9 Des 2015

Desa Berbasis Lingkungan

Foto 1 : Desa yang masih hijau dengan hawa pegunungan yang sejuk, sebagai zonasi ruang terbuka hijau

INVESTASI DESA BERBASIS HIJAU LINGKUNGAN
Oleh M. Anwar Siregar
Kini saatnya pemerintah memikirkan pembangunan desa yang berbasis kota urban berwawasan lingkungan hijau tanpa merusak kondisi lingkungan Desa, jika perlu menjadikan tema hari lingkungan terutama bagi desa-desa yang berbatas dengan Ibukota Propinsi, sangat penting dalam mengantispasi kemajuan jasa transportasi. Pembangunan jaringan transportasi di sekitar desa yang masuk ke dalam kota sub urban sebagai refleksi menuju tata ruang yang humanis dengan lingkungan hijau. Penting untuk diingat, umumnya bencana banjir Ibukota Provinsi dampak dari kerusakan lingkungan hutan dan kemajuan pembangunan sarana industri dan pemukiman yang merambat dan membabat zona hijau kawasan pertanian dan rawa-rawa sebagai zona ekologis air berkelanjutan.
TRANSPORTASI
Isu mengenai dampak kemajuan pembangunan fisik terhadap lingkungan hijau terutama dampak dari kemajuan transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil sangat penting diantisipasi bagi perencana pembangunan tata ruang dan sekaligus mengambil pelajaran yang berharga dari kemacetan, banjir dan semrawutan tata ruang transportasi dari kota besar yang ada Indonesia baik di dalam inti dan pinggir perbatasan kota. Contoh Jakarta dan Medan, menghadapi bencana klasik banjir tahunan.
Ada beberapa faktor perlunya pemerintah membangun jaringan transporatasi dan penataan ruang desa-desa di kota satelit Ibukota Propvinsi di Indonesia antara lain pertama, sebagai strategi untuk memberikan kemudahan transportasi publik dengan implikasi pembatasan kendaraan ke pusat inti, misalnya kota Medan maupun ibukota Kecamatan tanpa menghilangkan identitas daerah agrariamarinpolitan dan harus ditindak lanjuti dengan aturan penataan ruang jalan yang telah di buat agar tidak terjadi kemacetan.
Kedua, membangun desa ke kota dengan konsep smart dan TOD, agar penataan ruang lebih baik dan pengendalian bencana ruang hijau dapat diminimalisasikan sehingga identitas Desa dapat terjaga khususnya sebagai kawasan ekologi untuk keseimbangan alam lingkungan. berfungsi sebagai pengendalian pembangunan horizontal ke lahan ekonomi hijau.
 Foto 2 : Pemandangan bentang alam Desa yang masih hijau (Dokumen Foto Penulis)
Ketiga, bertujuan mengendalikan kerusakan ekologi hijau akibat derasnya arus pembangunan fisik hunian, pembangunan fly over dapat digunakan sebagai landasan keseimbangan yaitu dengan menekan arus pembangunan di daerah sekitar jalur hijau. Keempat, pembangunan jalur alternatif singkat dapat mengurangi dampak bahaya bagi kesehatan masyarakat dan ekosistem Desa atau dapat memenuhi kebutuhan mobilitas yang ada secara konsisten.
Selain itu, dampak permakaian BBM transportasi dari bahan bakar fosil berperan besar dalam mempengaruhi perubahan iklim, data menunjukkan bahwa sektor transportasi umumnya berkonstribusi sekitar 23 persen dari emisi gas CO yang menimbulkan dampak terhadap penurunan kualitas lingkungan di Desa dan tumbuh lebih cepat dari penggunaan energi di sektor lainnya sehingga Desa di perbatasan harus di tata sesuai dengan kondisi tatanan geologinya, tujuannya, sangat jelas agar dapat mengurangi dampak kerusakan ekosistem tatanan lingkungan yang banyak terdapat di Desa, seperti menjaga kelestasrian bio-geodiversity, atau pembangunan saat ini lebih difokuskan juga kepada pembangunan yang berwawasan keragamaan ekologis.
Penataan ruang hijau disekitar Desa-desa di kawasan Bandara Udara dan pelabuhan Laut dapat dikaitkan juga dengan manajemen Transit Oriented Development [TOP], yang bertujuan upaya revitalisasi kawasan hijau lama atau kawasan terpadu baru yang berlokasi pada jalur-jalur transportasi utama seperti jalur KA, misalnya dari Medan ke Aras Kabu, ataupun dari Rantau Parapat, mengantispasi kebutuhan ruang lintas busway dengan mengembangkan kawasan berfungsi campuran antara fungsi hunian yang sudah ada, perkantoran, dan komensial dengan sisipan ruang hijau diantara bangunan tersebut dapat di bangun taman publik, taman konservasi dan ekologi hijau industri karena mengingat kawasan tersebut terdapat sejumlah pabrik PMA dan PMDN yang terus mengimpit kawasan hijau semakin terbatas dan beberapa diantaranya berada pada kawasan morfologi miring landai, memperangkap zoan limpasan air yang menimbulkan banjir di beberapa Desa, mempengaruhi mobilitas transportasi publik.
Penataan ini akan mengendalikan bahaya banjir bandang, studi kasus ini dapat dilihat disekitar daerah Mebidang-Karo, dimana Medan sebagai pusat polarisasi daerah limpasan banjir, karena mengingat topografinya yang terendah dengan ketinggian 25 meter di permukaan air laut. Tingkat kemajuan fisik sangat cepat, mempengaruhi kondisi permukaan tanah dalam menerima limpasan air permukaan dan terbatasnya zona rehabilitasi kawasan hijau. Zona-zona ekologi hijau di luar Medan inilah yang perlu di tata sesuai dengan tatanan geologi dan ekologinya agar dapat menjaga keseimbangan lingkungan, bverfungsi sebagai zona ekolagi abadi yang berbasis, geo-biodiversity, pertanian, RTH dengan mengurangi penghancuran lahan yang ada dengan menggantikan sebagai zona wisata hijau berbasis komunitas.
DESA HIJAU
 Foto 3 : Desa dengan latar belakang keindahan struktur geologi yang berbentuk Batolith kepalan tangan tinju, dengan susunan batu kwarsa yang membentuk kawasan pegunungan patahan, perlu sebagai ruang geologi unik, (Dokumen Foto Penulis).
Kawasan Desa yang masih memiliki identitas ekologi hijaunya perlu dipertahankan  sebagai kawasan konservasi dan dilindungi sebagai zona tata ruang geologi yang unik, dapat meningkatkan kemampuan kualitas udara dan air, habitat khusus bagi hewan dan tumbuhan tertentu, dan proses-proses geologi air yang membentuk daerah keanekaragaman air bawah permukaan serta peningkatan daerah resapan air untuk mengurangi aliran air hujan [run off] serta menciptakan sumber daya ekonomis sebagai identitas karakter Desa Hijau.
Tujuannya, agar tidak menjadi desa lumbung banjir akibat telah berubah menjadi desa kota dengan sejumlah bangunan villa mewah di berbagai kawasan perbukitan.
Penataan geologi Desa dapat dilihat dari sejumlah parameter dengan titik pusat Kota besar yang ada disekitarnya. Kota yang tidak memiliki densitas daerah wisata alam maka Desa ada disekitarnya dapat mengembangkan pola tata ruang geologinya yang telah terbentuk tanpa merusak dan menyelaraskan, yaitu pola geologi eko wisata atau taman geologi dan biologi (Geo-bio Park), menjadikan Desa Wisata dengan densitas geodiversity, yang mana terdapat ciri khas proses pembentukan bumi di masa lalu, penataan ruang unik tersebut menjadikan desa hinterland sebagai pusat wisata, pembagian zonasi hijau harus dibagi sistimatik sehingga keunikan Desa tidak hilang. Contoh Desa dengan ciri khas gua Karst, Air Terjun, jejak keunikan batuan dan fosil atau banyak ditemukan obyek wisata air panas dengan air terjun serta dengan latar belakang kabut pagi dan kelokan sungai dampak dari zona patahan, tumbuh-tumbuhan unik dengan latar belakang geomorfologi pegunungan kaldera gunungapi atau hintelrland high yang banyak ditemukan di perbatasan kota-kota besar di Indonesia seperti disekitar Mebidang Karo  dengan titik pusat seperti dikawasan Danau Toba atau di wilayah Tabagsel dengan titik pusat di Danau Siais. Ataupun kawasan unik lainnya yang berbatas dengan wilayah Ibukota Provinsi-Kabupaten.
Sangat sedikit ditemukan Desa yang mempertahankan karakteristiknya dengan memadukan unsur geo-ekologi sebagai pondasi membangun Desa di Indonesia, di Indonesia terdapat 47 kawasan yang masuk wilayah yang menyimpan keanekaragaman biologi, geologi serta ekologi dan ini bisa bertambah jika kita melandasi pembangunan Desa berbasis hijau lokal, memanfaatkan potensi alam hijau Desa untuk tujuah wisata alam. Namun kenyataan saat ini, banyak Desa mengalami berbagai musibah bencana bukan saja ditimbulkan oleh man made disaster tetapi pola keselarasan alam yang tidak seimbang.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist. Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer. Kerja di Tapsel. 


Geology Mitigation: Based Rural Environment
Photo 1: The village is still green with cool mountain air, a green open space zoning

GREEN VILLAGE-BASED INVESTMENT ENVIRONMENT
By M. Anwar Siregar
Now the time for the government to think of rural development based on environmentally sound urban city green without damaging the environmental conditions of the village, if necessary to make the theme of the environment, especially for villages bounded by the Provincial Capital, it is very important to anticipate the advancement of transportation services. Development of transport networks around the village that goes into the sub-urban town as spatial reflection towards a humanist with a green environment. It is important to remember, generally floods Capital impact of environmental degradation of forests and progress of the construction of industrial facilities and residential vines and cut down the green zone agricultural areas and wetlands as a sustainable water ecological zone.
TRANSPORTATION
The issue of the impact of physical progress towards a green environment, especially the impact of the advancement of transportation that use fossil fuels are very important anticipated for planners spatial development and simultaneously take valuable lessons from congestion, flooding and semrawutan spatial transport of big cities Indonesia both in the core and edge of the city limits. Examples of Jakarta and Medan, classic annual flood disaster.
There are several factors need for the government to build a network transporatasi and arrangement of space villages in the suburbs Capital Propvinsi in Indonesia, among others, first, as a strategy to facilitate public transport with the implications of restrictions on the vehicle to the center of the core, for example, the city of Medan as well as the capital district without eliminating regional identity agrariamarinpolitan and should be followed up with the rules of the road space arrangement that has been made in order to avoid congestion.
Second, build rural to urban areas with the concept of smart and TOD, in order to better spatial planning and disaster control green space can be minimized so that the identity of the village can be maintained, especially as the region's ecological balance of the natural environment. serves as a horizontal development control land to a green economy.
 Photo 2: The view landscape village green (Photo Document Writer)
Third, aimed at controlling the green ecological damage due to the rapid flow of the physical construction of residential, construction of flyovers can be used as the basis of the balance by pressing the current development in the area around the green line. Fourth, the development of alternative paths short to reduce the impact hazard to public health and the ecosystem or the village can meet the mobility needs of existing consistently.
In addition, the impact permakaian fuel transport from fossil fuels play a major role in affecting climate change, the data indicate that the transport sector generally contribute about 23 percent of the emissions of CO gas that have an impact on environmental degradation in the village and is growing faster than energy use in the sector Other so the village at the border must be in order in accordance with the conditions of the order of geology, the goal, is very clear in order to reduce the impact of ecosystem damage environmental order which is widely available in the village, such as keeping kelestasrian bio-geodiversity, or the current development is focused also on the development of sound keragamaan ecological.
Arrangement of green spaces around the villages in the area of ​​Airport and Sea port can be attributed also to the management of Transit Oriented Development [TOP], which aims to revitalize the green area of ​​the old, or the integrated area newly located in pathways main transportation such as railways, for example, from Medan to Aras Kabu, or from Rantau Parapat, anticipate the needs of space across the busway to develop the area serves a mix between functionality occupancy existing office buildings, and komensial with inset green space between the building can be built public gardens, parks conservation and ecology green industry because given the region there are a number of domestic and foreign factories that continue squeezing more limited green area and some of them are in the area of ​​sloping ramps morphology, ensnares Zoan water runoff that causes flooding in some village, affecting the mobility of public transport.
This arrangement will control the flood danger, this case study can be seen around the area Mebidang-Karo, where the field as a center of polarization region flood runoff, because given the topography of the lowest with a height of 25 meters at sea level. Level of physical progress very quickly, affecting the condition of the ground surface in the receiving surface water runoff and the limited rehabilitation zone of green area. Zones of ecological green outside Medan this is necessary in order in accordance with the order of the geology and ecology in order to maintain the environmental balance, bverfungsi zones ekolagi perennial-based, geo-biodiversity, agriculture, green space by reducing the destruction of the existing land to replace a zone community-based green tourism.
VILLAGE GREEN
 Photo 3: Village with background beauty shaped geological structure Batolith fist boxing, with quartz stone structure that forms the mountainous area of the fault, it is necessary as a unique geological area, (Document Photo Author).
Village area which still has an identity ecological green needs to be maintained as a conservation area and protected as a zone of spatial unique geological, can improve air and water quality, special habitats for animals and certain plants, and geological processes of water that make up the area of ​​diversity of water under the surface as well as an increase in water catchment areas to reduce the flow of rainwater [run off] and creating economic resources as the identity of the character of the Village Green.
The goal, in order not to flood due to the village barn has been transformed into a rural town with a number of building luxury villas in various areas of the hills.
The village geological arrangement can be seen from a number of parameters with the center point of a large city that is around. Cities that do not have density areas natural attractions, the village is around can develop spatial patterns geology that has formed without damaging and align, the pattern geology eco tourism or garden geology and biology (Geo-bio Park), making tourism village with a density of geodiversity, which are characteristic of the process of the formation of the earth in the past, the unique spatial arrangement makes hinterland village as a tourist center, green zoning division should be shared systematically so that the uniqueness of the village is not lost. Examples village with typical cave Karst, Niagara, traces of unique rocks and fossils or are found hot water attractions with a waterfall as well as the background fog in the morning and the bend in the river impact of the fault zone, vegetation unique to the background of geomorphology mountains caldera volcanoes or high hintelrland which are found on the border of the big cities in Indonesia such as around Mebidang Karo   with the center point as region or in the region of Lake Toba Tabagsel with the center point at Lake Siais. Or other unique region bounded by the Capital-District territory.
Very few found the village that maintains its characteristics by combining elements of geo-ecology as a foundation to build the village in Indonesia, in Indonesia there are 47 areas that are in the store biodiversity, geology and ecology, and this could increase if we underpin the development of village-based local green, harness The village green natural potential for nature tourism tujuah. But the reality today, many village experienced various disasters not only caused by  man-made  disaster, but the pattern of natural harmony unbalanced.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist. Observer Problems Spatial Geosphere Environment and Energy.  Work in Tapsel. 

Waspada Banjir akhir tahun Geologi Disaster :

Waspada Bencana Banjir Besar Akhir Tahun

Oleh: M. Anwar Siregar


Sumber : Illustrasi Harian Anaslisa

Pemerintah seharusnya sudah mengetahui tanda-tanda datangnya bencana secara teratur melalui rekaman sejarah siklus bencana dalam tahunan, puluhan atau bahkan ratusan tahun, karena dengan pengalaman ini, maka kerusakan infrastruktur fisik dan jumlah korban dapat diminimalisasikan, salah satu yang perlu diperhatikan adalah bencana banjir tahunan.
Komponen utama dari penyebab dampak bencana banjir yang sering terjadi dalam tata ruang perkotaan di Indonesia antara lain, berasal dari kendala oleh pemerintah itu sendiri yaitu “pembuangan” waktu dalam menetapkan suatu aturan zona hijau. Fakta menyebutkan, penataan dan perencanaan ruang kota hijau berkelanjutan yang masih tumpang tindih peraturan pelaksanaannya dan tingkat ketegasan pemerintah dalam menjalankan peraturan tersebut.
Dari segelintir kasus kejadian bencana seperti gempa dan gunung api meletus melalui efek banjir lahar dan gerakan tanah akibat banjir dan penggundulan hutan yang menimbulkan bencana kabut asap, menunjukan Pemerintah belum optimal memanfaatkan data dan informasi geologi sebagai dasar pembangunan ketataruangan, seharusnya menjadi fokus utama pembangunan ketataruangan wilayah yang berketahanan bencana dalam mereduksi jumlah kehancuran dan kerugian fisik tata ruang lingkungan dalam meredam trauma bencana di Indonesia karena eskalasi bencana tidak pernah berhenti. Pemerintah dan masyarakat tidak perlu merenung terus tetapi mengimplementasikan secepatnya karena bencana maut hadir setiap saat.
Pembangunan fisik yang berketahanan bencana geologi di Indonesia perlu terintegrasi satu kelembagaan riset yang menangani bencana lingkungan, mitigasi dan kegeologian sehingga memudahkan penyampaian informasi dan komunikasi yang tepat sasaran dan seragam. Bukti itu dengan banyaknya sektor yang menyampaikan informasi bencana dan kadang tumpang tindih komunikasi ketika terjadi bencana. Dan Pemerintah perlu memperhatikan peran masyarakat yang telah mengusulkan berbagai saran untuk membangunan koordinasi kelembagaan dan jaringan komunikasi karena hal ini dapat meminimalisasikan kerugian akibat bencana.
Penguatan koordinasi kelembagaan dalam rangka mendukung upaya mitigasi bencana, menyusun standar konstruksi (buliding code), peningkatan pelayanan Norma Standar Prosedur Manual (NSPM) pengendalian bencana serta dikombinasikan pemahaman sosialisasi mitigasi kewaspadaan masyarakat untuk meminimalisasi kerusakan dan kehancuran akibat bencana. Namun hal ini belum membumi di Indonesia dan sangat kontras dibandingkan dengan Jepang dan Amerika Serikat, jangan berkata bahwa mereka sudah maju pengetahuan dan teknologi tetapi mereka maju karena pengalaman sejarah bencana yang diimplementasikan dalam budaya siaga bencana. Bukankah Indonesia sudah “berpengalaman merasakan bencana?”
Membangun sistem jaringan komunikasi tanggap darurat, antar wilayah yang dirancang berketahanan bencana agar jaringan sistem komunikasi tidak mengalami kehancuran atau kendala dalam memberi informasi dan komunikasi penanggulangan bencana. Untuk menghindarkan kebuntuan komunikasi diperlukan satu pusat pemrosesan data yang dirangkum dari beberapa ahli di instansi kebumian seperti IAGI, LIPI, BMKG, BPPT, Bakorsurtanal, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dipusatkan pada satu badan riset nasional yaitu Badan Geologi Nasional. Seluruh staf ahli kebumian dapat memberikan konstribusi informasi pada Badan Geologi Nasional agar ketimpangan informasi dapat dihindarkan, bertujuan untuk membantu masyarakat dapat mengantisipasi bencana secepatnya, terhindar dari isu-isu yang menyesatkan. sebagai refleksi dari kejadian gempa di inti Kota Meksiko, San Fransisco, Bam, Cristchurch dan Jepang (Februari dan Maret 2011).
Tata ruang lingkungan kota-kota di Indonesia memerlukan zonasi rehabilitasi lingkungan tata ruang air dan infrastruktur yaitu melakukan usaha preventif tata ruang dengan merelokasikan aktifitas yang tinggi ke daerah yang lebih aman dengan mengembangkan pemetaan mikrozonasi sesuai dengan karakteristik geologi lingkungan internal dan eksternal tatanan geologi tektonik dan satuan fisiografis lingkungan geomorfologi yang menyusun suatu kawasan tata ruang kota yang diidentifikasi aman bagi keberlanjutan tata ruang air dan rehabilitasi tata guna lahan sebagai zona relokasi apabila terjadi kerentanan diwilayah yang lain.
Faktor lain yang mendorong semakin tingginya potensi resiko bencana banjir di kota-kota di Indonesia adalah laju kepadatan penduduk dan bangunan, yaitu banyak penduduk di kota besar seperti Jakarta dan Medan bertempat atau sengaja tinggal di kawasan yang rawan/rentan terhadap bencana seperti tinggal di bantaran sungai.
Yang menyebabkan semakin menambah parah kerusakan tata ruang selain tersebut diatas karena bencana alam hadir secara beruntun dan menelan korban yang sia-sia, yaitu pemerintah sangat lambat dalam mengartikulasi perencanaan pembangunan kota, lebih dipusatkan bagaimana bangsa ini mencapai target kemajuan ekonomi dengan bukti banyak menghasilkan pembangunan ekonomi coklat daripada ekonomi hijau, dan adalah bencana ekologis sebagai bukti tahunan yang meliputi bencana kabut asap dan banjir bagaikan arisan yang silih berganti datang menyapa kita untuk membayar upeti berupa nyawa, harta dan infrastruktur fisik yang rusak serta kebangkrutan ekonomi dengan bonus penambahan jumlah masyarakat menjadi miskin. Efek lanjutan ini diperparah lagi oleh tingkah laku etika para elite bangsa lebih mementingkan “ekonomi perut” alias mengguritanya korupsi. Kemampuan supremasi hukum yang tumpul dalam membela kepentingan rakyat yang sangat luas berdampak kepada kemurkaan alam di bumi Indonesia, lihatlah berbagai musibah dalam kurun tiga bulan ini, habis asap, muncul banjir diselang-seling kegaduhan politik dan sosial di kehidupan masyarakat Indonesia dan menjadi berita media luar negeri,
Mewaspadai berbagai jenis bencana alam terutama bencana banjir besar pada jelang pergantian tahun 2015 seperti siklus tahun lalu saat penting, sekaligus siaga dalam menghadapi bencana, bukan selama ini penanggulangan bencana masih ditekan pada ‘saat’ serta ‘setelah (pasca)’ terjadinya bencana. Sementara itu, pada tahap ‘sebelum (pra)’ bencana yang telah diakomodasikan masih terbatas pada tahapan pencegahan (prevention), yaitu dengan menghindari pemanfaatan kawasan yang ‘rawan bencana’ untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya dan pertanian abadi.
Upaya untuk mewaspadai dan menghindari bencana alam yang berjalan secara progresif dan membuat lingkungan tidak nyaman bagi manusia yang mulai menurunkan daya dukung fisik bumi adalah dengan menggunakan segala sumber daya alam, ruang dan manusia secara efisien, mengembangkan sumber daya energi baru yang aman terhadap perubahan iklim ekstrim, moratorium semua lahan dan hutan di Indonesia guna mencegah terjadinya kebakaran dan bencana kabut asap serta banjir longsor tahunan, mengefektifkan penanaman pohonan setiap bulan, bukan dalam rangka hari menanam pohon saja maupun hari lingkungan lainnya untuk mencegah kerusakan lapisan ozon serta membudayakan penggunaan transportasi umum berbasis ekologi hijau dengan penggunaan sarana yang efektif tanpa membuat macet sehingga dapat menurunkan jumlah emisi yang dapat membahayakan kesehatan, mengurangi ketergantungan pemakaian energi konvensional.
Seperti itu, perlu peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam menguatkan diri menghadapi berbagai bencana yang datang secara beruntun dengan membangun lingkungan yang berkelanjutan yang sadar akan lingkungan, berpandangan holistis, sadar hukum dan mempunyai komitmen atau kecintaan terhadap lingkungan. ***
Penulis, Enviromentalist Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang dan Lingkungan, Energi-Geosfer.
Diterbitkan Harian ANALISA Medan, 28 November 2015 



Flood alert Big End of Year
By: M. Anwar Siregar



Source: Illustrations Daily Anaslisa

The government should already know the signs of the coming disaster on a regular basis through historical records disaster cycle in the annual, tens or even hundreds of years, because with this experience, then the damage to the physical infrastructure and the number of casualties can be minimized, the one that needs to be considered is the catastrophic annual flooding.
The main component of the cause of the impact of the floods that frequently occur in urban spatial planning in Indonesia, among others, is derived from the constraints of the government itself that is "disposal" of time in establishing a green zone rules. The fact, structuring and planning of sustainable green city spaces that are still overlapping its implementing regulations and firmness levels of government in implementing the regulation.
From a handful of cases of disaster events such as earthquakes and volcanoes erupt through the effects of lava flooding and soil movement due to floods and deforestation, catastrophic smog, shows the Government has not optimally utilize data and geological information as a basis for the development of ketataruangan, should be the main focus of development ketataruangan region disaster resilience in reducing the amount of physical destruction and loss of spatial environment in reducing the trauma of the disaster in Indonesia since the escalation of the disaster never stopped. Government and society need not brood continue but to implement as soon as possible because of the disaster death is present at all times.
Physical construction of enduring geological disasters in Indonesia needs to be integrated with research institutions that deal with environmental disasters, mitigation and kegeologian so as to facilitate the delivery of information and communication targeted and uniform. Evidence that the number of sectors that convey information about the disaster and sometimes overlapping communications when disaster strikes. And the Government needs to consider the role of the community who have proposed various suggestions to develop their institutional coordination and communication networks because it can minimize the losses caused by the disaster.
Strengthening institutional coordination in order to support disaster mitigation efforts, setting standards for construction (buliding code), improvement of services Norma Standard Procedures Manual (NSPM) disaster control and mitigation combined understanding of the socialization of public awareness to minimize the damage and destruction caused by the disaster. However it is not grounded in Indonesia and the stark contrast in comparison with Japan and the United States, do not say that they had advanced knowledge and technology but they advanced as the historical experience of the disaster that is implemented in a culture of preparedness. Indonesia Is not already "seasoned felt catastrophe?"
Building a system of emergency response communications network, inter-regional disaster resilience which is designed so that network communication system did not undergo destruction or obstacles in giving information and communication disaster management. To avoid communication deadlock required a processing center to data compiled from several experts in geoscience agencies like IAGI, LIPI, BMKG, BPPT, Bakorsurtanal, the Ministry of Energy and Mineral Resources, focused on the national research body is the National Geological Agency. The entire staff of experts earth can contribute information to the National Geological Agency so that discrepancies can be avoided, aims to help people be able to anticipate the disaster as soon as possible, to avoid misleading issues. as a reflection of the core earthquakes in Mexico City, San Francisco, Bam, Cristchurch and Japan (February and March 2011).
Spatial environments cities in Indonesia require zoning rehabilitation of the spatial environment of water and infrastructure that perform preventive efforts spatial relocate high activity to safer areas by developing mapping microzonation according to the geological characteristics of the internal and external environments order geological and tectonic units geomorphology physiographic environments that make up a city planning area identified for sustainable spatial safe water and rehabilitation of land-use relocation as a zone of vulnerability in the event of another region.
Another factor driving the higher the potential risk of flooding in the cities in Indonesia is the rate of population density and building, that many residents in big cities like Jakarta and Medan housed or purposely live in an area prone / prone to disasters such as live along the river ,
Which led to worsened the damage layout in addition to the above due to natural disasters is present in a row and claimed vain, that the government is very slow in articulating municipal planning, more focused how this nation achieve the target of economic progress with evidence generate a lot of economic development brown rather than green economy, and is an ecological disaster as proof annual cover catastrophic smog and flooding like gathering alternating came to greet us to pay tribute in the form of life, property and physical infrastructure broken and bankrupt economy with the bonus addition of the number of people to be poor. Aftereffect is further aggravated by the ethical behavior of the nation's elite are more concerned with "the economic belly" alias mengguritanya corruption. The ability of the rule of law that is blunt in defending the interests of the people are very broad impact to the wrath of nature on Earth Indonesia, take a look at the various calamities in the next three months, exhausted fumes, appeared flooding are interspersed noise of political and social life of the Indonesian people and the news media outside country,
Be aware of the various types of natural disasters, especially the huge flood in ahead of the turn of the year 2015 as a year ago when the cycle is important, as well as idle in the face of disaster, not during this disaster still pressed on 'when' and 'after (post)' disaster. Meanwhile, in the 'before (pre)' disaster has been accommodated is limited at this stage of prevention (prevention), namely by avoiding the use of areas 'prone' to be developed as an agricultural area of ​​cultivation and lasting.
Efforts to be aware of and avoid the natural disasters that runs progressively and make the environment uncomfortable for humans began to reduce the carrying capacity of the physical earth is to use all natural resources, space and human efficiently, develop new energy resources that are safe to extreme climatic changes , a moratorium on all land and forests in Indonesia in order to prevent fires and disasters haze and floods landslides yearly, streamline planting trees every month, not in the context of the day planting trees alone and the other environment to prevent damage to the ozone layer as well as cultivate the use of public transport-based ecology green with the use of an effective tool without jamming so as to reduce the amount of emissions that can be harmful to health, reducing dependence on conventional energy consumption.
As it is, needs to increase the capacity of human resources in strengthening themselves against disasters that come straight to build environmentally sustainable environmental conscious, holistic-minded, litigious and have a commitment or devotion to the environment. ***
Writer, Enviromentalist Geologist, Observer Spatial and Environmental Issues, Energy-Geosphere.
Published ANALYSIS Medan Daily, 28 November 2015

1 Des 2015

Evolusi Sinabung : Geologi Disaster



BELAJAR DARI SINABUNG UNTUK SIBUAL-BUALI DIABAD SEKARANG
Oleh : M. Anwar Siregar

Setelah Sinabung di Tanah Karo menujukkan ekspose kedigdayaan sebuah gunung yang naik kelas, serta merupakan gambaran tipikal gunung api yang wajib dipelajari, bahwa gunung api yang pernah masuk kategori kelas type B yaitu gunung api yang tidak bererupsi selama lebih 400 tahun suatu saat akan naik kelas ke type A, dan gunung Sibual-buali itu memiliki potensi seperti Sinabung.
Hal ini diketahui dari kedudukan erupsi gunung Sibual-buali yang terletak dijalur titik lemah bumi Pulau Sumatera antara lain sumber lokasi zona patahan gempa, dapat merasakan atau terasa kontak efek goncangan berganda akibat tumbukan lempeng dan berada di zona benioff antara tumbukan Pulau Sumatera.
Hari Gunungapi di Bulan Desember sebagai implementasi yang perlu direnungkan bagi masyarakat yang bermukim di sekitar kaki gunungapi untuk mewaspadai.
DAERAH PERTEMUAN BENIOFF
Pergerakan lempeng erat kaitannya antara tektonik dan vulkanisme (gejala penerobosan magma ke permukaan bumi) yang akan menentukan kemunculan gunungapi, ternyata lingkungan gunungapi Sibuali-buali tersebut dipengaruhi oleh tatanan tektonik daerah yang bersangkutan seperti lokasi pertemuan antara sabuk kegempaan dan kegunungapian yang umumnya berada di wilayah Sumatera Utara.
Pergerakan lempeng-lempeng yang tegar yang saling bergerak dengan sifat yang berbeda. Apabila dua Lempeng Samudera (Hindia dan Pasifik) akan ditekuk kebawah Lempeng Benua sepanjang jalur miring hingga jauh ke dalam lapisan astenosfera, sepanjang jalur miring inilah terdapat jalur beniof atau pusat jalur gempa, yaitu gempa tektonik dan gempa vulkanik. Dan Pulau Sumatera terdapat jalur Benioff dengan sudut 45o, bersinggungan dengan sesar-sesar di Pantai Barat dan daratan Sumatera yang membentuk pola tegangan searah memanjang Pulau Sumatera.
Posisi Sibuali-buali yang berada di wilayah Tapanuli Selatan, begitu juga Sorik Merapi di Madina itu berada dalam persinggungan zona patahan Semangko yang berarah sepanjang Pulau Sumatera, diapit zona patahan kiri dan kanan yang dapat membentuk SMS alias Send Mensage Seismitic singkat namun kontinu bila pergerakan di daerah pemisahan patahan sebagai pembangkit energi vulkanik dan tektonik sehingga Sibuali-buali memiliki batas kemampuan untuk meredam efek guncangan dalam periode waktu geologi tertentu, seperti yang telah diperlihatkan oleh Sinabung, berada dalam jalur patahan Karo dan Lingkungan Gunung super Toba Purba, bangkit untuk melakukan deformasi dan evolusi sebuah gunung api yang lama istirahat.
EFEK GUNCANGAN BERGANDA
Yang perlu disimak dari kejadian tersebut, antara hubungan (georrafis) vulkanisme modern dari kawasan terjadinya gempa bumi diwilayah struktur kerak bumi Sumatera. Harus ditegaskan, disekitar wilayahh Sumatera terdapat zona penekukan dikawasan batas kontinen (Benua) dengan Samudera. Disekitar wilayah ini gempa bumi masih ”hidup” menyebabkan tetap adanya mobilitas  pembentukan kerak bumi. (Studi kasus banyak diperlihat oleh gunungapi di Kawasan Timur di Sulawesi Utara dan NTT).
Meningkatnya aktivitas beberapa gunungapi di kawasan Sumatera, karena adanya keterkaitan antara gempa tersebut di Pantai Barat Sumatera dengan aktivitas gunungapi. Peningkatan gangguan pada dapur magma karena mengalami desakan lempeng (yang mengubah gerakan) menjadi terganggu karana adanya getaran seismik yang kuat yang menyebabkan peningkatan aktivitas pada dapur magma yang masih kosong mengalami pengisian yang penuh. Selain itu, posisi Sibual-buali sangat dekat dengan zona penunjaman atau jalur miring bergempa (benioff) dari tempat terbentuknya gunungapi, yang menimbulkan pergerakan magma bergerak terus dari waktu ke waktu sampai ratusan tahun yang berakhir dengan letusan.
Gempa bumi dan gunungapi yang terjadi di Indonesia bersifat lokal dan terbatas pada lempeng tertentu. Tidak ada hubungan gempa yang berlangsung di Aceh dan Nias (2004 dan 2005), apalagi dengan hubungan dengan ring of fire Pasifik. Karena gunungapi yang ada di Kepulauan Maluku tidak mengalami gangguan keseimbangan magma ketika berlangsung gempa bumi Nias, namun untuk Sibuali-buali adalah sebuah ”deposito bergerak seismik” dalam waktu periode tertentu.
Yang akan memunculkan suatu gangguan guncangan letusan gunungapi suatu saat nanti dengan beberapa penyebab tambahan antara lain : posisi tata ruang aktivitas yang merusak keseimbangan termo fisik disekitar kawah Sibual-buali, ledakan pemanfaatan lahan hijau oleh laju kepadatan penduduk, lihat pelajaran berharga dari tata ruang disekitar Sinabung dan Sibayak di Tanah Karo.
ROBEKAN PANJANG SUMETERA
Gubungapi Sibual-buali muncul ditengah jalur arah memanjang tubuh Pulau Sumatera, yang merupakan relik perpisahan rangkaian pegunungan Bukit Barisan Sumatera dari sebelah Barat dan Timur dan gunungapi ini juga duduk di permotongan jalur sesar arah Sumatera ke Utara dan Selatan ke arah sesar Sunda. Gunungapi Subual-buali di Tapsel itu dan seperti semua gunungapi lainnya di Sumatera duduk di atas Sesa Sumatera.Semangko
Tempat kedudukan pada sesar sumatera merupakan zone robekan panjang 1600 km, yang membelah Pulau Sumatera, demikian juga halnya geomorfologi di wilayah Tapanuli bagian Selatan itu terdapat robekan sepanjang hampur 420 km dengan berbagai ruang-ruang penerobosan magma dan pusat-pusat energi seismik di beberapa segment patahan yang dapat mentransfer energi seismik diatas kekuatan 7.9 Skala Richter, gunung Sibual-buali ada hubungan korelasi tatanan geologi yang dekat erat kaitannya dengan terjadinya letusan gunungapi di sekitar Toba Purba dimasa lalu. Kondisi ini cukup untuk membangunkan gunungapi Sibual-buali dari rangkaian tidur yang panjang. Dan lagi-lagi Gunungapi Sinabung sebagai contoh pelajaran yang berharga.

 

Gambar : Geologi citra foto Gunungapi Sibual-buali dan perpotongan 
patahan sumatera Sumber : Dari berbagai sumber dan Internet map google
 
BERITA SIBUAL-BUALI
Kabupaten Tanah Karo kini sering diguncang letusan gunung api, merupakan aktivitas tektonik yang terjadi disepanjang pantai barat dan daratan Sumatera akibat pengumpulan energi yang terus menerus secara kontinu dan bertahun-tahun, pada suatu saat dapat menimbulkan guncangan termodinamika perut bumi, apa yang terjadi dari Tanah Karo dan Aceh-Simeulue dapat juga terjadi di wilayah Tabagsel di mana gunung Sibual-buali itu berdiri kukuh bersama “saudaranya” Sorik Merapi dapat tertekan hingga sekarang merupakan rangkaian aktivitas tektonik berumur ratusan tahun dan kapan meletusnya bisa dalam hitungan detik, bisa dekat, bisa jauh.
Dan kita sudah melihat kondisi itu bagaimana keadaan Sinabung di era modern, dalam era sebelum modern, gunung api Sinabung pernah meledak, dan lalu tertidur dalam 400 tahun, hingga naik kelas menjadi gunung api aktif di era modern, maka Sibual-buali dengan tatanan geologi yang hampir sama dengan gunung Sinabung.
Yang sangat membahayakan kondisi Gunung Sibuali-buali yang berada dalam tatanan patahan Sumatera yaitu adanya gangguan dan pendesakan yang sangat kuat, dan karena berhubungan dengan kondisi bumi yang tidak mengalami pemekaran atau pembesaran maka akan terbentuk pergerakan penumbukan antara keduanya sehingga letusan yang maha luar biasa suatu saat dapat terjadi.
Jadi, bagaimana kabar Sibual-buali di abad sekarang? Melihat betapa dahsyatnya dan teobeknya perut bumi Sumatera oleh ledakan super gunungapi Toba Purba dan banyaknya terbentuk gunung-gunungapi di Sumatera Utara di masa lalu telah meledakan kerobekan tubuh pulau Sumatera di era pra sejarah hingga ke era modern serta gempa-gempa skala medium masih berlangsung sepanjang Pantai Barat Sumatera dan Selat Sunda itu, maka suatu saat dapat mengganggu ketenangan Sibual buali karena pendesakan yang kuat di Samudera Hindia oleh pergerakan Lempeng Indo-Australia, yang membentuk pola-pola subduksi sesar naik atau membentuk rangkaian pegunungan bawah laut sehingga memerlukan ruang untuk muncul ke permukaan.
Tulisan ini bukan untuk memprediksi akan terjadi sebuah bencana gunung api baru yang di awaki oleh Sibuali-buali untuk mengikuti jejak Sinabung namun memberikan refleksi sekaligus mengingatkan kondisi keduanya hampir sama, derap kemajuan pembangunan dan laju kerusakan lingkungan sedang mengancam di sekitar Sibuali-buali dalam masa lima tahun kedepan, dan kita wajib tetap waspada serta tetap belajar memahami segala evolusi yang telah tercipta oleh pengetahuan kehidupan dan tempat tinggal Sinabung dan Sibual-buali.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer


Geology Disaster: Learning Volcano



TO LEARN FROM SINABUNG FOR SIBUAL-BUALI CENTURY NOW
By: M. Anwar Siregar

After Sinabung in Karo showed exposes the superiority of a mountain grade, as well as a description of a typical volcano that must be learned, that volcanoes ever to enter class category type B is a volcano that was not erupting for over 400 years will someday grade to type A, and mountain Sibual-Buali it has potential as Sinabung.
It is known from the position of eruptions Sibual-Buali located belt weak point of the earth's Sumatra Island, among others, the source location of the earthquake fault zone, can sense or feel the contact effects of multiple shocks due plate collision and was in Benioff zone between the collision of Sumatra Island.
Volcano day in December as the implementation that need to be contemplated for the people living around the foot of volcanoes to be aware of.
REGIONAL MEETING Benioff
Plate movement is closely related between tectonics and volcanism (symptoms breach of magma to the surface of the earth) which will determine the appearance of volcanoes, turns environments volcano Sibuali-Buali are influenced by the order of tectonic region concerned as the location of a meeting between the belt of seismicity and the volcano are generally located in Sumatra North.
The movement of the rigid plates that are moving with different properties. When two plates are Ocean (Indian and Pacific) will be bent downward sloping continental plate along the track until deep into the layers astenosfera, along the path there is this skewed beniof lane or the center-point earthquake, the tectonic and volcanic earthquakes. And Sumatra are Benioff track at an angle of 45 °, intersect with fault-fault on the West Coast and mainland Sumatra, which form a voltage pattern elongated in the direction of the island of Sumatra.
Position Sibuali-Buali in the area of ​​South Tapanuli, as well Sorik Merapi in Madina that are in the intersection of the fault zone Semangko trending along Sumatra island, flanked fault zone left and right that can form SMS alias Send Mensage Seismitic brief but continuous when moving in separation zone fault as energy generation volcanic and tectonic so Sibuali-Buali has a limited ability to absorb the shocks in periods of geologic time certain, as has been shown by Sinabung, located in the fault lines Karo and the Environment Mount super Toba Purba, rose to deformation and the evolution of a volcano long break.
EFFECTS OF DOUBLE Shocks
Who need to be listened to from the incident, the relationship (georrafis) modern volcanism of the area of the earthquake region of Sumatra crust structure. It should be stated, there are around wilayahh Sumatra bending zone limit of the continental region (Continental) with the ocean. The region around the earthquake still "alive" cause permanent mobility  formation of the earth's crust. (A case study much diperlihat by volcanoes in the Eastern Region in North Sulawesi and NTT).
Increased activity of some volcanoes in Sumatra region, because there is a correlation between the earthquake on the West Coast of Sumatra with volcanic activity. Increased disturbance in the magma chamber due to the insistence of the plates (which converts the movement) becomes disturbed paddock presence of strong seismic vibrations that lead to increased activity in the magma chamber is empty experiencing a full charge. In addition, position-Buali Sibual very close to the subduction zone or oblique lines bergempa (Benioff) of a volcanic formation, which cause the movement of magma moving steadily from time to time until hundreds of years ended with the eruption.
Earthquakes and volcanoes occurring in Indonesia are local and limited to a particular plate. There is no relationship earthquake that took place in Aceh and Nias (2004 and 2005), especially with the relationship with the Pacific ring of fire. Because the volcano is in the Maluku Islands are not impaired during a magma balance Nias earthquake, but to Sibuali-Buali is a "moving seismic deposits" within a certain period of time.
Which would lead to a disruption shaking volcanic eruption sometime in the future with some additional cause, among others: the position of spatial activities that undermine the balance of thermo physical around the crater Sibual-Buali, explosion utilization of green land by the rate of population density, see the valuable lessons of spatial around Sinabung and Sibayak in Tanah Karo.
RIPS LONG Sumatera
Volcano Sibual-Buali appear in the middle lane of the body lengthwise direction of Sumatra island, which is a relic separation Sumatra Bukit Barisan mountain range on the west and east and volcanoes also sits on the fault lines permotongan direction to North and South Sumatra towards the Sunda fault. Subual volcano-Buali in Tapsel it and like all other volcanoes in Sumatra sitting on Sesa Sumatera.Semangko
Domicile at fault Sumatran a zone rips length 1600 km, which divides the island of Sumatra, as well as geomorphology in the region Tapanuli southern part of it there is a tear along hampur 420 km with various spaces breach magma and centers of seismic energy in some segments fault which can transfer seismic energy on the strength of 7.9 on the Richter Scale, mountain-Buali Sibual no correlation geological structure near the closely associated with the occurrence of volcanic eruptions around Toba Purba past. This condition is sufficient to awaken volcanoes Sibual-Buali of a series of long sleep. And again Sinabung Volcano as an example of valuable lessons.
 

 
L picture photo image of Volcanic Geology Sibual-Buali and the intersection 
of the Sumatran fault, (Source: From various sources and Internet map google)
 
News SIBUAL-SIBUALI
Tanah Karo now often rocked by a volcanic eruption, a tectonic activity that occurs along the west coast and mainland Sumatra due to the collection of continuous energy continuously and for many years, at one time can cause shocks thermodynamics bowels of the earth, what happens from Tanah Karo and Aceh and Simeulue can also occur in the region Tabagsel where mountain Sibual-Buali it stand strong together "brother" Sorik Merapi can be depressed until now is a series of tectonic activity hundreds of years old and when the eruption could be in a matter of seconds, can close, can be much.
And we've seen that condition how the state Sinabung in the modern era, in the era before the modern, volcano Sinabung never explode, and then fell asleep in 400 years, until the grade becomes active volcanoes in the modern era, then Sibual-Buali with the order geology almost the same as Mount Sinabung.
Which is very dangerous condition of Mount Sibuali-Buali which are in the order of fault Sumatra namely the disruption and displacement are very strong, and due to the condition of the earth who did not undergo expansion or enlargement it will form a movement pulverization between the two so that the eruption is most remarkable one time can occur.
So, how are Sibual-Buali in the present century? Seeing how powerful and teobeknya earth Sumatra by the explosion of a super volcano Toba Purba and many formed a mountain-volcano in North Sumatra in the past have detonates tearing of the body of the island of Sumatra in the era of pre-history up to the modern era and earthquakes scale medium is still going along the coast West Sumatra and Sunda Strait, then a time may unsettle Sibual Buali because displacement is strong in the Indian Ocean by the movement of the Indo-Australian Plate, which form the patterns of the subduction fault ride or form a mountain range under the sea that require space for surfacing ,
This paper is not to predict there will be a catastrophic volcano new at manned by Sibuali-Buali to follow Sinabung but it gives a reflection at the same time reminding the condition of both is almost the same, clattering progress of development and the rate of environmental degradation is threatening around Sibuali-Buali within five years ahead, and we must remain vigilant and continue to learn to understand all the evolution that has been created by the knowledge of life and residence Sinabung and Sibual-Buali.
M. Anwar Siregar
Environmental Geologist, Observer Spatial Issues Environmental and Energy-Geosphere
 

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...