May 2, 2016

Jangan Membuang Air

AGAR AIR TIDAK TERBUANG PERCUMA
Oleh M. Anwar Siregar
Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum yang menyebabkan sumber daya air yang sering dibuang percuma karena alih fungsi lahan tidak hanya mengancam ketahanan pangan tetapi juga berdampak pada hilangnya investasi pemerintah dalam pembangunan jaringan irigasi, peningkatan eskalasi risiko banjir, dan mengurangi ketersediaan air. Begitu juga pemanfaatan sungai kini berubah alih fungsi.
Sungai-sungai dulu sebagai organisme yang mampu memamah biak benda-benda yang dibuang ke dalamnya dan memberikan pasokan air yang memadai untuk kehidupan. Namun di era sekarang, sungai-sungai yang banyak membelah tata ruang kota besar di Indonesia kini berubah wujud menjadi kawasan kumuh, berubah wujud tempat pembuangan sampah yang terbuka, dijejali dengan berbagai ton sampah limbah industri dan buangan rumah tangga yang tidak mungkin lagi atau tidak mudah dicerna guna menghasilkan air yang sedikit bersih sekalipun.
Fakta itu dapat kita lihat di sepanjang sungai-sungai di kota kita, berderet rumah yang dibangun disisi tebing sungai dan mengalirkan limbah ke sungai yang berfungsi sebagai sumber air kehidupan, limbah buangan industri dan rumah tangga mampu mematikan ekosistim yang dapat mendaur ulang kotoran sungai untuk dijadikan sumber air bersih. Kerusakan lingkungan pada ekosistim sungai dan pantai dapat dilihat dari rusaknya hutan bakau sungai, yang berfungsi sebagai penahan abrasi longsoran pada sisi tebing sungai dan pantai. Penghancuran pohon yang berakar langsung pada sisi tebing memungkinkan terjadinya longsoran dan air mudah mengalir deras ke atas permukaan dan pemukiman.
PENGENDALIAN RTH
Pengendalian pemanfaatan RTH di Indonesia saat kurang dalam sosialisasi untuk mecegah bencana banjir sehingga air permukaan itu mengalir menghanyutkan segala apa yang ada di permukaan dan tidak termanfaatkan dengan baik dalam bentuk parkir air di dalam tanah terutama dalam Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Untuk mengendalikan air dalam bentuk RTH di daerah pemukiman dapat digunakan beberapa alternatif sederhana namun sebagian masyarakat di Indonesia kadang malas mengimplementasikan dalam bentuk karya kecil namun sebenarnya bermanfaat bagi semua makhluk di bumi yaitu di daerah tempat tinggal lakukan biopori diatas tanah seukuran 1 x 2 meter, baik dihalaman depan rumah maupun di halaman belakang.
Dalam 1 tahun, pada sebidang tanah tumbuhan dapat menguapkan air setinggi 60 cm dalam areal tersebut dan di hutan dapat sampai dua kalinya yang merupakan sebuah sistim hidrologi yang dijalankan sendiri oleh alam.
Membuat taman yang seukuran sebidang tanah akan terdapat sistim penyerapan air cepat menyerap ke dalam tanah agar air dapat tersimpan baik di dalam sistim hidrologis, agar dapat juga melakukan respirasi dan penguapan air ke udara dan menjadi air hujan. Membuat daerah resapan mutlak bagi setiap lahan kawasan hijau dengan mengendalikan perubahan peruntukkan lahan agar tidak menjadi daerah hunian untuk berbagai jenis konstruksi apapun terutama di daerah perbatasan yang memiliki topografi curam/hulu ke landai/hilir seperti kota besar Medan dan Jakarta ataupun Bandung. Membuat daerah resapan khusus untuk air di beberapa pedesaan dengan memanfaatkan karakteristik geologi air daerah ke zona kantong parkir dengan mengembangkan pola jenis tanaman yang cocok dengan kondisi fisik tanah, daerah resapan ini umumnya dibuat didaerah kota desa urban sehingga dapat mengendalikan banjir bandang ke Ibukota Propinsi ataupun Ibukota Kabupaten yang umumnya kota-kota tersebut telah banyak mengalami perubahan peruntukkan lahan hijau terbuka atau semakin terbatasnya ruang hijau terbuka.
Membuat kawasan hijau terbuka terbatas ketat dengan daerah hunian permukiman modern dengan keharusan membangun air limbah komunal agar tidak terjadi dampak pembusukan udara, membuat sumur resapan dan biopori.
Menjaga kualitas hutan terutama akar-akar pohonan di kota-kota besar, sehingga air yang jatuh ke dalam bumi mengalir di atas sebagai run-off akan menuju ke sungai-sungai dan danau. Air yang ada di sungai dan danau kembali akan menguap karena pemanasan oleh sinar matahari. Selain air yang ada di sungai, danau, empang dan waduk diserap akar pohon akan diuapkan kembali ke atmosfir oleh daun-daun dalam proses transpirasi.
Kesimpulannya, selamatkan hutan di pegunungan, selamatkan air, sama dengan selamatkan juga tanah yang berarti juga dapat menyelamatkan ekosistim dan berakhir dalam menyelamatkan manusia dari kekurangan air. Jadi air adalah sumber kehidupan dan jangan biarkan terbuang percuma.
PENGENDALIAN AIR KOTA
Indonesia sebagai negara yang sering mengalami berbagai jenis bencana alam seperti banjir juga memiliki potensi yang sangat besar dalam menampung dan menyerap luapan air yang muncul dipermukaan. Memerlukan sebuah konsep yang tepat dalam mengendalikan air yang dapat menyebabkan bencana banjir di perkotaan dengan pemberdayaan sumber daya manusia, potensi banjir yang umumnya lebih banyak disebabkan oleh manusia harus dikembalikan lagi dan kelola oleh sumber daya manusia untuk sumber daya manusia, seperti semboyan demokrasi.
Maka sumber daya manusia sangat berperan dalam mengendalikan air agar tidak terbuang percuma khususnya dalam mengendalikan air permukaan seperti dampak curah hujan tinggi yang menghasilkan banjir antara lain mengendalikan kerusakan drainage dengan membuat sistim drainage yang tepat ke posisi kantung air serta menyesuaikan juga bentuk karakteristik kanal untuk menampung air lebih banyak di pusat perkotaan.
Yang paling penting adalah membuat sistim penyerapan air permukaan agar terserap cepat kedalam tanah dengan banyak membuat RTH serta pengendalian tata ruang yang tidak melebar seperti berbentuk horizontal namun dibuat dalam bentuk vertikal dan didaur ulang fungsi-fungsi agar dapat menjalankan kemanfaatannya.
AIR MASA DEPAN
Air bersih menjadi krusial di masa depan, banyak bencana banjir yang melanda di negeri ini merupakan buruknya tata kelola lingkungan tempat keterdapatan air yang berada dipermukaan dan di bawah permukaan bumi, bencana banjir tidak akan sering terjadi jika kita mampu mengendalikan ego dalam pemanfaatan tata ruang yang berada di wilayah kota maupun pedesaan. Banjir merupakan masalah klasik dapat diatasi jika semua mau memahami eksistensi sumber daya ruang dimana sumber daya air, hutan dan manusia bertemu untuk menikmati segala jenis ekosistim yang harmonis dalam pemanfaatannya.
Air bersih akan menjadi sangat vital, sebab konsumsi air terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, sementara tekanan terhadap sumber-sumber air semakin besar akibat kehilangan ekosistim pendukung dan kekurangan pedualian masyarakat untuk memelihara sumber daya air tersebut.
Saat ini, air sudah semakin langka ditemukan di kota-kota besar di dunia, termasuk di Indonesia, ketika masuk musim kering kita sering melihat antrian masyarakat untuk mendapatkan air bersih dari pegunungan yang diangkut dari truk air minum untuk konsumsi. Setiap hari warga Jakarta dan sebentar lagi beberapa kota di Indonesia akan mengikuti jejak Jakarta akibat berkurangnya sumber air bersih, dampak dari pesatnya perubahan tata ruang yang banyak mengalihkan fungsikan daerah hijau, bukanya mendaur ulang tata ruang agar semakin padat tetapi terus melebar hingga ke daerah resapan seperti zona sanggahan hijau.
Sekali lagi ditekankan bahwa telah nampak dipermukaan bumi Indonesia sepanjang tahun terus terjadi banjir, pengotoran dan pencemaran air dan berkurangnya air di beberapa daerah dampak dari kemajuan global yang tidak memperhitungkan efek-efek air yang terbuang percuma. Maka budayakan dengan bijak pemanfaatan lahan hijau agar air tidak menghasilkan banjir dan berbagai bencana kerugian lainnya.
M. Anwar Siregar
Enviromentalist Geologist, kerja di Tapsel
Tulisan ini sudah di Publikasi di Harian "ANALISA" Medan, Tgl 9 April 2016

No comments:

Post a Comment

Related Posts :