9 Des 2015

Waspada Banjir akhir tahun Geologi Disaster :

Waspada Bencana Banjir Besar Akhir Tahun

Oleh: M. Anwar Siregar


Sumber : Illustrasi Harian Anaslisa

Pemerintah seharusnya sudah mengetahui tanda-tanda datangnya bencana secara teratur melalui rekaman sejarah siklus bencana dalam tahunan, puluhan atau bahkan ratusan tahun, karena dengan pengalaman ini, maka kerusakan infrastruktur fisik dan jumlah korban dapat diminimalisasikan, salah satu yang perlu diperhatikan adalah bencana banjir tahunan.
Komponen utama dari penyebab dampak bencana banjir yang sering terjadi dalam tata ruang perkotaan di Indonesia antara lain, berasal dari kendala oleh pemerintah itu sendiri yaitu “pembuangan” waktu dalam menetapkan suatu aturan zona hijau. Fakta menyebutkan, penataan dan perencanaan ruang kota hijau berkelanjutan yang masih tumpang tindih peraturan pelaksanaannya dan tingkat ketegasan pemerintah dalam menjalankan peraturan tersebut.
Dari segelintir kasus kejadian bencana seperti gempa dan gunung api meletus melalui efek banjir lahar dan gerakan tanah akibat banjir dan penggundulan hutan yang menimbulkan bencana kabut asap, menunjukan Pemerintah belum optimal memanfaatkan data dan informasi geologi sebagai dasar pembangunan ketataruangan, seharusnya menjadi fokus utama pembangunan ketataruangan wilayah yang berketahanan bencana dalam mereduksi jumlah kehancuran dan kerugian fisik tata ruang lingkungan dalam meredam trauma bencana di Indonesia karena eskalasi bencana tidak pernah berhenti. Pemerintah dan masyarakat tidak perlu merenung terus tetapi mengimplementasikan secepatnya karena bencana maut hadir setiap saat.
Pembangunan fisik yang berketahanan bencana geologi di Indonesia perlu terintegrasi satu kelembagaan riset yang menangani bencana lingkungan, mitigasi dan kegeologian sehingga memudahkan penyampaian informasi dan komunikasi yang tepat sasaran dan seragam. Bukti itu dengan banyaknya sektor yang menyampaikan informasi bencana dan kadang tumpang tindih komunikasi ketika terjadi bencana. Dan Pemerintah perlu memperhatikan peran masyarakat yang telah mengusulkan berbagai saran untuk membangunan koordinasi kelembagaan dan jaringan komunikasi karena hal ini dapat meminimalisasikan kerugian akibat bencana.
Penguatan koordinasi kelembagaan dalam rangka mendukung upaya mitigasi bencana, menyusun standar konstruksi (buliding code), peningkatan pelayanan Norma Standar Prosedur Manual (NSPM) pengendalian bencana serta dikombinasikan pemahaman sosialisasi mitigasi kewaspadaan masyarakat untuk meminimalisasi kerusakan dan kehancuran akibat bencana. Namun hal ini belum membumi di Indonesia dan sangat kontras dibandingkan dengan Jepang dan Amerika Serikat, jangan berkata bahwa mereka sudah maju pengetahuan dan teknologi tetapi mereka maju karena pengalaman sejarah bencana yang diimplementasikan dalam budaya siaga bencana. Bukankah Indonesia sudah “berpengalaman merasakan bencana?”
Membangun sistem jaringan komunikasi tanggap darurat, antar wilayah yang dirancang berketahanan bencana agar jaringan sistem komunikasi tidak mengalami kehancuran atau kendala dalam memberi informasi dan komunikasi penanggulangan bencana. Untuk menghindarkan kebuntuan komunikasi diperlukan satu pusat pemrosesan data yang dirangkum dari beberapa ahli di instansi kebumian seperti IAGI, LIPI, BMKG, BPPT, Bakorsurtanal, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dipusatkan pada satu badan riset nasional yaitu Badan Geologi Nasional. Seluruh staf ahli kebumian dapat memberikan konstribusi informasi pada Badan Geologi Nasional agar ketimpangan informasi dapat dihindarkan, bertujuan untuk membantu masyarakat dapat mengantisipasi bencana secepatnya, terhindar dari isu-isu yang menyesatkan. sebagai refleksi dari kejadian gempa di inti Kota Meksiko, San Fransisco, Bam, Cristchurch dan Jepang (Februari dan Maret 2011).
Tata ruang lingkungan kota-kota di Indonesia memerlukan zonasi rehabilitasi lingkungan tata ruang air dan infrastruktur yaitu melakukan usaha preventif tata ruang dengan merelokasikan aktifitas yang tinggi ke daerah yang lebih aman dengan mengembangkan pemetaan mikrozonasi sesuai dengan karakteristik geologi lingkungan internal dan eksternal tatanan geologi tektonik dan satuan fisiografis lingkungan geomorfologi yang menyusun suatu kawasan tata ruang kota yang diidentifikasi aman bagi keberlanjutan tata ruang air dan rehabilitasi tata guna lahan sebagai zona relokasi apabila terjadi kerentanan diwilayah yang lain.
Faktor lain yang mendorong semakin tingginya potensi resiko bencana banjir di kota-kota di Indonesia adalah laju kepadatan penduduk dan bangunan, yaitu banyak penduduk di kota besar seperti Jakarta dan Medan bertempat atau sengaja tinggal di kawasan yang rawan/rentan terhadap bencana seperti tinggal di bantaran sungai.
Yang menyebabkan semakin menambah parah kerusakan tata ruang selain tersebut diatas karena bencana alam hadir secara beruntun dan menelan korban yang sia-sia, yaitu pemerintah sangat lambat dalam mengartikulasi perencanaan pembangunan kota, lebih dipusatkan bagaimana bangsa ini mencapai target kemajuan ekonomi dengan bukti banyak menghasilkan pembangunan ekonomi coklat daripada ekonomi hijau, dan adalah bencana ekologis sebagai bukti tahunan yang meliputi bencana kabut asap dan banjir bagaikan arisan yang silih berganti datang menyapa kita untuk membayar upeti berupa nyawa, harta dan infrastruktur fisik yang rusak serta kebangkrutan ekonomi dengan bonus penambahan jumlah masyarakat menjadi miskin. Efek lanjutan ini diperparah lagi oleh tingkah laku etika para elite bangsa lebih mementingkan “ekonomi perut” alias mengguritanya korupsi. Kemampuan supremasi hukum yang tumpul dalam membela kepentingan rakyat yang sangat luas berdampak kepada kemurkaan alam di bumi Indonesia, lihatlah berbagai musibah dalam kurun tiga bulan ini, habis asap, muncul banjir diselang-seling kegaduhan politik dan sosial di kehidupan masyarakat Indonesia dan menjadi berita media luar negeri,
Mewaspadai berbagai jenis bencana alam terutama bencana banjir besar pada jelang pergantian tahun 2015 seperti siklus tahun lalu saat penting, sekaligus siaga dalam menghadapi bencana, bukan selama ini penanggulangan bencana masih ditekan pada ‘saat’ serta ‘setelah (pasca)’ terjadinya bencana. Sementara itu, pada tahap ‘sebelum (pra)’ bencana yang telah diakomodasikan masih terbatas pada tahapan pencegahan (prevention), yaitu dengan menghindari pemanfaatan kawasan yang ‘rawan bencana’ untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya dan pertanian abadi.
Upaya untuk mewaspadai dan menghindari bencana alam yang berjalan secara progresif dan membuat lingkungan tidak nyaman bagi manusia yang mulai menurunkan daya dukung fisik bumi adalah dengan menggunakan segala sumber daya alam, ruang dan manusia secara efisien, mengembangkan sumber daya energi baru yang aman terhadap perubahan iklim ekstrim, moratorium semua lahan dan hutan di Indonesia guna mencegah terjadinya kebakaran dan bencana kabut asap serta banjir longsor tahunan, mengefektifkan penanaman pohonan setiap bulan, bukan dalam rangka hari menanam pohon saja maupun hari lingkungan lainnya untuk mencegah kerusakan lapisan ozon serta membudayakan penggunaan transportasi umum berbasis ekologi hijau dengan penggunaan sarana yang efektif tanpa membuat macet sehingga dapat menurunkan jumlah emisi yang dapat membahayakan kesehatan, mengurangi ketergantungan pemakaian energi konvensional.
Seperti itu, perlu peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam menguatkan diri menghadapi berbagai bencana yang datang secara beruntun dengan membangun lingkungan yang berkelanjutan yang sadar akan lingkungan, berpandangan holistis, sadar hukum dan mempunyai komitmen atau kecintaan terhadap lingkungan. ***
Penulis, Enviromentalist Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang dan Lingkungan, Energi-Geosfer.
Diterbitkan Harian ANALISA Medan, 28 November 2015 



Flood alert Big End of Year
By: M. Anwar Siregar



Source: Illustrations Daily Anaslisa

The government should already know the signs of the coming disaster on a regular basis through historical records disaster cycle in the annual, tens or even hundreds of years, because with this experience, then the damage to the physical infrastructure and the number of casualties can be minimized, the one that needs to be considered is the catastrophic annual flooding.
The main component of the cause of the impact of the floods that frequently occur in urban spatial planning in Indonesia, among others, is derived from the constraints of the government itself that is "disposal" of time in establishing a green zone rules. The fact, structuring and planning of sustainable green city spaces that are still overlapping its implementing regulations and firmness levels of government in implementing the regulation.
From a handful of cases of disaster events such as earthquakes and volcanoes erupt through the effects of lava flooding and soil movement due to floods and deforestation, catastrophic smog, shows the Government has not optimally utilize data and geological information as a basis for the development of ketataruangan, should be the main focus of development ketataruangan region disaster resilience in reducing the amount of physical destruction and loss of spatial environment in reducing the trauma of the disaster in Indonesia since the escalation of the disaster never stopped. Government and society need not brood continue but to implement as soon as possible because of the disaster death is present at all times.
Physical construction of enduring geological disasters in Indonesia needs to be integrated with research institutions that deal with environmental disasters, mitigation and kegeologian so as to facilitate the delivery of information and communication targeted and uniform. Evidence that the number of sectors that convey information about the disaster and sometimes overlapping communications when disaster strikes. And the Government needs to consider the role of the community who have proposed various suggestions to develop their institutional coordination and communication networks because it can minimize the losses caused by the disaster.
Strengthening institutional coordination in order to support disaster mitigation efforts, setting standards for construction (buliding code), improvement of services Norma Standard Procedures Manual (NSPM) disaster control and mitigation combined understanding of the socialization of public awareness to minimize the damage and destruction caused by the disaster. However it is not grounded in Indonesia and the stark contrast in comparison with Japan and the United States, do not say that they had advanced knowledge and technology but they advanced as the historical experience of the disaster that is implemented in a culture of preparedness. Indonesia Is not already "seasoned felt catastrophe?"
Building a system of emergency response communications network, inter-regional disaster resilience which is designed so that network communication system did not undergo destruction or obstacles in giving information and communication disaster management. To avoid communication deadlock required a processing center to data compiled from several experts in geoscience agencies like IAGI, LIPI, BMKG, BPPT, Bakorsurtanal, the Ministry of Energy and Mineral Resources, focused on the national research body is the National Geological Agency. The entire staff of experts earth can contribute information to the National Geological Agency so that discrepancies can be avoided, aims to help people be able to anticipate the disaster as soon as possible, to avoid misleading issues. as a reflection of the core earthquakes in Mexico City, San Francisco, Bam, Cristchurch and Japan (February and March 2011).
Spatial environments cities in Indonesia require zoning rehabilitation of the spatial environment of water and infrastructure that perform preventive efforts spatial relocate high activity to safer areas by developing mapping microzonation according to the geological characteristics of the internal and external environments order geological and tectonic units geomorphology physiographic environments that make up a city planning area identified for sustainable spatial safe water and rehabilitation of land-use relocation as a zone of vulnerability in the event of another region.
Another factor driving the higher the potential risk of flooding in the cities in Indonesia is the rate of population density and building, that many residents in big cities like Jakarta and Medan housed or purposely live in an area prone / prone to disasters such as live along the river ,
Which led to worsened the damage layout in addition to the above due to natural disasters is present in a row and claimed vain, that the government is very slow in articulating municipal planning, more focused how this nation achieve the target of economic progress with evidence generate a lot of economic development brown rather than green economy, and is an ecological disaster as proof annual cover catastrophic smog and flooding like gathering alternating came to greet us to pay tribute in the form of life, property and physical infrastructure broken and bankrupt economy with the bonus addition of the number of people to be poor. Aftereffect is further aggravated by the ethical behavior of the nation's elite are more concerned with "the economic belly" alias mengguritanya corruption. The ability of the rule of law that is blunt in defending the interests of the people are very broad impact to the wrath of nature on Earth Indonesia, take a look at the various calamities in the next three months, exhausted fumes, appeared flooding are interspersed noise of political and social life of the Indonesian people and the news media outside country,
Be aware of the various types of natural disasters, especially the huge flood in ahead of the turn of the year 2015 as a year ago when the cycle is important, as well as idle in the face of disaster, not during this disaster still pressed on 'when' and 'after (post)' disaster. Meanwhile, in the 'before (pre)' disaster has been accommodated is limited at this stage of prevention (prevention), namely by avoiding the use of areas 'prone' to be developed as an agricultural area of ​​cultivation and lasting.
Efforts to be aware of and avoid the natural disasters that runs progressively and make the environment uncomfortable for humans began to reduce the carrying capacity of the physical earth is to use all natural resources, space and human efficiently, develop new energy resources that are safe to extreme climatic changes , a moratorium on all land and forests in Indonesia in order to prevent fires and disasters haze and floods landslides yearly, streamline planting trees every month, not in the context of the day planting trees alone and the other environment to prevent damage to the ozone layer as well as cultivate the use of public transport-based ecology green with the use of an effective tool without jamming so as to reduce the amount of emissions that can be harmful to health, reducing dependence on conventional energy consumption.
As it is, needs to increase the capacity of human resources in strengthening themselves against disasters that come straight to build environmentally sustainable environmental conscious, holistic-minded, litigious and have a commitment or devotion to the environment. ***
Writer, Enviromentalist Geologist, Observer Spatial and Environmental Issues, Energy-Geosphere.
Published ANALYSIS Medan Daily, 28 November 2015

1 Des 2015

Evolusi Sinabung : Geologi Disaster



BELAJAR DARI SINABUNG UNTUK SIBUAL-BUALI DIABAD SEKARANG
Oleh : M. Anwar Siregar

Setelah Sinabung di Tanah Karo menujukkan ekspose kedigdayaan sebuah gunung yang naik kelas, serta merupakan gambaran tipikal gunung api yang wajib dipelajari, bahwa gunung api yang pernah masuk kategori kelas type B yaitu gunung api yang tidak bererupsi selama lebih 400 tahun suatu saat akan naik kelas ke type A, dan gunung Sibual-buali itu memiliki potensi seperti Sinabung.
Hal ini diketahui dari kedudukan erupsi gunung Sibual-buali yang terletak dijalur titik lemah bumi Pulau Sumatera antara lain sumber lokasi zona patahan gempa, dapat merasakan atau terasa kontak efek goncangan berganda akibat tumbukan lempeng dan berada di zona benioff antara tumbukan Pulau Sumatera.
Hari Gunungapi di Bulan Desember sebagai implementasi yang perlu direnungkan bagi masyarakat yang bermukim di sekitar kaki gunungapi untuk mewaspadai.
DAERAH PERTEMUAN BENIOFF
Pergerakan lempeng erat kaitannya antara tektonik dan vulkanisme (gejala penerobosan magma ke permukaan bumi) yang akan menentukan kemunculan gunungapi, ternyata lingkungan gunungapi Sibuali-buali tersebut dipengaruhi oleh tatanan tektonik daerah yang bersangkutan seperti lokasi pertemuan antara sabuk kegempaan dan kegunungapian yang umumnya berada di wilayah Sumatera Utara.
Pergerakan lempeng-lempeng yang tegar yang saling bergerak dengan sifat yang berbeda. Apabila dua Lempeng Samudera (Hindia dan Pasifik) akan ditekuk kebawah Lempeng Benua sepanjang jalur miring hingga jauh ke dalam lapisan astenosfera, sepanjang jalur miring inilah terdapat jalur beniof atau pusat jalur gempa, yaitu gempa tektonik dan gempa vulkanik. Dan Pulau Sumatera terdapat jalur Benioff dengan sudut 45o, bersinggungan dengan sesar-sesar di Pantai Barat dan daratan Sumatera yang membentuk pola tegangan searah memanjang Pulau Sumatera.
Posisi Sibuali-buali yang berada di wilayah Tapanuli Selatan, begitu juga Sorik Merapi di Madina itu berada dalam persinggungan zona patahan Semangko yang berarah sepanjang Pulau Sumatera, diapit zona patahan kiri dan kanan yang dapat membentuk SMS alias Send Mensage Seismitic singkat namun kontinu bila pergerakan di daerah pemisahan patahan sebagai pembangkit energi vulkanik dan tektonik sehingga Sibuali-buali memiliki batas kemampuan untuk meredam efek guncangan dalam periode waktu geologi tertentu, seperti yang telah diperlihatkan oleh Sinabung, berada dalam jalur patahan Karo dan Lingkungan Gunung super Toba Purba, bangkit untuk melakukan deformasi dan evolusi sebuah gunung api yang lama istirahat.
EFEK GUNCANGAN BERGANDA
Yang perlu disimak dari kejadian tersebut, antara hubungan (georrafis) vulkanisme modern dari kawasan terjadinya gempa bumi diwilayah struktur kerak bumi Sumatera. Harus ditegaskan, disekitar wilayahh Sumatera terdapat zona penekukan dikawasan batas kontinen (Benua) dengan Samudera. Disekitar wilayah ini gempa bumi masih ”hidup” menyebabkan tetap adanya mobilitas  pembentukan kerak bumi. (Studi kasus banyak diperlihat oleh gunungapi di Kawasan Timur di Sulawesi Utara dan NTT).
Meningkatnya aktivitas beberapa gunungapi di kawasan Sumatera, karena adanya keterkaitan antara gempa tersebut di Pantai Barat Sumatera dengan aktivitas gunungapi. Peningkatan gangguan pada dapur magma karena mengalami desakan lempeng (yang mengubah gerakan) menjadi terganggu karana adanya getaran seismik yang kuat yang menyebabkan peningkatan aktivitas pada dapur magma yang masih kosong mengalami pengisian yang penuh. Selain itu, posisi Sibual-buali sangat dekat dengan zona penunjaman atau jalur miring bergempa (benioff) dari tempat terbentuknya gunungapi, yang menimbulkan pergerakan magma bergerak terus dari waktu ke waktu sampai ratusan tahun yang berakhir dengan letusan.
Gempa bumi dan gunungapi yang terjadi di Indonesia bersifat lokal dan terbatas pada lempeng tertentu. Tidak ada hubungan gempa yang berlangsung di Aceh dan Nias (2004 dan 2005), apalagi dengan hubungan dengan ring of fire Pasifik. Karena gunungapi yang ada di Kepulauan Maluku tidak mengalami gangguan keseimbangan magma ketika berlangsung gempa bumi Nias, namun untuk Sibuali-buali adalah sebuah ”deposito bergerak seismik” dalam waktu periode tertentu.
Yang akan memunculkan suatu gangguan guncangan letusan gunungapi suatu saat nanti dengan beberapa penyebab tambahan antara lain : posisi tata ruang aktivitas yang merusak keseimbangan termo fisik disekitar kawah Sibual-buali, ledakan pemanfaatan lahan hijau oleh laju kepadatan penduduk, lihat pelajaran berharga dari tata ruang disekitar Sinabung dan Sibayak di Tanah Karo.
ROBEKAN PANJANG SUMETERA
Gubungapi Sibual-buali muncul ditengah jalur arah memanjang tubuh Pulau Sumatera, yang merupakan relik perpisahan rangkaian pegunungan Bukit Barisan Sumatera dari sebelah Barat dan Timur dan gunungapi ini juga duduk di permotongan jalur sesar arah Sumatera ke Utara dan Selatan ke arah sesar Sunda. Gunungapi Subual-buali di Tapsel itu dan seperti semua gunungapi lainnya di Sumatera duduk di atas Sesa Sumatera.Semangko
Tempat kedudukan pada sesar sumatera merupakan zone robekan panjang 1600 km, yang membelah Pulau Sumatera, demikian juga halnya geomorfologi di wilayah Tapanuli bagian Selatan itu terdapat robekan sepanjang hampur 420 km dengan berbagai ruang-ruang penerobosan magma dan pusat-pusat energi seismik di beberapa segment patahan yang dapat mentransfer energi seismik diatas kekuatan 7.9 Skala Richter, gunung Sibual-buali ada hubungan korelasi tatanan geologi yang dekat erat kaitannya dengan terjadinya letusan gunungapi di sekitar Toba Purba dimasa lalu. Kondisi ini cukup untuk membangunkan gunungapi Sibual-buali dari rangkaian tidur yang panjang. Dan lagi-lagi Gunungapi Sinabung sebagai contoh pelajaran yang berharga.

 

Gambar : Geologi citra foto Gunungapi Sibual-buali dan perpotongan 
patahan sumatera Sumber : Dari berbagai sumber dan Internet map google
 
BERITA SIBUAL-BUALI
Kabupaten Tanah Karo kini sering diguncang letusan gunung api, merupakan aktivitas tektonik yang terjadi disepanjang pantai barat dan daratan Sumatera akibat pengumpulan energi yang terus menerus secara kontinu dan bertahun-tahun, pada suatu saat dapat menimbulkan guncangan termodinamika perut bumi, apa yang terjadi dari Tanah Karo dan Aceh-Simeulue dapat juga terjadi di wilayah Tabagsel di mana gunung Sibual-buali itu berdiri kukuh bersama “saudaranya” Sorik Merapi dapat tertekan hingga sekarang merupakan rangkaian aktivitas tektonik berumur ratusan tahun dan kapan meletusnya bisa dalam hitungan detik, bisa dekat, bisa jauh.
Dan kita sudah melihat kondisi itu bagaimana keadaan Sinabung di era modern, dalam era sebelum modern, gunung api Sinabung pernah meledak, dan lalu tertidur dalam 400 tahun, hingga naik kelas menjadi gunung api aktif di era modern, maka Sibual-buali dengan tatanan geologi yang hampir sama dengan gunung Sinabung.
Yang sangat membahayakan kondisi Gunung Sibuali-buali yang berada dalam tatanan patahan Sumatera yaitu adanya gangguan dan pendesakan yang sangat kuat, dan karena berhubungan dengan kondisi bumi yang tidak mengalami pemekaran atau pembesaran maka akan terbentuk pergerakan penumbukan antara keduanya sehingga letusan yang maha luar biasa suatu saat dapat terjadi.
Jadi, bagaimana kabar Sibual-buali di abad sekarang? Melihat betapa dahsyatnya dan teobeknya perut bumi Sumatera oleh ledakan super gunungapi Toba Purba dan banyaknya terbentuk gunung-gunungapi di Sumatera Utara di masa lalu telah meledakan kerobekan tubuh pulau Sumatera di era pra sejarah hingga ke era modern serta gempa-gempa skala medium masih berlangsung sepanjang Pantai Barat Sumatera dan Selat Sunda itu, maka suatu saat dapat mengganggu ketenangan Sibual buali karena pendesakan yang kuat di Samudera Hindia oleh pergerakan Lempeng Indo-Australia, yang membentuk pola-pola subduksi sesar naik atau membentuk rangkaian pegunungan bawah laut sehingga memerlukan ruang untuk muncul ke permukaan.
Tulisan ini bukan untuk memprediksi akan terjadi sebuah bencana gunung api baru yang di awaki oleh Sibuali-buali untuk mengikuti jejak Sinabung namun memberikan refleksi sekaligus mengingatkan kondisi keduanya hampir sama, derap kemajuan pembangunan dan laju kerusakan lingkungan sedang mengancam di sekitar Sibuali-buali dalam masa lima tahun kedepan, dan kita wajib tetap waspada serta tetap belajar memahami segala evolusi yang telah tercipta oleh pengetahuan kehidupan dan tempat tinggal Sinabung dan Sibual-buali.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer


Geology Disaster: Learning Volcano



TO LEARN FROM SINABUNG FOR SIBUAL-BUALI CENTURY NOW
By: M. Anwar Siregar

After Sinabung in Karo showed exposes the superiority of a mountain grade, as well as a description of a typical volcano that must be learned, that volcanoes ever to enter class category type B is a volcano that was not erupting for over 400 years will someday grade to type A, and mountain Sibual-Buali it has potential as Sinabung.
It is known from the position of eruptions Sibual-Buali located belt weak point of the earth's Sumatra Island, among others, the source location of the earthquake fault zone, can sense or feel the contact effects of multiple shocks due plate collision and was in Benioff zone between the collision of Sumatra Island.
Volcano day in December as the implementation that need to be contemplated for the people living around the foot of volcanoes to be aware of.
REGIONAL MEETING Benioff
Plate movement is closely related between tectonics and volcanism (symptoms breach of magma to the surface of the earth) which will determine the appearance of volcanoes, turns environments volcano Sibuali-Buali are influenced by the order of tectonic region concerned as the location of a meeting between the belt of seismicity and the volcano are generally located in Sumatra North.
The movement of the rigid plates that are moving with different properties. When two plates are Ocean (Indian and Pacific) will be bent downward sloping continental plate along the track until deep into the layers astenosfera, along the path there is this skewed beniof lane or the center-point earthquake, the tectonic and volcanic earthquakes. And Sumatra are Benioff track at an angle of 45 °, intersect with fault-fault on the West Coast and mainland Sumatra, which form a voltage pattern elongated in the direction of the island of Sumatra.
Position Sibuali-Buali in the area of ​​South Tapanuli, as well Sorik Merapi in Madina that are in the intersection of the fault zone Semangko trending along Sumatra island, flanked fault zone left and right that can form SMS alias Send Mensage Seismitic brief but continuous when moving in separation zone fault as energy generation volcanic and tectonic so Sibuali-Buali has a limited ability to absorb the shocks in periods of geologic time certain, as has been shown by Sinabung, located in the fault lines Karo and the Environment Mount super Toba Purba, rose to deformation and the evolution of a volcano long break.
EFFECTS OF DOUBLE Shocks
Who need to be listened to from the incident, the relationship (georrafis) modern volcanism of the area of the earthquake region of Sumatra crust structure. It should be stated, there are around wilayahh Sumatra bending zone limit of the continental region (Continental) with the ocean. The region around the earthquake still "alive" cause permanent mobility  formation of the earth's crust. (A case study much diperlihat by volcanoes in the Eastern Region in North Sulawesi and NTT).
Increased activity of some volcanoes in Sumatra region, because there is a correlation between the earthquake on the West Coast of Sumatra with volcanic activity. Increased disturbance in the magma chamber due to the insistence of the plates (which converts the movement) becomes disturbed paddock presence of strong seismic vibrations that lead to increased activity in the magma chamber is empty experiencing a full charge. In addition, position-Buali Sibual very close to the subduction zone or oblique lines bergempa (Benioff) of a volcanic formation, which cause the movement of magma moving steadily from time to time until hundreds of years ended with the eruption.
Earthquakes and volcanoes occurring in Indonesia are local and limited to a particular plate. There is no relationship earthquake that took place in Aceh and Nias (2004 and 2005), especially with the relationship with the Pacific ring of fire. Because the volcano is in the Maluku Islands are not impaired during a magma balance Nias earthquake, but to Sibuali-Buali is a "moving seismic deposits" within a certain period of time.
Which would lead to a disruption shaking volcanic eruption sometime in the future with some additional cause, among others: the position of spatial activities that undermine the balance of thermo physical around the crater Sibual-Buali, explosion utilization of green land by the rate of population density, see the valuable lessons of spatial around Sinabung and Sibayak in Tanah Karo.
RIPS LONG Sumatera
Volcano Sibual-Buali appear in the middle lane of the body lengthwise direction of Sumatra island, which is a relic separation Sumatra Bukit Barisan mountain range on the west and east and volcanoes also sits on the fault lines permotongan direction to North and South Sumatra towards the Sunda fault. Subual volcano-Buali in Tapsel it and like all other volcanoes in Sumatra sitting on Sesa Sumatera.Semangko
Domicile at fault Sumatran a zone rips length 1600 km, which divides the island of Sumatra, as well as geomorphology in the region Tapanuli southern part of it there is a tear along hampur 420 km with various spaces breach magma and centers of seismic energy in some segments fault which can transfer seismic energy on the strength of 7.9 on the Richter Scale, mountain-Buali Sibual no correlation geological structure near the closely associated with the occurrence of volcanic eruptions around Toba Purba past. This condition is sufficient to awaken volcanoes Sibual-Buali of a series of long sleep. And again Sinabung Volcano as an example of valuable lessons.
 

 
L picture photo image of Volcanic Geology Sibual-Buali and the intersection 
of the Sumatran fault, (Source: From various sources and Internet map google)
 
News SIBUAL-SIBUALI
Tanah Karo now often rocked by a volcanic eruption, a tectonic activity that occurs along the west coast and mainland Sumatra due to the collection of continuous energy continuously and for many years, at one time can cause shocks thermodynamics bowels of the earth, what happens from Tanah Karo and Aceh and Simeulue can also occur in the region Tabagsel where mountain Sibual-Buali it stand strong together "brother" Sorik Merapi can be depressed until now is a series of tectonic activity hundreds of years old and when the eruption could be in a matter of seconds, can close, can be much.
And we've seen that condition how the state Sinabung in the modern era, in the era before the modern, volcano Sinabung never explode, and then fell asleep in 400 years, until the grade becomes active volcanoes in the modern era, then Sibual-Buali with the order geology almost the same as Mount Sinabung.
Which is very dangerous condition of Mount Sibuali-Buali which are in the order of fault Sumatra namely the disruption and displacement are very strong, and due to the condition of the earth who did not undergo expansion or enlargement it will form a movement pulverization between the two so that the eruption is most remarkable one time can occur.
So, how are Sibual-Buali in the present century? Seeing how powerful and teobeknya earth Sumatra by the explosion of a super volcano Toba Purba and many formed a mountain-volcano in North Sumatra in the past have detonates tearing of the body of the island of Sumatra in the era of pre-history up to the modern era and earthquakes scale medium is still going along the coast West Sumatra and Sunda Strait, then a time may unsettle Sibual Buali because displacement is strong in the Indian Ocean by the movement of the Indo-Australian Plate, which form the patterns of the subduction fault ride or form a mountain range under the sea that require space for surfacing ,
This paper is not to predict there will be a catastrophic volcano new at manned by Sibuali-Buali to follow Sinabung but it gives a reflection at the same time reminding the condition of both is almost the same, clattering progress of development and the rate of environmental degradation is threatening around Sibuali-Buali within five years ahead, and we must remain vigilant and continue to learn to understand all the evolution that has been created by the knowledge of life and residence Sinabung and Sibual-Buali.
M. Anwar Siregar
Environmental Geologist, Observer Spatial Issues Environmental and Energy-Geosphere
 

Terumbu Karang

Cause Coral Sea Surge Sharply Increased acidity

Coral reefs eat more during periods of high activity and pumping more CO2 into the water, thus further increasing the acidity.

Terumbu Karang Sebabkan Lonjakan Tajam Peningkatan Keasaman Laut
Coral reefs (Thinkstock Photos)

Acidic water is a sign of a healthy reef. A study gives us a new understanding of how coral reefs might react to climate change.
Andreas Andersson from the Scripps Institution of Oceanography in San Diego, California, and his colleagues monitored coral reefs in Bermuda for five years. They found that the acidity spike associated with increased coral growth.
"At first we were really confused by this," said Andersson. "It's really the opposite of what we expect in a scenario of ocean acidification."
The researchers observed water chemistry on coral between 2007 and 2012. During that time, there were two sharp spikes acidity, namely in 2010 and 2011.
The team found that coral growth alone makes the water more acidic for corals to suck alkali carbonate from the water to build their skeletons. Reefs also eat more food during periods of high activity and pumping more CO2 into the water, thereby increasing the acidity further.
Researchers are trying to figure out what is driving changes in coral growth and acidity of the water. Fortunately, there is a station that serves to measure the chemistry of the sea within 80 kilometers offshore. They found that two sharp spike in the growth of coral and acidity coinciding with the peak of the bloom of phytoplankton - single-celled plants become food reefs.
Source: National Geographic Indonesia

Terumbu Karang Sebabkan Lonjakan Tajam Peningkatan Keasaman Laut

Terumbu karang makan lebih banyak selama periode aktivitas tinggi ini dan memompa lebih banyak CO2 ke dalam air, sehingga meningkatkan keasaman lebih lanjut.

Terumbu Karang Sebabkan Lonjakan Tajam Peningkatan Keasaman Laut
Terumbu karang (Thinkstock Photos)
Air asam merupakan tanda dari terumbu karang yang sehat. Sebuah studi memberikan pemahaman baru bagi kita tentang bagaimana terumbu karang mungkin bereaksi terhadap perubahan iklim.
Andreas Andersson dari Scripps Institution of Oceanography di San Diego, California, dan rekan-rekannya memonitor terumbu karang di Bermuda selama lima tahun. Mereka menemukan bahwa lonjakan keasaman terkait dengan pertumbuhan karang yang meningkat.
"Awalnya kami benar-benar bingung dengan hal ini," kata Andersson. "Ini benar-benar berlawanan dengan apa yang kami perkirakan dalam skenario pengasaman laut."
Para peneliti mengamati kimiawi air di karang antara tahun 2007 dan 2012. Selama waktu itu, ada dua lonjakan tajam keasaman, yaitu pada tahun 2010 dan 2011.
Tim menemukan bahwa pertumbuhan karang sendiri membuat air lebih asam karena karang menyedot alkali karbonat dari air untuk membangun kerangka mereka. Karang juga memakan lebih banyak makanan selama periode aktivitas tinggi ini dan memompa lebih banyak CO2 ke dalam air, sehingga meningkatkan keasaman lebih lanjut.
Para peneliti mencoba untuk mencari tahu apa yang mendorong perubahan dalam pertumbuhan karang dan keasaman air. Untungnya, ada sebuah stasiun yang berfungsi untuk mengukur kimiawi laut berjarak 80 kilometer dari lepas pantai. Mereka menemukan bahwa dua lonjakan tajam dalam pertumbuhan karang dan keasaman bertepatan dengan puncak mekarnya fitoplankton--tanaman bersel tunggal yang jadi makanan karang.
Sumber : National Geographic Indonesia

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...