May 2, 2016

Mengapa ada Bumi


MENGAPA ADA HARI BUMI
Oleh M. Anwar Siregar
Hari bumi yang diadakan pada bulan Maret setiap tahun, dan masyarakat internasional selalu memaknai hari bumi dengan selamatkan bumi, makna hari bumi selalu diadakan dengan tema hanya ada satu bumi, hanya ada tempat hidup di dunia bagi manusia yaitu di bumi,
Bencana kabut asap yang sering terjadi dan kadang bisa berlangsung dalam satu bulan, telah menimbulkan bencana perubahan iklim global dibarbagai bandara udara di Sumatera dan Kalimantan, dampak dari kebakaran hutan  yang menghiasi udara disekitar gedung, dan langit sepanjang jalinsum dan pantai timur Sumatera dan sebagian pantai barat, udara di garis khatulistiwa yang sebelumnya bersih dari gangguan polusi menjadi pekat dan pengat oleh kabut asap, dan melintas perbatasan antara negara di kawasan Asia Tenggara. Diperlukan renungan yang sungguh-sungguh dalam menekan bencana kabut asap untuk mengendalikan lapisan ozon agar tidak bebas menerobos ke bumi.
Dalam rangka mengendali kerusakan lapisan ozon dalam skala global, upaya yang sering dilakukan masyarakat dunia saat ini adalah melakukan gerakan menanam pohon serta menggunakan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan serta penghematan dan efisiensi penggunaan bahan bakar diseluruh elemen aktikvitas kehidupan. Disinilah peran hari Bumi di perlukan eksistensinya bagi keberlangsungan kehidupan.
HARI BUMI
Kondisi lingkungan global saat ini memerlukan suatu gerakan untuk mengendalikan kerusakan di bumi. Masyarakat internasional lalu mencetuskan pentingnya suatu hari khusus untuk merenungkan keberadaan bumi bagi manusia di era sekarang. Hari bumi memang sangat penting bagi sumber inspirasi hidup untuk mengendalikan kerusakan di bumi, lihatlah kabut asap yang sering berlangsung di Indonesia yang sudah terjadi sejak kebakaran besar yang melanda Pulau Sumatera dan Kalimantan pada tahun 1997 hingga ke era sekarang. Yang merusaknya adalah manusia itu sendiri, jadi perlu sebuah renungan untuk sebuah keberadaan manusia yang hidup di bumi.
Kehidupan manusia sangat bergantung kepada sumber-sumber daya alam dan kondisi lingkungan di bumi, oleh karena itu masyarakat dunia harus berusaha keras untuk mencegah kehancuran yang lebih luas untuk menjaga keberlangsungan hidup dan perlu suatu sistim pembangunan hijau yang berkelanjutan untuk mendukung kehidupan dimuka bumi.
Salah satunya adalah memelihara dan melestarikan sistim pendukung kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya termasuk bumi itu sendiri, mengingat segala sesuatu yang ada dibumi merupakan sumber daya yang terbatas, penggunaan yang berlebihan harus dibatasi karena suatu saat akan habis.
Kondisi global bumi saat ini sudah mendekati tingkat kehancuran dengan tingkat pencemaran CO2 di Tanah Air sudah sangat memprihatinkan dengan bukti pemanasan global dan perubahan iklim sudah berlangsung dengan menelan korban akibat kenaikan emisi CO2 dengan bencana jerabu antar lintas negara, melumpuhkan perdagangan dan transportasi udara serta distosrsi belanja publik bagi pemerintah.
Kondisi lingkungan global bumi saat ini sudah mendekati tingkat kehancuran, diatas permukaan bumi penuh pertumpahan darah akibat perang politik ideologi, kehancuran sumber daya kelautan akibat bom kimia telah merusak habitat dan lingkungan terumbu karang dan hutan mangurove, beberapa negara dilanda kekeringan pertanian dan air bersih dalam 50 tahun terakhir, badai tropis dan hujan paling ekstrem banyak terjadi di Tiongkok dan Asia Tenggara dalam kurun 60 tahun terakhir. Kejadian-kejadian bencana alam silih berganti datang sama-sama menimbulkan berbagai bencana ikutan seperti krisis ekonomi global, krisis ketahanan pangan dan krisis kesehatan kemanusia dan daya dukung lingkungan semakin merosot tajam.
Merusak sumber-sumber daya yang dibutuhkan sebagai ketahanan pangan, penghancuran hutan-hutan dan perusakan terumbu karang di laut, pengotoran udara di atmosfir turut mempercepat kehancuran bumi sehingga bumi sebagai makhluk “bernyawa“ menunjukkan jati diri kepada manusia dengan menyebarkan bencana alam, dengan kata lainnya manusia itu seperti memutuskan rantai kehidupannya alias nyawanya sendiri.
Disinilah peran hari bumi sangat diperlukan, untuk direnungkan manusia di abad sekarang, diperlukan aksi bersama untuk menghentikan kebakaran hutan yang menghasilkan kabut asap atau menghasilkan emisi CO2.  Banyak solusi sederhana namun malas ditindaklanjuti seperti mencegah deforestasi lingkungan hutan dengan mematuhi aturan konsesi lahan dan tata ruang yang telah ditetapkan, upaya penghematan energi dengan membatasi pemilikan kendaraan lebih dari satu, melakukan pembauran energi konvensional ke energi alternatif, energi bersih dan terbarukan, membiasakan hidup hemat dalam pemanfaatan sumber-sumber daya  dengan gaya hidup yang ramah lingkungan.
BERSIHKAN CO2
Kerusakan dalam skala global sebenarnya sudah berlangsung bagi keberlangsungan lingkungan sejak era memasuki revolusi industri di beberapa kawasan di bumi, kekeringan dan wabah penyakit di Benua Afrika, banjir berkepanjangan di Benua Asia dan musim kering dan badai panas terus menerus mengincar kawasan-kawasan yang telah di gunakan sebagai pusat uji coba persenjataan global.
Kerusakan ekosistim bumi perlu dicegah, dan salah satu sumber daya yang paling dibutuhkan bagi seluruh makhluk di bumi adalah sumber daya udara, yang dianggap remeh seluruh manusia di muka bumi. Jika tidak, lalu mengapa begitu banyak pencemaran udara, kabut asap bertahun-tahun, pembotakan hutan sehingga menghasilkan banyak CO2 dan kenapa lapisan ozon mengalami pelubangan yang luasnya mendekati benua Eropa? Rentetan pertanyaan yang selalu mengganggu aktivitis lingkungan, galau dan perih melihat kehancuran lingkungan di bumi ini, warisan apa akan diberikan ke generasi berikut? Apakah sebuah kehancuran dan kematian bumi? Renungkanlah.
Sekarang saatnya bergerak bersama untuk menghilangkan sumber-sumber yang merusak lingkungan bumi. Sumber daya paling utama yang perlu dibersihkan adalah sumber daya udara. Tanpa udara takkan ada kehidupan. Tanpa udara bersih takkan diperoleh kehidupan sehat, lihatlah kejadian asap yang sering berlangsung di Pulau Sumatera dan Kalimantan yang telah banyak menelan korban jiwa akibat sesak napas, sakit mata, paru-paru dan berbagai penyakit lainnya.
Bagi Indonesia, salah satunya ada dengan menghilangkan predikat negara penghasil CO2 yaitu emisi dalam bentuk kebakaran hutan dengan kabut asap melintas negara lain. Udara sangat diperlukan, mengingat kita sebagai manusia seringkali menarik napas lebih 27.500 kali lebih atau berkisar hampir 25 tarikan setiap menit. Udara bersih yang diberikan Allah SWT itu pemberian yang tidak membutuhkan biaya, gratis namun kenapa di kotorkan dengan alasan hanya mengejar pencapaian ekonomi? Dimanakah ekonomi hijau itu? Yang kita lihat adalah pembangunan ekonomi coklat yang sering mengabaikan bencana, karena keuntungan kapitalis dianggap merupakan sumber kehidupan bagi mereka.
Dengan membersihkan udara Indonesia dari kekotoran emisi kabut asap dengan memperhatikan sumber daya yang terbatas, misalnya pemanfaatan sumber daya hutan. Sebab sumber daya hutan agar tidak menghasilkan problematika kerusakan lingkungan global yang mengancam kehidupan di bumi yang terbagi dua bagian yang saling era kaitannya dengan tingkat kebencanaanya yaitu kerusakan yang bersifat regional (seperti hujan asam) dan kerusakan yang bersifat global seperti pemanasan global, kepunahan jenis dan kerusakan lapsian ozon di stratosfer.
PELIHARA BUMI
Memelihara dan melestarikan serta memulihkan lingkungan global sekarang dapat dimulai dari Indonesia sebagai pusat paru-paru bumi, yang memiliki lebih ratusan ribu pusat geo-biodiversity untuk menghasilkan udara bersih global, sehingga kita tidak perlu membeli udara bersih dalam bentuk oksigen dalam tabung.
Dengan memelihara udara bumi, atau membersihkan bahaya udara kotor agar tidak terulang lagi sejarah yang pernah terjadi di Inggris pada tahun 1952 yang dikenal sebagai The Great London Smog yang menyebabkan sekitar 4000 jiwa melayang dan sejumlah besar penduduk menderita penyakit bronkitis, jantung dan berbagai penyakit pernapasan lainnya. Bahkan bangunan, lukisan, patung atau monumen dapat hancur karena asap dan gas emisi mobil (dikutip dari London Smog).
M. Anwar Siregar
Geolog, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. 
Tulisan ini sudah di Publikasi di Harian "ANALISA" MEDAN, Tgl 20 Maret 2016

No comments:

Post a Comment

Related Posts :