komentar
Posting Komentar