Megathrust Nias
TATA RUANG MEGATHRUST NIAS
Oleh M. Anwar Siregar
Gempa yang terjadi sejak tahun
2004 dan pada akhir Maret 2016, masih disertai gempa-gempa susulan yang kuat
hingga pada periode gempa sekarang, akibat gempa ini telah merangsang aktivitas
gempa pada 19 segment patahan daratan Sumatera termasuk di daratan Pulau Nias,
yang membentang disepanjang Pulau Sumatera dari Gayo Lues Aceh Besar hingga ke
Semangko di Lampung.
Sepanjang sejarah yang
tercatat, daerah yang dilalui Patahan Sumatra paling tidak terjadi gempa bumi
dengan skala 5 atau lebih sekali dalam setahun. Komponen dari pergerakan
Lempeng Australia dan Lempeng Eurasia diakomodasikan dalam jumlah yang relatif
besar oleh pergerakan patahan geser menganan dari Patahan Sumatra, sedangkan di
dasar laut ditunjukan oleh pergeseran sesar naik dan slab fault terutama di
sekitar patahan Nias-Simeulue-Aceh.
Dari gambaran besarnya tingkat
bahaya yang ditimbulkan dalam bencana gempa Nias 2005 lalu, masih akan ada
ancaman tata ruang Nias dari berbagai elemen dan fakta menunjukan bahwa tata
ruang Nias pasca gempa Maret 2005 itu belum berketahanan gempa dan banyaknya
peralatan deteksi tsunami telah mengalami kerusakan dan hilang, serta kerugian
investasi kini semakin lebih besar dibandingkan kejadian gempa 2005 lalu karena
sekarang masyarakat Nias kini semakin bertambah padat dan umumnya bermukim di
daerah yang di kategori tingkat kerentanan sangat tinggi, tanpa perisai yang
tangguh menghadapi bencana dan kearifan lokal kini tergerus oleh peradaban
modern yang sebenarnya masih tangguh menghadapi perkembangan zaman di era
sekarang dan masa mendatang.
Gempa Mentawai 2016 dengan
magnitudo 7.8 SR juga terasa di Nias dan Daratan kota yang menghadap Pantai
Barat di Sumatera. Membutuhkan tata ruang megathrust gempa.
PERENCANAAN MITIGASI
Nias dalam sebelas tahun
terakhir ini masih merasakan gempa kuat dan memerlukan paradigma pembangunan
tata ruang mitigasi gempa yang komprehensif dan mengingat gerakan pembenturan
lempeng saat ini bergeser ke kawasan Asia Timur dan menerus ke Asia Selatan dan
masih berkorelasi dengan patahan yang ada di Utara Sumatera dan sangat selaras
dengan kondisi pembentukan pulau-pulau di Pantai Barat Sumatera.
Dan perlu suatu panduan untuk
perencanaan tata ruang mitigasi yang disesuaikan dengan kondisi fisik kota-kota
yang ada di Pulau Nias agar selaras selalu menghadapi ketidakpastian ancaman
megathrust gempa. Sesuai dengan panduan perencanaan dan perancangan desain
untuk kawasan rawan tsunami khusus kota di pulau-pulau yang terbentuk oleh
evolusi subduksi yang membentuk pulau vulkanik maka Nias harus merujukan aspek
design tata ruang yang berbasis tahan gempa, yaitu : 1. Mengenalkan risiko
tsunami, 2. Menghindarkan pembangunan baru di daerah terpaan tsunami, 3. Selama
tidak ada gempa kuat, pemerintah diimbau segera dan cepat mengadakan penelitian
setiap rencana tata ruang detail wilayah dan tata ruang kota, 4.
pemerintahan daerah diimbau juga untuk memgunakan standart operator
practice (SOP) sesuai dengan karakteristik sosial dan keadaan dinamika alam daerahnya
untuk siap menghadapi bencana berdasarkan skala bencana yang sering terjadi,
bagaimana mengelola bantuan, bagaimana mempersiapakan standart kontsruksi
bangunan gempa yang sederhana, mempersiapakan mitigasi masyarakat secara
kontinu dalam menghadapi bencana yang tidak pasti. 5. Selanjutnya, harus pula
dipikirkan bagaimana mengevakuasi warga, misalnya pentingnya pemerintah
membangun dan memelihara ruang terbuka yang luas dan hijau, bukan saja sebagai
daerah paru-paru tetapi juga berfungsi dalam keadaan darurat bencana untuk
penampungan warga.
DETEKSI BENCANA
Nias merupakan daerah yang
dilingkupi oleh berbagai zona kegempaan besar di bawah permukaan laut dan
daratannya dibagi beberapa zona segment patahan yang sangat mematikan bagi tata
ruang Nias jika tidak di rancang dengan pola tata ruang kota yang berketahanan
gempa.
Dari data hasil berbagai
literatur yang penulis rangkum dan diinterprestasi langsung untuk bahan tulisan
ini, dari data rekaman satelit GPS dan SPOT UNOSAT tahun 2007, ketika terjadi
gempa Bengkulu dan Sumatera Barat, data peta Satelit LANDSAT ketika terjadi
gempa di Timur Indonesia tahun 2008 dan 2010 di Pantai Barat Sumatera dan
Google Earth dan SPOT 2006, 2012 pada gempa Aceh dan 2009-2012 pada kejadian
gempa di Pantai Barat Sumatera, serta gempa Mentawai 2016, banyak kota di Pulau
Nias belum menata kawasan yang sesuai dengan karakteristik faktor internal dan
eksternal proses lingkungan tektonik dan geomorfologi/topografi kebencanaan
geologi dalam “memproteksi” pengurangan, pengendalian dan respon bencana
terhadap kerusakan infrastruktur serta tata ruang akibat bencana gempa.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dan dipertimbangan dalam analisa deteksi bencana bagi tata ruang
mitigasi gempa tsunami Nias adalah pertama sejarah bencana gempa yang terjadi. Kejadian sejak tahun 1834
hingga sekarang, yaitu 1843,1861, 1907, 1935, 2005 dan 2008. Empat dari
kejadian gempa yang menghasilkan tsunami yaitu 1843, 1861, 1907 dan 2005.
Sejarah gempa sangat penting bagi landasan tata ruang, bahwa kejadian lalu masih
akan berlangsung dengan intensitas yang berbeda. Jadi tata ruang harus mencari
sumber sejarahnya, sebelum membangun investasi tata ruang wilayah.
Kedua, Pengalaman masyarakat,
diperlukan untuk pengembangan tata ruang dan rekonstruksi dan rehabilitasi tata
ruang yang pernah mengalami bencana, sehingga dapat mengendalikan dan
mengurangi jumlah kerugian harta dan jiwa. Ketiga, intensitas bahaya yang akan
ditimbulkan, perkiraan dan dampak sebaran luas wilayah yang akan mengalami
ancaman bencana dan kemungkinan dapat di desain bentuk model penataan
ruang. Keempat, Bahaya maksimun yang mungkin terjadi, perlu mempelajari kawasan
yang dapat memberikan respon dan efek bagi daerah sekitar, jumlah maksimun
kerusakan yang dapat terjadi dalam satu wilayah tata ruang, misalnya dampak
maksimun kerusakan kota yang menghadap ke pantai dengan morfologi rendah.
Kelima, building code terhadap
ancaman sekunder, gempa kadang mampu meruntuhkan bangunan yang tidak mengikuti
kaidah konstruksi akan mudah mengalami kehancuran, building code diperlukan
untuk menyesuaikan percepatan puncak batuan dasar dan guna mengendalikan
tingkat maksmun bencana yang mungkin akan terjadi. Keenam, yang perlu juga
diperhatikan adalah semakin jarang adanya ancaman di suatu daerah, maka makin
sedikit informasi sejarah maupun data statistikal yang diperoleh maka sedikit
kesempatan untuk memprediksi atau meningkat kewaspadaan masyarakat tersebut.
Ketujuh, perlu analisis
kemungkinan perubahan ancaman yang sudah terdata dengan melakukan kajian
ancaman yang lain dan masih bertalian erat dengan ancaman yang ada karena ada
faktor-faktor eksternal seperti perubahan kondisi lingkungan iklim global dan
bencana-bencana alam lainnya yang dapat mengancam kehidupan di Pulau Nias.
8. Percepat rekonxtruksi
Jaringan jalan yang baik pada kota yang rawan bencana gempa dan tsunami serta
harus mampu mengkomodir upaya mitigasi untuk meminimalkan korban jiwa dan
kerugian bila terjadi bencana gempa dan tsunami. Salah satu upaya untuk
mengurangi korban jiwa dan kerugian yang ditimbulkan akibat gempa dan tsunami
tersebut adalah pengembangan jaringan jalan yang mengakomodir upaya mitigasi
dan evakuasi bila terjadi bencana pada kota-kota pantai yang rawan gempa dan
tsunami di Pulau Nias dan juga di Indonesia secara umum.
Gambar : Gempa Mentawai Maret 2016, 8.3 Mv yang mengancam tata ruang Nias
(Sumber gambara : Nationalgeographic.co.id)
MASA KINI
Nias di era sekarang setelah
sebelas tahun kemudian, telah berkembang menjadi kota yang pesat dengan
dimekarkannya menjadi beberapa kota/kabupaten kini belum seluruhnya mendesain
tata ruangnya yang berbasis dan berketahanan bencana gempa dan tsunami.
Rancangan bangunan dan
kontstruksi berat sipil lainnnya belum mengakomodasi aspek builcing code dan
terlihat juga jaringan jalan dan utilitas lainnya belum berketahanan gempa
sehingga menimbulkan masalah klasik jika terjadi bencana lagi.
Nias secara keseluruhan kini
telah berkembang dengan baik tetapi perlu juga memperhatikan perencanaan
mitigasi yang lebih baik lagi. Apalagi Mentawai baru saja melepaskan energi 7.8
SR terasa ke Nias cukup kuat.
M. Anwar Siregar
Enviromentalist GeologistSudah di Publikasi di Harian ANALISA Medan, 5 Maret 2016
http://harian.analisadaily.com/opini/news/tata-ruang-megathrust-nias/219339/2016/03/05
Komentar
Posting Komentar