Ironi RTH : Geologi Lingkungan
IRONI EKOLOGI RTH
Oleh M. Anwar
Siregar
Kurun waktu tiga
puluh tahun terakhir telah meningkatkan kesadaran dan keprihatinan terhadap
dampak yang sebabkan oleh umat manusia atas planet kita. Bahwa masyarakat
industri modern telah menyebab akar krisis ekologi telah menimpa kondisi
lingkungan sekarang menjadi suatu bencana, misalnya bencana banjir musiman yang
melanda sebagian besar wilayah kota di Indonesia .
Menurut beberapa literatur penelitian menyebutkan ada lima faktor utama penyebabnya yaitu jumlah
penduduk dunia, modal, makanan, konsumsi sumber daya yang tidak bisa diperbaharui
[termasuk energi] serta polusi, tumbuh secara eksponesial dengan laju yang
sangat cepat.
Sudah sejak
tahun 1960-an kesadaran lingkungan telah mendorong manusia untuk memahami masalah
kondisi dan perlindungan ekologis lingkungan. Ada kesadaran bahwa manusia tidak hanya
mengancam jaringan kehidupan bumi tetapi juga mengancam kelangsungan hidup
mereka yang telah melampaui daya dukung biosfer planet untuk menyerap, memperkaya
dan mendaur ulang. Masa depan kawasan ekologi bergantung pada kemauan manusia
dalam melestarikan dan membutuhkan kemauan untuk berbagai perilaku hidup serta
menata ulang gaya
teknologi secara radikal.
KONSUMSI
PERTUMBUHAN
Pertumbuhan jumlah penduduk, pola konsumsi yang
berlebihan dan aktivitas ekonomi yang terkait memberikan tekanan besar pada
sistem daya dukung lingkungan bumi. Tuntutan manusia terhadap lingkungan yang
semakin besar menimbulkan degradasi tanah, kerusakan akibat polusi yang
dahsyat, hilangnya keanekaragaman hayati dan penggundulan hutan yang semakin
luas. Tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa alam sudah menunjukkan
batas-batasnya kepada tujuan manusia adalah susutnya cadangan air, yang mengakibatkan
kekurangan air di beberapa tempat, terjadinya peningkatan gelombang panas,
turunnya hasil usaha panenan, dan beberapa bentuk kerusakan lingkungan yang
dahsyat akibat krisis ekologi hijau antara lain munculnya gas-gas penghasil
efek rumah kaca dengan laju yang terlalu tinggi untuk bisa diserap lautan-lautan
dunia.
Globalisasi industri telah membawa perkembangan sosial
ekonomi maupun fisik pada tata ruang perkotaan dan antar wilayah di berbagai
kota di Indonesia, konsumsi pertumbuhan kebutuhan primer dan sekunder talah
membawa berbagai dampak bencana. Hal ini tercermin antara lain dengan semakin
meningkatnya permintaan lahan untuk kawasan industri dan pemukiman-pemukiman
baru, sebagai konsekuensi dari laju peningkatan penanaman modal berbagai usaha
dan jasa, yang suatu kelak menimbulkan ironisasi bencana yang kini melanda
berbagai masyarakat dan tata ruang kota di Indonesia.
IRONI RTH
Akibat laju konsumsi pertumbuhan ekonomi dan
kebutuhan manusia berdampak pada kerusakan ekologi ruang terbuka hijau [ RTH] yang
seharusnya berfungsi sebagai ruang terbuka dengan meminimalisir interior fisik,
kerusakan juga diakibatkan oleh beralihfungsinya lahan pertanian abadi, pengurangan
dan pembetonan hutan DAS dan pembentukan kawasan tata ruang kumuh di bantaran DAS,
perubahan fisik hutan mangrove, berkurangnya taman hutan raya dan taman kota, terbatasnya
peremajaan hutan konservasi untuk segala keperluan kehidupan.
Dilihat dari perubahan DAS, yang menyebabkan ironi
karena ketidakmampuan pemerintah mempertahankan fungsi disekitar DAS menjadi
kawasan konstruksi pondasi sebuah gedung tertentu dan banyak ditemukan di
kota-kota besar di Indonesia karena DAS memiliki dua fungsi wilayah dan telah
dianggap tidak penting bagi sebagian masyarakat dan maupun egosentris bisnis yaitu
wilayah peresapan curah hujan dan wilayah yang berfungsi sebagai pengatusan
[dranaise], contoh langganan banjir diwilayah ini terdapat di Pantai Indah
Kapuk [Jakarta] dan sekitar Medan Maimun.
Yang lebih ironis lagi, sudah diperkuat dalam UU
No. 41 tahun 1999 yang menegaskan bahwa hutan dalam satu DAS adalah 30 persen.
Namun yang terjadi, hutan tetap mengalami penggundulan sehingga tidak mampu
mencegah banjir. Memang jika kita lihat fungsi hutan disekitar DAS hanya dapat
mengurangi banjir pada curah hujan sedang [Dunne & Leopold, 1978], namun pengamatan penulis dalam pemetaan
gerakan tanah dan banjir dapat mengurangi efek sampingan yaitu erosi yang
menyebabkan pendangkalan di sungai atau saluran sungai agar lancar mengalirkan
air dan tidak menbentuk cekungan kedalam tebing.
Beberapa pemukiman dalam suatu tindakan iklan pemasaran
bisnis perumahan menyebutkan, bahwa daerah kawasan hunian baru yang mereka
bangun merupakan daerah bebas banjir. Apakah mereka tidak tahu atau memang
pura-pura tidak tahu sehingga menyebabkan kegetiran bencana? Kawasan hunian berupa
perumahan di pinggiran kota besar biasanya adalah kawasan ruang hijau dari
unsur tata guna lahan pertanian dan hutan. Semua sudah tahu bahwa fungsi
ekologi hutan adalah menjaga kontinuitas aliran, karena hutan dapat mengatur
tata air yaitu menampung air pada musim penghujan dan mengalir pada musim
kemarau. Sedang dari alih fungsi pertanian dapat dilihat dari gambaran ekologi
tumbuhan tanaman keras ke tanaman musiman yang tidak cukup signifikan dalam
meredam banjir dan gerakan tanah.
Ada lagi ironi bagi RTH yang seharusnya sebagai
pengendali kerusakan global yaitu penggunaan situ dan rawa untuk pemukiman yang
ditutup oleh proses urugan atau pemadatan tanah sehingga elasitas pemadatan
tidak akan pernah mendukung kekuatan tanah terhadap beban pondasi diatasnya
karena kehilangan keseimbangan “hijau” yaitu akibat kehilangan aliran permukaan
sehingga limpasan dari bagian hulu tidak mempunyai tempat lagi untuk transit
dan langsung mengalir dan menambah beban aliran disekitarnya sehingga
menyebabkan banjir di kawasan pemukiman.
Ironi kebijakan tata ruang terbuka hijau [RTH]
dari pemerintahan di Indonesia masih setengah hati dalam menjalankan penegakkan
amanah UU No 26 tentang tata ruang terbuka hijau, yang harus menyediakan 30
persen atau 3.000 hektar lahan RTH tertekan oleh berbagai mekanisme faktor
eksternal. Salah satunya adalah faktor ekonomi pasar, yang mempengaruhi pola
pikir dan perilaku dalam mendapatkan keuntungan sesaat sehingga mengagunkan
tanah persawahan dan tanah perkebunan di perbukitan untuk dijadikan komoditas
menguntungkan dalam bentuk jual beli tanah, yaitu pengkaplingan untuk perubahan
peruntukan lahan.
IRONI DUKUNGAN
Contoh ini, telah banyak kita lihat di Kabupaten
pemekaran di Indonesia, dari kondisi realitas desa menuju kehidupan pembangunan
kota sehingga banyak lahan yang tadi dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan
beralih fungsi fisik dan memanfaatkan harga tanah melambung tinggi. Dalam
masyarakat yang terbuka dan masuknya ekonomi uang yang menguntungkan bagi
petani sehingga strategi perluasan RTH menjadi absurd karena ketidakadaan
dukungan yang kuat dari masyarakat.
Produk akhir dari perencanaan tata ruang terbuka
hijau yang baik tidak selalu menghasilkan tata ruang yang baik tanpa ada
dukungan oleh stake holder, pemerintah dan masyarakat dengan satu visi dan misi
yang handal, di dukung oleh kemampuan SDM Aparatur dan SDM masyarakat untuk
melakukan pengawasan dan pengendalian kebijakan pembangunan tata ruang terbuka
hijau sehingga mampu menekan berbagai mekanisme pembangunan ekonomi yang tidak
berwawasan lingkungan.
M. Anwar Siregar
Geologist Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan
dan Energi Geosfer. Tulisan ini sudah diterbitkan di HARIAN ANALISA MEDAN, Tgl 03 maret 2013
Komentar
Posting Komentar