Mitigasi Investasi Gunungapi : GEOLOGI MITIGASI
MITIGASI
INVESTASI GUNUNGAPI
SUMUT
Oleh :
M. Anwar Siregar
Dari hasil pengamatan
dan penelitian penulis, dapat diambil kesimpulan bahwa daerah yang memiliki gunungapi
ternyata masih rentan mengalami musibah bencana, bahwa sebagian kota di Sumatera Utara belum siap dan belum mampu
mengevaluasi, serta mereview
untuk memberikan arahan sosialisasi serta
strategi pengendalian penanggulangan
bencana gunungapi secara kontinu. Masyarakat yang berada di kawasan rawan
bencana letusan gunungapi masih beranggapan bahwa kejadian bencana dalam suatu KRB III tidak
perlu memperhatikan peta penyebaran inforamsi geologi daerah rawan bencana
gunungapi dan tetap beraktivitas.
Bahwa daerah gunungapi di Sumut
masih belum memiliki daya
konstruktif terhadap daya tahan bencana dan investasi jangka panjang dapat dilihat dari berbagai segi instrumen
antara lain : pola tata ruang investasi yang tidak tegas, manajemen sosialisasi mitigasi penanggulangan letusan
gunungapi yang belum terukur serta kemampuan sumber daya manusia dan teknologi
yang masih terbatas.
INVESTASI KRB
Data sejarah bencana sangat penting dalam menganalisis tingkat risiko yang
ditimbulkan dari berbagai bencana geologis khususnya letusan gunungapi, letusan
gunungapi sebenarnya sudah dapat diketahui dan gejala visual yang akan terjadi
dapat diketahui secara dini, namun jumlah korban masih tetap saja ada dalam
jumlah besar. Penyebab utamanya adalah pola pembangunan
fisik dalam tata ruang yang sudah diidentifikasi tingkat kerawanannya dan
biasanya sudah dipetakan dan dimasukan kedalam suatu peta risko bencana
gunungapi yaitu Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB).
Peta tata ruang KRB mencakup suatu standar prosedur tetap (protap) atau
SOP yang sudah baku, dan memuat
suatu pedoman yang harus dipatuhi oleh pemerintah, pelaku usaha atau
investor dan masyarakat dalam suatu Kabupaten dan antisipasi bagi Kabupaten tetangganya. Peta KRB dapat
digunakan sebagai acuan untuk modal investasi pembangunan infrastruktur fisk dan pariwisata, juga sebagai landasan pembangunan daerah tata
ruang detail wilayah.
Yang menjadi sumber masalah investasi
jangka panjang bagi tata ruang didaerah rawan bencana gunung api adalah
bagaimana memperhitungkan 7 (tujuh) gunungapi yang ada di Sumut dan sebagian
gunungapinya masih berstatus kelas type B, dan umumnya “malas” naik kelas,
sehingga akan membahayakan jika terjadi letusan. Ini perlu menjadi renungan
bagi perencana pembangunan, ketika terjadi letusan gunungapi Sinabung pertama
kali pemerintah Sumut tidak siap, sebab peta KRB dibuat jika gunungapi sudah meletus,
maka baru diketahui daerah mana lintasan erupsi, Peta Keretanan Geologis Tinggi
(KGT) dan peta anomali gunungapi
banyak diantaranya belum ada. Permasalahan lainnya bagi investasi tata
ruang gunungapi yakni, jarang dibuat pembuatan infrastruktur fisik mitigasi
karena ketidakadaan data erupsi sehingga Sumut belum dianggap daerah tangguh
bencana gunungapi serta diperparah oleh sikap masyarakat beranggapan wilayah
ini tidak akan terjadi lagi letusan, sangat membahayakan dan dapat menyebabkan
korban mencapai 45 persen dari total jumlah penduduk yang mendiami suatu kota
yang dekat dengan gunungapi, jangkauan
erupsi/letusan gunungapi bisa mencapai minimal 5 km maksimal 21 km tergantung tingkat kekuatan letusan
gunungapi. Studi kasus ini bisa diambil dari pelajaran gunungapi
Sinabung.
SOSIALIASASI
MITIGASI
Selain pola tata ruang investasi KRB, maka sosialisasi mitigasi bencana gunungapi belum menjadi bagian dari
budaya hidup bagi masyarakat Sumut yang berada dalam jangkauan erupsi sejauh maksimal 21 km. Bahwa mitigasi
bencana gunungapi bagian dari
manajemen bencana (disaster management) atau manajemen darurat (emergency
management). Manajemen bencana meliputi : penyiapan, dukungan, dan
pembangunan kembali suatu masyarakat yang terkena bencana alam (natural
disaster) atau bencana buatan (man-made disaster). Manajemen sosialisasi mitigasi bencana gunungapi adalah suatu proses yang
harus diselenggarakan terus menerus oleh segenap pribadi, kelompok, dan
komunitas dalam mengelola seluruh bahaya (hazards) melalui usaha-usaha
meminimalkan akibat dari bencana yang mungkin timbul dari bahaya tersebut, karena gunungapi sudah diketahui kapan
mengeluarkan erupsi/letusan (plumed), maka perlu diadakan secara kontinu
pengenalan tentang bahaya, daerah aman, daerah kawasan rawan dan daerah zona
risiko erupsi. Namun hal ini belum terbumikan.
Masyarakat Sumut harus memahami mitigasi bencana gunungapi pertama, sebagai
upaya untuk pengurangan resiko atau sosialisasi resiko individu, kedua, sebagai
wahana sosialisasi informasi geologi untuk pengurangan kerentanan bahaya atau
bencana lingkungan lokal dalam suatu tata ruang di daerah rawan bencana, serta
ketiga, sebagai upaya manajemen edukasi untuk mereduksi-menekan jumlah korban
material dan fisik dan keempat, sebagai upaya mendorong masyarakat untuk
memahami geologi sebagai sumber pengembangan sumber daya manusia dalam
pembangunan berkelanjutan.
PELAJARAN BERIKUTNYA
Sumut harus bercermin dari pengalaman tahun 2010 dan 2013, walau baru satu gunungapi yang meletus dan naik
kelas, yaitu Sinabung dari mimpi lama sekitar 400 tahun lebih. Sinabung memperlihatkan gejala alam agar manusia
belajar dari multi resiko bencana
alam setelah gempa besar Nias, banjir dan musibah lingkungan. Tujuannya sudah
jelas, agar pemerintah dan masyarakat Sumut arif dalam memahami hidup dan beraktivitas disekitar gunungapi dapat
membahaya keselamatan serta
dapat mengganggu kondisi gunungapi itu sendiri.
Hikmah yang diambil dari letusan Sinabung bagi pemerintah daerah Kabupaten/Kota adalah agar menyusun kebijakan yang tegas dalam perencana
pembangunan tata ruang investasi lahan yang mengikuti tingkatan bahaya dalam pola tata ruang KRB, menjadi prosedur
tetap dalam memberikan izin kelayakan pembangunan fisik investasi yaitu dari tingkatan bahaya KRB III
(tinggi), KRB II (menengah) dan KRB I (rendah). Memperkirakan arah erupsi gunungapi
dengan mempelajari karakteristik geologi letusan gunungapi dimasa lalu, berguna
sebagai pedoman pengendalian investasi pembangunan ditingkat lokal, mencegah
penurunan daya tahan investasi fisik serta peningkatan ketahanan sosial ekonomi
untuk menghadapi kejutan eksternal (external shock) bencana berikutnya,
berkaitan langsung dengan upaya lokal dengan karakter lokal sehingga
membutuhkan manajemen informasi geospasial yang memadai.
Disiplin menjalankan aturan SOP yang sudah
ditetapkan dalam peta KRB, maupun peta KGT untuk mengurangi resiko bencana gunungapi di Sumut suatu saat nanti, yaitu
pertama, meningkatkan manajemen
sosialisasi bencana gunungapi bagian dari program pembangunan, kedua meningkatkan
kesadaran dan membangun kapasitas mitigasi bencana melalui penataan ruang yang
berada dalam zona KRB dan zona resiko letusan gunungapi yang banyak melibatkan
aspek sosial, budaya dan teknis secara simultan.
Sehingga Sumut tangguh dan cemerlang dalam
membangun pengurangan resiko bencana
letusan gunungapi di perkotaan yang dapat menjangkau wilayah inti dan pesisir perkotaan, serta
cerdas memahami gejala-gejala alam
gunungapi karena sebagian besar tata ruang kota di Sumut banyak masyarakatnya
menetap di kawasan pegunungan dimana proses geologis masih berlangsung kembali,
membutuhkan pemahaman karakteristik kebencanaan yang berlangsung didaerah
tersebut sebagai upaya untuk mempersiapkan cetak jejak masa lalu, masa kini dan
masa sekarang dalam bentuk informasi peta daerah rawan bencana untuk
landasan pembangunan fisik.
Sadar akan kondisi lingkungan gunungapi, akan membuat manyarakat lebih
waspada dengan resiko yang dihadapi maka pelatihan dan simulasi mitigasi harus diadakan secara teratur
berbasis masyarakat dan memasukan kedalam kurikulum pendidikan dasar sesuai
dengan budaya kearifan lokal yang membentuk karakter masyarakat Sumut disekitar gunungapi.
M. Anwar Siregar
Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan
Energi Geosfer-Kelautan.
Komentar
Posting Komentar