Jun 25, 2018

Energi Byar Pett di Sumatera Utara

ENERGI BYAR PETT DI SUMATERA  UTARA
Oleh M. Anwar Siregar
(Medan Bisnis, 18 April 2018)
Aktivitas pemadaman listrik di Kota Medan belakangan ini sangat mengganggu usaha masyarakat serta industri dan juga para pelajar/mahasiswa yang pada minggu-minggu ini menghadapi berbagai ujian kemampuan mereka, menghambat kemajuan daya saing bangsa dalam mengejar ketertinggalan segala bidang.
Yang menjadi pertanyaan kenapa sering berulang pemadaman sampai menimbulkan krisis listrik di berbagai daerah dan yang paling parah di alami Nias hingga darurat listrik? Sampai menimbulkan rasa tidak suka masyarakat dengan berunjuk rasa ke PLN dengan membawa seribu lilin.


Apakah gambaran ini sebagai bukti bahwa pemerintah telah gagal dalam mengoptimalkan pembauran energi, baik dalam jangka pendek apalagi gambaran kebutuhan panjang, sangat lambat dan banyak sekali aturan regulasi yang menekan kemajuan sumber daya di bidang ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan.

Peristiwa mati lampu dialami berbagai kota seperti di Medan, Deli Serdang, Nias dan Padangsidimpuan merupakan peristiwa pemadaman listrik terburuk karena hampir serentak terjadi.

Hal ini juga gambaran penilaian yang sangat buruk bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan ke masyarakat serta belum mampu dalam mengupayakan pemodernisasian dan memperkuat sistem pengembangan energi yang menimbulkan ironis.

Di tengah kekayaan SDM yang telah mampu menciptakan peralatan teknologi dan kaya SDA namun rakyatnya tetap banyak miskin dan byar pet tetap berlanjut.

Pertimbangan yang perlu dipikirkan adalah bagaimana Sumatera Utara harus menghilangkan ketergantungan terhadap penggunaan energi konvensional yang banyak digunakan PLN dalam melayani kebutukan listrik di Sumut dan Indonesia karena hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara importir besar di bidang energi dengan mengimpor lebih 10 persen pada tahun 2008, lalu meningkat tajam menjadi 45 persen di tahun 2017 karena masih bergantung pada energi fosil karena belum memiliki strategi energi jangka panjang, terutama penggunaan energi alternatif khususnya dalam pemanfaatan energi dari bioenergi yang belum ditempatkan sebagai faktor utama energi masa depan.

Pemadaman listrik di berbagai kota di Sumatera Utara  telah menimbulkan gangguan di berbagai sektor perdagangan, ekonomi dan pendidikan, dapat menimbulkan stres, belum lagi kondisi cuaca yang sangat panas di berbagai kota di Sumatera Utara yang membutuhkan penggunaan AC karena suhu sudah berada di atas 32oC dan ini seharusnya sudah menjadi pelajaran bagi pemerintah dalam mengupayakan bioenergi dan enegi terbarukan lainnya untuk menjadi tantangan utama dalam mengoptimalkan penggunaan energi tanpa harus terdengar cerita klasik byar pet.

Untuk menghilangkan ironi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM) diperlukan kerja keras, dan pemerintah dapat belajar dari sejarah pengalihan penggunan minyak tanah ke bahan bakar gas elpiji, harus dilakukan dengan meningkatkan penggunaan energi bauran bagi PLN dengan tingkatan sudah harus mencapai 50 persen dari tingkat bauran sekarang mencapai 5%, harus dibalik dari penggunaan BBM yang mencapai 50 % menjadi dibawah 40% dalam jangka panjang.

Sebabnya, Indonesia kaya energi terbarukan, dan jangan membuat negeri ini terlihat semakin miskin di mata masyarakat dunia, optimalkan energi yang ada karena SDM kita telah banyak menemukan energi-energi alternatif terbarukan dan seharusnya menjadi perioritas untuk membangun ketahanan energi.

Ketahanan
Jika pemerintah ingin melaju kencang dalam pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen per tahun maka sudah seharusnya meninggalkan cerita pemadaman, dengan memperkuat ketahanan energi dengan meningkatkan pembauran energi alternatif dengan pemanfaatan yang lebih efisien karena di perkirakan pada tahun 2020 konsumsi energi per kapita akan mencapai dua kali lipat dari yang sekarang. Indonesia membutuhkan energi yang lebih banyak tanpa bergantung dengan sumber daya energi konvensional.

Ironisnya, blue print ketahanan energi itu belum memberikan harapan bagi kesejahteraan rakyat karena masih terdapat 20 % masyarakat dan wilayah di Indonesia belum terjangkiti aliran listrik dari negara.

Sehingga distribusi energi merupakan persoalan utama bagi keberlangsungan energi listrik di Indonesia, jadi ketahanan energi Indonesia masih memprihatinkan dan perlu upaya konservasi energi secara keras untuk menekan semua kalangan agar dapat memanfaatkan enegi hijau serta menekan tingkat kehilangan energi akibat pencurian listrik dan tidak menekankan beban keuangan negara

Energi konvensional di Indonesia seperti penggunaan energi BBM dan Batubara sangat ini menghadapi tantangan dan masalah yang sangat besar, yaitu kapasitas cadangan, semakin terbatas, dan membutuhkan waktu pemulihan sumber daya sangat panjang.

Efek iklim global, sangat ini kondisi iklim global dunia sangat panas dan suhu diatas rata-rata 32oC dan salah satu faktor penyebab pemanasan global.

Mahal dan boros, efisiensi penggunaannya di Indonesia sangat boros, sangat mahal dan membebankan keuangan negara karena sebagian sangat ini kapasitas BBM yang digunakan oleh PLN dan berbagai kalangan industri adalah hasil impor Pertamina dari negara lain, sebuah ironi, negeri yang sebelumnya pengekspor minyak menjadi negeri miskin BBM.

Terakhir distribusi yang membutuhkan kekuatan logistik dan pengawasan yang ketat karena kondisi geografis yang rumit dan sulit dijangkau ke daerah-daerah terpencil.

Dengan gambaran berbagai permasalahan energi yang dihadapi Indonesia untuk menjadi negeri yang mandiri energi dan agar cerita pemadaman tidak menimbulkan ironi, ada baiknya pemerintah melihat hasil riset putra-putri bangsa yang berhasil menemukan bahan bakar energi alternatif dengan memberikan bantuan untuk pengembangan agar dapat diproduksi secara luas sesuai dengan kondisi logistik geografis untuk meningkatkan daya saing ekonomi global Indonesia di mata dunia.

Pemerintah bisa membangun energi masa depan mulai saat ini, baik dari energi nuklir, energi panas bumi dan energi laut, karena dapat memberikan energi dalam jumlah yang sangat besar dan menekan efek emisi karbon untuk membatasi pertumbuhan emisi gas rumah kaca.

(Oleh: M Anwar Siregar) Penulis adalah Geolog, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer dan ANS Pemprovsu)

No comments:

Post a Comment

Related Posts :