31 Okt 2011

Jalur Gempa Dahsyat Membelah Sipirok : Geologi Disaster


JALUR GEMPA DAHSYAT MEMBELAH TATA RUANG SIPIROK 
Oleh : M. Anwar Siregar

Geologi Sipirok termasuk paling rawan gempa di Sumatera Utara, memerlukan perencanaan pembangunan infrastruktur fisik dalam membangun mitigasi tata ruang kota Sipirok yang berketahanan bencana. Tata ruang kota Sipirok harus dikaji ulang lagi dengan pemetaaan komprehensif dari karakteristik geologi, sejarah periode ulang dan kekuatan pelepasan energi gempa yang akan terjadi, serta zonasi percepatan gelombang puncak batuan dasar untuk pembangunan sarana fisik dalam menghindarkan kehancuran fisik akibat gempa karena kota yang hancur membutuhkan pemindahan ke tempat lain sehingga akan memerlukan suatu lahan dan tata ruang baru serta akan ada eksplorasi oleh manusia pada pemanfaatan daerah baru, sehingga menimbulkan efek perubahan lingkungan geologi dalam jangka tertentu. Dan wilayah Sipirok sangat terbatas untuk pengembangan tata ruang rekonstruksi kota baru dimasa mendatang apabila suatu saat terjadi gempa.
Tulisan ini tidak membahas tempat aktivitas ruang pemerintahan Tapanuli Selatan dan saat ini Tapanuli Selatan satu dari 4 Kabupaten belum memiliki RTRW, serta tidak ada unsur politik dari tulisan ini, hanya sebagai bahan informasi bagi masyarakat Sipirok dalam mengantisipasi bahaya kerentanan geologis.

GEOLOGI TATA RUANG SIPIROK

Kehancuran kota akibat gempa di pantai barat sumatera, disebabkan beberapa aspek perencanaan pembangunan fisik tidak bertumpuk pada pemetaan kerentanan geomorfologi lokal terhadap bencana alamiah dimasa depan.
Belajar dari kejadian tersebut, perencanaan tata ruang kota Sipirok tidak boleh diletakkan pada daerah yang memiliki kondisi geologi yang labil, dapat diketahui dari unsur jejak masa silam pembentukan gunungapi purba Sibual-buali dan Lubuk Raya yang berada dalam satu kawasan kompleks gunungapi purba, dan terdapat keselarasan lekukan tubuh pembentukan gunungapi raksasa Toba Purba di masa pembentukan Pulau Sumatera.
Citra geologi satelit Landsat 2007 dan 2011, menunjukkan bahwa daerah dekat dari kawah dari gunungapi Sibual-buali, masih menunjukkan aktivitas yang labil oleh unsur jejak longsoran purba yang telah tertimbun oleh material tufa Toba Purba dan material tanah endapan alluvial serta pelemparan material vulkanik dari letusan gunungapi Sibual-buali, menerus ke titik hunjaman patahan Renun dan Toru berada tepat di kawasan Aek Latong sekitarnya. Daerah ini terlihat sebuah lembah daratan yang mengalami penurunan, sedang pusat kota berada dalam jalur-koridor sesar/patahan yang tidak aktif akibat penimbunan material gunungapi purba Sibual-buali dan Toba Purba. Dari penelitian penulis terlihat jelas unsur yang memayungi wilayah tersebut memiliki probabilitas seismik yang kompleks, yang setiap saat bangkit dan melepaskan energi seismik kerena ada beban pikul pada sesar tidak aktif oleh desakan lempeng pada ruas patahan Renun ataupun patahan Ordi di wilayah Karo dan Tapanuli Tengah yang dikemukan oleh koordinator IAGI Sumatera Utara, dan berdekatan dengan patahan Toru di Tapanuli Selatan.
Bercermin dari data tersebut maka pemahaman ancaman gempa dahsyat yang membelah tata ruang Sipirok dapat dilihat dari : pertama, intensitas gempa-gempa di Pantai Barat akibat pergerakan lempeng bumi dari utara Palung Laut Nikobar, dapat menghasilkan kegempaan besar Mentawai-Nias-Simeulue yang menujam sedalam 40 km di bawah Pulau Sumatera, terjadi pergerakan antar blok patahan yang saling berlawanan, memotong, dan frontal sehingga akan ada pengangkatan pulau-pulau di pantai Barat Sumatera dan penurunan daratan di Sumatera merupakan ancaman ketataruangan Sipirok karena efek getaran gempa dapat saling memicu serangkaian gempa pada kompleks patahan lokal yang ada di Sipirok, berjarak dekat 12-37 km dengan patahan besar Sumatera. Bukti gempa Tarutung dan Singkil 2011.  Kedua, karakteristik sesar lokal yang tidak aktif berdimensi 4-8 km, membelah tata ruang Sipirok. Ada kemiripan dengan sesar-sesar Jawa yang membelah kota Bandung, Yogyakarta dan Semarang, tertimbun oleh proses sedimentasi yang intensif dan mengalami deformasi yang kuat yaitu gerakan tanah setiap tahun. Tanah yang membentuk pondasi konstruksi bangunan di Sipirok mudah mengalami distabilisasi tanah (ground shocking) oleh efek gempa kecil. Penempatan daerah hunian berada dijalur daratan penurunan merupakan jalur/koridor terlemah dan terdepan dari ujung patahan Sipirok yang membentang dari Utara Aek Latong masuk dalam pengaruh empat patahan yaitu Patahan Renun-Toru-Sibolga-Angkola. Panjang patahan yang membelah tata ruang Sipirok adalah 12 km. Sehingga akan ada efek guncangan berganda, dapat menghancurkan ketataruangan Sipirok. Ketiga, Hasil pemaparan seminar tata ruang Sipirok tahun 2008. Rencananya pusat aktivitas kota di alun-alun Sipirok atau sekitar pasar Sipirok dan rapat Konsultansi Publik 2011 pusat kegiatan utama pemerintahan berda di Desa Kilan Papan. Data survei geologi citra stratigrafi tanah dasar merupakan tanah yang labil. Kondisi tanah Sipirok merupakan endapan vulkanik-lumpur klastik halus yang tertimbun oleh material tanah yang lebih muda diatasnya yaitu lapisan alluvial lumpur yang tidak padat. Sehingga tanah yang dibawahnya merupakan bidang luncur bagi tanah yang diatasnya, memungkinkan akan terjadi longsoran ke daratan lebih rendah, tidak cocok untuk pembangunan tata ruang dan infrastruktur serta prasarana dan sarana berat lainnya. Mudah terjadi deformasi likuafaksi, resonasi energi seismik dan amplifikasi gempa yang berada dikaki/kawah gunung Sibual-buali dan terbentang luas sepanjang jalinsum disekitar daerah patahan Aek Latong menuju Desa Situmba dan sebagian memancar ke ruas patahan Sipagimbar/ ke Sipirok Dolok Hole.
PERCEPATAN BATUAN DASAR
Faktor kualitas tanah dan deformasi batuan yang tersingkap sepanjang patahan Aek Latong menujukkan arah gerakan bumi menuju ke patahan lembah Sarulla, jelas ini akan menambah beban pikul penentuan beban kegempaan untuk disain tata ruang bangunan dan infrastruktur fisik harus didasarkan pada percepatan maksimun rayapan gelombang puncak gempa batuan dasar dari pembagian zonasi seismik gempa di Indonesia. Faktor yang sangat menentukan untuk pengkajian resiko gempa bumi untuk desain pembangunan sarana fisik dan aktivitas hunian manusia di wilayah Sipirok. Contoh perhitungan data periode ulang dan koreksi untuk kondisi lapisan batuan seperti diruas patahan Aek Latong untuk pembangunan jalan alternatif baru, didapat percepatan maksimun 500 tahun. Dengan menggunakan persamaan rayapan gelombang gempa versi Joyner dan Boore (1993) :
Koefisien zona lokasi Aek Latong = 0.94 – 1.26.
Nilai direkomendasikan adalah 1.08. Periode ulang diambil minimal 200 tahun dan maksimun 500 tahun, karena periode ulang ini, maka percepatan dasar adalah 0.218 g
Sedang faktor Koreksi v = 1.25 sehingga disain percepatan dapat dihitung seperti dibawah ini :
Ad = z x ac x v
Dimana :
Ad = percepatan Gempa Desain (gal)
Z   = Koefisien zona = 1,08
Ac = Percepatan gempa dasar = 0.218 g
V = Faktor Koreksi = 1.25
Sehingga dapat dihitung kecepatan gempa desain adalah ad = 0.286g
Dalam peta seismotektonik, simbol warna kuning merupakan daerah dengan kemungkinan terjadi gempa, keaktifan gempa kuat antara 6-7 Skala Richter dan berada dalam zonasi 4.
Perhitungan periodesasi gempa Tapanuli Selatan berasal dari catatan sejarah kegempaan yang pernah terjadi dan melewati bumi ruang Sipirok tahun 1873, 1921, 1936 dengan kekuatan 6.2-6.7 SR sebagai gempa utama, sedang gempa pemanasan terjadi 1871, 1919, 1933 dengan kekuatan 4.9-5.3 SR dan 2008 dengan kekuatan 5.8 SR. Gempa antara 1873-1921 berlangsung 48 tahun, 1921-1936 berlangsung 15 tahun, 1936-2012 gempa utama belum terjadi, yang ada gempa tremor sudah berlangsung 2 bulan ini, kekuatan maksimal 4.9 SR di Padangsidimpuan berpusat di Barat – Baratdaya, kekuatan resonasi gempa sedang menuju ke wilayah Batang Toru, Marancar dan Sipirok dengan memotong ekstrim ke Utara. Secara matematis, skala kekuatan gempa pemanasan dan gempa utama selalu terus meningkat, memasuki periode kritis gempa ditahun 2012, catatan sejarah gempa pemanasan berselang 2-3 tahun lalu muncul gempa kuat, siklus gempa kuat berkisar 50-80 tahun.
PENUTUP
Tata ruang Sipirok belum mencerminkan kota yang berketahanan bencana. Apakah Sipirok sudah mempersiapkan standar konstruksi untuk sarana vital yang berbasis kegempaan? Jawabnya tidak, dan semua daerah di Sumatera Utara belum siap menghadapi kegempaan besar dan tetap ada korban dalam jumlah besar. Para geologist sudah mengingatkan beberapa kota di Sumatera Utara untuk mempersiapkan dan membangun ketataruangan wilayah yang berbasis kegempaan lokal yang berketahanan bencana dalam kerangka ruang dan waktu. Tetapi keinginan itu masih jauh dari harapan, bersumber dari kendala dana terutama APBD, untuk menjadi perhatian semua pihak karena siklus/pengulangan gempa Tapsel dari data tersebut sudah termasuk kategori kritis.

M. Anwar Siregar
Geologi, Pemerhati masalah lingkungan dan geosfer, kerja di Tapanuli Selatan. Tulisan ini sudah dikirim ke Surat Kabar MEDAN

3 Okt 2011

ACEH MASIH TERUS TERCABIK GEMPA : Geologi Gempa


ACEH MASIH TERUS TERCABIK GEMPA
Oleh : M. Anwar Siregar

Kejadian gempa Sinabang dan Meulaboh memberikan peringatan bagi Pemprov Aceh bahwa Aceh harus meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya dan bencana geologi, masih akan tercabik gempa lagi, karena pusat gempa-gempa yang lalu telah menghasilkan akumulasi zona kontak energi yang matang bagi penekanan batuan yang belum stabil dan diperkirakan telah ada lempengan bumi yang mengalami pemecahan yang baru, dibuktikan dengan periodesasi gempa yang sangat singkat.
Anda bisa berpikir, ada apa dengan pusat gempa Sinabang yang baru terjadi, lalu muncul gempa di zona subduksi yang sangat berdekatan dengan pusat gempa Sinabang dengan gempa Meulaboh, adakah sesuatu yang terjadi menyebabkan gempa begitu cepat muncul di zona subduksi yang sangat berdekatan?
GEMPA MAUT MENUNGGU
Sumatera dibelah beberapa segment patahan sebanyak 19 zona patahan yang melingkupi daratan dan sejumlah zona subduksi maut di lautan yang terus menerus memberikan ancaman yang seharusnya kita jadikan sebagai peringatan atau pelajaran berharga untuk mempersiapkan segala-galanya, bahwa kita hidup di negeri yang sering menari-nari tanpa dibayar tetapi harus membayar dengan kerugian triliunan rupiah serta “tumbal nyawa”.
Sumber-sumber ancaman gempa maut yang sedang menunggu “antrian” pelepasan energi untuk mencabik bumi Aceh-Sumatera sepanjang tahun akan terpusatkan pada beberapa ruas patahan di utara Sumatera yang sedang memuncakkan/pengumpulan energi kritis gempa, dari data Satelit SPOT UNOSAT yang penulis jadikan beberapa data untuk tulisan ini terlihat jelas berada pada patahan Mentawai-Enggano, Pulau-pulau Batu dan Nias-Simeulue, serta utara Aceh dengan Palung Nikobar yang merupakan sumber-sumber ancaman gempa dari lautan bagi kehancuran kota-kota di Pantai Barat Sumatera.
Salah satu ancaman gempa itu telah melepaskan lagi kekuatan energi batuannya kedua kali dalam sebulan dengan kekuatan yang sama yaitu pada zona patahan Simeulue dengan 7,2 SR dengan kedalaman 34 km yang terasa goyangannya ke Medan dengan kekuatan IV-V MMI, sedangkan Padangsidimpuan-Tapsel dengan kekuatan V-VI MMI, Aceh III-IV MMI (Modified Mercali Intensity) dan 7,2 SR pada tanggal 09 Mei 2010 dengan kedalaman 30 km yang terasa kuat di Aceh, Medan, Sibolga, Padangsidimpuan dan Padang.
Ancaman gempa di daratan jelas ada pada patahan Sipirok, terutama pada segment Renun-Toru yang sebaran kekuatan gempanya akan mencabik dan menghancurakan wilayah sumatera utara hingga ke Aceh, selain patahan Renun Toru yang perlu di waspadai adalah patahan disekitar daratan tinggi Bukit Barisan yang melingkari wilayah Danau Toba, disini ada beberapa zona patahan yang menjadi sumber ancaman gempa di masa mendatang yaitu Patahan Ordi yang disebut Ir. Jonathan Tarigan-Dewan Pakar IAGI, berada di Karo, Langkat, Simalungun.
Dairi merupakan daerah zona tembok pergerakan lempeng daratan sumatera dari selatan Lampung yang mengalami penekanan terus menerus, suatu saat mengalami perobekan yang kuat. Patahan diperbatasan Sumatera Utara dan Aceh terdapat ruas-ruas terkunci yaitu terdapat pada wilayah Aceh disekitar lembah tektonik Tanah Merah, Kutacane, Laubaleng menerus ke Karo.
Wilayah yang berada dalam zona pengumpulan energi kritis gempa ini seharusnya sudah mempersiapkan teknologi peringatan dini dan sosialisasi informasi bahaya dan bencana geologi yang dilakukan secara kontinu dengan menghimbaukan kepada masyarakat agar mendapatkan informasi yang benar dari instansi yang berwenang.



Gambar 9 : Peletakan tata ruang fisik Aceh yang ada jangan lagi di lokasi yang sama tanpa perisai bencana, gambaran diatas menunjukan tingkat kerusakan yang dahsyat bagi kota Banda Aceh yang dekat dengan pusat gempa setelah mengalami serangan tsunami
(Sumber : Internet, Quick Bird, 2004).
ACEH TERUS TECABIK GEMPA
Mengapa Aceh begitu rawan gempa dalam rentan waktu dekat dan tidak lagi dalam puluhan tahun? Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi geologi Aceh Darat dan Aceh Kepulauan dengan terjadinya berulangkali gempa, yaitu pertama, ada mekanisme pembentukan origin disekitar pantai sumatera, kedua, daya rekat lempeng belum stabil, jika dianologikan seperti ujung sebuah bahan bila ditekuk terus menerus maka akan melampaui beban elastik bahan. Data rekaman GPS memperlihatkan hasil kejadian gempa Aceh tahun 2004 lalu, Pulau Sumatera telah mengalami pelengkungan kearah Benua Asia dengan pergerakan tekanan lempeng bergerak 5-6 cm di pusat patahan antara Nias dengan Simeulue dan beban pecahan lempeng Burma yang menanggung energi pertemuan gempa 2004 dan 2005 tersalurkan ke zona pecahan gempa 2005 dan 2010. ketiga, kasus kejadian gempa Aceh 2004 terdapat patahan yang memanjang ribuan kilometer, sehingga ada pembebanan pada lempeng yang hancur atau kerak bumi mengalami perapuhan akibat dislokasi energi yang bertumpuk pada zona subduksi Aceh Nikobar yang telah dialihkan ke energi subduksi Nias-Simeulue. Keempat, rata-rata sudut penunjaman lantai samudera lebih landai daripada pantai selatan Pulau Jawa, ini karena lantai samudera di bawah Sumatra lebih muda daripada Pulau Jawa. Usia lantai samudera di bawah Pulau Sumatra diperkirakan 50 juta tahun, sementara lantai samudera di bawah Pulau Jawa sekitar 100 juta tahun. 
Data penelitian geologist menyebutkan, bila lempeng berusia muda maka daya apungnya masih tinggi, densitasnya relatif lebih ringan dan lantainya lebih landai. sehingga Lempeng yang lebih muda juga lebih aktif dan menyusup dengan sudut penunjang yang landai. Kondisi macam ini juga menimbulkan bahaya gesekan yang lebih kuat, sehingga skala gempa biasanya besar-besar bahkan hingga 7 skala richter. Sejak Desember 2004 kondisi lempeng di bawah Pulau Sumatra belumlah stabil sehingga yang terjadi sekarang adalah proses mencari posisi keseimbangan
Dari data-data jarak waktu kejadian gempa berarti telah ada perubahan siklus deformasi kekuatan di ujung perbatasan lempeng, bahwa telah ada peremukan beberapa blok batuan, atau juga ada intensitas pembentukan origin baru pada perlapisan struktur kerak bumi di dasar samudera Indonesia yang menyebabkan semakin sering terjadinya gempa di Sumatera khususnya Aceh.
Diperkirakan dalam kurun singkat Aceh dan Sumatera masih akan tercabik gempa lagi, sudah siapkah kita menghadapi yang lebih dahsyat?
BELUM DIJADIKAN PELAJARAN
Dari sejak tahun 2000 hingga ke tahun 2010, Aceh seharus telah memiliki standart rekonstruksi pembangunan ketataruangan yang berbasis mitigasi baik untuk kepulauan seperti Pulau Simeulue, Sabang dan daratan terutama utara Aceh yang telah mengalami perubahan batimetri/topografi kelautan turun dan hampir sejajar dengan permukaan dataran pantai. Rekonstruksi pembangunan Aceh akibat gempa tahun 2004 belum mencerminkan standar ketataruangan kota yang berketahanan bencana, masih ada upaya masyarakat atau pelaku bisnis masih membangun hotel menjorok ke lepas pantai. Standar penataan ruang kota-kota belum berbasis gelogi kegempaan lokal, standart bangunan konstruksi masih banyak tidak berketahanan gempa.
Peletakan prasarana infrastruktur belum berlandas kajian detail vulnerability dan tingkat kerawanan masih tetap tinggi, karena diletakan didaerah yang bukan kawasan yang stabil  dan merupakan kawasan daerah hijau yang seharusnya menjadi zona penyanggahan bencana sehingga Aceh kini sering mengalami bencana banjir dan gerakan tanah, dan strategis peletakan tata ruang Aceh yang sangat vital dan pusat pemerintahan masih berada dalam kawasan empat zona patahan yang membelah daratan Aceh hingga ke Pulau Simeulue, di masa depan masih akan “menghasilkan sejumlah bahaya” dari bencana man made disaster dan natural disaster.
Kejadian bencana lalu sudah seharusnya dilaksanakan dan bukan lagi direnungkan karena bencana setiap saat datang tanpa permisi, bencana sudah memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat Aceh untuk direfleksikan sebagai pedoman hidup selaras bersama alam daripada menerima isu-isu ramalan akan ada gempa besar melalui sms atau selebaran yang menyesatkan, dan yang menyebarkan informasi itu sedang mencari keuntungan diatas kegelisahan masyarakat terhadap gempa yang datang tanpa permisi.

M. Anwar Siregar
Geolog, tulisan ini sudah pernah di muat di harian 'ANALISA" MEDAN 16 Mei 2010, artikel ini akan dibukukan.

28 Sep 2011

INDONESIA MALAS BELAJAR SEJARAH GEMPA


INDONESIA MALAS BELAJAR SEJARAH GEMPA
OPINI
M ANWAR SIREGAR


Indonesia merupakan negara yang berada di jalur Ring of Fire atau negara yang rawan bencana alam geologi seperti tsunami, gunung api, gempa tektonik, gerakan tanah dan bencana klimatologis seperti banjir dan perubahan iklim serta cuaca. Bencana ini datang dengan tiba-tiba tanpa peringatan sehingga memerlukan kemampuan kesiapsiagaan, mitigasi fisik dan non fisik serta sosialisasi penanggulangan secara berkala kepada masyarakat agar dapat menyelamatkan diri dari ancaman bencana.

Jika direnungkan lebih arif dari apa yang telah terjadi dari sejarah dan peringatan akan adanya bencana seperti tanda-tanda bencana gempa oleh para ahli geologi dan geofisika sebelum bencana itu terjadi. Tetapi pemerintah tidak pernah dan lamban mengantisipasi serta kita tidak terlalu menghiraukan temuan mereka.

Sebagai contoh sejak tahun 2000 dan terakhir pada Seminar tentang Tsunami Disaster pada awal 2004 Dr. Danny Hilman Natawijaya, ahli gempa bumi alumni California Institute of Technology (sumber Kompas, 9/1/05), memprediksi bahwa gempa bumi besar akan muncul di pesisir Barat pulau Sumatera. Namun prediksi ini hanya ditanggapi dingin oleh pemerintah.

Prediksi tersebut memang telah terbukti dengan terjadinya gempa besar berkekuatan di atas 7.0 skala richter di Aceh Desember 2004, Pulau Nias 2005, lalu disusul ke Provinsi Bengkulu dan Sumatera Barat pada tahun 2007 dan berlanjut pada tahun 2009 serta diselang selingi gempa berkekuatan sedang di daratan Sumatera. Seperti gempa di Muara Sipongi dan Tapanuli (2008), sekarang dengan kejadian berikutnya di tahun 2010 di Aceh (Sinabang dan Meulaboh, 7.0 SR dan 7.2 SR) dan Panyabungan berlangsung 3 kali dengan durasi 3-6 jam dari gempa utama yang terasa cukup kuat dengan kekuatan 6.0 SR yang goyangannya terasa di Provinsi Riau.

Belum lagi kejadian gempa-gempa kuat di wilayah Timur Indonesia yang berlangsung terus menerus dan kemampuan pemerintah baik pusat maupun daerah belum mampu mengatasi kendala bantuan sehingga hidup masyarakat semakin sengsara karena manejemen tangga darurat begitu lamban. Semua hal ini bisa diatasi bila “rajin belajar”.

Hidup tanpa peringatan
Bertitik tolak dari prediksi yang dikemukan oleh para ahli geologi dan geofisika, seharusnya pemerintah mengubah cara pandang atau paradigma dalam mengambil keputusan pembangunan fisik. Dengan meningkatkan kemampuan pengadaan jaringan teknologi peringatan dini bagi masyarakat di daerah rawan bencana. Karena terdapat 1200 daerah rawan bencana yang masyarakatnya hidup tanpa teknologi peringatan dini.

Hal ini penting, berdasarkan posisinya di permukaan bumi, Indonesia banyak menyimpan potensi terjadinya bencana alam antara lain gempa bumi, gunung berapi meletus, gerakan tanah dan banjir. Sehingga  Indonesia ke depan masih akan banyak menghadapi bencana.

Dari fenomena uraian tersebut, seharusnya pemerintah telah mempersiapkan rakyat untuk lebih selaras menyesuaikan kondisi dan kebijakan rencana pembangunan ketataruangan bagi kepentingan masyarakat. Dari pengamatan selama kurun 10 tahun terakhir ini sejak terjadinya bencana gempa bumi di Bengkulu (2000) kemampuan analisis serta sepak terjang pemerintah dalam mengelola bencana membuat kita harus mengelus dada. Pemerintah belum mampu menjamin keselamatan para penduduknya.  Dan tanggap darurat dan pengambilan keputusan serta manajemen penyaluran bantuan bencana sangat panjang melalui berbagai rantai birokratis yang berbelit dan penuh dengan nuansa politik dan korupsi dana bantuan.

Pemerintahan Indonesia tidak dirancang sebagai pemerintah yang berkesadaran bencana. Hal ini dapat kita lihat dari sering terlambatnya antisipasi pemerintah bila ada bencana walau sekecil sekalipun. Tetapi bencana masih dilihat sebagai takdir yang berharap tidak akan pernah datang.

Karenanya, kesiapsiagaan pemerintah merespon bencana boleh jadi nir-sistim. Pemerintah belum memiliki sistim pengelolaan bencana yang terpadu, yang ditandai dengan ketiadaan kebijakan dan kelembagaan yang pasti, banyak peraturan dan kebijakan pemerintah, serta masih ada dalam bentuk konsep. Justrunya menghambat manajemen bencana, kapasitas sumber daya manusia yang tidak terlatih, infrastruktur dan peralatan dan dana riset yang amat terbatas dan tidak ada sistem peringatan dini di wilayah-wilayah rawan gempa.

Maka bertumbanganlah korban-korban yang tidak berdosa. Kita justrunya menghasilkan dosa besar karena kemalasan yang tidak mau belajar dari kesalahan terdahulu. “Apakah Tuhan mulai bosan dengan tingkat laku kita, yang bangga dengan dosa-dosa”, (Ebiet G Ade). Sehingga ditimpahkan bencana mengerikan di negeri ini.

Riset gempa kecil
Membangun sebuah kota memerlukan perencanaan yang komprehensif dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu dan partisipasi masyarakat memberikan masukan informasi. Keberadaan suatu lokasi hunian yang telah ditempati dari generasi ke generasi penting sebagai bahan rujukan tentang kejadian geologi yang pernah berlangsung di suatu wilayah yang belum tercatatkan sejak era teknologi pencatatan gempa. Hal ini dapat digunakan untuk menelusuri keberadaan kejadian gempa kecil yang dianggap remeh dan umumnya yang dicatat adalah kejadian gempa besar sekaligus dijadikan kalkulasi prediksi (patokan) gempa dimasa mendatang.

Kejadian gempa kecil itulah dapat memberikan gambaran yang lebih jelas di suatu wilayah dalam penataan ruang wilayah walau tata ruang wilayah itu belum pernah mengalami kejadian luar biasa bencana gempa. Namun suatu saat dapat memberikan unsur kejutan. Penyebabnya, akumulasi kekuatan bumi selalu bergerak dan bergeser, melalui retak-retakan yang kecil dan berukuran pendek.

Namun apabila ada responsibilatas energi seismik yang ada di sekitarnya akan memberikan stimulus lebih lanjut dari kelanjutan ukurannya. Bila diibaratkan dalam suatu roda kendaraan off road yang menggunakan sistim penggerak 4 x 4, maka tekanan yang disebabkan oleh retakan ke daerah yang memikul beban berat atau tumpukan beban lempeng berupa blok-blok batuan yang bergeser dan menumpuk di atas beban yang lebih tua (blok batuan lebih tua dan rapuh). Maka tekanan roda ban akan dipindahkan ke roda yang tidak menanggung beban berat agar ditemukan keseimbangan. Begitu juga tekanan blok batuan yang terhimpun di lakosi tertentu akan mendesak dan membentuk retak-retak tapi suatu saat akan rapuh. Seperti halnya ban mobil suatu saat mengalami penggembosan maka terjadi suatu ledakan.

Riset dari gempa kecil jarang dilakukan oleh perencana pembangunan fisik untuk infrastruktur dan sering dianggap remeh serta umumnya dimasukan sebagai kategori gerakan tanah. Padahal gerakan tanah masih berhubungan langsung dari gempa bumi tremor. Gempa bumi tremor yaitu gempa yang sering berlangsung terus menerus dalam skala sangat kecil dan tidak terasa oleh manusia dan berubah menjadi besar bila sering berlangsung gempa-gempa besar dengan dampak gerakan tanah di berbagai lokasi. Ini disebabkan fisik tanah telah mengalami “pengayakan” atau menjadi lembek yang kemudian berubah menjadi longsoran material tanah dan batuan.

Diperlukan penelitian bagi wilayah yang belum pernah mengalami gempa besar tapi sering mengalami gempa kecil melalui pemahaman informasi geologi bawah permukaan. Caranya dengan meningkatkan dana riset geologi bawah permukaan sebagai kajian zonasi lahan untuk pembangunan sarana infrastruktur berat.

Contoh kasus ini, kejadian jalan tol Cipularang, atau juga disepanjang jalan Kotanopan ke Kabupaten Pasaman, jalan Aek Latong, jalan Kecamatan dari Sipirok ke Saipar Dolok Hole. Di Kecamatan SDH memang belum pernah mengalami guncangan gempa dahsyat diatas 4.0 SR namun karena kondisi geologinya berada di dekat lokasi pertemuan tumbukan lempeng blok batuan Sumatera di Sipirok, alhasil tekanan itu mendesak dan membentuk retak-retak pendek di bawah permukaan bumi. Ini akibat akumulasi waktu pengumpulan energi puluhan tahunan sehingga menghasilkan gerakan tanah 100 meter di bawah permukaan dan efek penjalaran penyebaran retakan baru memberikan kelanjutan ukuran dibawah permukaan menjadi hampir 1 km.

Efek likuafaksi dapat dilihat dari sarana bangunan dengan adanya pergeseran serta pengangkatan jalan dan hancurnya sarana ibadah. Lokasi tata ruang wilayah itu bila dilihat kasat mata nampak sangat “bagus” untuk pembangunan fisik namun menyimpan potensi bencana.

Harus belajar
Pemerintah harus belajar dari kejadian bencana-bencana terdahulu sebagai cerminan persiapan pembangunan di masa mendatang. Jika diperumpamakan sebagai pelajar, jika ingin naik kelas maka dituntut untuk memahami materi pelajaran yang sudah diajarkan. Pelajaran yang diberikan akan memberikan gambaran kemampuan siswa tersebut untuk mengantisipasi kelemahannya sekaligus akan memberikan gambaran mengatasi kesulitan dia dalam hidup untuk mempertahankan kehidupan.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang seharusnya mengambil hikmah yang telah dianugerahkan Pencipta Alam Semesta. Merenungkan bagaimana Bangsa Indonesia hidup selaras dengan memahami semua kejadian alam sebagai ”pekerjaan rumah” yang berupa materi ”pelajaran sejarah bencana”. Maka Indonesia harus lulus ujian pelajaran bencana yang diberikan ”sang guru alam” yaitu dengan mengurangi dampak korban serta menciptakan teknologi ramah lingkungan dan peringatan dini tsunami yang disebarluaskan ke daerah rawan dan non rawan bencana.

Belajar dari pengalaman ini, pihak pemerintah daerah yang memiliki wilayah pesisir yang rawan gempa, tsunami, dan tanah longsor hendaknya menata kembali wilayahnya. Caranya dengan tidak membangun wilayah permukiman, fasilitas ekonomi, dan industri di dekat pantai. Menata ulang tata ruang hunian dan infrastruktur vital dari kehancuran bencana. Selain itu, perlu dipersiapkan peralatan teknologi dini tsunami, seismograf  dan sirene di setiap daerah rawan bencana, jalur evakuasi untuk penyelamatan penduduk dari ancaman tsunami dan dibangun lokasi pengungsian serta depo untuk bahan makanan dan obat obatan bagi para pengungsi.

Sosialisasi edukasi informasi geologi daerah rawan bencana perlu dilakukan secara berkala. Dari semua itu, pemerintah seharusnya sudah memahami pelajaran yang sudah diberikan namun kenapa juga “bandel” dengan tidak menyelesaikan dan menetapkan RUU kegeologian sebagai UU agar dapat memberikan efek lebih keras bagi segenap lapisan masyarakat. Pemerintah ataupun stakeholder untuk mengendalikan nilai “rapor merah” (baca : korban yang banyak) sehingga Indonesia dapat dianggap sebagai bangsa yang berhasil ”lulus ujian”.

DITERBITKAN PADA HARI Wednesday, 04 August 2010 06:02 HARIAN WASPADA MEDAN

SUMUT WASPADA BENCANA GEOLOGI : Geologi Disaster


SUMUT WASPADA BENCANA GEOLOGI
M ANWAR SIREGAR

Sumut sekarang benar-benar mengalami kejadian bencana geologis dengan meletusnya gunung Sinabung pukul 00:08 WIB (Waspada 29 Agustus 2010). Sumut masih akan diselimuti berbagai jenis bencana geologis di masa mendatang sesuai “tradisi” di negeri seribu bencana. Setelah gerakan tanah, menyusul bencana banjir, lalu bencana gempa datang tanpa permisi kemudian hadir lagi bencana maut gunung api ikut berpesta pora.

Bahwa bumi yang sebagai satu sistim yang melingkupi lingkungan geologi di tempat dimana manusia hidup beraktivitas terdiri dari sistim atmosfir. Ini berasal dari berbagai gas mengeliling bumi menghasilkan perubahan temperatur udara, oleh pantulan radiasi infra merah dan gas rumah kaca. Sistim samudera (hidrosfir) yang merupakan lingkungan perairan luas yang menahan panas lalu diserap dari radiasi matahari lebih lama dibandingkan daratan akan menghasilkan intraksi dengan atmosfir. Ini mengubah siklus-siklus harian dan musiman serta mempengaruhi iklim dan kondisi setempat.

Sistim bumi masih terdapat dalam satu lingkup saling berhubungan antara lain sistim siklus hidrogeologis yaitu sistim penataan pola air atas dan bawah permukaan bumi. Ini dapat mempengaruhi kondisi lingkungan kelembaban bumi dan tempat manusia menjalankan rutinitas kehidupan dikenal sistim biosfir yaitu antara daratan tanah (litosfir) dan bagian atas kerak bumi dengan udara (lapisan bagian bawah atmosfir) dan hidrosfir. Juga serta sistim daratan (litosfir) yang menopang berbagai ekosistim kehidupan dalam ratusan bahkan ribuan tahun hingga mengalami evolusi yang menghasilkan jenis kebencanaan geologis dan klimatologis seperti sekarang.

Kebencanaan Sumut
Sumatera Utara termasuk salah satu provinsi di Indonesia memiliki karakteristik tingkat kebencanaan geologis yang sangat tinggi. Ini dicerminkan oleh tingkat kerentanan dan kerawanan kondisi geologi yang membentuk wilayah Sumatera Utara dan Pulau Sumatera keseluruhan. Dengan ditemukan berbagai jenis sumber ancaman alamiah, terdapat zona penumbukan lempeng yang menghasilkan gempa besar di daratan dan di lautan.

Zona jalur sirkum pegunungan muda yang bertemu di wilayah Indonesia, menghasilkan zona subduksi vulkanik yang membelah daratan Sumatera Utara dan terdapat. Juga rangkaian pegunungan bawah laut di Pantai Barat Sumatera Utara yang menghasilkan gempa dan tsunami dahsyat. Selain itu Pantai Barat Sumatera Utara terdapat berbagai perbedaan densitas anomali perubahan cuaca sangat tinggi yang menghasilkan hujan salah musim. Pantai Timur Sumatera terdapat ancaman bencana perubahan anomali kekuatan angin dengan bencana angin puting beliung serta tingkat curah hujan yang rata-rata tinggi menghasilkan bencana banjir.

Tinjauan kebencanaan alam dari segi oceanografis dan metorologis di wilayah Sumatera Utara mencakup aspek perbedaan sensitif terhadap perubahan angin musiman, gelombang pasang, arus pasang surut di sebalah Barat dan Timur yang memiliki perbedaan sangat kontras. Bagian Barat Pantai Sumatera Utara sampai ke Pulau Jawa terdapat dua kutub Lautan Hindia (Indian Ocean Dipole/IOD). Satu Kutub berada di kawasan Pantai Sumatera sampai Jawa. Sedangkan Kutub lain berada di kawasan Pantai Timur Afrika.

Interaksi sistim samudera yang mempengaruhi bahaya kebencanaan alam klimatologis dengan sistim daratan (litofir) bagi provinsi Sumatera nampak jelas. Yaitu hujan salah musim yang sekali muncul di Pantai Barat dan Timur Sumatera Utara yang menyebabkan banjir yang tidak merata. Implikasinya yang harus diperhitungkan dimasa mendatang sebagai tingkat kewaspadaan yaitu ENSO (El Nino South Ossilation) yang dapat menghasilkan gelombang pasang yang tinggi disekitar Pulau Nias dan Teluk Sibolga. Ini karena ada gangguan (disturbance) di palung laut di Selatan Jawa akibat tekanan perubahan gerak lempeng bumi. Kemudian gerak ini menghasilkan gempa bumi dan perubahan batimetri (topografi) kelautan dan perubahan titik-titik koordinat pulau-pulau di sepanjang Pantai Barat Sumatera Utara akibat gempa.

Tekanan lempeng bumi yang saling menumbuk itu telah menekan hingga menerobos jantung benua Australia yang menghasilkan destabilitas energi bagi ENSO akibat tidak ada energi pendorong ketika mendekati puncak (peak fhase). Maka wilayah di Pantai Barat Sumatera terutama di Utara Sumatera dan Aceh akan mengalami berbagai ketidakpastian kondisi cuaca yang ekstrim. Ini telah diperlihatkan oleh ketidakteraturan intensitas curah hujan, angin kencang, tinggi gelombang dan perubahan temperatur udara  yang tinggi bagi kota Medan dan sekitarnya mencapai 35oC.

Kritis gempa daratan
Sumatera Utara dilalui tiga segmen patahan daratan yakni Patahan Renun sepanjang 220 km, Patahan Toru sepanjang 95 km, dan Patahan Angkola sepanjang 160 km atau total sepanjang 475 km. Ketiga patahan ini membelah dan mencacah-cacah bentangalam geologi Sumatera Utara sehingga banyak ditemukan lembah-lembah tektonik dan graben-graben disertai juga depresi vulkano-tektonik yang dapat menghasilkan kekuatan gempa dahsyat dengan jangkauan perambatan energi seismik dalam ratusan kilometer.

Patahan Renun berada di wilayah Aceh Tenggara, Dairi, Tapanuli Utara dan daerah pemekarannya, melintasi sebagian wilayah Tanah Karo. Patahan Renun memiliki kelanjutan pasangan yang terpotong diwilayah Langkat, Karo, Humbahas, hingga ke Tapanuli Tengah. Patahan Toru melintasi wilayah Tapanuli Selatan, Paluta, Palas, Padangsidimpuan. Patahan Angkola membelah wilayah Tapanuli Selatan, dan sebagian Mandailing Natal.

Pemerintah Sumatera Utara sudah harus memperhitungkan akumulasi beberapa ruas patahan yang saat ini dalam kondisi kritis gempa dibeberapa wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Karo, Langkat dan Mandailing Natal. Kekuatan gempa yang tercatat di daratan Sumatera Utara mencapai 7.2 Skala Richter dan rata-rata 6.2 SR. Daerah kritis gempa yaitu Tapsel-Tapteng (1936), Karo (1921), Taput (1987), Madina 1892, Humbahas-Tobasa 1941. Nias (2005).

Diperkirakan dalam 5 tahun ke depan Sumatera Utara akan “panen gempa”, perhitungan hasil panen gempa itu dapat di kalkulasi dari masa waktu tahunan pelepasan “energi tenaga dalam” yang tercatat di masa lalu yaitu antara 5-10 tahun dan 50-80 tahun dan kita perlu diingatkan bahwa akhir-akhir ini deformasi bumi mengalami “gangguan tahunan” siklus yang tidak teratur lagi, contoh gempa di Aceh sepanjang 2010 dengan kekuatan diatas 7.0 Skala Richter dengan gempa dahsyat Aceh-Nikobar pada tahun 2004. begitu juga dengan gempa yang berlangsung di sekitar Pulau Nias dan Mentawai.

Waspada bahaya gunung api
Gunung api terbentuk pada empat busur, yaitu busur tengah benua, terbentuk akibat pemekaran kerak benua; busur tepi benua. Terbentuk akibat penunjaman kerak samudara ke kerak benua; busur tengah samudera, terjadi akibat pemekaran kerak samudera; dan busur dasar samudera yang terjadi akibat terobosan magma basa pada penipisan kerak samudera.


Gambar : Letusan Gunung Sinabung 29 Oktober 2013, (Sumber : Foto SR. Wittiri, Geomagz, edisi 2014)

Lokasi Gunung Sinabung dan Kompleks Kaldera Toba
(Sumber :  http://rovicky. files.wordpress.com/2013)


Meningkatnya aktivitas beberapa gunungapi di kawasan Sumatera karena ada keterkaitan antara gempa di Pantai Barat dan daratan Sumatera. Ini merupakan bagian dari pinggiran lempeng benua yang tipis oleh adanya gangguan oleh getaran responsibilitas energi seismik yang kuat dan mengusik ketenangan reservoir magma yang kosong sehingga mengalami pengisian penuh.

Letusan gunung api Sinabung terjadi karena gempa sering berlangsung di daratan Sumatera Barat dan menekan ruas patahan di bagian Sumatera Utara yang saling bersentuhan langsung dengan jalur patahan Renun. Ini membelah dan memotong Tanah Karo, sehingga gunungapi Sinabung mengalami tekanan kuat.

Selain itu, lokasi pembentukan gunung api ini masih berada dalam keselarasan pembentukan gunung api di Sumatera Utara di masa lalu. Ini saling terkait dengan proses pembentukan karakteristik jalur-jalur sesar geovultektonik-geomorfologi di daratan tinggi Bukit Barisan di sebelah barat disekitar Danau Toba sekarang.

Gunung api Sinabung merupakan salah satu gunungapi yang telah memberikan peringatan bagi pemerintah daerah bahwa masih akan ada bencana kegunungapian yang dalam satu “kelas” yaitu Tipe B. Diklasifikasikan sebagai gunung api yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmatic. Namun memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara antara lain gunungapi Sibual-buali, gunungapi Lubuk Raya/Hella Toba Tipe C di Tapanuli Selatan, gunungapi Pusuk Buhit di Samosir dan gunungapi Sibayak di Tanah Karo yang mesti diperhitungkan sangat ini karena lokasi sangat berdekatan dengan gunungapi Sinabung.

Aparatur pemerintah dalam memitigasi masyarakat harus bersikap persuasif terus menerus dengan memberikan imbauan yang menyejukan dan menguasai permasalahan yang ada serta koordinasi dengan instansi terkait. Apa yang terjadi di Tanah Karo itu ternyata masih ada yang belum mampu memberikan informasi yang akurat sehingga terjadi kebingungan bagi masyarakat dengan alasan peristiwa tersebut hal biasa dan masyarakat tak perlu panik (Waspada, 29 Agustus 2010).

Padahal tanda-tanda letusan gunungapi sudah diperlihatkan oleh adanya awan panas dan keluarnya lahar sebagai petunjuk untuk mengunsikan masyarakat. Bila dalam waktu 5 hari ke depan jika tidak ada tanda-tanda lontaran bom sebagai gejala letusan mulai terjadi maka masyarakat bisa kembali ke pemukiman. Tetapi yang terjadi di Karo terbalik, sehingga masyarakat masih banyak yang tinggal disekitar kaki gunung api Sinabung dan mengalami lahar panas.

Pemerintah Sumatera Utara sudah harus mempersiapkan simulasi mitigasi masyarakat dalam menghadapi kebencanaan gempa-tsunami serta gunung api secara berkala. Karena energi pelepasan seismik dalam kondisi matang berada di wilayah Tapanuli Selatan dan Tanah Karo dengan meletusnya gunungapi Sinabung. Kedua wilayah ini terdapat banyak gunungapi yang diperkirakan masih aktif. Sumatera Utara sebenarnya dalam waspada bencana geologi beberapa tahun ke depan. Mari kita siapkan diri menghadapi bencana dengan pengetahuan dan peralatan yang siap dipergunakan.
Penulis adalah Geolog, Pemerhati Masalah Lingkungan dan Geosfer. Tulisan sudah dimuat di harian WASPADA MEDAN 2010
http ://www. waspadamedan.com/opini

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...