Sains : Kapling Angkasa
PERSAINGAN MEMPEREBUT KAPLING RUANG ANGKASA
Oleh M. Anwar Siregar
Dunia di era
sekarang adalah dunia digital, dirgantara dan telekomunikasi harus dikuasai
oleh sumber daya manuisa, Salah satunya adalah membangun visi antariksa selain
visi poros maritim karena wilayah udara Indonesia saat strategis dalam meluncur
satelit Bumi.
SISTEM DBS
Gambar : Satelit diatas permukaan bumi, luas kapling ada berbentuk 90 dan 180 derajat.
Mau tak mau, cepat atau lambat, dampak pemakaian DBS terasa
di Indonesia,
disini diperlukan “hokum dirgantara” Nasional yang dirasakan mendesak.
Suatu hari kelak, entah kapan, Anda menyaksikan siarang
langsung / berita pertempuran atau kudeta di Amerika Latin, misalnya, atau
menikmati film hot, keduanya langsung dari studio televise Amerika Serikat di New York. Dan sudah
dipastikan Anda bisa juga disuguhi siaran parade militer ulang tahun revolusi
oktober langsung dari televise Rusia, itu bisa terjadi cukup dengan memasang
antena piring berdiameter kecil, yang harganya kini sekitar 5 juta, yang dalam
tahun mendatang bisa mencapai 10 juta. Selain itu juga menggunakan conventer
untuk mengubah gelombang berfrekwensi tinggi menjadi gelombang yang bisa
ditangkap televise, siarannya dipancarkan melalui DBS (direct broadcasting
satellite) alias satelit siaran langsung (SSL) yang tidak lagi lewat stasiun
Bumi.
Siaran televise dengan antena leluasa bisa menerobos karena
selain lima stasiun milik Indonesia ada 20 satelit milik Uni
Soviet (almahum) Rusia sekarang, dan sebanyak 30 satelit yang berada dalam
jalur orbit, yang disebut dengan GSO atau geostasioner satellite orbit diatas
udara khatulistiwa.
Menurut Prof.
Dr. Priyatna S.H., ahli hokum dirgantara
internasional, kapling GSO Indonesia yang terpanjang di dunia atau hamper
34.000 km atau 13 persen dari panjang GSO seluruhnya. Sekarang lintasan GSO
merupakan daerah tak bertuan, sebagai kawasan diluar konsepsi wilayah Negara.
Penempatan satelit di wilayah itu berdasarkan hokum, siapa yang cepat dia
dapat. penempatan satelit disepanjang GSO sekeliling Bumi, terdapat 220
satelit, 2/3 diantaranya milik Amerika Serikat dan Rusia, jumlah tersebut menurut
teori : maksimun hanya bisa ditempatkan 180 satelit disepanjang GSO seluruhnya
(Sumber Kompas).
PEREBUTAN POSISI
GEOSTASIONER
Seperti
diberitakan Harian Kompas (edisi April 1997). Beberapa waktu lalu ramai
dibicarakan “perebutan” posisi geostasioner (slot) satelit komunikasi antara
Indonesia dengan kerajaan Tonga.
Sejak pertama
Spuntnik diluncurkan tanggal 4 Oktober 1957, jutaan orang di seluruh dunia yang
menyaksikan penuh anstusiasme karena disebabkan perseteruan antara Amerika
Serikat dan US (Rusia), yang mengelilingi Bumi tiap 96 menit. Selanjutnya
diluncurkan Sputnik 2 yang lebih besar. Peluncuran satelitnya ini dilakukan
secara rahasia dan sangat tertutup, kebenaran itu terbukti pertengahan Desember
1957 ketika Sputnik 2 melintas pantai Florida yang sempat terfoto oleh Teleskop
yang sedang memantau peluncuran roket Amerika Serikat.
Sejak itu
perebutan kapling di ruang angkasa, sebelumnya tak terpikirkan ruang angkasa
diatas Bumi ini akan dipenuhi oleh benda-benda buatan manusia.
Peluncuran satelit
ke ruang angkasa pada ketinggian orbit yaitu low earth orbit (LEO), Sun
Synchronous Orbit (SSO) dan Earth Synchronous Orbit (ESO) serta Geosychronous
Orbit (GSO).
Satelit
ditempatkan di orbital yang bisa bergerak kearah timur atau ke arah barat
tergantung sudut inklinasi, yaitu antara bidang orbit dengan bidang
khatulistiwa, sudut inklinasi nol jika bidang orbit berimpit dengan bidang
khatulistiwa. Jika sudut
inklinasi nol derajat sampai 90 derajat (prograde) satelit akan berputar kearah
timur. Jika sudutnya lebih besar dari 90 derajat (retrograde) satelit akan
berputar kearah barat.
Pada LEOkebanyakan
ditempatkan satelit militer atau satelit mata-mata dan satelit penelitian. Jarak
satelit ke permukaan Bumi hanya memerlukan waktu 90 menit. Satelit militer itu
mampu mengenali kabel telepon atau obyek kecil lainnya dari ketinggian 160
kilometer.
Satelit-satelit di
SSO biasanya untuk kebutuhan ramalan cuaca guna mendeteksi SDA. Jarak satelit
ke permukaan bumi kurang lebih 750-850 km dan sudut inklinasinya lebih dari 90
derajat. Satelit cuaca bisa mengelilingi Bumi 15-16 kali sehari.
Satu orbital yang
paling banyak dipenuhi satelit adalah GSO atau juga disebut CLARKE, diambil
dari nama seorang pengarang cerita fiksi sain. Arthur C Clarke adalah yang
pertama kalinya mengusulkan digunakannya orbital ini untuk satelit
telekomonukasi tahun 1945. Syncon 2, yang diluncurkan tahun 1964 adalah satelit
pertama yang menggunakan orbital GSO (Geo Stasioner Satelite Orbit).
Satelit di GSO
yang jaraknya 35.788 kilometer dari permukaan Bumi atau 42.000 kilometer dari
pusat Bumi. Seakan-akan tetap berada di satu titik di atas Bumi, keadaan
seperti diam itu sebenarnya karena periode mengelilingi Bumi sama dengan
periode rotasi Bumi, kurang lebih 24 jam sehari (atau tepatnya 23 jam 59 menit
6 detik). Satelit yang bergerak dengan kecepatan tiga kilometer
per detik mampu melihat sepertiga permukaan bumi.
JUMLAH SATELIT
Sampai Januari
1993 ada 125 satelit dari berbagai negara yang sudah beroperasi di GSO. Di
tahun 1993 akan ada diluncurkan 20 satelit lainnya. Salah satu kawasan yang
pertumbuhannya pesat sekali adalah Asia Pasifik. Saat ini ada 33 satelit yang
sudah beroperasi di kawasan Asia Pasifik termasuk diantaranya empat satelit
Indonesia yaitu Palapa B2 P di slot 113 derajat BT, (bujur timur), Palapa –B4
di slot 118 derajat BT, Palapa B2R di slot 108 derajat BT dan palapa Pasifik 1
di slot 134 derajat BT. (Sumber Kompas, Januari 1993).
Seperti kita
ketahui lokasi GSO untuk satelit sangat terbatas, hanya ada 360 derajat, 180
derajat di BT dan 180 derajat di BB. Berdasarkan teori, jarak dua satelit
minimal 2 derajat, jika lebih kecil dari dua derajat bisa saling mengganggu. Jadi sepanjang garis GSO hanya mungkin
diletakan maksimun 180 satelit saja. Karena itu tidak heran kalau kemudian
terjadi persaingan untuk mendapatkan slot yang paling strategis seperti
persaingan Indonesia dengan kerajaan Tonga.
PEREBUTAN KAPLING RUANG ANGKASA
Tahun 1995 kawasan
Asia Pasifik akan dipenuhi satelit-satelit lainnya. tahun 1993 kemungkinan akan
diluncurkan tiga satelit di kawasan Asia Pasifik. Thailand sudah berencana akan
meluncurkan Tahaicom-1, milik perusahaan telekomunikasi Tahailand Shina Warta
Co, Desember 1993. Thaicom -1 akan diluncurkan diposisi 101 derajat BT,
menggunakan roket Arianne 4 dari Kourou, Guiana Perancis, menyeusul Tahaicom-2
yang akan diluncurkan April 1994.
Hongkong juga
merencanakan melepaskan satelitnya, Asiasat 2 tahun 1995. Pada posisi 100,5
derajat BT. karena jarak keduanya cukup dekat ada kemungkinan keduanya saling
mengganggu jika dipaksakan beroperasi. Persaingan antara kedua tersebut bukan
hanya slot 100,5 derajat BT dan 101 derajat BT, tetapi juga slot 77,5 derajat
dan 78,5 derajat yang didaftarkan untuk satelit tahun 2000.
Secara keseluruhan
ada lebih tujuh posisi slot yang saling diperebutkan oleh negara-negara Asia
Pasifik yaitu 101 derajat bujur timur, 100,5 bujur timur, 134 derajat bujur
timur Indonesia yang ditempati oleh Satelit Palapa Pasifik yang didebat oleh
Kerajaan Tonga dengan satelit Tongasat.
Persaingan yang
hampir sama juga terjadi antara Indonesia dan kerajaan Tonga, Tongasat,
perusahaan satelit patungan antara Mat nelson dengan Keluarga Kerajaan Tonga,
malah negara kepulauan pasifik itu sudah mengajukan permohonan 6 slot di
kawasan Asia Pasifik, empat diantaranya sudah disewa Rimsat dan Unicom, kedua
perusahaan satelit Amerika Serikat,, salah satu slot yang didaftarkanya adalah
134 derajat BT. Indonesia yang menempatkan lebih dahulu satelit Palapa Pasifik
1, bekas Palapa B1, diposisi 134 BT derajat tahun 1992, dianggap telah
mengambil hak slot Tongasat. Posisi tersebut akan diisi dan diganti oleh
satelit Gorisont, bekas milik Rusia yang diberi Kerajaan Tonga dari posisi ke
53 derajat BT ke 134 derajat BT.
Disamping
perselisihan dengan Indonesia, kerajaan Tonga juga bersaingan dengan Intelsat,
yang merebut dua slot dengan posisi 70 derajat BT dan 83,3 derajat BT, sebelumnya
Intelsat menempatkan satelit pada posisi orbit dengan 69 derajat BT dan 83
derajat bujur timur yang sebelumnya ditempati satelit Rusia yang dipakai Tonga
untuk pindah ke posisi 134 derajat bujur timur.
Kemajuan teknologi
satelit buatan manusia ini akan semakin keras karena beberapa negara berkembang
akan kemungkinan maju sebagai negara industri baru seperti Indonesia.
Diperkirakan persaingan pada abad 21 nanti mungkin akan terjadi perang satelit,
semoga bukan perang senjata yang mematikan agar bumi ini tidak lekas kiamat.
Dipublikasi Majalah tabloid ”SAINTEK ITM” MEDAN,
EDISI APRIL 1997
Komentar
Posting Komentar