Aug 18, 2016

Kabinet Tambal Sulam : Geopol



SEMANGAT KABINET TAMBAL SULAM
Oleh : M. Anwar Siregar

Semangat reformasi yang dicetuskan oleh mahasiswa mampu menumbangkan pemerintahan orba dalam waktu 2 tahun, namun hasil yang diinginkan belum juga mampu menghasilkan perubahan signifikan terutama dalam menegakkan supremasi hukum, mengadilkan para korupsi dan juga meningkatkan kesejahteraan rakyat yang semakin terpuruk akibat krisis ekonomi yang multidimensi lalu diwariskan kepada pemerintahan reformasi.
Dan belum genap dua tahun memimpin pemerintahan, kabinet nasional yang digawangi oleh Gus Dur, perekonomian belum juga menghasilkan perubahan yang signifikan tetapi malah menghasilkan taraf hidup masyarakat semakin merosot, konflik elite belum juga berakhir malah semakin panas selama empat bulan terakhir ini dengan diiringi dengan munculnya apa yang disebut pasukan berani mati (PBM) dan jihad dari pendukung Gus Dur, membuat perekonomian semakin sakit melebihi penyakit kanker dan sekarang Presiden ribut-ribut dengan ancaman dekrit.
INTERVENSI KEKUASAAN
Bila Anda rajin mengamati perekonomian Negara ini, sesak rasanya diri ini, rasa pesimis yang akan muncul karena kondisi politik sangat berpengaruh terhadap kestabilan ekonomi yang menyebabkan investor tak perlu berpikir lebih dari seribu kali untuk menanam modalnya di dalam negeri ini. Presiden negeri ini lebih suka berwisata menghabiskan uang Negara sampai terjadi pembengkahan anggaran yang diambil dari APBN dan lebih banyak bicara setiap habis sholat jumat maka statemen politiknya pasti akan muncul terlontarkan intervensi kekuasaannya seperti kita lihat dengan banyaknya penangkapan koruptor yang sebelumnya tidak didengunkan dengan memberikan deadline (baca : target) bagi kejaksaan agung yang digawangi oleh Maszuki “Kiki” Darusman agar selekasnya menangkap mereka, oleh para politikus dan pengamat politik menganggap penanngkapan ini bernuasa politik. Banyak bicara daripada memecahkan masalah persoalan ekonomiitu dapat dilihat selama tahun 2001. Jika didesak dengan keras selalu berkata “segitu saja sudah repot-repot”. Kalau Presiden saja tidak mau repot-repot bagaimana bisa mengatasi masalah krisis ekonomi ini dan juga faktor keamanan.
Dalam kondisi krusial ditanah air belum juga reda tiba-tiba dating petir di siang bolong, bahwa anggaran APBN 2001 malah membengkah melebihi angka diatas Rp 52.5 trilium. melemahnya nilai rupiah memicu pergeseran titik keseimbangan dalam berbagai indicator ekonomi makro sejak presiden sering membatah statemen politiknya baik langsung maupun melalui mulut kedua alias juri bicara presiden tak mampu meredam gejolak rupiah yang terus melemah telah melewati batas “toleransi”. Akibatnya, dunia usaha disektor riil terancam mengalami kesulitan pembiayaan karena seretnya kredit pembayaran, dilain pihak perbankan mengalami nasib buruk karena harus mencegah “negative spread” kalau tidak ingin dilkuidasi. Trauma likuidasi perbankan belum juga terhapus maka berlanjut di pemerintahan ini.
Pesimis ini semakin bertambah dahsyat karena diperparah arogansi Gus Dur yang ingin menjamu para tamu Negara dengan mengimpor mobil mewah (walau hal ini tidak jadi, karena mengalami berbagai macam kritik tajam) setidak-tidaknya telah mengancam pendapatan pajak dan juga setidaknya kita tahu bagaiman kinerja tim ekonomi Gus Dur dalam memulihkan ekonomi nasional tahun 2001 karena salah satu pos pemasukan pendapatan devisa Negara yang gencar dilakukan adalah penerimaan pajak, tidak berjalan dengan baik dan semangat sense of crisis belum juga melekat dalam diri para anggota kabinetnya Mr. Gus Dur.
Sementara Negara tetangga seperti ASEAN dan Negara Asia Timur sibuk menghasilkan pencapaian ekonomi yang mengagumkan bagi rakyatnya, sedang Indonesia yang terdengar kebalikan, intervensi kekuasaan politik lebih banyak bicara daripada mencari gagasan brilian, yang muncul adala ide impor mobil mewah di saat rakyat tidak bisa lagi makan hanya untuk seorang tamu Negara yang juga lebih banyak Negara miskin, kompromi politik tidak langsung akan melakukan pembongkaran kabinet hanya membuang waktu yang sebenarnya efektif untuk mengejar ketertinggalan bangsa ini dengan Negara lain.
Sikap Gus Dur dalam memberantas koruptor yang banyak melarikan atau menyimpan  (baca : memarkirkan rupiah) di luar negeri dalam jumlah maha besar itu dilaksanakan setengah hati, bila diri sudah terdesak dan sangat cemas akan kejatuhannya maka baru kemudian Dia keluarkan jurus-jurusnya yang sudah atau mulai dikenal masyarakat awam yakni intervensi kekuasaan akan bergerak cepat dalam melakukan penangkapan, umumnya yang jadi targetnya adalah lawan politik, jadi penangkapan ini bernuansa politik atau mungkin juga penjegalan yang akhirnya menimbulkan polemik dan disertai konflik antara elite parpol yang merasa anggotanya tak bersalah. Padahal didepan Dia itu sangat jelas ketika mantan menteri koordinator yang tercopot Kwik Kian Gie itu sering meminta kepada Gus Dur agar yang namanya Marimutu Sinivasan dkk belum juga di sentuh hukum hanya alasan mereka mampu menggerakkan atau meningkatkan ekspor Negara. Padahal sudah banyak bukti belum juga atau dihalangi dalam proses hukum. Disini, yang bicara lagi adalah intervensi kekuasaan atas supremasi hukum, walau mulutnya berulangkali mengungkapkan tidak ada yang kebal dimuka hukum, lha, yang disebut tadi apa?
Restrukturisasi utang swasta baik domestic maupun luar negeri cenderung melemah dan defenisif APBN meningkat tajam, akan lebih tajam lagi bila kebiasaan Gus Dur yang baru “berpetualangan” keluar negeri bangkit lagi dengan alasan menarik para investor kedalam negeri, yang dibutuhkan sekarang adalah faktor keamanan, karena keamanan inilah lebih parah sekarang. Yang terbukti dan mampu membuat pukulan sangat telak bagi industri dan ekonomi semakin terpelanting, terbanting dan terbantai. Segi keamanan ini telah merugikan pendapatan devisa Negara lebih ratusan triliun dengan ditutupnya (sementara) beberapa “ladang devisa” seperti Exxon gas Mobil Oil sebagai pemasok gas ke Jepang dan Korea. Kita kehilangan pasar luar negeri dalam suatu produk unggulan kita yang telah menghidupkan bangsa ini.
Nilai-nilai solidaritas yang begitu kental dalam kehidupan bangsa Indonesia, kini mengalami kemerosotan seiring dengan krisis ekonomi, menghasilkan sumber-sumber anarkis, dan sumber daya manusia yang rendah ternyata sanggup menggoyang pemulihan ekonomi, kucuran dan pinjaman dari IMF hanya tinggal janji karena berbagai macam alasan. Kredibilitas dan akuntabilitas yang dimiliki oleh tim ekonomi cabinet Gus Dur ternyata lebih banyak menclak-menclek dan mudah tunduk begitu saja atas kemauan IMF dan Bank Dunia, rasanya kita benar-benar pecundang dibawah kepemimpinan Gus Dur setelah Soeharto sampai membungkuk ketika berjabatan tangan dengan mantan presiden IMF.   
KABINET TAMBAL SULAM
Perseteruan konflik antara parlemen dengan presiden Gus Dur di mulai dengan tidak akomodatifnya dalam memperhatikan klritikan DPR. Konflik semakin mendapat tekanan suhu yang tinggi setelah di injeksi oleh terbentuknya sebuah pansus (panitia khusus), yang bertugas mencari fakta-fakta adanya KKN penyelewengan dan bantuan Bulog, apalagi dengan adanya seorang menteri mengalami pergususran dari dua parpol pemenang pemilu dan konflik mulai menggelinding dengan parpol yang merasa dirugikan oleh kebijaka-kebijakan politik Gus Dur.
Maka riwayat cabinet tambal sulam di mulai dari sini (konflik antara kepentingan masing-masing). Penggusuran menteri-menteri yang dianggap vocal dan tidak sesuai dengan kebijakan Gus Dur akan kena”kartu merah” berupa peringatan keras, bila si menteri itu masih juga “membangkang” maka dipecat dengan alas an kurang bersih, KKN, seperti yang dialami Yusuf Kalla dan Laksamana Sukardi, kedua menteri ini dianggap telah melakukan pelanggaran perintah presiden.
Eksistensi kekuasaan Gus Dur terhadap menteri masih berlanjut dengan membuktikan dirinya masih berkemampuan tinggi dalam mengontrol anggota cabinet dengan cara memecat, mencopot, menggusur dan lain-lain sebagainya, pokoknya you harus out dalam cabinet ini.
Prestasi apa yang sudah dibuktikan atau dihasilkan sejak pemerintahan ini terbentuk dibawah kendali oleh seorang Presiden yang bernama Abdurrahman Wahid? Jawabnya terbesar adalah rekor reshuffle kabinet. Diawali dengan cabinet gado-gado (mirip makanan seperti yang diaduk) ternyata tidak berjalan efektif, sebab Gus Dur selalu menerima laporan dari pembisiknya yang mengatakan si menteri anu ini melakukan maker (padahal sampai sekarang belum ditemukan menteri melakukan maker), dan menteri itu juga melakukan konflik kebijakan pemerintah. Selain itu Gus Dur memiliki sikap curiga yang sangat tinggi, karena para menteri cabinet ini berasal dari berbagai partai politik dianggap memiliki peran ganda karena menggunakan dua baju di lekat dalam satu tubuh yakni baju partai dan satu lagi pakaian menteri.
BELUM MENGHASILKAN
Loyalitas, peran ganda dan integritas yang dianggap berkadar rendah akan mendapat pemecatan, sedang pergantian menteri yang tercopot tidak menghasilkan apa-apa malah menghasilkan rupiah semakin terpuruk.
Reshufle kabinet yang sudah tiga kali dilakukan belum juga menghasilkan perubahan yang diinginkan, hasil yang banyak terdengar adalah kerusuhan merambat satu kota ke kota berikutnya seperti di Sampit, terjadi sebelum Gus Dur ke Timur Tengah, sedang isu kabinet terutama pembongkaran kabinet lebih sering terdengar jika ia di luar negeri.
Kabinet sekarang lebih dikenal “ban bocor”, bila satu menteri yang dicopot akan ditambalnya dengan menteri yang masih jauh dari kemampuannya dan berbeda partai, akibatnya partai politik dari mantan menteri yang bersangkutan tersinggung dan marah berat, seperti yang dialami PDIP, Golkar, atau PBB dengan Yusri Ihza Mahendra yang telah berjiwa besar memberi kesempatan Gus Dur jadi Presiden.
Kabinet bongkar pasang setelah ditambalnya, menghasilkan kinerja yang tumpang tindik seperti pada departemen kehutanan ketika terbentuk dua menteri, selanjutnya kita lihat lebih jauh, gambaran ekonomi dan sisial politik bukan mendinginkan malah semakin memanaskan dan tidak karuan. Antara satu kebijakan tidak sinkron dengan kenyataan dilapangan karena masing-masing menteri berjalan dengan sendirinya.
Jadi, janganlah heran bila melihat kondisi bangsa ini semakin bobrok, anarkis dan kerusuhan dimana-mana dan bermuara pada pengunsian yang besar-besar didalam Negara sendiri dan mencatat :”prestasi” bukan untuk kabinet tambal sulam tetapi sebagai bangsa terbesar pengunsiannya di dunia.
Selamat bekerja keras para anggota kabinet, jangan sampai terdengar lagi reshuffle karena hanya hasilnya itu-itu saja. Teruntuk bapak presiden Gus Dur manfaatkan waktu yang tersisa dengan memperbaiki manajemen dan skill pemerintahan, agar mimpi Anda terpenuhi hingga tahun 2004 dengan memuaskan. Jangan lagi membuat krisis ekonomi jilid ke 2.
Diterbitkan oleh Harian Analisa Medan,  April 2003,
Dipublikasi kembali karena mulai ada kemiripan dengan kabinet sekarang di tahun 2016.

No comments:

Post a Comment

Related Posts :