17 Mar 2015

Waspadai Tanah Longsor Aek Latong : Geologi Disaster

Waspadai Tanah Longsor Aek Latong

Oleh: M. Anwar Siregar.

Gambar : Foto menunjukan longsoran di sekitar 100 meter dari Telaga Maut ALS, foto tahun 2013 (Sumber : Dok Foto Penulis)

Longsoran yang sering terjadi merupakan implikasi dari berbagai parameter geologis yang sedang bekerja di wilayah Aek Latong dan berkorelasi langsung dengan segment Patahan Semangko di lembah tektonik Sarulla. 
Hasil pengamatan langsung penulis dilapangan menemukan berbagai ancaman bencana gerakan tanah dalam dua tahun mendatang di beberapa titik jalur Aek Latong baru, yang akan memutuskan jalur logistik antar propinsi. 
Banyak data lapangan yang pernah penulis ajukan dalam konsultansi saran lingkungan untuk pembangunan jalur baru Aek Latong pada tahun 2011 lalu sebagai pengganti jalan Aek Latong lama, tidak dimanfaatkan sebagai rujukan informasi mitigasi geologi jalan dan jembatan maupun pola tata ruang ekologi untuk menekan dampak kerusakan longsoran terhadap tata guna lahan sebagai investasi masa depan tata ruang Sipirok.
Penulis temukan ada 11 titik elemen rekonstruksi gejala longsoran mematikan dan sudah mulai dengan longsoran kecil yang terjadi dalam dua minggu berturut-turut di Desa Bulu Payung, yang nyaris membawa korban lagi bus ALS. Lokasi longsoran ini merupakan gambaran masa depan bencana gerakan tanah yang terjadi berikutnya.
Data ini bukan untuk menakutkan pengguna jalan di wilayah tersebut tetapi bahan antisipasi agar siap menghadapi segala kemungkinan karena penulis mendata wilayah tersebut dari berbagai aspek parameter geologis, teknik rekayasa (geologi teknik sipil), geohidrologi, seismik batuan, geologi foto udara dan pengukuran deformasi fisik dengan GPS serta pengalaman penulis mengamati berbagai jenis bencana geologi.
Geologis Longsoran
Daerah gerakan tanah di Kecamatan Sipirok sudah penulis petakan sejak tahun 2010 sebelum pembangunan Aek Latong Baru dan termasuk juga dalam rapat konsultansi saran untuk kondisi lingkungan dari sudut aspek geologi Aek Latong baru. Geologis longsoran gerakan tanah di Sipirok diamati melalui beberapa parameter geologi yang pernah penulis usulkan dalam rapat-rapat konsultansi pembangunan jalan baru Aek Latong yang sekarang, karena ditemukan titik longsoran yang akan terjadi di masa mendatang dan ternyata terjadi di lokasi yang sama sekarang, yaitu track 33 dan 31 dari arah Desa Buluh Payung ke Sipirok
Faktor geologis masih bertransformasi di wilayah Sipirok untuk membentuk deformasi tatanan geologis yang semakin rumit khususnya di Aek Latong, termasuk daerah dengan tingkat kerentanan gerakan tanah yang sangat tinggi dengan meliputi 60 persen luas wilayahnya berada dalam ancaman gerakan tanah tinggi disebabkan oleh beberapa elemen faktor geologis yang sudah terpetakan tetapi masih belum juga di jadikan dasar informasi untuk investasi pembangunan jalan, jembatan dan tata ruang hijau maupun prasana fisik lainnya antara lain di kondisikan pertama, Faktor Topografi Sipirok
Daerah longsoran Aek Latong itu sudah sesuai dengan data Peta Kerentanan Gerakan Tanah (KGT) Sipirok yang dipetakan oleh tim penulis dengan zona kerentanan gerakan tanah tinggi dan tidak akan pernah berhenti. Tipe gerakan tanah di Aek Latong meliputi gerakan tanah rayapan dan longsoran di Desa Purba Tua terdapat dua titik, satu diantaranya masuk morfologi atau topografi terjal dan merupakan titik pertemuan langsung zona patahan lembah Sarulla, Titik longsoran 3-5 berada di jalur dinding penahan longsoran yang telah retak dan akan membesar bersama dengan waktu berlalu, berjarak 125 meter ke arah masuk Aek Latong Baru. Titik 6-7 berada di track 31 dan 33 arah keluar ke Taput, keduanya berjarak 20-50 meter, dan 8-9 berada di Telaga Maut ALS, keduanya berjarak 100 meter serta dua titik gerakan tanah bulanan berjarak 200 meter dari Telaga Maut ke Desa Bulu Payung.
Kedua, faktor geohidrologi. Data Peta Geohidrologi Regional yang penulis telah kompilasikan dalam bentuk peta Hidrogeologi Tapanuli Selatan diketahui bahwa wilayah Sipirok memiliki sumber daya air dengan produktivitas tinggi, dengan susunan litologi batuan yang mudah meluluskan air, mudah terjadi rembesan air tanpa terbendung atau aquifer pembawa air yang tak tertekan, serta curah hujan yang sangat tinggi.
Geologis air sangat berperan dalam memproses kehancuran kekuatan material tanah dan batuan, air berfungsi sebagai “oli” untuk melincin jalannya kehancuran, membantu material lepas, mendorong material bergeser lalu membuka kekuatan luar di sisi tebing maupun badan jalan sehingga akan terbentuk berbagai jenis gerakan tanah.
Ketiga, faktor seismik gempa. Faktor yang sangat menentukan untuk pengkajian resiko gempa untuk desain pembangunan sarana fisik dan aktivitas manusia (transportasi) di wilayah Aek Latong. Peta Satuan Formasi Batuan Sipirok menujukkan bahwa daerah ini tersusun oleh satuan yang belum padat dan Peta Pedologis juga menunjukan bahwa susunan material tanah yang menyusun pondasi jalan dan dinding penahan longsoran Jalan Aek Latong Baru itu merupakan sisa tanah pelapukan batuan vulkanik Nabirong dan Sibual-Buali dan Toba Purba yang ditujukan dengan tidak ditemukan batuan yang sangat keras. Percepatan puncak dasar batuan di Aek Latong sekitarnya berlangsung 100 tahun, menunjukkan batuan terus mengalami penghancuran dengan gempa a-seismik berlangsung kontinu sepanjang tahun dengan ditemukan zona hancuran di titik 31 dan 33 serta 100 meter dari Telaga Maut ALS.
Keempat, faktor stratigrafi batuan dan elastic rebound lanslides. Faktor ini disebabkan adanya zona hancuran batuan yang berulang dan memerlukan pijakan yang stabil maka akan mendorong wilayah yang stabil tertekan. Bekas gerakan tanah lama memerlukan “selimut” untuk mengobati luka sehingga mendorong adanya mobilisasi penekanan pada ruas patahan disegmen Renun Toru khususnya di patahan lokal Aek Latong. Penjalaran seismik akan menggoyang kekuatan tanah menjadi “bubur”, akibatnya akan ada selalu daerah sembulan, penurunan, penghancuran dan peregangan di Aek Latong sekitarnya. 
Kelima Faktor Ekologi gerakan tanah, jika diamati sepanjang jalan Aek Latong tanpa bukit-bukit seperti gersang sehingga air mudah sekali muncul kepermukaan sehingga dinding penahan longsor justrunya mudah retak dan hal ini sudah pernah penulis usulkan berupa saran peredam seismik dan sabuk hijau terutama tanaman yang pengakaran kuat.
Rekonstruksi Longsoran
Jika direkonstruksi gejala alam longsoran di masa mendatang, akan ada beberapa zona yang akan menjadi “PR” rumit, mulai dari Selatan disekitar Desa Purba Tua ke arah masuk Aek Latong Lama dan Baru terdapat zona hancuran, satu terjadi penurunan tajam di Aek Latong Lama, satu gejala longsoran ada diperbukitan tinggi Aek Latong baru, membentuk lembah dengan huruf “V”. 


Gambar : Papan Informasi gerakan tanah di Aek latong Baru, informasi tentang kerentanan gerakan tanah yang sering berlangsung di Aek Latong (Sumber : Dok Foto Penulis, 2013)


Daerah ini perlu faktor ekologis untuk di tanam di dinding Barat Aek Latong baru dan elastic rebound seismik untuk menangkal guncangan berganda di kearah punggung bukit Timur ke Timurlaut Aek Latong Baru. Zona longsoran berikutnya yang diperkirakan terjadi di sebelah Baratdaya sekitar Telaga Maut Latong, terdapat dua zona patahan saling menekan, satu struktur meninggi  menyebabkan longsoran sepanjang 50 meter, kedalaman 85 meter dengan pergeseran dan ketinggian datum yang berbeda mencapai 2o dan sebelah Timurlaut terjadi penurunan yang menekan dinding lembah Sarulla dan Gn. Tapulon Anjing.
Gejala turun naik permukaan akibat dampak ayunan seismik dengan membentuk sudut anggular tajam 100 meter ke dalam, membentur dinding perbukitan terjal yang telah mengalami pensesaran dengan ciri terjadinya longsoran sisi tebing barat ke arah Taput di Desa Bulu Payung pada bekas tubuh gunung Hella Toba. Daerah ini perlu peredam seismik dengan bantalan karet pada daerah bekas longsoran bukan sistim bronjong karena merupakan daerah gerakan tanah silih berganti setiap tahun. 
Dana pembangunan Rp 66 milyar itu sepertinya sia-sia membangun Aek Latong baru karena upaya pencegahan longsor dengan brojong belum mampu mengatasi kerusakan badan jalan karena mengingat energi seismik terfokus pada tiga zona hancuran yaitu di Utara, Timur dan Baratdaya Aek Latong.
(Penulis adalah Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer) Dipublikasi HARIAN ANALISA MEDAN, Tgl 28 Desember 2014

http://analisadaily.com/lingkungan/news/waspadai-tanah-longsor-aek-latong/93648/2014/12/28

Memahami Longsor Banjarnegar : Geologi Disaster

Sumber ilustrasi : Analisa daily

Memahami Longsor Banjarnegara di Zona Rawan Vulkanik

Oleh: M. Anwar Siregar
Longsoran yang terjadi baru-baru ini di wilayah Kabupaten Banjarnegara, merupakan implikasi dari berbagai parameter geologis yang sedang bekerja di wilayah daerah rawan gempa dan vulkanik, Kabupaten Banjarnegara sangat dekat dengan zona patahan sesar opak serta dikontrol juga oleh zona busur vulkanik di era geologi kuarter, karena bahan rombakan serta batuannya belum kompak sehingga sering terjadi longsoran dahsyat berulang kembali setelah tahun 1955, 1972, 2000, dan 2007 lalu, seperti juga yang terjadi longsoran di Desa Bulu Payung (Tapsel) dan Sibabangun (Tapteng, November 2014) adalah akibat perpindahan material dampak dari beberapa aktivitas tekanan dalam bumi dan berkorelasi langsung dengan segment Patahan Semangko di lembah tektonik Sarulla-Toru, serta diatas permukaan akibat tekanan gangguan oleh manusia melalui pembangunan infrastruktur fisik.
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, runtuhan dan rombakan tanah atau material campuran yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai sistim kerja faktor geologis air, yaitu air yang meresap kedalam tanah akan menambah bobot tanah, berfungsi juga sebagai pelumas “oil”, jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai media bidang glincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng oleh gaya tarik bumi (gravitasi).
Daerah dengan kerentanan gerakan tanah yang berulang perlu suatu tindakan pemahaman sistim investasi rehabilitasi lahan dalam jangka tertentu, gerakan tanah yang sering berulang di Banjanegara merupakan gambaran siklus puluhan tahun, karena sebelumnya sudah pernah terjadi bencana dahsyat gerakan tanah di lokasi yang hampir sama, begitu juga halnya dengan kondisi geologi gerakan tanah di Aek Latong, Sumut.
Banjir Bandang VS Gertan
Banjir bandang selalu membawa serta lumpur yang pekat dan material rombakan seperti batu-batuan dan pepohonan, komponen yang mematikan dari banjir bandang bukan disebabkan oleh arus air melainkan material rombakan seperti lumpur, potongan kayu yang menimbun lokasi pemukiman, pertanian dan infrastruktur.
Jadi, apa hubungan banjir dengan gerakan tanah (gertan/longsoran), ini adalah sebuah pertanyaan didalam benak masyarakat? Dalam istilah geologi, banjir bandang disebut debris slide atau debris avalache atau longsor, banjir bandang yang menyebabkan terjadinya perubahan kondisi geologi tanah bukan disebabkan oleh curah hujan. Memang jika kita perhatikan, bahwa curah hujan dapat saja mempercepatkan gerakan tanah namun jika di daerah itu kondisi geologinya stabil, jauh dari zona patahan bumi serta lajur magmatik gunungapi maka tidak akan menyebabkan atau sebagai pemicu gerakan tanah walau hujan deras lebih dari tiga jam secara terus menerus.
Faktor utama yang mendasar sebagai penentu terjadinya longsoran dahsyat dalam radius 200 meter di daerah Banjarnegara, Aek Latong dan Sibabangun serta Aceh Singkil adalah kondisi geologi daerah tersebut. Prakondisi geologi yang menjadi penyebab terjadinya longsoran adalah derajad kekompakan dan derajad kohesif batuan dan tanah dari suatu daerah. Daerah seperti Banjarnegara merupakan tanah hasil berbagai erupsi gunungapi yang ada disekitarnya seperti Gunung Merapi, Gunung Slamet, Gunung Pengamun-amun dan Perbukitan Gendol serta Tinggian Dieng, sehingga daerah disekitar Banjarnegara merupakan daerah terpusat pengumpulan bahan hasil rombakan yang lunak dari gunung api berubah seperti “bubur”, bahan yang lunak ini dikenal sebagai lempung yang mengembang (expansive clay), sering menyebabkan longsor dalam radius sepanjang lebih 200 meter dari puncak bukit ke daratan rendah atau kaki perbukitan.
Sebaliknya, jika tanah dan massa batuan di suatu daerah yang massif atau padat, kompak dan kohesif serta walaupun lahan bukitnya telah mengalami penggundulan dan curah hujan sangat tinggi, tidak akan terjadi longsor, yang terjadi adalah aliran permukaan tanah bergerak dengan kecepatan tinggi dan menimbulkan banjir di hilir tetapi bukan longsor. Longsor terjadi jika kondisi geologi daerah itu memang rawan atau rentan bagi terjadinya longsor (susceptibele to landslide).
Bandingkan juga hal ini dengan kondisi geologi Aek Latong dan Sibabangun, kedua daerah ini memang rawan bencana gerakan tanah karena berada dalam radius patahan gempa, jalur magmatik gunungapi dan kemiringan tanah topografinya sangat curam dan berusia geologi kuarter (berusia masih muda) (disari sebagian dari Diklat Mitigasi Bencana Gerakan Tanah, ESDM 2011).
Topografi Rawan Longsor
Geodinamika suatu daerah pegunungan, seperti kejadian longsoran di Banjarnegara ataupun Aek Latong, longsoran dibagian kaki perbukitan dapat dipicu oleh berbagai kegiatan di puncak perbukitan/pegunungan dan bergantung pada kesetimbangan tata air bawah tanah dengan naik/turunnya atau maju mundurnya permukaan air bawah tanah yang menjadi jenuh ke bidang glinciran, akan memicu longsoran ke kaki perbukitan.
Dari berbagai gambar yang dimunculkan oleh berbagai media Nasional tentang longsoran di Banjarnegara itu nampak seperti telah dijelaskan didepan, tipologi gerakan tanah diawali oleh terjadinya gangguan di puncak bukit oleh aktivitas manusia, kondisi alam yang bersifat statis seperti karakteristik topografi dengan derajat kemiringan lebih dari 20 derajat hingga 45 derajat, lapisan tanah tebal akibat mengalami proses-proses pelepasan kekuatan material telah mengalami pelapukan. Sehingga kandungan air meningkat tajam ketika curah air hujan meresap ke dalam tanah atau ke sungai serta dapat mengganggu kesetimbangan dan kestabilan lereng sepanjang kaki perbukitan, meresap ke bidang gelinciran atau bidang patahan yang membentuk retakan seperti tapal kuda pada bagian atas tebing sehingga akumulasi air membentuk retakan-retakan kecil sebelum bergabung menjadi satu kesatuan yang besar untuk membuat gerakan tanah yang luas seperti kita lihat pada bencana longsoran Banjarnegara.
Selain itu, faktor penyebab terjadinya longsoran adalah pemotongan tebing (cliff cut) untuk jalan raya, adanya sedimentasi pada lapisan tanah tebal dan memberikan beban tambahan pada lereng akibat oleh pembangunan infrastruktur seperti perumahan di perbukitan atau pada daerah bergelombang/lereng topografi menengah < 35 derajat selain peranan air pada aliran massa tanah, massa tanah yang kering juga dapat bergerak mengalir (flows) ke arah lembah, kadang bergerak sedang dan bergerak lambat untuk bersama secara mantap membentuk bidang longsoran dengan kecepatan 1-5 m/tahun 1-5 m/bulan. kenampakan lapangan adalah deretan pohon pinus menjadi miring dan sebagian rebah, sebagian badan jalan ikut terbawa longsor, retak dan terbelah.
Fenomena kejadian inilah yang menimpa longsoran tanah dengan model gerakan tanah rayapan yang senantiasa bergerak meskipun perlahan, lambat dalam kecepatan 1-5 meter per tahun di Banjarnegara.
Mitigasi Longsor
Zona longsoran yang terjadi di Desa Karangkobar Kabupaten Banjarnegara merupakan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi, Daerah Karangkobar hingga Merawu di Banjarnegara dialasi oleh batuan yang sebenarnya bergerak. Secara geologi daerah itu terdesak dari bawah ke arah selatan. Karena batuan alas ini berupa lempung dan napal, semuanya seakan-akan teremas-remas. Sejumlah bukti geologi, menyebutkan terjadi penerobosan magma dan rombakan yang berakhir ke kali Merawu sehingga dapat memperpendek umur Waduk Mrica atau waduk bendungan PLTA Panglima Jenderal Sudirman yang ada di wilayah Karangkobar.
Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah (PZKGT) sangat penting menjadi basis utama mitigasi dalam pengembangan wilayah untuk tata ruang desa, kota dan kabupaten, basis bagi perencanaan konstruksi jalan, jembatan, bendungan, pemukiman dan lain-lain dengan melakukan sosialisasi peta KGT kepada masyarakat luas terutama pada masyarakat yang bermukim di daerah rawan longsor untuk mengendalikan kerusakan lingkungan dan pengurangan jumlah kerugian dan korban jiwa. ***
Penulis adalah Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer. Dimuat Di HARIAN ANALISA MEDAN Tgl 18 Desember 2014

5 Mar 2015

IRONI TIONGKOK DI DAERAH RAWAN GEMPA

IRONI TIONGKOK DI DAERAH RAWAN GEMPA
Oleh M. Anwar Siregar
Gempa berkekuatan 6,3 SR mengguncang Tiongkok Barat Daya, Minggu (3/8), telah menewaskan 367 orang dan mencederai sekitar 1.400 lainnya. Daerah terparah berada di  wilayah pegunungan terpencil di provinsi Yunnan, yang berada di ujung kaki patahan Longmen Shan, menyebabkan sejumlah bangunan ambruk, termasuk sekolah-sekolah. Sumber United State Geology Survei (USGS) menyatakan gempa tercatat pada kedalaman dangkal kurang lebih 10 km. Media pemerintah Tiongkok melaporkan gempa sangat kuat dirasakan di Yunan, maupun di provinsi tetangga, Guizhou dan Sichuan, semua kota tersebut terletak di daerah patahan gempa aktif.
Yang menimbulkan pertanyaan bagi penulis dan juga sebagaian masyarakat dunia adalah kenapa Tiongkok yang terkenal dengan kemampuan membangun arsitektur gedung bertingkat tinggi dan tercepat dimuka bumi tidak berdaya menghadapi ancaman bencana gempa bumi?
 Gambar : Patahan Longmen Shan, (sumber : dari berbagai sumber)
DAERAH RAWAN GEMPA
Bencana geologis seperti gempa bumi selalu memiliki siklus, bahwa alam sebenarnya telah memberikan tanda-tanda untuk dipelajari manusia, untuk meminimalisasi bencana gempa, bahwa gempa diwilayah Pegunungan Yunan merupakan wilayah yang di lintasi Patahan Longmen Shan yang memiliki karakteristik zona patahan yang membentang lebih dari 240 km di sepanjang dasar Gunung Longmen Shan, Bagian depan gunung memiliki lereng yang luar biasa curam, mulai ketinggian 600 meter di sekitar lembah dan hingga 6.500 meter di bagian depan pegunungan Longmen Shan, telah berulangkali mengalami pendesakan sehingga membentuk rangkaian pegunungan lipatan yang diperlihatkan dibeberapa puncak menjulang tinggi mencapai 4.000 meter lebih, dan merupakan rangkaian pegunungan Sirkum Pasifik muda yang tidak terpisah dengan pembentukan Pegunungan Himalaya dan Plateau Tibet.
Dari beberapa gambar citra foto satelit dan literatur sejarah geologi gempa di Patahan Longmen Shan. Penyebab utama terjadinya gempa kuat dalam kurun empat belas tahun di Propinsi Yunan atau hanya beda satu tahun dari gempa Sichuan April 2013 lalu, di kondisikan oleh faktor struktur deformasi kerak geologi di patahan Longmen Shan antara lain : Pertama, energi keseimbangan belum stabil, desakan lempeng India ke utara terhadap lempeng Eurasia itu menyebabkan banyak ditemukan pelipatan kulit bumi, selain itu di kawasan ini menyimpan energi kegempaan relatif rendah, sehingga kita dapat mengetahui dalam relatif singkat akan terjadi gempa kuat yang meremukan kerak bumi, ditemukan banyak zona robekan, longsoran berdimensi panjang dan energi stress di perbatasan pertemuan lempeng setiap terlepas.
Kedua, Dinamika medan stress diperbatasan lempeng dampak dari tekanan patahan di ujung barat daya patahan Longmen Shan di Propinsi Sinchuan telah mengalami pelentingan naik akibat dari momen transfer tekanan energi gempa terdahulu, dikondisikan oleh terbelahnya beberapa ruas blok batuan yang sebelumnya stabil dan sebagai penumpuk/pijakan keseimbangan telah mengalami gangguan dinamika sehingga menjadi aktif dengan sumber kedalaman gempa sangat dangkal. Gempa-gempa tremor dengan momen magnitude Mv 5 saja sudah bisa menghancurkan bangunan diatasnya.
Ketiga, jejak pelentingan gempa kuat yang pernah terjadi di Sichuan pada tahun 2008 dan 2013 memicu terjadinya pematahan baru pada kerak bumi sehingga mengantarkan kecepatan rambat gelombang puncak batuan dasar semakin cepat melaju ke permukaan, menjalar ke berbagai arah zona batuan sedimen yang tidak homegen ke arah timur kota Sichuan dan membentuk rekahan sepanjang 250 km dengan lebar 36 km (sumber Badan Geologi Tiongkok dan USGS, 2013), jejak rekahan atau robekan ini telah melenting sejauh 400 cm dari lokasi semula, sehingga gempa di Yunan itu akibat energi transfer di ujung patahan Longmen Shan.
Akibat pelentingan permukaan dari jejak gempa terdahulu itu menyebabkan gempa kuat masih terjadi di Propinsi Yunan dan Sichuan dengan intensitas maksimun mencapai 9 MMI, yang menghasilkan percepatan tanah mencapai 115 % G atau setara denga 1 G = 9,81 m/det2. Yang terakhir adalah beberapa zona pergerakan membentuk pegunungan lipatan muda dengan dimensi pendek disebabkan oleh terbatasnya “ruang pendesakan” dan berakhir pada tertahannya mekanisme gerakan disepanjang bidang patahan, yang seharusnya memiliki gerak bebas sesuai dengan kecepatan pergeserannya menyebabkan patahan mengalami penguncian, terlihat pada pendesakan blok batuan di patahan gempa Sichuan di timur ke arahan barat daya Yunan, patahan terkunci memiliki batas-batas kemampuan menahan beban, jika melampaui kemampuan daya tahan akan menghasilkan pelentingan dan tersalurkan energi seismik gempa kepermukaan (Sumber USGS dan berbagai sumber).
IRONI SEJARAH BERULANG
Jangan pernah melupakan sejarah kehidupan dimasa lalu, karena itu merupakan cermin kehidupan masa depan, dan catatan sejarah gempa yang pernah berlangsung harus diambil sebagai pelajaran untuk menata tata ruang dan infrastruktur fisik yang lebih baik dan berguna untuk mengurangi jumlah korban dan materi. Bahwa gempa datang kadang tidak pasti, oleh karena itu, yang terdekat menjadi prioritas untuk pembangunan bagi kepentingan rakyat. Di Indonesia, hal ini tidak berlaku, yang ada bagaimana suatu tata ruang di bangun dengan indah tanpa memperhatikan kaidah bahaya lingkungan yang mengancam tata ruang, setiap ada sepersil tata lahan kosong akan berubah menjadi “zona hutan beton”.
Ironisnya, jika kita memperhatikan sejarah gempa Tiongkok dan Indonesia ada kesamaan, bedanya Tiongkok sudah memulai pencatatan sejarah dimulai dari tahun 140 dengan membuat alat pertama yang dapat meramalkan gempa bumi di Tiongkok dan seluruh dunia serta dinamakan “seismograf” yang terbuat dari perunggu (baca literatur seismograf zaman Dinasti Han Timur Tiongkok yang dibuat oleh ilmuwan Zhang Heng). Namun kenyataan sekarang korban gempa terus berlangsung tapi kenapa Tiongkok sepertinya kedodoran dalam menghadapi bencana gempa?
Sejarah gempa yang tercatat di patahan Longmen Shan antara lain : gempa Shaan-xi tahun 1558 yang berada di lembah Sungai Wei dengan 60 persen populasi tewas atau 890.000 orang meninggal di beberapa kabupaten seperti Henan, Shaanxi, Hebei dan Anhui. Lalu gempa Thangsan tahun 1976 dekat Hebei, kekuatan 7.8 SR. Gempa Diexi tahun 1933 dengan kekuatan 7.5 SR menewaskan 9.300 orang. Gempa Yunan tahun 1970, menewaskan 15 ribu orang dengan kekuatan 7.7 SR lalu tahun 1972 terjadi gempa lagi dengan Mw 7.1 dengan korban 1.400 jiwa.
Rentetan gempa yang menelan korban banyak tidak diimbangi oleh kehebatan China dalam membangun konstruksi tercepat di muka bumi, terutama penataan ruang berbasis gempa lokal karena terjadi gempa dahsyat Sinchuan tahun 2008, menewaskan 70.000 jiwa dan kekuatan mencapai 7.9 SR dan gempa 2013, kekuatan mencapai 6.6 SR. Selanjut gempa Yunan tahun 2012, kekuatan gempa 6.0 dan gempa tahun 2014, 6.3 SR telah menyebabkan korban 647 jiwa. Ironiskan jika kita bandingkan pencapaian ekonomi dan militer China yang ingin jadi Adidaya?
Jika kita melihat buku sejarah gempa China harusnya dapat menekan jumlah korban dan bisa mengulang prestasi gempa Thangsan yang sempat menyelamatkan manusia pada tahun 1960-an serta prestasi atau ambisi China yang mencatat rekor sebagai negara tercepat dalam membangun gedung bertingkat tinggi sebuah hotel 30 lantai seluas 55.7784 meter persegi hanya dalam waktu 15 hari  atau 360 jam serta tak satu pun para pekerja mengalami cedera.
Tetapi jika menghadapi badai alam Tiongkok seperti tak berdaya, lihat saja gempa-gempa dalam kurun enam tahun sejak gempa Sinchuan ke gempa Yunan, jumlah korban konon telah mencapai ratusan ribu jiwa, sepertinya tidak ada arti kemajuan yang dicapai oleh China jika tidak mampu menata bangunan-bangunan berstruktur kecil di lokasi pemukiman dan industri serta upaya menghemat energi dari sisi pembangunan gedung-gedung yang ada di China saat ini jika daerah tempat aktivitas manusia hidup mengalami “killing field” dari natural disaster yang di perlihatkan oleh gempa bumi mematikan yang merangkum blok-blok batuan sebagai “tata kelola kehidupan” yang telah remuk.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini sudah di Publikasi oleh HARIAN ANALISA MEDAN 2014

11 Feb 2015

BEBERAPA SOLUSI SEDERHANA EMISI GEOSFER

BEBERAPA SOLUSI SEDERHANA EMISI GEOSFER
Oleh M. Anwar Siregar

Perubahan-perubahan lapisan geologi yang pernah berlangsung di Bumi direkam dalam subtansi berbagai lapisan bumi secara alamiah yang terbentuk sebelum manusia mengenal peradaban dengan teknologi sekarang.
Pengurangi emisi pemanasan global di geosfer dapat dilakukan dari berbagai solusi, baik dalam bentuk alamiah maupun non alamiah sebagi berikut : Menekan Fenomena Efek Emisi Kimia, panduan solusi antara lain : 1. Mengurangi emisi CO2 dengan cara membatasi penebangan, pembakaran dan konversi hutan. 2. Efisiensi penggunaan energi dengan melakukan penghematan bahan bakar, 3. Pengurangan dan pemakaian energi transportasi dengan laju pertumbuhan kendaraan yang sangat tinggi. 4. Mengurangi emisi metan dengan cara membatasi pemakaian pupuk yang berlebihan, dapat juga dilakukan menggunakan varietas unggul sehingga diperlukan waktu pertanaman yang lebih pendek untuk memenuhi kebutuhan beras, 5. Pengurangan bahan organik dalam sawah akan mengurangi pembentukan metan dengan tidak membenam jerami dalam tanah, selain ini juga tidak melakukan perubahan bahan organik yang menghasilkan metan, 6. Memperbaiki kualitas pakan serta mengurangi konsumsi daging untuk emisi metan darik ternak, serta menaikkan produksi dan konsumsi ikan laut. 7. Mendaur ulangkan emisi CO2 sebagai berikut : - Hutan dapat digunakan untuk mendaur ulang CO2 dihasilkan oleh pembakaran gas, misalnya menanam pohon di hutan yang luas., - Mengembangkan gerakan energi yang tidak menghasilkan CO2, misalnya energi angin, - Pengendalian pemanfaatan hutan, - Peningkatan reboisasi. 8. Pengurangan Emisi CO2 misalnya, harus turun 60%, yang berarti bahwa penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi, industri, dan listrik pada tingkat global harus dikurangi sampai tingkat setengah. 9. Ayo kita kurangi konsumsi daging pada pola makan kita. Dengan mengurangi makan daging seminggu sekali saja kita sudah membantu Gerakan Sayangi Bumi 7,6 kali lebih cepat dibandingkan gerakan hemat energi skala rumah tangga dalam setahun, Industri peternakan menyumbang 9 % CO2, 65 % N2O dan 37 % NH4 (metana). Perlu diketahui efek rumah kaca N20 adalah 296 kali CO2,   sedangkan metana adalah 25 kali CO2. 10. Mereduksi karbon dioksida (CO2) cara yang paling mudah untuk mereduksi karbon dioksida di udara adalah dengan cara penghijauan / menanam pohon. Penghijauan merupakan salah satu cara untuk mengurangi efek dari pemanasan global yang saat ini dirasakan masyarakat dunia. Dengan makin banyaknya pohon yang ditanam tentunya akan menyerap karbon dioksida di udara melalui fotosintesa, 11. Langkah-langkah yang harus kita lakukan untuk mereduksi gas metana ini adalah: Sektor Peternakan Membatasi perkembangan industri peternakan hewan. Dengan membatasi perkembangan industri peternakan, setidaknya pembusukan kotoran yang menjadi penghasil gas metana ini dapat diminimaliskan
Menanam Pohon, panduan solusi antara lain : 1. Satu orang penduduk Indonesia menanam 1 pohon, 230 juta penduduk Indonesia maka akan ada pohon tertanam sebanyak 230 juta pohon, akan mengurangi kerusakan laju tata ruang air seluas 55 %. Dan konsentrasi CO2 semakin berkurang secara signifikan, 2. Berkebun dikawasan bentaran sungai dan halaman rumah, menanam pohon buah-buahan untuk satu rumah 1 jenis pohon buah-buahan, 3. Menghijaukan kawasan kumuh dengan menanam tanaman hidup dan pohon-pohon penyerap karbon.
Memanfaatkan Energi dengan benar, panduan solusi antara lain : 1. Melakukan penghematan air, listrik, kertas, plastik dan benda lain yang dipergunakan sehari-hari. Hemat pemakaian bahan bakar fosil untuk kendaraan, kalau memungkinkan ganti dengan sumber energi yang bisa diperbarui serta ramah lingkungan, seperti biofuel. Kita optimalkan pemanfaatan energi yang ramah lingkungan dari alam seperti sinar matahari, angin dan air (mikrohidro) atau pun energi panas bumi, 2. Pemilihan material yang ramah lingkungan misalnya menggunakan lampu hemat energi seperti lampu LED yang rendah konsumsi listrik.
Memanfaatkan alat masak dengan bijak, panduan solusi : 1. Gunakan alat masak dari bahan yang tidak merusak lingkungan dan dapat di daur ulang cepat dan praktis, 2. Gunakan alat masak yang di buat dengan menggunakan energi alternatif terbarukan dan ramah lingkungan, 3. Membeli alat masak yang serba multifungsi untuk membatasi tumpukan sampah dari alat masak yang digunakan
Pendidikan kualitas lingkungan, solusi sederhana : 1. Sosialisasi pendidikan tentang perubahan iklim yang difokuskan untuk menyadarkan masyarakat, bahwa penyelamatan lingkungan secara lokal pun bisa berpengaruh secara global. Sebagai contoh, mendaur ulang barang bekas atau bersepeda ke tempat kerja, 2. Gunakan teknologi bangunan sekolah yang ramah lingkkungan dan dapat digunakan tahan lama.
Memilih bahan bangunan, solusi sederhana yang bisa dilakukan : 1. Pemilihan material atau bahan bangunan adalah salah satu langkah yang dilakukan dalam upaya menciptakan green property atau properti yang ramah lingkungan. Sebagai contoh, minimalkan penggunaan material kayu, batu alam ataupun bahan bangunan yang mengandung racun seperti asbeston, 2. Penggunaan Semen Instan, semen instan yang praktis dan efisien, atau pun memilih keran yang memakai tap yang hanya mengeluarkan air dalam volume tertentu. Penulis sudah mempraktekan hal ini di rumah pribadi., 3. Pengefisiensi penggunaan sumber energi litrik dengan konstruksi dinding dan atap rumah yang lebar untuk pencahayaan yang luas di dalam rumah dan bangunan gedung.
Peduli Sampah untuk kesehatan Lingkungan, antara lain, 1. Misalnya dengan tidak membuang sampah plastik secara sembarangan karena, Bumi butuh waktu ratusan tahun untuk mengurainya, 2. Para pemulung yang setiap hari mengumpulkan sampah-sampah plastik seharusnya dihargai, misalnya dengan memberikan insentif. 3. Masyarakat yang membuang sampah plastik sembarangan perlu diberi sanksi. Hal ini merupakan salah satu tindakan nyata untuk menyelamatkan laut yang pada akhirnya untuk keselamatan kita semua, 4. Sampah organik (dedaunan atau sisa makanan) bisa digunakan untuk pupuk, sangat berguna bagi tanaman. 5. Sampah Kertas .Sampah kertas bisa diolah kembali menjadi kertas daur ulang dan dapat digunakan sebagai dekorasi atau juga bisa untuk hiasan. 6. Sampah lainnya Jenis sampah lainnya (kaleng, botol, kendi, dll) bisa diolah ulang menjadi kerajinan tangan seperti vas bunga, tempat pulpen. 7. Tidak membuang kertas popok mengandung dioksin bagi bayi dan orang dewasa dalam jumlah besar
Berkendaraan dengan menggunakan : 1. Gunakan bahan bakar alternatif terbarukan non listrikan. 2. Gunakan bahan bakar listrik untuk kendaraan keluaran terbaru. 3. Berkendaraan bersama dengan transportasi massal atau bersepeda, 4. Matikan mesin kendaraan jika lama berhenti di rambu-rambu lalu lintas. 5. Gunakan bahan baku pebuatan badan/dinding/atap transportasi yang ringan dari bahan baku tidak merusak lingkungan.
Membuat Biopori Udara Air Tanah, misalnya 1. Mencegah banjir dengan memanfatakan lahan rumah yang terbatas dengan biopori. 2. Mencetak biopori sebanyaknya di areal lingkungan pemukiman bersama. 3. Membatasi penggunaan pompa sumur bor agar tidak terjadi penurunan permukaan tanah, 4. Mencetak penampungan air hujan yang dapat digunakan sebagai cadangan air bersih dalam bentuk sumur resapan pada halaman yang masih tersedia.
Memanfaatkan Tanaman Hias, misalnya 1. Tanamlah tumbuhan yang dapat menyerap efek emisi dan sebagai tanaman hias pekerangan rumah. 2. Tanaman hias yang dapat sebagai bahan obat-obat herbal. 3. Pot-pot bunga dari bahan yang dapat di daur ulang dan menyerap energi emisi untuk di daur ulang oleh tumbuhan hijau.
Alat Penerangan menghemat biaya, misalnya 1. Belilah alat penerangan yang hemat penggunaannya serta kuat dan tahan lama dan tidak menyebabkan sumber panas radiasi, 2. Beli lampu senter yang tidak mengandungkan sumber pencahayaan radiasi ataupun pengisian tidak lama dan tidak boros. 3. Sumber listrik lampu penerangan lingkungan sebaiknya dibuat dan digunakan menggunakan energi alternatif seperti PLTS dan energi biofuel lainnya. 4. Menggunakan pengendalian energi listrik seperti listrik pra bayar yang berfungsi untuk melatih dan membiasakan diri mengefisiensi  penggunaan listrik di rumah tangga dan bangunan gedung lainnya.
Meningkatkan RTH, dapat dilakukan sederhana : 1. Mencetak ruang hijau terbuka pada daerah pemukiman perumahan dan juga menyediakan halaman perkarangan rumah minimal panjang 1 meter dengan lebar 6 yang bertujuan menyerap energi panas terutama rumah minimal type 36 plus. 2. Mencetak ruang hijau terbuka pada areal yang terbatas pada kawasan pemukiman yang kosong di belakang rumah penduduk sepanjang jalan raya dalam bentuk lahan pertanian/perladangan terbatas. 3. Pemerintah dan masyarakat wajib mempertahankan kawasan hijau yang sudah ada. 4. Jika perlu pemerintah membeli lahan tanah kosong milik penduduk yang menjual tanah yang berada di kawasan jalan negara sebagai kawasan RTH pertanian abadi atau daerah rekreaksi lingkungan walau dalam luas yang terbatas dan tersebar di berbagai kawasan setempat-setempat yang diolah oleh pihak instansi terkait pemerintahan.
Menjaga keselamatan ekosistim laut, misalnya 1. Tidak menyebarkan bahan kimia berancun yang merusak ekosistim terumbu karang. 2. Tidak membuang sampah B3 dan kertas, plastik yang mematikan ekosistim rantai makanan makhluk hidup di lautan. 3. Menanam dan menghijaukan kawasan pesisir pantai, 4. Mencetak kawasan hijau dalam bentuk lahan produktif, 5. Mendaur ulang air laut yang asin menjadi air tawar
Data ini hanyalah sebagian dari data yang ada, masih banyak solusi untuk mengatasi fenomena emisi kimiadi geosfer (Disarikan dari berbagai sumber)

M. Anwar Siregar

Pemerhati masalah tata ruang-lingkungan dan energi geosfer. Blogpaluemas. Tgl 11 Februari 2015

KAYA ENERGI BBM, TAPI HIDUP SENGSARA

KAYA ENERGI BBM, TAPI HIDUP SENGSARA
Oleh M. Anwar Siregar
Ada dilema klasik yang terus menerus terjadi setiap pergantian model rezim pemerintahan di Indonesai dari orde lama ke orde baru serta ke era reformasi dan ke masa transisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Presiden terpilih Joko Widodo, akan ada banyak PR yang perlu diselesaikan sebelum masa Pemerintahan SBY berakhir pada tanggal 20 Oktober 2014, yaitu masalah pembangunan energi terutama pengadaan BBM yang sangat strategis bagi keberlangsungan pembangunan ketahanan industri, serta ketahanan kebutuhan sumber daya masyarakat.
Jika dilihat dari sudut Politik Energi, akan ada beberapa dilema sosial bagi masyarakat dan Negara yang perlu diperhatikan terutama dalam mendapatkan kebutuhan hidup yang harus disediakan Negara sesuai dengan aturan UUD 1945 tentang hayat hidup masyarakat luas dan sila dalam Pancasila yaitu menyangkut keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
AZAS KETIDAKADILAN
PR yang perlu diperhatikan adalah faktor Azas Ketidakadilan dalam kenaikan harga BBM akan berpengaruh pada ongkos hidup rakyat serta distribusi logistik dari berbagai usaha masyarakat. Dan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terdapat azas ketidakadilan antara orang miskin berpendapatan rendah dan orang kaya, akan terdapat perbedaan standart pemenuhan kebutuhan. Sebagai contoh seorang yang memiliki pendapatan diatas 70 juta dapat memenuhi BBM transportasi dan rumah tangga dalam dua bulan, sebaliknya masyarakat yang berpendapatan rendah dibawah 2.5 juta rupiah walau sudah diikutsertakan sekalipun dalam bantuan sosial seperti BLSM diberikan setiap bulan 150 ribu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, apalagi jika kalangan tersebut masuk kategori pejabat Negara, semakin meruncingkan perbedaan kondisi ekonomi. Sebab, pejabab tersebut akan memanfaatkan dana operasional yang tersedia di Departemennya.
Azas Ketidakadilan semakin jelas, kalau kita perhatikan lebih jauh perbedaan anggaran belanja rumah tangga miskin dengan dana operasional pejabat jika subsidi BBM hanya menguntungkan kalangan ekonomi kuat. Kemampuan daya beli masyarakat miskin hanya terpenuhi dalam satu hari, misalnya pembelian BBM dalam satu hari untuk 10 liter, kontradiktif dengan kemampuan masyarakat ekonomi atas lebih banyak menikmati subsidi, yang mampu membeli BBM sebanyak 15 ribu liter jika alokasi yang disediakan sebesar 100 juta per bulan.
Belum naik BBM, harga-harga pangan maupun bahan baku sudah naik, bagaimana jika naik sekarang? Dipastikan azas ketidakadilan akan semakin banyak rakyat hidup sengsara. Pengangguran semakin menggurita, karena pengusaha menggunakan salah satu opsi dengan pengurangan tenaga kerja, Nelayan tidak melaut karena ketidakmampuan membeli solar serta adanya pemotongan subsidi serta kebutuhan gizi generasi penerus semakin menurun, angka kesejahteraan semakin merosot tajam dan daya beli masyarakat semakin lemah mengingat kondisi pendapatan tidak seimbang dengan pemasukan. Mahalnya harga bahan pokok menyebabkan kondisi perdagangan di pasaran akan menimbulkan kerugian bagi pedagang. Sebuah PR untuk Presiden terpilih Joko Widodo.
KETAHANAN ENERGI
Selain faktor azas ketidakadilan dalam pembatasan BBM, terutama mendapatkan beraneka ragam sumber daya energi yang terdapat dipasaran domestik, pemerintah perlu mengaktifkan kondisi ekonomi daerah dengan peran aktif Pemerintah Daerah yang lebih mengetahui kondisi daerah dan setiap daerah berbeda-beda kebutuhan pasokan energi dan BBM, sehingga kebijakan nasional dapat diterapkan dengan tepat.
Isu penting yang perlu diperhatikan dalam jangka pendek dan menengah adalah ketahanan energi yaitu pembangunan energi baru terbarukan berkelanjutan, memfasilitasikan pembangunan investasi dan infrastruktur ketahanan energi serta peningkatan penguatan pasokan energi listrik dan BBM dipasaran agar tidak terjadi kelangkahan energi dan BBM yang sering terjadi akibat isu-isu politisasi.
Krisis kelangkahan pasakon energi BBM bersubsidi dibeberapa daerah merupakan gambaran lemahnya ketahanan energi. Ketahanan energi merupakan isu strategis yang perlu diperhatikan karena banyak dampak ikutannya seperti menambah kesengsaraan rakyat, yang memperlemah kekuatan daya saing industri di Indonesia ditingkat global.
UNTUK APA KAYA
Al Gore, mantan wakil presiden Amerika Serikat dan penerima hadiah Nobel Perdamaian 2007 dalam kunjungannya di Indonesia 9 Januari 2011, menyatakan bahwa Indonesia bisa menjadi Negara pengguna energi panas bumi terbesar di dunia dan itu merupakan kelebihan dari sisi ekonomi. Pernyataan ini sangat beralasan karena Iindonesia memiliki rangkaian gunung api sepanjang 6000 km yang menjadi sumber panas bumi.
Digambarkan, Indonesia memiliki bermacam-macam sumber energi yang merupakan bagian dari jiwa pembangunan rakyat Indonesia yang tidak boleh di liberalisasikan dan merupakan sumber hayat hidup bagi seluruh rakyat Indonesia, yang harus diupayakan dikembangkan, dilestarikan, dan dijaga serta di distribusi secara adil untuk kepentingan kehidupan umat. Potensi sumber daya energi ini lebih besar daripada potensi sumber daya minyak dan gas bumi.
Kenyataannya, gambaran sumber-sumber daya energi baru terbarukan berkelanjutan itu belum memenuhi harapan masyarakat untuk mendapatkan beraneka ragam jenis energi untuk kebutuhan sumber daya listrik rumah tangga, transportasi dan industri karena Pemerintah lebih memusatkan pengadaan BBM, dan kita telah kehilangan kebanggaan Negara sebagai pengekspor migas akibat terlalu bertumpuk pada kekuatan migas, Pemerintah lupa dengan data-data yang telah diberikan oleh pakar geologi, perminyakan dan pemerhatikan ekonomi bahwa sumber daya yang tidak dapat diperbaharui itu akan habis suatu saat nanti. Ini salah salah satu penyebab daya tahan energi di Indonesia paling lemah menghadapi intervensi dan dimanfaatkan pihak asing melalui berbagai upaya regulasi beberapa aturan konstitusi sumber daya mineral dan energi di Indonesia.
 Tenaga matahari atau energi surya, yang juga sumber energi alternatif yang cukup ramah lingkungan (Sumber : Internet dan dari berbagai sumber).
Dalam usia 69 tahun Indonesia merdeka, kapasitas pembangkit listrik yang dimiliki PLN hanya mencapai 40.000 megawatt dan sudah saatnya Indonesia memanfaatkan energi baru terbarukan yang potensinya sangat besar, untuk potensi pembangkit panas bumi atau geothermal Indonesia bisa memproduksi hingga 30 megawatt atau bisa menghasilkan listrik 150 tahun ke depan.
Selain itu, potensi dari sumber daya air Indonesia menyimpan potensi lebih besar lagi yakni bisa menghasilkan listrik mencapai 75.000 MW atau bisa menghasilkan listrik hingga 100 tahun ke depan. Potensi ini dapat dihitung dari 50.000 MW dari PLTS.
Gambaran energi baru terbarukan itu belum dimassalkan secara luas, gambaran energi ini bisa memperlihatkan kekuatan ketahanan energi Indonesia yang sebenarnya juga merupakan kekuatan kebutuhan dan daya tahan masyarakat dalam memenuhi sumber daya hidup di Indonesia.
Ironisnya, beberapa masyarakat sering sinis, jika melihat, membaca dan memahami potensi tersembunyi tersebut dan penulis sering mendengarnya karena ada kata-kata sindiran bernada muak kepada Pemerintah ”untuk apa kaya bermacam sumber daya energi jika rakyat hidup sengsara’. atau ”katanya Negeri kaya, kenapa antri panjang 10 km hanya mengisi 1 (satu) liter bensin?” Dan banyak kalimat atau kata-kata umpatan dan sindiran tidak layak penulis tulis disini ketika terjadi kelangkahan BBM di Deli Serdang.
 Potensi Energi Panas Bumi (Sumber : dari berbagai sumber)
Masyarakat tidak bisa disalahkan jika berkata sinis seperti itu karena masyarakat sudah mengerti bahwa tradisi kelangkahan BBM merupakan sebuah siklus yang mengikuti perkembangan global dan diperparah oleh politisasi BBM sehingga menimbulkan Pro-kontra ditengah masyarakat. Akibatnya akan selalu ada tekanan yang terjadi berdampak pada dorongan untuk menaikan harga BBM oleh berbagai kepentingan.
Dan tugas Pemerintah perlu menstabilkan pasokan energi dan harga pangan akibat kelangkahan dan pembatasan subsidi BBM tersebut melalui pemassalan berbagai jenis sumber daya energi dalam jangka pendek serta memperhatikan peran distribusi logistik yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat ekonomi bawah karena umumnya mereka yang paling merasakan dampak tersebut dan terbesar kerja disektor publik.
Dengan kata lainnya, harapan masyarakat tidak perlu antri panjang di negeri kaya BBM, agar tidak menjadi bahan tertawaan negara lain di muka bumi ini, agar NKRI memiliki rakyat yang tangguh menghadapi bermacam intervensi asing.
M. Anwar Siregar
Enviromnetal Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. 
Tulisan ini sudah diterbitkan oleh HARIAN ANALISA MEDAN

20 Jan 2015

Kabut Asap Bukan Budaya Indonesia : Geologi Lingkungan

KABUT ASAP, BUKAN BUDAYA INDONESIA
Oleh M. Anwar Siregar
Persoalan dalam penanggulangan bencana asap yang muncul lagi di permukaan adalah merupakan sosial budaya masyarakat, bencana kabut asap tidak boleh dijadikan budaya, karena itu faktor sosial budaya perlu ditanamkan untuk menanggulangi bencana yang kerap terjadi di Hutan Riau dan Kalimantan.
Perlindungan hutan harus menjadi bagian budaya manusia Indonesia untuk mencegah bencana global yang semakin meningkat tajam, upaya perlindungan hutan dari aksi illegal logging juga perlu ditingkatkan sehingga mencegah dampak yang lebih luas, terutama ruang untuk melakukan perusakan hutan di kawasan Tamanh Hutan Bumi seperti geopark, atau geobiodiversity yang banyak tersebar di beberapa wilayah Indonesia.
Budaya membangun hutan dapat dimulai dari diri sendiri dengan memproteksikan kesadaran diri yang holistik dengan dasar fundemental yang kuat dengan fokus menganggap hutan merupakan sumber kehidupan dengan mengembalikan marwah hutan ke fungsinya sediakala sebagai salah satu keseimbangan alam di bumi, maka budaya melestarikan hutan sudah menjadi kewajiban tanpa harus menunggu “perintah” dari luar.
 (Analisa/said harahap) TERTUTUP KABUT ASAP: Matahari memancarkan sinar merah redup akibat tertutup asap beberapa waktu yang lalu. Potensi kebakaran hutan kawasan Riau semakin meningkat sehingga dapat menimbulkan polusi udara dan mengganggu kesehatan.
 http://analisadaily.com/lingkungan/news/kabut-asap-bukan-budaya-indonesia/65799/2014/09/21
Hutan rusak akibat dampak kabut asap, maka yang merasakan bukan saja masyarakat yang hidup didekat hutan, melainkan juga masyarakat luas antar Negara, sebagai refleksi, ingat kejadian kabust asap yang lalu, sering berlangsung setiap tahun sehingga merugikan berbagai elemen kehidupan dan ekonomi, kesehatan dan fungsi keseimbangan lingkungan yang membutuhkan dana miliaran rupiah dalam mengembalikan ke kondisi alamiah, dan hal ini tidak akan pernah pulih.
HARUS JERA
Jika dilihat dari Budaya Politik, maka bencana kebakaran hutan dapat menimbulkan budaya negatif, yaitu image jelek bagi pemerintah, kadang merendahkan martabat bangsa karena kita dituntut minta maaf kepada negara tetangga. Maka faktor kesadaran diri manusia lah yang seharusnya menjadi titik utama untuk mengembalihkan marwah  hutan ke lingkungan hijau melalui budaya kearifan lokal yang menjadikan hutan adalah titik utama bagi keseimbangan alam di muka bumi.
Jika dilihat dari faktor Ekonomi, maka bencana kabut asap banyak merugikan kepentingan nasional dan efek negatif bagi Indonesia dalam pergaulan bisnis dan perdagangan internasional karena kita dianggap tidak becus dalam mengurus aspek kecil berupa pembinaan mental terhadap etika diri dalam merawat investasi bisinis yaitu bagaimana merawat hutan-hutan yang memiliki potensi sumber daya untuk menjadi potensi sumber daya ekonomi dalam mengendalikan kerusakan hutan.
Silahkan buka lembar berita kejadian bencana kabut asap antar negara, dan catatlah berapakah jumlah kerugian yang dialami Indonesia, lalu jumlahkan dengan kerugian yang dialami oleh negara tetangga, siapa yang untung? Kita lah yang paling merasakan kerugian karena sudah hancur hutan Indonesia, dibotaki lalu keuntungannya di bawah ke luar negeri dan pemerintah harus mengeluarkan biaya ”penyelamatan” yang lebih besar daripada keuntungan yang didapat. Maka hilangkanlah budaya membakar hutan.
Jika dilihat dari faktor kesehatan lingkungan, maka banyak berbagai jenis penyakit berdatangan, yang paling ditakuti saat ini adalah perubahan iklim dan cuaca yang sering terjadi di Indonesia, sehingga banyak merugikan waktu berbagai sektor bidang seperti penerbangan, ekonomi, perdagangan, kesehatan manusia dan lingkungan merosot tajam, kualitas sumber daya alam dan manusia menurun. dan lain sebagainya.
Maka hilangkan tradisi kabut asap itu, hanya untuk mengejar keuntungan sesaat sedangkan bencana alam terus menghantui umat manusia di bumi.
PEMBINAAN BUDAYA
Budaya faktor manusia lebih dominan yang perlu ditingkatkan saat ini yaitu pembinaan budaya mental untuk mencintai hutan, sehingga cara lama yang biasanya digunakan seperti membakar alang-alang liar di hutan yang berhektar-hektar, membersihkan kebun ditengah hutan dengan cara membakar yang berdampak pada bencana kabut asap antar negara itu perlu di hilangkan, bertanggung jawab untuk mengawasi cara-cara lama membersihkan kebun ditengah lokasi hot spot (daerah titik panas) seperti daerah pertambangan maupun daerah yang diidentifikasi memiliki lahan gambut dan batubara. Karena keduanya merupakan sumber ”pelumas” dan penghasil CO2 terbesar jika diinjeksi ke atmosfir.
Pembinaan budaya mental melalui aturan undang-undang dan hukum kepada masyarakat, pengusaha dan perusahaan untuk memahami bahwa alam Indonesia tidak bebas dari bencana ekologis dan geologis. Perlu mengasah hati untuk memahami bencana lingkungan, dan jika dilihat dari jenis penyebab bencana lingkungan adalah banjir dan longsor, faktor penyebab kedua jenis bencana ini adalah Hutan yang mengalami ketidakseimbangan ekologis berdampak pada berbagai jenis bencana lainnya seperti perubahan cuaca di atmosfir oleh pemanasan global, kerusakan lapisan ozon, hujan asam. Dengena berkuranya fungsi hutan sebagai ruang terbuka hijau, rentetan bencana akan terus berlangsung.
LANGKAH SELANJUTNYA
Maka budaya kelestarian hutan harus menjadi bagian kehidupan sehari hari untuk menghilangkan kebiasaan membakar dan selama ini tidak merasa terjera atau bersalah. Untuk langkah ini kita dapat memulai dengan beberapa hal sederhana namun efeknya sangat luas bagi lingkungan kita antara lain :
1. Yang perlu dilakukan adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa mereka dapat memanfaatkan petensi sumber daya hutan sekaligus menjaga fungsi konservasi. Salah satu yang bisa dilakukan adalah pendidikan budaya hutan. Pendidikan kearifan lokal berbasis budaya kelestarian hutan, dengan menghilangkan kebiasaan membakar hutan.
Hal ini penting, mengingat sebagian besar yang membakar hutan adalah warga dengan tingkat pemahaman pendidikan rendah dan ekonomi bawah (maaf, penulis bukan bermaksud merendahkan), terlihat umumnya mereka adalah tenaga kerja terbawah dalam struktur organisasi kerja. Dan kenyataanlah mereka sering di ”peralat” oleh yang berkuasa.
2. Mempersiapkan komposisi Sumber Daya Manusia di tiap Desa untuk memberikan penyuluhan terhadap Program Pembangunan Eknomi berbasis Hijau dengan memberikan cara-cara yang humanis untuk melakukan pembersihan hutan dan perkebunan, dengan prinsip menebang pohon di hutan harus ada sistim ganti rugi  atas pohon yang ditebang dengan menggunankan motto satu hilang tanam sepuluh pohon, untuk itu perlu pembinaan dan penyuluhan pembibitan berbagai jenis pohon untuk kaderisasi, masyarakat dapat menawarkan pembibitan tersebut kepada pihak pengusaha dalam sistim perdagangan, dan masyarakat juga dapat menawarkan jasa untuk membersihkan hutan dengan cara daur ulang sampah yang berupa alang-alang liar menjadi pupuk alamiah, alanga-alang liar yang kering dan basah itu dikumpul, diangkut di suatu tempat, lalu dihancurkan dengan cara membasakan setelah dibabat. Yang basah dibiarkan dulu kering lalu ditimbun dengan tanah galian. Proses ini akan mengalami penguraian waktu dan menjadi hancur secara alamiah di dalam tanah.
Dengan cara ini, kebiasaan membersihkan hutan dengan cara lama yang membakar hutan ke cara yang lebih sehat dan ada pengawasan secara ketat, dan titik panas api dapat di kontrol lebih ketat. Sehingga kabut asap yang sering terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan dapat mengurangi efek kabut asap. Sekali lagi, hilangkan kebiasaan membakar hutan yang menghasilkan kabut asap, karena itu bukan budaya masyarakat Indonesia.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer. Tulisan ini sudah di Publikasi di Harian ANALISA Medan

http://analisadaily.com/lingkungan/news/kabut-asap-bukan-budaya-indonesia/65799/2014/09/21

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...