Jun 21, 2019

Tantangan Presiden, Mitigasi Energi

TANTANGAN PRESIDEN, VISI MITIGASI ENERGI
Oleh : M. Anwar Siregar
Melihat hasil debat pilpres 2019, tentang pembahasan visi dan misi para kandidat presiden, yang tidak secara mendalam membahas permasalahan mitigasi dan merupakan salah satu duri dalam pembangunan, untuk mengamankan aset-aset penting nasional dan dapat menjadi kendala memenuhi “Janji Kampanye:. Para kandidat lebih fokus dalam pencapaian kemajuan pembangunan ekonomi, itu berarti mengeksploitasi sumber-sumber daya pembangunan. Namun dalam soal kemampuan pengamanan aset nasional visi presiden tidak satu pun memasukan unsur pembangunan mitigasi komprehensif, yang seharusnya melihat gambaran tantangan Indonesia ke depan dengan memperhitungkan faktor yang dapat “mengeliminasi” kondisi target ekonomi pembangunan.
Karena itu Indonesia sangat membutuhkan dua jenis mitigasi, agar tidak menimbulkan ironi yang baru karena sebelumnya Indonesia telah “membuat” sebuah ironi, Indonesia sebelumnya adalah negara anggota OPEC dan penghasil migas di Asia Tenggara, dan kini menjadi negara pengimpor minyak terbesar di Asia dan lebih miris lagi, Indonesia sudah dilewati beberapa negara tetangganya dalam penguasaan eskplorasi migas. Selain itu, Indonesia adalah negara selalu lambat dalam mengamankan diri dalam menghadapi tantangan bencana alam di daerah rawan bencana.
TANTANGAN VISI MITIGASI
Percuma kita memiliki perkembangan ekonomi yang pesat jika mengabaikan dua faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan, jika para calon Presiden mengabaikan akan membuat negara rentan “tumbang” menuju krisis yang lebih parah dibandingkan krisis ekonomi pada era 1998 lalu.
Dua faktor itu adalah visi mitigasi energi dan mitigasi bencana. Kita tahu Indonesia kaya sumber-sumber energi, namun dalam pencapaian umum dibidang ekonomi bagi rakyat belum memberikan kesejahteraan optimal, utang-utang luar negeri terus meningkat karena terabainya dua faktor dan sangat signifikan dalam pembangunan saat ini, dan pelajaran krisis ekonomi dan bencana tsunami harus dijadikan renungan agar ancaman bahaya bencana alam terhadap pembangunan fisik itu akan memberikan dorongan stimulus bukan untuk peningkatan kesejahteraan tetapi sebaliknya membuat negara bisa diambang krisis lebih parah.
Salah satu tantangan bagi Presiden untuk mempersiapkan visi bagi keberlanjutan pembangunan fisik dan energi berani mengeluarkan visi ide untuk menjadikan tahun 2019 sebagai pembangunan energi terbarukan dan paradigma pembangunan tata ruang berbasis mitigasi lingkungan.
Sebab, kondisi lahan dan iklim yang sangat mendukung faktor keberhasilan pembangunan EBT karena Indonesia adalah negara agraris dan kehutanan maka diversifikasi dan dikonservasi EBT sebagai energi unggulan kedepan dan bukan lagi energi terpinggirkan ataupun dialternatifkan.
MITIGASI BENCANA
Diketahui, Indonesia dilintasi sumber-sumber ancaman bahaya maut dan bisa menghasil mega kolosal bencana, banyaknya jumlah korban yang terjadi pada era tsunami Aceh, membuktikan bahwa bencana dapat menghancurkan segalanya yang telah terbangun dengan susah payah, sebuah kota yang hancur membutuhkan dana pembangunan yang lebih besar untuk membangun kembali, tidak sebanding dengan keuntungan yang di dapat, hampir habis dan terbuang percuma gagasan yang sudah tersusun hanya sebuah bencana datang secara tiba-tiba.
Tantangan Presiden Indonesia, adalah peningkatan pembangunan mitigasi komprehensif untuk mengaman pembangunan fisik dari kehancuran dan juga dapat mencegah kehancuran pembangunan infrastruktur energi. Jika mengabaikan pembangunan tata ruang mitigasi dipastikan Indonesia dalam ancaman bahaya, kehilangan berbagai aset berharga, kehilangan sumber-sumber pendapatan pembangunan, kehilangan keunggulan sumber-sumber daya manusia, sumber daya ruang dan sumber daya alam darat dan kelautan.
MITIGASI ENERGI
Migas memainkan peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekonomi Indonesia ketika menghadapi krisis ekonomi sebagai pilar utama penyumbang terbesar devisa yang mendorong juga pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum mengalami krisis ekonomi pada tahun 1970an hingga ke dekade tahun 1990-an, sebuah tantangan bagi Presiden (terpilih) untuk mempersiapkan mitigasi energi agar tidak terulang kembali mengingat kondisi global saat ini tidak dalam kondisi menguntungkan.
Dengan visi mitigasi energi, Presiden (terpilih) perlu mengeluarkan kebijakan keras untuk meningkatkan tingkatan bauran EBT mencapai 80 persen sebagai mitigasi energi guna menekan berkurangnya energi BBM konvensional, karena pembangunan energi non fosil akan menjadi pilar utama kekuatan dan ketahanan bangsa dalam menghadapi berbagai gejolak ekonomi energi global dan pembentuk karakter bangsa yang selalu memanfaatkan keunggulan sumber daya alamnya.
Presiden (terpilih), jangan mengabaikan keunggulan potensi sumber daya energi alternatif non fosil untuk menjadikan sebuah mitigasi energi agar Indonesia tidak semakin ironis, sebab Indonesia memiliki tiga jenis EBT antara lain, energi alam terbarukan misalnya panas bumi 27.000 MG, energi surya, energi air, energi gelombang. Energi nabati/biofuel antara lain biodiesel, bioetanol yang setiap tahun menghasil 415 ribu ton/tahun dari pabrik gula, jagung diatas 1 juta ton /tahun dan belum lagi hasil perkebunan lainnya, dan biomassa yang dapat dihasilkan setiap tahun160 miliar ton/tahun dari areal pertanian dan 80 miliar ton /tahun dari areal perhutanan. Energi non nabati atau energi cair seperti energi sampah, energi katalis lempung.
Semua energi tersebut adalah energi hijau yang tidak akan pernah habis dan termasuk energi yang dapat dibudidayakan (energi nabati), dan merupakan pilihan yang tepat bagi mitigasi lingkungan Indonesia sebagai negara penghasil CO2 terbesar di dunia dan berusaha menjaga ancaman ekologi global oleh efek CO2 yang dikenal sebagai pemicu polusi udara ke geosfer.
2019 MITIGASI RUANG ENERGI
Tulisan ini tidak ada hubungannya dengan situasi sekarang dengan perang tagar, ganti presiden atau tetap presiden 2019, tulisan ini hanya untuk mengingatkan kondisi energi dan ketenagalistrikan di Indonesia, dan kemampuan energi Indonesia yang semakin terbatas dan mendorong upaya agar melakukan divertifikasi dan konservasi energi yang lebih keras lagi serta terukur agar tingkat kemajuan SDM dan ekonomi Indonesia bisa melesat jauh ke depan dengan segala potensi yang dimilikinya sebagai bangsa yang besar.
Sebagai bangsa yang ingin berdaulat di bidang energi, kita tidak bisa hanya tergantung pada energi fosil semata. Kenyataannya saat ini Indonesia telah menjadi negara pengimpor sumber energi minyak bumi padahal pada suatu saat energi fosil itu akan habis.
Para capres, jadikan isu tahun 2019 tahun mitigasi ruang bencana dan mitigasi energi terbarukan antara lain biofuel, biomassa, panas bumi, air, angin, matahari, gelombang laut sampai dengan energi pasang surut air laut, energi katalisator kimia, serta energi panas bumi dan panas matahari. Sumber energi ini berlimpah, bersih dan ramah lingkungan.
Untuk itu langkah diversifikasi sumber energi perlu segera dilakukan melalui fasilitasi dan pengembangan sumberdaya energi baru terbarukan yang berlimpah secara berkelanjutan, mengingat target pemanfaatan energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 saat lambat karena cadangan energi fosil sudah habis sebelum tahun 2025. Biar rakyat sejahtera dan tidak menikmati byar pet. (AM)
M. Anwar Siregar
Pemerhati Tata Ruang Lingkungan dan Energi Gosfer

No comments:

Post a Comment

Related Posts :