12 Jan 2016

Jelajah Alam Geologi Air Terjun


JELAJAH ALAM GEOLOGI AIR TERJUN AEK BILAH
Oleh : M. Anwar Siregar
KOORDINAT AEK BILAH
Daerah Kecamatan Aek Bilah, secara geografis terletak pada koordinat :
N 99o20’.00.–N 99o40’00” dan E 01o55’00” -02o05’00”.
Secara Adminsitratif Kecamatan Aek Bilah berbatasan dengan :
-       Sebelah Utara                    : Kab. Labuhan Batu
-       Sebelah Selatan                 : Kecamatan SDH
-       Sebelah Timur                   : Kab. Paluta
-       Sebelah Barat                    : Kab. Tapanuli Utara

Daerah Kecamatan Aek Bilah merupakan bagian daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang menempati Deretan Pegunungan Bukit Barisan yang bertindak sebagai tulang punggung Pulau Sumatera. Didalamnya termasuk beberapa graben, yaitu Graben Tarutung dan Graben Padangsidimpuan (Verstapen, 1973 dan Aspden, dkk, 1983). Graben-graben ini membagi Pegunungan Bukit Barisan menjadi dua yaitu Pegunungan Barisan bagian Timur dan Pegunungan Barisan bagian Barat.
Geologi Kecamatan Aek Bilah dari segi geografi dan secara geologi terletak pada jalur segmen Patahan Sumatera di sebelah barat Bukit Barisan yang dicirikan oleh morfologi terjal pada kedua sisinya dari Utara ke Timur dan Tenggara serta barat menuju ke Tengah, Sedang daerah turun terletak di Tengah terdapat daerah morfologi agak terjal yang diapit perbukitan/pegunungan terjal dan sangat terjal, tumbukan patahan dapat terlihat di sisi perbukitan dengan ditemukan bukti kontak antara batuan dan terdapat slope of faulting yang secara tiba-tiba sehingga banyak ditemukan daerah breksiasi atau zona hancuran batuan dan membentuk morfologi agak terjal ke timur dan tenggara dengan curah hujan cukup tinggi (3000-4200 mm). 


Foto 1; Bentukan puncak antiklin minor Siborpa

Foto 2 : Pandangan luas Air Terjun Siborpak 1, akibat tektonik yang membelah tata ruang Aek Bilah



 
Foto 3 : Lokasi Jelajah Alam Geologi Air Terjun Aek Bilah dengan struktur gawir sesar 
dan sesar triangular face.
Struktur Flow Ignimbrit banyak ditemukan disekitar sungai-sungai yang berdekatan dengan struktur patahan lokal di Aek Bilah, arah lintasan aliran menuju ke tenggara searah dengan turunan pematahan antar litologi batuan yang terdapat pada satuan morfologi agak terjal sepanjang Desa Tolang, Sigolang, Biru ke Timurlaut ke Desa Aek Horsik melewati dasar Sungai Hifa dengan dicirikhaskan oleh pensesaran dan seretan batuan meta arenit dan batu sabak pada sisi tebing yang tertimbun ke dalam dasar sungai Hifa sepanjang wilayah Aek Bilah, lanjutannya telah mengalami pemotongan geometri oleh morfologi terjal di Timur pemetaan kearah timur laut ke batas patahan Huta Tonga-Mandalasena yang membentuk sesar Normal Turun dan struktur sesar naik pada formasi Gunungapi Nabirong di Huta Baru atau Tanjung Baru.
Foto 4 : Formasi Batuan Tapanuli Tak Terbedakan,
yang membentuk antiklin Siborpa
Daerah pemetaan merupakan bagian dari patahan Sumatera terdapat dua segmen yaitu Sesar Renun Toru dan Sesar Toba. Segmen Sesar Renun Toru terdapat di Selatan yang merupakan kelanjutan persilangan turun dari Segment Batang Toru di Utaranya menerus ke Aek Bilah, bagian dari beberapa segment lokal patahan Sipirok (komplek patahan lokal Dolok Hajoran, patahan Ulu Manis dan patahan Tolang-Dolok Sigolang menuju batas patahan Huta Tonga-Mandalasena serta Patahan Paya Pining-Aek Horsik).


Foto 5 : Air Terjun Silangkitang, dampak terjadi akibat pengangkatan (antiklin Silangkitang ke Siborpa), dengan formasi batuan Meta Arenit dan Sabak.
 Sesar lokal di Kecamatan Aek Bilah terdapat di Sungai Paya Pining sebagai sesar Normal dengan kenampakan Air Terjun yang diperlihatkan oleh struktur kekar meniang pada batu tufa-meta arenit serta batu sabak pada morfologi terjal serta adanya kelurusan patahan pada sebelah Timur di Desa Tapos Dolok dan Pagaran Torop yang menurun dan mengalami pensesaran pada formasi Kelompok Tapanuli Tak Terbedakan.
Foto : 6 : Struktur Kekar pada batuan Meta arenit pada air terjun Tapus Godang


 Foto 7 : Kenampakan air terjun 1 Siborpak
Begitu juga patahan pada ruas patahan lokal Silangkitang-Silobutayas-Gorahut-Sihulambu pada satuan Morfologi Sangat Terjal, yang membentuk longsoran sepanjang 5 km, yang membelah satuan morfologi sangat terjal mengalami jurang yang dalam. Kemiringan patahan lereng yang mengalami pematahan sangat terjal, mencapai 30o – 60o akibat aktifnya pergerakan dan tekanan Lempeng Indo-Australia sehingga Sesar Sumatera mengalami pergeseran 18 cm per tahun, berdampak juga penyesuaian kondisi dinamika zona sesar di daerah pemetaan.
Foto 8 : Air Terjun 2 Aek Goruput-Siborpak
Indikasi adanya zona sesar didaerah Aek Bilah, berarti menunjukan daerah ini ada hubungan faktor gerakan tanah dapat terjadi oleh deformasi seismik kegempaan yang diperlihatkan oleh adanya struktur perlapisan campur, perlapisan sejajar yang tidak tersambung  akibat erosi atau ada waktu yang hilang selama pengendapan, yang terlihat pada zona patahan Mandalasena dengan Patahan Paya Pining-Aek Horsik yang membelah Dolok Silayang-Layang dan Dolok Sibargot.

Foto 9 : Keunikan air terjun 3 yang berada di celah batuan, menunjukan adanya rongga dalam batuan dengan struktur silang siur
Medan Lintasan :
Karakter : perbukitan curam, dengan 45-75 derajat, arus sungai dewasa dengan jeram tajam, bongkahan batuan besar, cadas dan runcing, tanah licin berlumut, berlumpur dan ular kecil dan mendung sering datang dan hujan deras tidak menentu.


Foto 10 : Untuk menjelajah Air Terjun di Aek Bilah adalah melintasi Sungai
Foto 11. Medan lintasan, dengan kenampakan batu cadas Meta Arenit, 
kontak dengan kwarsa, sabak dan andesit

Untuk mengamati keseluruhan air terjun besar yang ada di Aek Bilah, perlu melintasi perbukitan yang terjal, berjalan dan berkendara motor trail, sampan dan berenang untuk mengamati struktur batuan air terjun dan keunikan batuan yang memunculkan air mengalir dari celah batuan dari dekat.
Daerah ini memang cocok bagi penggemar adventure, baik untuk petualangan rimba maupun petualang off road di hutan belantara. Medan lintasan daerah Aek Bilah penuh dinamika yang memacu adrenalin anak manusia yang ingin merasakan sensasi alam liar namun masih perawan. Maka kondisi geologi Aek Bilah adalah salah satu pemuas dahaga bagi yang memiliki obsesi menaklukan dan menikmati suasana hidup dengan alam.
Geologi daerah ini dapat dilihat pada foto 3. Yang membentuk trianggular face atau longsoran sesar dampak adanya pergerakan lempeng yang membentur dinding pada punggung Bukit Barisan sebelah Barat.
Foto 12 : Nampak penulis, yang menggunakan tali untuk melintasi sungai ke seberang pada batuan sabak, tali terkait ketat untuk melihat dari dekat air terjun besar Siborpa (lihat foto di bawah ini).
Foto 13 : Keunikan geologi Air Terjun besar Siborpa, Nampak air terjun ke 4 dan5 yang berdekatan, akibat adanya pengangkatan dan longsoran tebing yang membentuk gawir sesar

Foto 14 : Pandangan luas sungai dengan latar belakang air Siborpa

Adventure Geologist.

11 Jan 2016

Revolusi Kemerdekaan Energi



TAJUK PALUEMASGEOLOG 7

REVOLUSI MENTAL PEMUDA UNTUK KEMERDEKAAN ENERGI
Oleh M. Anwar Siregar

Kebijakan pemerintah Indonesia untuk melakukan penghematan itu tidak menghasilkan kompensasi menyejahterakan kehidupan masyarakat. dari pengamatan sosial justrusnya memberikan kemanjaan, rasa malas berinovasi dan terlalu berharap tanpa mau berusaha keras, seringkali dapat menimbulkan gejolak di tengah masyarakat, akan kah pemuda-pemudi Indonesia membiarkan hal ini tentang kedaulatan energi yang terbentang luas di lautan itu akan di kuasai atau dibiarkan dikuasai oleh pihak asing, diperlukan semangat revolusi mental untuk memanfaatkan kelebihan bangsa dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya energi baik di daratan maupun terdapat di laut territorial.
Jati diri bangsa mulai pudar karena kebanggaan bangsa atas karya anak bangsa dalam menciptakan mengelola sumber daya energi telah dikuasainya oleh pihak asing dan hilangnya kemampuan dalam menguasai sektor-sektor perekonomian publik akibat serbuan pasar kapitalisme.
REVOLUSI ENERGI
Indonesia harus bangkit jika ingin eksis di muka bumi, untuk itu peran pemuda sebagai sumber daya manusia perlu mengembangkan kemampuan skill dalam menciptakan EBT dapat dikembangkan dalam bentuk energi sebagai inovasi kerja dengan teknologi yang harus mampu membawa negeri ini menjadi Negara yang merdeka berdaulat atas sumber-sumber energi dan sumber daya alam lainnya sesuai dengan yang diamanatkan UUD 1945 serta semangat energi kemerdekaan dan kekuatan sumpah pemuda.
Revolusi mental untuk kedaulatan energi dari para politik itu cenderung menjual negeri ini demi kepentingan mereka, bukti itu dapat dilihat dari kekuatan-kekuatan sumber daya alam yang ada dan selama ini memberikan sumbangan devisa pembangunan serta menjadi kebanggaan bangsa beralih dan tunduk pada intervensi kekuatan kapitalisme. Salah satu bejana politikus energi dapat diketahui sangat kentara oleh antek asing, yaitu melahirkan UU No 22 / 2001 Tentang Migas yaitu Pasal 12  Ayat (3), Pasal 22 Ayat (1), dan Pasal 28 Ayat (2), yang mekanisme harga BBM dan Gas Bumi diserahkan pada Pasar yang jelas melanggar Konstitusi UUD 1945, Pasal 33 ayat 2 dan 3.
Gurita korupsi di sektor energi nampak semakin jelas ketika memasuki era otonomi daerah. dalam eksploirasi pertambangan emas dan timah di beberapa daerah di Indonesia memanfaatkan kewenangan kekuasaan sebagai euforia untuk menggali pendapatan asli daerah sebesar-besarnya dibandingkan era sentralisasi tanpa memperhitungkan daya dukung dan kualitas amdal serta tidak di dukung kemampuan SDM dalam mengelola serta menmgembangkan pembinaan terhadap usaha jasa lingkungan kehutanan sehingga menimbulkan tragedi lingkungan dan merupakan bagian dari kegagalan politik energi sehingga keuntungan di dapat tidak seberapa dibanding dengan perusakan lingkungan oleh pihak asing, jika di total keuntungan setelah dipotong oleh berbagai biaya ekonomi, sosial dan lingkungan Indonesia hanya mengumpulkan sekitar 60 persen.
Diperlukan revolusi mental pemuda untuk berusaha keras merebut kedaulatan energi, dimana sumber daya alam dan energi Indonesia saat ini dikuasai pihak asing mencapai 60 persen dan memperkuatkan komitmen politik terhadap pihak asing yang kontra karya agar Indonesia mengurus dan mengelola segala potensi bangsanya. Bukan sebagai kuli atau sebagai makelar tambang, energi dan hutan yang menyebabkan banyak bencana kemanusia dan kemiskinan, maka kekuatan mental pemuda Indonesia harus maju ke depan demi kedaulatan dan harga diri bangsa Indonesia.
KEKUATAN PEMUDA

Dilaut kita berjaya, dilaut kita dapat hidup, dilaut segala sumber daya Indonesia telah disediakan untuk kemakmuran bangsa, Dilaut terdapat cadangan energi 760.000MW dan di darat terdapat 27 ribu MW atau 40 persen cadangan panas bumi dunia ada di Indonesia, sumber daya alam panas matahari memancarkan panas ke bumi Indonesia mencapai kekuatan hantaran listrik setara 4 bilyun, sumber daya energi angin yang mampu menghasilkan tenaga listrik keseluruh daratan dan laut Indonesia dapat menghasilkan 100 megawatt, sumber daya air hidro dan mini hidro yang dapat menghasilkan kekuatan hantaran listrik sebesar 10.000 megawatt dari seluruh potens sumber daya air yang ada diseluruh wilayah Indonesia serta sumber daya nabati yaitu biomassa dengan kapasitas mencapai 100 juta ton per tahun, bahan bakar biofuel dengan kapasitas mencapai 200-300 juta kiloliter per tahun, dan sumber daya energi gas terbesar di dunia.
Dari beberapa energi tersebut, merupakan bagian dari sumber ketahanan bangsa dalam menghadapi intervensi kekuatan ekonomi asing di sektor energi yang telah terbukti mampu memberikan pukulan ekonomi bagi negara kapitalisme akibat boikot migas oleh negara-negara Arab, yang akan membantu pemerintah dalam mengatasi gejolak pengadaan kuato BBM, pengurangan impor migas, pemerintah tidak lagi pusing jika mengalami tekanan akibat lonjakan harga minyak di pasaran internasional oleh berbagai krisis.
Maka peran pemuda Indonesia dengan segenap potensi yang dimilikinya harus mengedepankan semangat kebangsaan yang telah diperjuangkan oleh pendiri bangsa. Apa yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa untuk memastikan segala kekuatan kekayaan bangsa harus dikuasai negara untuk kepentingan rakyat dan tidak boleh jatuh ke negara lain.
Pemuda dan Pemudi Indonesia harus merebut kedaulatan energi Indonesia yang sangat ini dikuasai asing, dan para geolog harus bekerja keras untuk menemukan cadangan energi dan menjadikan geologi sangat penting sebagai salah satu ilmu yang sangat penting untuk pembangunan bangsa dan harus diperhitungkan untuk segala rencana ekonomi dan fisik pembangunan.
Salam Geolog.


5 Jan 2016

Evolusi Sinabung : Geologi Disaster :



EVOLUSI ERUPSI SINABUNG
Oleh M. Anwar Siregar

Belajar dari rangkaian bencana alam geologis di Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang sangat muklat untuk kita jadikan landasan bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, kerena bencana alam di Indonesia merupakan bagian dari risiko yang harus ditanggung, karena Indonesia menjadi tempat berintraksinya tiga lempeng berukuran benua, yaitu Lempeng Hindia-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia, serta terdapat 214 gunung api yang menbentang di wilayah Republik Indonesia, dan semua lempeng ini telah mengubah deformasi fisik suatu ruang permukaan bumi.
Seperti kita telah ketahui, ruang tempat manusia beraktivitas adalah suatu sumber daya yang paling berisiko mengalami bencana lingkungan. Karena itu, jika tak ada pengaturan tata ruang maka akan terjadi apa yang disebut tragedy of common. Contoh yang paling aktual dan tak terlupakan masyarakat pada tiap negara yang rawan bencana alam dan mengalami bencana tragedi of common hampir setiap tahun di Asia Tenggara, misalnya Aceh, gempa tektonik dan tsunami 2004, Thailand, banjir maut bandang tahun 2011, Philipina, Super Badai Hayhan 2013. Semua negara tersebut telah mengalami perubahan fisik tatanan lingkungan dan pola tata ruang wilayah juga telah mengalami eksploitasi secara massal dampak dari bencana unirversal oleh perubahan iklim dan cuaca global.
EVOLUSI RUANG
Ruang yang telah tereksploitasi habis-habisan akan memberikan suatu ”pelajaran”, melampaui daya dukung dan daya lentingnya sehingga tidak ada manfaat yang dapat dinikmati bersama lagi sehingga kita selalu dan akan selalu melihat tragedi bencana yang diakibatkan peningkatan sikap sekulurisme yang menjunjung egoisme sehingga alam memberikan suatu perasaan ”sentimen” seperti yang layaknya sikap yang dimiliki oleh manusia, mendatangkan bencana yang dahsyat terhadap komunitas dan lingkungannya.
Karena meningkatnya evolusi dan dinamika bumi, maka perlu diingatkan bencana pasti akan selalu terjadi di Indonesia yaitu gunung api, angin puting beliung, badai tropis dan gerakan tanah. Sering terjadinya peristiwa bencana kebumian di Indonesia perlu disikapi dengan semakin mempertajam peramalan dengan bantuan teknologi.
Alm Prof John Ario Katili, pakar dan Bapak Geologi Indonesia, pernah mengatakan bahwa memandang perlu terus diperdalamkan pengetahuan yang mempelajari evolusi sifat fisika bumi, termasuk evolusi sehingga dapat meramalkan dengan presisi yang baik tentang kejadian-kejadian kebumian yang akan datang. Metoda prognosis dan diagnosis dalam menyelidiki dinamika bumi ini perlu terus dipertajam. Namun demikian, Katili menyadari, betapa sulit dan tak terduganya kejadian alam, seperti letusan gunung api dan gempa bumi, sebab masih ada peristiwa alam di luar kontrol manusia.
Sama dengan gambaran Sinabung, erupsi yang masih terus berlangsung merupakan evolusi dari dinamika perubahan deformasi yang lama berlangsung selama 400 tahun lebih, sehingga Sinabung terus mengeluarkan erupsi tanpa waktu periode yang belum diketahui. Belajar dari bencana yang telah berlangsung lima tahun ini seharusnya pemahaman eksistensi kebencanaannya harus di tingkatkan kepada tingkatan bencana yang lebih tinggi, yaitu status bencana Nasional, karena apa yang telah di upayakan oleh Pemkab Karo dan Pemprov Sumut belum maksimal mengatasi bahaya dan kerusakan erupsi Sinabung dan telah menghabiskan biaya yang besar.
Perlu pembelajaran tentang evolusi ruang lingkungan. Kita mengalami kerawanan lingkungan maka kita harus belajar memahami evolusi sejarah lingkungan Sinabung di bumi demi masa depan manusia, untuk ini kita tidak cukup mewaspadai dengan perencanaan tata ruang, tetapi juga harus memperbanyak informasi-informasi kebutuhan pengetahuan lingkungan terutama dalam pengadaan peta-peta yang belum memadai dan belum banyak masyarakat melek tentang pengetahuan peta di lokasi keberadaan tempat beraktivitas. Misalnya Hot Spot (efek daerah panas bahaya)


Evolusi letusan sinabung dari tahun 2010 ke 2015 
Sumber : PVMBG- Badan Geologi Kemeterian ESDM

HOT SPOT SINABUNG
Mencermati beberapa fenomena bencana erupsi gunung api Sinabung sejak tahun 2010 hingga tahun 2015, diprediksi masih akan terus mengeluarkan erupsi setiap tahun disertai dampak perubahan evolusi fisik ketataruangan akan terjadi bencana maut berulang lagi, mengingat evolusi erupsi membutuhkan lebih 400 tahun, maka Sinabung membutuhkan waktu periode lama untuk istirahat, maka perlu diwaspadai dampak yang diakibatkan oleh hot spot Sinabung dan pembelajaran bagi semua untuk memberikan dukungan rehabilitasi dengan peningkatan status bencana menjadi bencana nasional agar ada upaya meredam eskalasi kebencanaan yang ditimbulkan baik untuk lingkungan, sumber daya dan tata ruang kehidupan.
Yang penulis maksudkan daerah hot spot Sinabung, adalah daerah radius bencana yang selalu berubah dan daerah areal bencana yang telah ditimbulkan dan memberikan efek stimulus ke zona yang telah diidentifikasi kerentanannya, contoh dampak lahar dingin dan panas ke lokasi daerah yang rawan gerakan tanah, banyak terjadi di wilayah Tanah Karo dan Deli Serdang maupun ke arah zona patahan ke Aceh Tenggara. Sinabung merupakan gunung api patahan, dan tata ruang Karo dilingkupi berbagai zona patahan.
Jika pemahaman bencana ketataruangan dan infrastruktur fisik tidak ditindak lanjuti akan menyebar lebih luas dari daerah yang telah dipetakan sebagai kawasan rawan bencana (KRB), hot spot Sinabung selalu menyertai perubahan kondisi lingkungan yang sering berlangsung di wilayah Tanah Karo, yang diapit oleh berbagai zona kerentanan bencana geologis, perubahan cuaca atau pun anomali kemagnetan bumi, letusan gunungapi setiap saat meledak dan gerakan tanah menahun akan selau berlangsung, kadang terjadi gempa kuat. Kondisi bencana ini berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan aktivitas pemerintahan kadang mengalami hambatan.

Sumber : PVMBG – Badan Geologi Kementerian ESDM

NASIONAL SINABUNG
Kenapa bencana erupsi Sinabung ditingkatkan menjadi bencana Nasional? Dapat dilihat dari dampak yang telah ditimbulkan dan membuat ironi bagi Pemerintah Pusat. Dampak tersebut antara lain : pertama, lamanya erupsi. Erupsi Sinabung yang telah berlangsung selama 5 tahun tanpa istirahat hingga ke saat ini, status level bahaya gunungapi belum berubah, status Awas. Kedua, ego sektoral dalam penanganan bantuan selalu tidak tepat sasaran, tidak tuntas, tidak melihat efek radius bahaya yang terus ditimbulkan dan evolusi fisik yang masih berlangsung, penekanan laju bencana infrastruktur fisik tidak pernah tuntas dan bersifat sektoral sehingga daerah sering kali kelabakan untuk mengatasi mengingat sumber daya terbatas.
Ketiga, dukungan pemerintah pusat hanya setengah hati, pemerintah seharusnya memberikan dukungan yang kuat dan prima, bukan terjadi di saat bencana erupsi freatik, hanya memberikan waktu darurat hanya sebulan, karena sesungguhnya Sinabung masih ”marah”, terus memberikan penderitaan kepada masyarakat Karo dan Sumut, pemerintah pusat jangan suka atau tidak suka, karena ini mengingatkan penulis pada kejadian Gempa Nias tahun 2005, hanya dijadikan status bencana ”lokal” padahal efeknya saat luas bukan terjadi di Sumut, tetapi juga daerah tetangga merasakan. Tetapi, jika terjadi bencana di Jawa maka status bencana Nasional sudah pasti melekat, padahal areal bencana tidak terlalu luas, mungkin sebentar lagi longsoran yang terjadi di Pangalengan menjadi bencana nasional.



Gambar : Penataan ruang di G. Sinabung agar menggunakan prinsip mitigasi bencana erupsi G. Sinabung, dengan tidak mendirikan bangunan permanen/infrastruktur publik/pemukiman dalam radius 4 – 5 km dari Puncak G. Sinabung. Seperti disajikan pada gambar dibawah ini (sumber : PVMBG)



Keempat efek evolusi bahaya, evolusi erupsi Sinabung masih terus berlangsung, telah memberikan bencana tambahan (sekunder), yaitu terjangan banjir lahar dan panas telah mengisolasi dua kecamatan hingga tulisan ini ditulis, juga memberikan efek kerugian infrastruktur fisik dan sumber daya manusia terus merosot. Kelima, kondisi tata ruang kehidupan masyarakat Sinabung tidak bisa lagi beraktivitas karena hampir seluruh areal lahan dan pertanian serta rumah-rumah sudah hancur, dan belum lagi debu panas yang menyelimuti daerah radius 5 km selama lima tahun terakhir.
Dukungan peningkatan bencana nasional perlu mengingat kemampuan daerah terbatas, gambaran evaluasi lahan rehabilitasi saja Pemkab Karo ternyata terbatas maka pemerintah pusat harus mengalokasikan dana APBN 2016 bagi bencana nasional Sinabung dalam upaya meredam eskalasi bencana.

M. Anwar Siregar
Enviromentalis Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer

4 Jan 2016

Kenal Geologi via Toba

Mengenali Geologi Dunia Lewat Danau Toba

Letusan Toba sekitar 74.000 tahun lalu telah menjadi semacam simbol dunia untuk peristiwa erupsi supervolcano

Mengenali Geologi Dunia Lewat Danau Toba
Danau Toba. (Thinkstock)
Sekitar 200 peserta, Jumat (11/4), memenuhi Auditorium Museum Geologi, Bandung, Jawa Barat, untuk mengikuti diskusi dan bedah buku Seri Ekspedisi Cincin Api Kompas. Buku berjudul Toba Mengubah Dunia itu ditulis oleh Tim Ekspedisi Cincin Api Kompas segmen Toba, yakni Ahmad Arif, Amir Sodikin, Indira Permanasari, dan M Hilmi Faiq.

Diskusi dan bedah buku tersebut menghadirkan sejumlah pembicara, yaitu Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dr Surono, Peneliti Museum Geologi Bandung Dr Indyo Pratomo, dan Ahmad Arif sebagai salah seorang penulis buku.

Kegiatan itu diorganisasi para mahasiswa di Bandung yang bergabung dalam komunitas media sosial Twitter dengan akun @komunitaskampus serta terselenggara dengan dukungan Museum Geologi Bandung dan Penerbit Buku Kompas.

Indyo, dalam paparannya, menyebutkan bahwa ekspedisi yang dilakukan semacam itu dan melibatkan jurnalis belum pernah dilakukan sebelumnya. Itu ditambah fakta bahwa Toba, sebagai supervolcano (gunung api super yang bisa memuntahkan minimal 300 kilometer kubik magma ketika meletus) belum banyak ditulis dan dikenal masyarakat. Publikasi ilmiah mengenai Toba juga belum pernah dihasilkan ilmuwan Indonesia.

Padahal, tambah Indyo, letusan Toba sekitar 74.000 tahun lalu telah menjadi semacam simbol dunia untuk peristiwa erupsi supervolcano. Ini menyusul fakta tidak kurang 2.800 km3 material vulkanik yang dimuntahkan Toba ketika itu.

Hasilnya adalah danau vulkanik paling besar di dunia, yakni Danau Toba. Ukurannya 90 x 30 kilometer persegi. Dalamnya mencapai 500 meter yang menjadikannya sebagai lokasi penyimpan air tawar terbesar di dunia dengan volume sekitar 240 kilometer kubik.

“Keunikan lainnya ialah keberadaan pulau di atas pulau dan danau di atas danau, yakni Pulau Samosir yang berada di atas Pulau Sumatera serta Danau Sidihoni dan Danau Aek Natonang yang berada di atas Danau Toba,” sebut Indyo.

Letusan supervolcano Toba juga pernah membuat dunia “gelap” karena badai vulkanik dan konsentrasi aerosol sulfat di atmosfer yang menghalangi sinar matahari sebagai asupan utama kehidupan di bumi. Saat itu populasi manusia diperkirakan menyusut hingga sekitar 60 persen menyusul gangguan pada mata rantai makanan.

Indyo menilai, ekspedisi tersebut sangat penting dan menuliskannya menjadi buku merupakan sumbangan bagi masyarakat serta ilmu geologi. “Pengalaman berharga bagi saya untuk menemani Tim Ekspedisi Cincin Api Kompas pada tahun 2011 untuk mengelilingi Toba,” kata Indyo.

Gunung api terbanyak
Sementara Dr Surono mengatakan, penduduk Indonesia mestinya tidak kaget dengan gunung api yang meletus. “Bahkan untuk Toba yang dikenal sebagai supervolcano,” katanya.

Menurut Surono, hal itu dikarenakan fakta bahwa Indonesia adalah rumah bagi gunung api dunia. Jumlah gunung api di Indonesia, sebanyak 127 gunung api aktif, memastikan predikat sebagai negara dengan jumlah gunung api paling banyak di dunia.

“Sebagian di antaranya pernah meletus hebat, seperti yang masih kita kenal, seperti Gunung Tambora, Krakatau, Samalas (Rinjani), dan Toba,” kata Surono.

Karena itulah, Surono menambahkan, riset terkait fakta itu penting dilakukan serta dipublikasikan terus-menerus. Ini ketimbang membiarkan masyarakat hidup dengan ketakutan-ketakutan yang dibangun tanpa landasan ilmiah.

Taman bumi
Sementara Arif mengatakan, salah satu tujuan dilakukannya ekspedisi tersebut untuk merangsang pihak-pihak lain melakukan dan melanjutkan ekspedisi ilmiah seperti Ekspedisi Cincin Api Kompas. “Termasuk menggugah kalangan peneliti untuk melakukan ekspedisi serupa,” sebutnya.

Adapun buku Seri Ekspedisi Cincin Api Kompas berjudul Toba Mengubah Dunia terdiri atas enam bagian pembahasan. Masing-masing adalah Prolog, Dongeng Toba, Jejak Kedahsyatan, Dampak Kehancuran, Skenario Mendatang, dan Perjalanan.

Pada bagian “Perjalanan” diulas tentang kemungkinan menjadikan Toba sebagai taman bumi (geopark) sesuai konsep yang dikembangkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Ulasan tersebut mengenai kemungkinan menerapkan terlebih dahulu konsep geowisata, alih-alih geopark jika dirasa masih terhadang sejumlah kendala infrastuktur.

Diskusi dan bedah buku tersebut juga menampilkan foto-foto 360 derajat Ekspedisi Cincin Api Kompas. Foto-foto dengan pendekatan baru itu ditampilkan jurnalis foto Kompas.com Fikria Hidayat.

Koordinator pengorganisasi acara Sekar Kanthi Nayenggita mengatakan, bagi mahasiswa dan masyarakat umum, diskusi tersebut membawa pada pengetahuan baru. “Mungkin selanjutnya perlu lebih didekatkan pada masyarakat umum dan lebih aplikatif. Juga agar lebih menjelaskan pada masyarakat umum tentang hal-hal teknis dalam ilmu geologi,” sebutnya.
(Ingki Rinaldi. Sumber: kompas.com) atau National Geographic Indonesia

Renungan Bencana Geologi Mitigasi

RENUNGAN BENCANA AKHIR TAHUN DI INDONESIA
Oleh M. Anwar Siregar


Ada dua bencana yang sangat merugikan kondisi ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2015, yaitu bencana kabut asap selama enam bulan dan bencana banjir. Dua bencana ekologis itu kadang disertai juga bencana geologis, dengan tingkat kerugian cukup besar yaitu gerakan tanah atau longsor dan gempa bumi selama tahun 2015 mencapai 10 triliun rupiah.
Bencana banjir yang melanda Aceh, Bandung, Jakarta, Medan, dan bencana longsor di Sumatera Utara adalah gambaran sebuah tragedi ekologi hijau dan sumber daya ruang yang seharusnya tidak berulang setiap tahun. Introspeksi tata ruang, etika dan kebijakan dalam mengendalikan berbagai musibah bencana di Indonesia dan dunia perlu dibumikan dengan mengurangi bencana kekerasan yang biasanya melalui teror, radikalisme dan rasisme. Indonesia dan dunia perlu restorasi lingkungan yang lebih humanis.
Bencana Dunia
Indonesia memang saat ini perlu merenungkan, bahwa bencana saat ini telah mengalami “distorsi tubuh” akibat ulah manusia yang terus merusak segala ekosistim bumi, baik di darat, dilaut maupun di udara dan juga di dalam bumi. Eksplorasi yang berlebihan itu telah memberikan kepada manusia di muka bumi sebuah bencana yang sangat menakutkan.
Perlombaan persenjataan era perang dingin hingga perang bintang (star war) antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet (Rusia) itu terus berlanjut, dengan yang berubah namun tetap mengancam kehidupan manusia di bumi dengan munculnya kekuatan militer baru dengan mengusung senjata maut yang lebih mematikan alam semesta ini yaitu perang nuklir dan perang senjata kimia yang kini berdarah-darah di Timur Tengah dan berbagai pelosok permukaan bumi.
Setiap saat kondisi bumi dapat mengalami kerentanan, dan perlu kita ingat, Bumi adalah makhluk yang bergerak, dan kadang Bumi dapat berunjuk rasa dengan menebarkan bencana bagi kesombongan manusia yang lupa diri, bahwa mereka hadir di muka bumi ini sebagai pemimpin bagi makhluk tetapi bukan sebagai perusak, penghancur dan penindas sesamanya dan lingkungan tempat mereka berada, dibiarkan sebagai ladang pembantaian.
Pertanyaan renungan, sudah dimanakah peranan Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim global? Jika melihat kondisi lingkungan di Indonesia sejak era abad ke 21 ini, rentetan bencana silih berganti datang, mulai dari kabut asap lalu datang banjir, lalu banjir bergantian dengan longsor, begitu juga dengan gempa bumi diselang-selingi oleh letusan gunung api, sekali datang gelombang permukaan air laut, abrasi pantai dan suhu panas yang membara di berbagai kota di Indonesia.
Ada beberapa bencana alam di Indonesia belum mampu diatasi, kemampuan Indonesia dalam mengantisipasi bencana gempa bumi masih di bawah lima menit, sedangkan Jepang dan Amerika Serikat sudah diatas 15 menit hingga 1 Jam. Melihat perbandingan waktu tersebut, sudah saatnya membumikan mitigasi bencana geologi dan klimatologis yang komprehensif di seluruh wilayah tanah air.
Pertanyaan renungan kedua. Apakah negara di dunia ini perlu berlomba-lomba membangun kekuatan persenjataan nuklir? Sedangkan pemahaman tentang bencana alam dunia masih kedodoran, contoh kasus terjadinya bencana gempa bumi di Nepal, India, Philipina dan Indonesia serta Chili. Banyak negara berkembang belum mampu mengatasi berbagai persoalan bencana yang mengancam kehidupan dibandingkan berlomba memperkuat kekuatan militer hanya untuk menyerang negara lain. Kasus penembakan pesawat Rusia menewaskan semua penumpangnya, hilangnya sebuah pesawat, semua negara memiliki teknologi, namun mengatasi bencana kabut asap seperti di Indonesia dan sekarang giliran Tiongkok membutuhkan waktu yang lama, dan apakah tidak memiliki teknologi yang lebih canggih untuk masalah kabut asap atau tidak menghasilkan sumber kabut asap atau emisi?
Jangankan bencana kabut asap dan gempa bumi, bencana banjir dan longsor, Indonesia dan beberapa negara di muka bumi ini masih belum mampu mengantisipasinya. Bencana gerakan tanah atau longsor di Banjarnegara, Aceh dan Sumatera Utara adalah gambaran bagaimana manajemen bencana itu diimplementasikan dalam bentuk pola tata ruang. Dalam pengendalian banjir seharusnya daerah sudah mampu mengurangi intensitas bencana, karena Indonesia sudah memiliki teknologi, harusnya sudah diterapkan ke daerah yang sering mengalami musibah banjir seperti wilayah Aceh, Bandung dan Manado. Untuk mendeteksi  banjir di sungai-sungai yang banyak membelah tata ruang kota besar di Indonesia, perlu di renungkan bagi kota-kota yang berlangganan banjir termasuk Medan dan Jakarta. 
Pertanyaan renungan ketiga. Apa yang menyebabkan munculnya tragedi hutan belum pernah terjadi? Seharusnya manusia mampu mengendalikan kerusakan hutan dalam hal ini mencegah kabut asap seperti di Indonesia dan Tiongkok dengan mengurangi standar penggunaan materi energi yang berlebihan.
Kearifan Peta
Bencana alam seperti gempa bumi masih belum mampu diprediksi secara tepat waktu, bencana hanya dapat dikurangi jika memanfaatkan segala ilmu yang telah terangkum melalui media kearifan lokal dan fakta empiris dari peta yang sebagai lintasan sejarah dimasa lalu dan masa kini dan masa mendatang.
Memang, tidak bisa dipungkiri, bahwa populasi manusia saat ini lebih besar daripada bumi, oleh sebab itu tantangan bencana dan sumber daya adalah bagaimana menjaga keseimbangan kebutuhan konsumsi yang terdiri sumber daya, terutama sumber daya materi agar tidak berada dalam kondisi kritis, sebab seperempat populasi dunia saat ini menggunakan 75 persen sumber daya global dalam upaya mencegah bencana ekologi daya dukung lingkungan.
Peranan peta sangat penting dalam mendukung bencana lingkungan, yaitu masyarakat harus memahami zonasi-zonasi lingkungan yang sudah tersusun dalam bentuk peta, yang menghadirkan semua rangkuman kondisi dan sumber daya setiap wilayah dengan dipadukan dengan kearifan budaya lokal yang banyak hadir di Bumi Indonesia.
Renungan Bencana
Upaya yang harus dilakukan oleh semua komponen adalah membangun dan membumikan edukasi/pendidikan/pembelajaran mitigasi dari tingkat pra dasar hingga ke perguruan tinggi dan pemerintah harus memiliki sistim mitigasi yang komprehensif dan seragam dan ringkas serta rentang kendali pengambilan keputusan harus singkat dan memiliki tim bergerak cepat dalam keadaan tidak darurat sekalipun selalu ada dan semua harus terdapat pada setiap jenjang terendah dalam hirarki pemerintahan.
Karena itu Indonesia harus memiliki contigensy planning ketika bencana terjadi, negara harus siap, tanggap dan siaga mengatasinya. Dan pembelajaran mitigasi yang perlu dikuasai oleh masyarakat sebagai wujud pembelajaran mitigasi keruangan yang berbasis masyarakat yaitu : pendidikan mitigasi kearifan alam sebagai mitigasi non struktural, masyarakat diperkenalkan berbagai jenis bencana alam beserta karakter yang menyebabkannya, antisipasi yang mengendalikan bencana dan kesesuaian keadaan daerah elemen/bangunan dan masyarakat dengan kondisi alamiah. Pola perencanaan pembangunan ketataruangan harus bertekstur alamiah dengan lingkungan. Masyarakat harus mengetahui semua kondisi tersebut sebelum melanjutkan pembangunan fisik. Disini faktor utama yang harus dimulai sebelum pembangunan ketataruangan agar ada keselarasan dengan lingkungan, bertujuan meminimalisasikan bencana karena keduanya ada hubungan sebab akibat.
Bencana tahun 2015 merupakan gambaran bencana dan tata ruang 2016, dimana tiap daerah sudah harus mengantisipasi, daerah yang sudah mengalami bencana tata ruang perlu “mengobati” tata ruang tersebut dengan meninjau ulang peta-peta yang sudah dibuat.***
Penulis adalah Enviromentalist Geologist. Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan, Energi Geosfer. 
Sudah di publikasi di HARIAN ANALISA MEDAN
http://analisadaily.com/opini/news/renungan-bencana-akhir-tahun-di-indonesia/200829/2015/12/28

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...