14 Mar 2016

Megathrust Nias

TATA RUANG MEGATHRUST NIAS
Oleh M. Anwar Siregar
Gempa yang terjadi sejak tahun 2004 dan pada akhir Maret 2016, masih disertai gempa-gempa susulan yang kuat hingga pada periode gempa sekarang, akibat gempa ini telah merangsang aktivitas gempa pada 19 segment patahan daratan Sumatera termasuk di daratan Pulau Nias, yang membentang disepanjang Pulau Sumatera dari Gayo Lues Aceh Besar hingga ke Semangko di Lampung.
Sepanjang sejarah yang tercatat, daerah yang dilalui Patahan Sumatra paling tidak terjadi gempa bumi dengan skala 5 atau lebih sekali dalam setahun. Komponen dari pergerakan Lempeng Australia dan Lempeng Eurasia diakomodasikan dalam jumlah yang relatif besar oleh pergerakan patahan geser menganan dari Patahan Sumatra, sedangkan di dasar laut ditunjukan oleh pergeseran sesar naik dan slab fault terutama di sekitar patahan Nias-Simeulue-Aceh.
Dari gambaran besarnya tingkat bahaya yang ditimbulkan dalam bencana gempa Nias 2005 lalu, masih akan ada ancaman tata ruang Nias dari berbagai elemen dan fakta menunjukan bahwa tata ruang Nias pasca gempa Maret 2005 itu belum berketahanan gempa dan banyaknya peralatan deteksi tsunami telah mengalami kerusakan dan hilang, serta kerugian investasi kini semakin lebih besar dibandingkan kejadian gempa 2005 lalu karena sekarang masyarakat Nias kini semakin bertambah padat dan umumnya bermukim di daerah yang di kategori tingkat kerentanan sangat tinggi, tanpa perisai yang tangguh menghadapi bencana dan kearifan lokal kini tergerus oleh peradaban modern yang sebenarnya masih tangguh menghadapi perkembangan zaman di era sekarang dan masa mendatang.
Gempa Mentawai 2016 dengan magnitudo 7.8 SR juga terasa di Nias dan Daratan kota yang menghadap Pantai Barat di Sumatera. Membutuhkan tata ruang megathrust gempa.
PERENCANAAN MITIGASI
Nias dalam sebelas tahun terakhir ini masih merasakan gempa kuat dan memerlukan paradigma pembangunan tata ruang mitigasi gempa yang komprehensif dan mengingat gerakan pembenturan lempeng saat ini bergeser ke kawasan Asia Timur dan menerus ke Asia Selatan dan masih berkorelasi dengan patahan yang ada di Utara Sumatera dan sangat selaras dengan kondisi pembentukan pulau-pulau di Pantai Barat Sumatera.
Dan perlu suatu panduan untuk perencanaan tata ruang mitigasi yang disesuaikan dengan kondisi fisik kota-kota yang ada di Pulau Nias agar selaras selalu menghadapi ketidakpastian ancaman megathrust gempa. Sesuai dengan panduan perencanaan dan perancangan desain untuk kawasan rawan tsunami khusus kota di pulau-pulau yang terbentuk oleh evolusi subduksi yang membentuk pulau vulkanik maka Nias harus merujukan aspek design tata ruang yang berbasis tahan gempa, yaitu : 1. Mengenalkan risiko tsunami, 2. Menghindarkan pembangunan baru di daerah terpaan tsunami, 3. Selama tidak ada gempa kuat, pemerintah diimbau segera dan cepat mengadakan penelitian setiap rencana tata ruang detail wilayah dan tata ruang kota, 4.  pemerintahan daerah diimbau juga untuk memgunakan standart operator practice (SOP) sesuai dengan karakteristik sosial dan keadaan dinamika alam daerahnya untuk siap menghadapi bencana berdasarkan skala bencana yang sering terjadi, bagaimana mengelola bantuan, bagaimana mempersiapakan standart kontsruksi bangunan gempa yang sederhana, mempersiapakan mitigasi masyarakat secara kontinu dalam menghadapi bencana yang tidak pasti. 5. Selanjutnya, harus pula dipikirkan bagaimana mengevakuasi warga, misalnya pentingnya pemerintah membangun dan memelihara ruang terbuka yang luas dan hijau, bukan saja sebagai daerah paru-paru tetapi juga berfungsi dalam keadaan darurat bencana untuk penampungan warga.
DETEKSI BENCANA
Nias merupakan daerah yang dilingkupi oleh berbagai zona kegempaan besar di bawah permukaan laut dan daratannya dibagi beberapa zona segment patahan yang sangat mematikan bagi tata ruang Nias jika tidak di rancang dengan pola tata ruang kota yang berketahanan gempa.
Dari data hasil berbagai literatur yang penulis rangkum dan diinterprestasi langsung untuk bahan tulisan ini, dari data rekaman satelit GPS dan SPOT UNOSAT tahun 2007, ketika terjadi gempa Bengkulu dan Sumatera Barat, data peta Satelit LANDSAT ketika terjadi gempa di Timur Indonesia tahun 2008 dan 2010 di Pantai Barat Sumatera dan Google Earth dan SPOT 2006, 2012 pada gempa Aceh dan 2009-2012 pada kejadian gempa di Pantai Barat Sumatera, serta gempa Mentawai 2016, banyak kota di Pulau Nias belum menata kawasan yang sesuai dengan karakteristik faktor internal dan eksternal proses lingkungan tektonik dan geomorfologi/topografi kebencanaan geologi dalam “memproteksi” pengurangan, pengendalian dan respon bencana terhadap kerusakan infrastruktur serta tata ruang akibat bencana gempa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangan dalam analisa deteksi bencana bagi tata ruang mitigasi gempa tsunami Nias adalah pertama sejarah bencana gempa yang terjadi. Kejadian sejak tahun 1834 hingga sekarang, yaitu 1843,1861, 1907, 1935, 2005 dan 2008. Empat dari kejadian gempa yang menghasilkan tsunami yaitu 1843, 1861, 1907 dan 2005. Sejarah gempa sangat penting bagi landasan tata ruang, bahwa kejadian lalu masih akan berlangsung dengan intensitas yang berbeda. Jadi tata ruang harus mencari sumber sejarahnya, sebelum membangun investasi tata ruang wilayah.
Kedua, Pengalaman masyarakat, diperlukan untuk pengembangan tata ruang dan rekonstruksi dan rehabilitasi tata ruang yang pernah mengalami bencana, sehingga dapat mengendalikan dan mengurangi jumlah kerugian harta dan jiwa. Ketiga, intensitas bahaya yang akan ditimbulkan, perkiraan dan dampak sebaran luas wilayah yang akan mengalami ancaman bencana dan  kemungkinan dapat di desain bentuk model penataan ruang. Keempat, Bahaya maksimun yang mungkin terjadi, perlu mempelajari kawasan yang dapat memberikan respon dan efek bagi daerah sekitar, jumlah maksimun kerusakan yang dapat terjadi dalam satu wilayah tata ruang, misalnya dampak maksimun kerusakan kota yang menghadap ke pantai dengan morfologi rendah.
Kelima, building code terhadap ancaman sekunder, gempa kadang mampu meruntuhkan bangunan yang tidak mengikuti kaidah konstruksi akan mudah mengalami kehancuran, building code diperlukan untuk menyesuaikan percepatan puncak batuan dasar dan guna mengendalikan tingkat maksmun bencana yang mungkin akan terjadi. Keenam, yang perlu juga diperhatikan adalah semakin jarang adanya ancaman di suatu daerah, maka makin sedikit informasi sejarah maupun data statistikal yang diperoleh maka sedikit kesempatan untuk memprediksi atau meningkat kewaspadaan masyarakat tersebut.
Ketujuh, perlu analisis kemungkinan perubahan ancaman yang sudah terdata dengan melakukan kajian ancaman yang lain dan masih bertalian erat dengan ancaman yang ada karena ada faktor-faktor eksternal seperti perubahan kondisi lingkungan iklim global dan bencana-bencana alam lainnya yang dapat mengancam kehidupan di Pulau Nias.
8.  Percepat rekonxtruksi Jaringan jalan yang baik pada kota yang rawan bencana gempa dan tsunami serta harus mampu mengkomodir upaya mitigasi untuk meminimalkan korban jiwa dan kerugian bila terjadi bencana gempa dan tsunami. Salah satu upaya untuk mengurangi korban jiwa dan kerugian yang ditimbulkan akibat gempa dan tsunami tersebut adalah pengembangan jaringan jalan yang mengakomodir upaya mitigasi dan evakuasi bila terjadi bencana pada kota-kota pantai yang rawan gempa dan tsunami di Pulau Nias dan juga di Indonesia secara umum.

Gambar : Gempa Mentawai Maret 2016, 8.3 Mv yang mengancam tata ruang Nias
(Sumber gambara : Nationalgeographic.co.id)
MASA KINI
Nias di era sekarang setelah sebelas tahun kemudian, telah berkembang menjadi kota yang pesat dengan dimekarkannya menjadi beberapa kota/kabupaten kini belum seluruhnya mendesain tata ruangnya yang berbasis dan berketahanan bencana gempa dan tsunami.
Rancangan bangunan dan kontstruksi berat sipil lainnnya belum mengakomodasi aspek builcing code dan terlihat juga jaringan jalan dan utilitas lainnya belum berketahanan gempa sehingga menimbulkan masalah klasik jika terjadi bencana lagi.
Nias secara keseluruhan kini telah berkembang dengan baik tetapi perlu juga memperhatikan perencanaan mitigasi yang lebih baik lagi. Apalagi Mentawai baru saja melepaskan energi 7.8 SR terasa ke Nias cukup kuat.
M. Anwar Siregar
Enviromentalist Geologist
Sudah di Publikasi di Harian ANALISA Medan, 5 Maret 2016
http://harian.analisadaily.com/opini/news/tata-ruang-megathrust-nias/219339/2016/03/05

Bencana Indonesia



INI BANJIR INDONESIA, BUNG!
Oleh M. Anwar Siregar

Bah! Banjir lagi Medan, banjir juga di Bandung, banjir pula di Jakarta, banjir bandang di Kampar, banjir meluas di Aceh Selatan hingga ke Bali dan Dompu, banjir dimana-mana di Indonesia, miriplah pada kejadian bencana kabut asap, hampir seluruh tanah air kena dampak asap. Sekarang giliran banjir datang, padahal hujan sebentar saja turun, maka bermunculan anak-anak sungai dipermukaan jalan, pemukiman terendam air parit busuk, dan taman-taman hijau menjadi tidak elok dipandang mata, berserakan pula sampah-sampah bau, menjadikan pandangan yang tidak sedap ditiap sudut kota-kota di Indonesia.
GAMBARAN BANJIR
Itulah gambaran dalam beberapa hari ini musibah banjir bila musim hujan telah tiba, dan tiba-tiba juga terjadi bencana banjir tanpa permisi masuk ke dalam rumah, membentuk kolam ‘gratis”, bencana banjir kadang meminta upeti korban harta, jiwa serta infrastruktur dan peningkatan kemiskinan, karena efek banjir bukan saja merusak tata ruang yang ada tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kemiskinan karena ada hubungan yang selaras, ada kerusakan maka ada imbangan ekonomi yang tidak murah, contohnya ada pemindahan atau relokasi untuk pemulihan lahan akibat dampak bencana ke daerah yang aman dan juga membutuhkan dana yang besar, ada biaya refund yang besar dikeluarkan masyarakat yang tertimpa banjir untuk perbaikan rumah akibat rusak sehingga membutuhkan biaya yang tinggi untuk mendapatkan hunian yang layak dan atau juga kehilangan tempat tinggal akibat banjir bandang atau juga banjir bandang lahar dingin yang berada dekat zona erupsi gunungapi.
Bencana banjir dapat memberikan efek pukulan berganda bagi masyarakat miskin yaitu kehilangan tempat tinggal, ada relokasi yang tidak sesuai keinginan atau budaya, ada kehilangan sumber mata pencaharian dan ada juga kehilangan dokumen berharga serta semuanya membutuhkan biaya modal yang tinggi sehingga mereka akan memperparah kondisi tata ruang, dipastikan akan kembali ke daerah yang telah terlanda banjir, membuka tata ruang bencana yang telah kritis dan akan menimbulkan bencana yang berulang kembali yang tiada hentinya.
Dan gambaran selanjutnya, berderet lokasi penampungan pengunsian hampir ratusan jiwa, bermunculan kotak-kotak upeti dan kadang dimanfaatkan untuk kekayaan pribadi, dan tidak semua masyarakat dapat menikmati bantuan secara adil, dan Indonesia mungkin satu-satunya negara di dunia sering terdengar berita yang tidak sedap kalau menyangkut bantuan kemanusiaan.
Dari gambaran tersebut dikemukan di depan maka akan nampak gambaran ke depan selanjutnya, akan terlihat gambaran aspek mental bagi ketaatan dalam mempertahankan eksistensi tata ruang yang sudah mengalami kerusakan bencana yang seharusnya dijadikan daerah tata ruang pemulihan dalam jangka tertentu, namun tetap tidak diindahkan sehingga menimbulkan problematika klasik yaitu pembangunan banjir dan longsor berkelanjutan alias datang silih berganti, untuk menyapa masyarakat “sampeyan kenapa bisa terjadi bencana dinegeri ini terus menerus?” Apa jawabnya? Cuma rumput yang kulihat bergoyang, miriplah negeriku ini sering bergoyang dan bergonjang ganjing mesra dengan bencana.
Sebuah gambaran keunikan penyebab bencana banjir setiap tahun di Indonesia dan pantaslah kita sebut “Ini Banjir Indonesia, Bung! Sebuah plesetan yang legendaris dari sebutan “Ini Medan, Bung!” Yang menggambarkan bagaimana parahnya tata ruang yang di kumat-kumat untuk kepentingan sendiri.
BERITA BENCANA NEGERIKU
Indonesia diprediksi mengalami peneggelaman ke dasar laut diakibatkan oleh gempa raksasa yang akan datang, perkiraan itu bisa saja terjadi lagi sekitar jutaan tahun mendatang, penyebabnya antara lain dilumatnya lempeng sumatera atau jawa ke dalam mantel bumi sehingga tenggelam.
Namun ada yang bisa mempercepatnya antara lain banjir, banjir bandang daratan dan banjir raksasa lautan. Dengan bencana banjir sekarang atau sekitar 290 kabupaten/kota yang melanda lebih 23 Provinsi di Indonesia saja sudah membuat setengah Pulau tenggelam. data BNPB merilis bencana dalam sepekan ini telah menewaskan 14 orang dam sedikitnya lebih 946 ribu jiwa mengunsi dan 1.767 rumah rusak dan puluhan ribu rumah terendam serta 281 infrastruktur publik rusak dan diperparah dengan gerakan tanah longsor sebanyak 65 lokasi di 12 propinsi menyebabkan 29 orang tewas dan disertai lagi serangan angin puting beliung terjadi di 17 provinsi di Indonesia dengan 1.160 rumah mengalami keruskan.
Berita bencana tersebut akan mengingatkan kita pada berita bencana kabut asap dan faktor bencananya hampir sama.
FAKTOR BENCANA
Faktor yang menyebabkan semua kejadian bencana tersebut terutama dalam bencana banjir karena faktor ulah manusia, mentalitas manusia dalam memahami kebencanaan lingkungan di Indonesia masih saat rendah, membentuk masyarakat tangguh bencana belum membumi di Indonesia dan hal itu dapat diketahui dari berbagai aspek parameter tata ruang melingkupi daerah rawan bencana, makin rusaknya lingkungan seperti meluasnya lahan kritis hingga ke hulu sungai, sehingga menghilangkan fungsinya. Sungai-sungai yang dulu sebagai organisme yang mampu menampung debit limpahan air hujan kini berubah menjadi tempat pembuangan sampah yang terbuka, dijejali dengan aneka limbah indistri dan buangan rumah tangga yang kadang mengandung racun dan tidak mungkin lagi menampung neraca air hujan sehingga menimbulkan banjir.
Faktor politik wild lokal, banyak ijin pertambangan diberikan pada lokasi daerah bencana, penambangan ijin legal banyak juga tidak memenuhi standar mitigasi penambangan yang berbasis lingkungan, kadang mengambil wilayah yang diluar konsesi yang diberikan, begitu juga dalam pemberian ijin pembukaan lahan perkebunan dalam satu dekade terakhir yang menyebabkan banjir di musim hujan, yaitu penghancuran hutan di hulu masih terus terjadi sehingga kerusakan lingkungan pada ekosistim sungai yang berada dikawasan perkebunan tidak mampu menjaga keseimbangan, dan gambaran ini dapat juga dilihat dari kerusakan lingkungan ekosistem pantai terutama rusaknya hutan bakau di tepi karena tergerus oleh perijinan pengembangan propertis hotel. Semua sudah tahu bahwa fungsinya adalah keseimbangan dan keberlangsung ekosistim pesisir dan lautan, dan keberlangsungan rantai makanan, melindungi abrasi laut dan keberlanjutan sumber daya laut. Tidaklah mengherankan jika sering terjadi banjir Rob bagi kota di sekitar pantai dan menerus ke inti dalam kota.
 Gambar : Kabut Asap Yang Malanda Sumatera Utara, cermin kelola hutan yang salah urus
(Dok. Foto Penulis)
Faktor lainnya yang ikut memperparah banjir di Indonesia adalah faktor ketahanan sipil, yaitu menurunnya ketahanan sebagian penduduk, karena telah memiskin dan rentan kembali bermukim atau cenderung menempati kembali kawasan rawan bencana sehingga menyebabkan pemulihan tata ruang lahan semakin lama dan semakin parah, sehingga memerlukan kebijakan pemerintah dan masyarakat untuk pengendalian pemanfaatan ruang dan pelaksanaan investasi pembangunan fisik dan non fisik menjadi sangat penting.
 
Gambar : Penggundulan Hutan di Hulu, menyebabkan bencana banjir (Dok. Foto Penulis)
TIDAK BERBASIS GEOLOGIS
Faktor yang tidak kalah penting adalah penyusunan tata ruang wilayah setiap daerah harus mengacu kepada data-data geologis yang benar dan sah, guna menekan tingkat kebencanaan lingkungan dari dampak bencana banjir. Sebab, aspek kebencanaan dalam penyusunan tata ruang di Indonesia masih bersifat pragrmatis, spekulasi dan lemahnya kontrol pembangunan sehingga tidak berbasis kerentanan geologis dan masih sebatas wacana.
dengan tidak berbasis geologis maka kecepatan pengurangan resiko bencana menjadi terkendala dan banyak terjadi disudut kota di Indonesia dan memang pantas kita sebut lagi bahwa Ini Bencana Indonesia, Bung!
Renungkanlah, jangan menjadikan berita bencana setiap tahun, namun hal ini tidak akan pernah berhenti jika masyarakat dan pelaku ekonomi serta para stakeholder terus saja mengedepankan ego sehingga mengakibatkan rancunya pola perencanaan tata ruang yang telah disusun secara detail menjadikan pameo Ini Berita Indonesia, Bung!. Tidak elok bung, malu awak jadinya.
Selamat menikmati perjuangan bencana akibat ulah manusia itu sendiri.
M. Anwar Siregar
Enviromnetalist Geologist, Pemerhati Maslah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer


Revolusi Danau Toba

REVOLUSI PEMBANGUNAN WISATA DANAU TOBA
Oleh : M. Anwar Siregar
Masalah yang dihadapi pengembangan destinasi unggulan wisata Danau Toba adalah bersumber dari revolusi pembangunan, yaitu revolusi mental visi pemerintahan, revolusi transportasi, revolusi mental lingkungan, revolusi wisata ekonomi dan antropologis yang masing-masing berjalan dengan ego sendiri sehingga kemasan keindahan Danau Toba lentur oleh arus permasalahan mental tersebut.
REVOLUSI WAKTU
Sejarah revolusi waktu terbentuknya kaldera Danau Toba yang berawal dari Gunung Toba Purba yang mengalami letusan sebanyak 3 kali. Kronologi waktu erupsi mulai pembentukan erupsi kaldera generasi pertama yang dikenal dengan Kaldera Sibaganding dibagian tenggara Danau Toba yang terjadi sekitar +/- 840.000 tahun yang lalu (Diehl, dkk, 1987), lalu terbentuk kaldera erupsi kedua yang dikenal sebagai Kaldera Haranggaol di bagian utara Danau Toba yang terjadi + 501.000 tahun yang lalu. Letusan ketiga, yang terdahsyat terjadi sekitar 74.000-75.000 tahun yang lalu dikenal sebagai Kaldera Sibandang, letusan ini telah mengubah kondisi suhu bumi turun lebih dari 15oC dan populasi yang hidup bersama erupsi Danau Toba tinggal 10 % hingga beberapa dekade. Sebab letusannnya 35 kali lebih dahsyat dibanding gunung Tambora dan 150 kali lebih dahsyat dari Gunung Krakatau. Dari gambaran sejarah geologi Danau Toba, seharusnya menjadi sumber ilmu pengetahuan dan warisan bumi yang perlu dilestarikan dalam bentuk geopark. Perlu renungan revolusi pembangunan kota  di sekitar Danau Toba.
REVOLUSI PEMBANGUNAN
Danau Toba mempunyai harapan yang sangat tinggi sebagai tujuan wisata, apalagi jika dihubungkan dengan sejarah pembentukan Bumi Sumatera dengan sejarah Toba Purba Supervolcanoes sekitar 74.000 tahun yang lalu. Namun ada sumber permasalahan yang harus dibereskan terlebih dahulu jika ingin Danau Toba sebagai wisata mendunia yaitu Pertama, Revolusi Visi Pemerintahan, yang saling berbenturan kepentingan tujuh Kabupaten, kedua, Revolusi Manajemen Pembangunan Transportasi, muklat diimplementasikan, ketiga, Revolusi Mental Lingkungan, bahwa Danau Toba adalah sumber pengetahuan dan penghidupan dengan menjaga kualitas fisik Danau Toba serta keempat, Revolusi Mental Budaya Antropologis, yang lebih sering mengidentifikasi budaya diri sendiri, jarang bersikap ramah dan berwatak keras, terpecah-pecah seharusnya bersatu dan Kelima, Revolusi Wisata Ekonomi. bahwa Danau Toba memiliki lebih 1001 informasi keunggulan yang pantas di “jual” kepada Dunia, memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
REVOLUSI VISI PEMERINTAHAN
Kabupaten Tapanuli Utara adalah kabupaten induk bagi beberapa kabupaten yang ada disekitar Danau Toba, sejak dimekarkan terjadi visi pembangunan pemerintahan yang saling klaim dengan ego sektoral. Disekitar Danau Toba terdapat tujuh Kabupaten antara lain Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Dairi, Samosir, Simalungun dan Karo. Bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan visi pembangunannya.
Tujuh Kabupaten dengan Tujuh Kepala Daerah atau dianologi dengan 7 CEO perusahaan Swasta dengan masing-masing berkehendak sesukanya untuk menjalankan visi misi mereka tentang potensi pembangunan dan pemanfaatan Danau Toba sehingga hal ini menyebabkan ketidakserasian. Maka disini diperlukan revolusi mental pemerintahan, dibutuhkan untuk memberdayakan potensi Danau Toba sebagai destinasi unggulan wisata, memerlukan revolusi visi pembangunan dalam pemerintahan, terutama dalam memandang urgensi pembangunan Danau Toba yang seharus bersinergis dengan menciptakan pola pembangunan yang humanis untuk kepentingan masyarakat luas.
Karena bukan lagi cerita usang, masing-masing ingin menunjukkan siapa yang terbaik dalam membangun Danau Toba tetapi bagaimana membangun Danau Toba untuk kesejahteraan dengan satu sistim manajemen yang serasi dengan target master plan tepat sasaran. Disinilah peran penting Badan Otorita Danau Toba untuk merangkum segala ide, visi, misi dan dedikasi tujuh pemerintahan untuk bersatu kemitraan mewujudkan destinasi Danau Toba sebagai geopark ketiga di Indonesia.
REVOLUSI TRANSPORTASI
Semua destinasi wisata memerlukan pembangunan jaringan transportasi yang memadai, hemat waktu, hemat biaya dan menyenangkan para tamu untuk menikmati segala fasilitas yang ada. Memerlukan pembangunan manajemen dan infrasturkur, merupakan salah satu revolusi mental pembangunan yang harus dibenahi di Danau Toba. Jika ingin melihat Danau Toba sebagai unggulan wisata yang mengagumkan. Kalau sudah menjadi bagus, Kita akan melihat dampaknya juga bagi kesejahteraan masyarakat di sekitar Danau Toba dengan peningkatan ekonomi dan kualitas sumber daya manusia, termasuk efek pembangunan jalanan yang bagus dan cepat akan memberikan efek domino bagi wisata sekitar kabupaten di luar lingkar Danau Toba khusus ke Pantai Barat misalnya ke Danau Siais di Tapanuli Selatan dan kawasan sejuta wisata di Tapanuli Tengah.
Kondisi jalan saat ini (2016) belum memadai, banyak berlubang, macet dan semrawut tata ruang jalan raya antar lintas kabupaten-kota, memerlukan revolusi manajemen transportasi berupa pembangunan tol sepanjang 116 km ke Danau Toba hingga Pantai Barat meliputi Sibolga dan Padangsidimpuan-Tapsel sepanjang 120 km.
Danau Toba dapat dicapai dengan kendaraan roda empat dari Medan dengan jarak waktu sekitar 4-5 jam dalam kondisi jalan tidak macet ataupun fisik jalan raya tidak mengalami kondisi berlubang dan dengan pesawat dari Kuala Namu International Airport ke Bandara Silangit mencapai waktu sekitar 1 Jam, dari Singapura sekitar 40 menit ke Medan dan dari Jakarta ke Silangit sekitar 2-3 Jam. Dengan kondisi transportasi tersebut memerlukan revolusi pembangunan jalan Tol darat dan Udara.
REVOLUSI LINGKUNGAN
Indikasi kerusakan lingkungan akibat maraknya perambatan hutan, pencemaran air Danau Toba dan hilangnya banyak data fauna-flora akibat kerusakan lingkungan hutan, terjadinya penurunan kualitas keanekaragaman hayati dan lingkungan Danau Toba akibat dari kebijakan pertumbuhan pembangunan yang tidak berbasis lestari lingkungan, lemahnya pengawasan terhadap pelestarian lingkungan di lingkungan Danau Toba yang dapat dilihat dengan menjamurnya keramba-keramba milik masyarakar dan swasta, pembuangan limbah hotel dan pembangunan fisik bangunan langsung ke dinding kaldera dan ada juga membangun langsung ke air Danau Toba.
Diperlukan revolusi mental masyarakat dan pelaku ekonomi dengan memandang Danau Toba sangat penting bagi kelestarian lingkungan dan sumber penghidupan, sebagai rantai salah satu paru-paru bumi untuk kehidupan manusia di Bumi.
REVOLUSI WISATA EKONOMI
Informasi keunikan Danau Toba dalam beberapa tahun terakhir ini semakin anjlok dengan berkurangnya kunjungan wisatawan dari manca negara. 20 tahun lalu Danau Toba merupakan tempat favorit bagi wisatawan Singapura dan Malaysia jika berkunjung ataupun selesai mengikuti seminar dan Danau Toba kadang dijadikan lokasi rapat dan seminar bagi kalangan bisnis dari Singapura kerena keindahannya yang mempesona,
Untuk mengembalikan keunggulan wisata Danau Toba yang terpuruk dan nyaris tidak bergema dalam beberapa tahun sejak masuk era reformasi ini. Perlu sebuah revolusi mental ekonomi pembangunan wisata kreatif. mengembangkan Festival Wisata Danau Toba dengan publikasi dengan bekerja agen pariwisata terkenal dunia serta bersatu memajukan even Festival Danau Toba agar menjadi ikon pariwisata dunia
Revolusi mental wisata dan ekonomi disini adalah bagaimana masyarakat dapat mengemas Danau Toba sebagai komoditas nilai jual tinggi, masyarakat harus merevolusi mental mereka dengan sebagai masyarakat ekonomi pariwisata dan berpikir dalam mengembangkan berbagai produk unggulan yang inovatif, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta pembenahan aksebilitas ekonomi kemandirian agar wisatawan dapat menikmati suguhan yang diberikan dan jadilah masyarakat pariwisata modern dari tradisional dengan tetaplah bersikap religius dengan menjaga kualitas lingkungan Danau Toba yang bersih dan Indah mempesona. Semoga Danau Toba mendunia dan menjadi geopark ketiga di Indonesia.
M. Anwae Siregar
Enviromentalist Geologist, Kerja di Tapsel

3 Mar 2016

Sains : Kapling Angkasa



PERSAINGAN MEMPEREBUT KAPLING RUANG ANGKASA
Oleh M. Anwar Siregar

Dunia di era sekarang adalah dunia digital, dirgantara dan telekomunikasi harus dikuasai oleh sumber daya manuisa, Salah satunya adalah membangun visi antariksa selain visi poros maritim karena wilayah udara Indonesia saat strategis dalam meluncur satelit Bumi.

SISTEM DBS
Gambar : Satelit diatas permukaan bumi, luas kapling ada berbentuk 90 dan 180 derajat.

Mau tak mau, cepat atau lambat, dampak pemakaian DBS terasa di Indonesia, disini diperlukan “hokum dirgantara” Nasional yang dirasakan mendesak.
Suatu hari kelak, entah kapan, Anda menyaksikan siarang langsung / berita pertempuran atau kudeta di Amerika Latin, misalnya, atau menikmati film hot, keduanya langsung dari studio televise Amerika Serikat di New York. Dan sudah dipastikan Anda bisa juga disuguhi siaran parade militer ulang tahun revolusi oktober langsung dari televise Rusia, itu bisa terjadi cukup dengan memasang antena piring berdiameter kecil, yang harganya kini sekitar 5 juta, yang dalam tahun mendatang bisa mencapai 10 juta. Selain itu juga menggunakan conventer untuk mengubah gelombang berfrekwensi tinggi menjadi gelombang yang bisa ditangkap televise, siarannya dipancarkan melalui DBS (direct broadcasting satellite) alias satelit siaran langsung (SSL) yang tidak lagi lewat stasiun Bumi.
Siaran televise dengan antena leluasa bisa menerobos karena selain lima stasiun milik Indonesia ada 20 satelit milik Uni Soviet (almahum) Rusia sekarang, dan sebanyak 30 satelit yang berada dalam jalur orbit, yang disebut dengan GSO atau geostasioner satellite orbit diatas udara khatulistiwa.
Menurut Prof. Dr. Priyatna S.H., ahli hokum dirgantara internasional, kapling GSO Indonesia yang terpanjang di dunia atau hamper 34.000 km atau 13 persen dari panjang GSO seluruhnya. Sekarang lintasan GSO merupakan daerah tak bertuan, sebagai kawasan diluar konsepsi wilayah Negara. Penempatan satelit di wilayah itu berdasarkan hokum, siapa yang cepat dia dapat. penempatan satelit disepanjang GSO sekeliling Bumi, terdapat 220 satelit, 2/3 diantaranya milik Amerika Serikat dan Rusia, jumlah tersebut menurut teori : maksimun hanya bisa ditempatkan 180 satelit disepanjang GSO seluruhnya (Sumber Kompas).
PEREBUTAN POSISI GEOSTASIONER
Seperti diberitakan Harian Kompas (edisi April 1997). Beberapa waktu lalu ramai dibicarakan “perebutan” posisi geostasioner (slot) satelit komunikasi antara Indonesia dengan kerajaan Tonga.
Sejak pertama Spuntnik diluncurkan tanggal 4 Oktober 1957, jutaan orang di seluruh dunia yang menyaksikan penuh anstusiasme karena disebabkan perseteruan antara Amerika Serikat dan US (Rusia), yang mengelilingi Bumi tiap 96 menit. Selanjutnya diluncurkan Sputnik 2 yang lebih besar. Peluncuran satelitnya ini dilakukan secara rahasia dan sangat tertutup, kebenaran itu terbukti pertengahan Desember 1957 ketika Sputnik 2 melintas pantai Florida yang sempat terfoto oleh Teleskop yang sedang memantau peluncuran roket Amerika Serikat.
Sejak itu perebutan kapling di ruang angkasa, sebelumnya tak terpikirkan ruang angkasa diatas Bumi ini akan dipenuhi oleh benda-benda buatan manusia.
Peluncuran satelit ke ruang angkasa pada ketinggian orbit yaitu low earth orbit (LEO), Sun Synchronous Orbit (SSO) dan Earth Synchronous Orbit (ESO) serta Geosychronous Orbit (GSO).
Satelit ditempatkan di orbital yang bisa bergerak kearah timur atau ke arah barat tergantung sudut inklinasi, yaitu antara bidang orbit dengan bidang khatulistiwa, sudut inklinasi nol jika bidang orbit berimpit dengan bidang khatulistiwa. Jika sudut inklinasi nol derajat sampai 90 derajat (prograde) satelit akan berputar kearah timur. Jika sudutnya lebih besar dari 90 derajat (retrograde) satelit akan berputar kearah barat.
Pada LEOkebanyakan ditempatkan satelit militer atau satelit mata-mata dan satelit penelitian. Jarak satelit ke permukaan Bumi hanya memerlukan waktu 90 menit. Satelit militer itu mampu mengenali kabel telepon atau obyek kecil lainnya dari ketinggian 160 kilometer.
Satelit-satelit di SSO biasanya untuk kebutuhan ramalan cuaca guna mendeteksi SDA. Jarak satelit ke permukaan bumi kurang lebih 750-850 km dan sudut inklinasinya lebih dari 90 derajat. Satelit cuaca bisa mengelilingi Bumi 15-16 kali sehari.
Satu orbital yang paling banyak dipenuhi satelit adalah GSO atau juga disebut CLARKE, diambil dari nama seorang pengarang cerita fiksi sain. Arthur C Clarke adalah yang pertama kalinya mengusulkan digunakannya orbital ini untuk satelit telekomonukasi tahun 1945. Syncon 2, yang diluncurkan tahun 1964 adalah satelit pertama yang menggunakan orbital GSO (Geo Stasioner Satelite Orbit).
Satelit di GSO yang jaraknya 35.788 kilometer dari permukaan Bumi atau 42.000 kilometer dari pusat Bumi. Seakan-akan tetap berada di satu titik di atas Bumi, keadaan seperti diam itu sebenarnya karena periode mengelilingi Bumi sama dengan periode rotasi Bumi, kurang lebih 24 jam sehari (atau tepatnya 23 jam 59 menit 6 detik). Satelit  yang bergerak dengan kecepatan tiga kilometer per detik mampu melihat sepertiga permukaan bumi.
JUMLAH SATELIT
Sampai Januari 1993 ada 125 satelit dari berbagai negara yang sudah beroperasi di GSO. Di tahun 1993 akan ada diluncurkan 20 satelit lainnya. Salah satu kawasan yang pertumbuhannya pesat sekali adalah Asia Pasifik. Saat ini ada 33 satelit yang sudah beroperasi di kawasan Asia Pasifik termasuk diantaranya empat satelit Indonesia yaitu Palapa B2 P di slot 113 derajat BT, (bujur timur), Palapa –B4 di slot 118 derajat BT, Palapa B2R di slot 108 derajat BT dan palapa Pasifik 1 di slot 134 derajat BT. (Sumber Kompas, Januari 1993).
Seperti kita ketahui lokasi GSO untuk satelit sangat terbatas, hanya ada 360 derajat, 180 derajat di BT dan 180 derajat di BB. Berdasarkan teori, jarak dua satelit minimal 2 derajat, jika lebih kecil dari dua derajat bisa saling mengganggu. Jadi sepanjang garis GSO hanya mungkin diletakan maksimun 180 satelit saja. Karena itu tidak heran kalau kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan slot yang paling strategis seperti persaingan Indonesia dengan kerajaan Tonga.
PEREBUTAN KAPLING RUANG ANGKASA
Tahun 1995 kawasan Asia Pasifik akan dipenuhi satelit-satelit lainnya. tahun 1993 kemungkinan akan diluncurkan tiga satelit di kawasan Asia Pasifik. Thailand sudah berencana akan meluncurkan Tahaicom-1, milik perusahaan telekomunikasi Tahailand Shina Warta Co, Desember 1993. Thaicom -1 akan diluncurkan diposisi 101 derajat BT, menggunakan roket Arianne 4 dari Kourou, Guiana Perancis, menyeusul Tahaicom-2 yang akan diluncurkan April 1994.
Hongkong juga merencanakan melepaskan satelitnya, Asiasat 2 tahun 1995. Pada posisi 100,5 derajat BT. karena jarak keduanya cukup dekat ada kemungkinan keduanya saling mengganggu jika dipaksakan beroperasi. Persaingan antara kedua tersebut bukan hanya slot 100,5 derajat BT dan 101 derajat BT, tetapi juga slot 77,5 derajat dan 78,5 derajat yang didaftarkan untuk satelit tahun 2000.
Secara keseluruhan ada lebih tujuh posisi slot yang saling diperebutkan oleh negara-negara Asia Pasifik yaitu 101 derajat bujur timur, 100,5 bujur timur, 134 derajat bujur timur Indonesia yang ditempati oleh Satelit Palapa Pasifik yang didebat oleh Kerajaan Tonga dengan satelit Tongasat.
Persaingan yang hampir sama juga terjadi antara Indonesia dan kerajaan Tonga, Tongasat, perusahaan satelit patungan antara Mat nelson dengan Keluarga Kerajaan Tonga, malah negara kepulauan pasifik itu sudah mengajukan permohonan 6 slot di kawasan Asia Pasifik, empat diantaranya sudah disewa Rimsat dan Unicom, kedua perusahaan satelit Amerika Serikat,, salah satu slot yang didaftarkanya adalah 134 derajat BT. Indonesia yang menempatkan lebih dahulu satelit Palapa Pasifik 1, bekas Palapa B1, diposisi 134 BT derajat tahun 1992, dianggap telah mengambil hak slot Tongasat. Posisi tersebut akan diisi dan diganti oleh satelit Gorisont, bekas milik Rusia yang diberi Kerajaan Tonga dari posisi ke 53 derajat BT ke 134 derajat BT.
Disamping perselisihan dengan Indonesia, kerajaan Tonga juga bersaingan dengan Intelsat, yang merebut dua slot dengan posisi 70 derajat BT dan 83,3 derajat BT, sebelumnya Intelsat menempatkan satelit pada posisi orbit dengan 69 derajat BT dan 83 derajat bujur timur yang sebelumnya ditempati satelit Rusia yang dipakai Tonga untuk pindah ke posisi 134 derajat bujur timur.
Kemajuan teknologi satelit buatan manusia ini akan semakin keras karena beberapa negara berkembang akan kemungkinan maju sebagai negara industri baru seperti Indonesia. Diperkirakan persaingan pada abad 21 nanti mungkin akan terjadi perang satelit, semoga bukan perang senjata yang mematikan agar bumi ini tidak lekas kiamat.
Dipublikasi Majalah tabloid ”SAINTEK ITM” MEDAN, EDISI APRIL 1997

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...