Fly Over, Solusi Macet Jalan Ke KNIA : Geologi Mitigasi
FLY OVER SOLUSI MACET JALAN KE KNIA
Oleh M. Anwar Siregar
Sejak beroperasinya Bandara Kuala Namu, tingkat kemacetan transportasi
semakin memuncak di perbatasan kota dengan kota sub urban, hingga
menimbulkan antrean panjang bisa mencapai 2 km. Perlu dipertanyakan kenapa hal
itu bisa terjadi? Bukankah Bandara KNIA itu sudah di siapkan bersatu dengan
pembangunan jaringan transportasi lain? Sehingga ada tata ruang tidak seimbang
dengan pembangunan dipinggiran. Begitu juga kemacetan menuju ke inti kota.
MANAJEMEN TATA RUANG
Faktor prasarana jalan penghubung ke KNIA disebut-sebut
sebagai faktor biang keladi dari kemacetan dimana-mana di wilayah Medan seperti terlihat
kemacetan hingga saat ini sebenarnya bagian dari keterlambatan antisipasi sejak
Kuala Namu mulai dibangun. Kalau mau cari akar permasalahan kemacetan di kota
Medan dapat dilihat dari kualitas manajemen perencanaan jalan jembatan atau
transportasi, manajemen penataan ruang lingkungan ekologi, manaejemen tata
ruang hunian dan pemerintahan, manajemen penataan lingkungan industri serta
manajemen rehabilitasi keseimbangan tata ruang terpakai untuk pengembangan
sumber-sumber daya kota.
Manajemen perencanaan jalan transportasi seperti
pembangunan fly over di kawasan inti kota Medan ini paling terlambat dibangun
dan menimbulkan kemacetan di inti kota ketika kedatangan penumpang dari luar
kota. Belum lagi dikawasan itu telah berubah menjadi kawasan kuliner sehingga
memadatkan ruang parker dan sebagiantelah
menghancurkan zona hijau.
Sepanjang tengah badan jalan protokol utama di wilayah
Medan seharusnya sudah dibangun jalur fly over seperti jembatan fly over
Pasupati Bandung dikawasan jalan Balai Kota, Iman Bonjol, Raden Saleh ataupun
Putri Hijau ke Gabsut, yang memanjang dan melingkar serta menghubungkan titik-titik
kemacetan dengan beberapa pintu masuk keluar ke stasiun besar kereta api Medan
maupun ke kawasan Belawan serta jalan tol Tembung, tidak mengorbankan lahan
milik masyarakat hanya untuk pelebaran jalan. Wilayah koridor sisi badan jalan dapat
juga berguna untuk keselamatan pejalan kaki dan pedestrian lainnya,
Manejemen penataan ruang
lingkungan hijau salah satu sumber kemacetan di Medan, hujan satu jam saja
dapat “membangun model sungai terbaru” di dalam kawasan inti kota. Ini salah
satu indikator kerentanan geologis lokal yang dapat membahayakan situasi
transportasi menuju ke stasiun atau halte terdekat ke bandara KNIA, terlihat
kurangnya pemahaman mitigasi yang digunakan dalam membangun antar ruang hijau
dengan bangunan fisik masyarakat dan pemerintahan serta swasta. Persentase
kawasan terbangun harus ada ruang hijau diantara beberapa bangunan fisik dengan
perbandingan 1 hektar lahan RTH terpisah diantara 10-15 bangunan fisik
terbangun, selain itu kepadatan bangunan harus terdapat ruang biopori, jarak bangunan
konstruksi dengan jarak sempadan sungai harus diberi ruang maksimal 12 meter.
Fungsi daerah ini sebagai media keseimbangan daerah air dan dapat juga
dimanfaat dalam zona terbatas untuk jaringan utilitas bawah tanah serta
jaringan PDAM.
KOORDINASI
Perlu koordinasi antar Pemda
disekitar wilayah tempat keberadaan bandar KNIA sangat penting, bertujuan untuk
mengendalikan kemacetan di perbatasan kota terutama efek peningkatan kapasitas jasa transportasi dalam suatu tata ruang Mebidang, memerlukan kajian terhadap dampak pembangunan jalan dan
infrastruktur yang menyertainya yaitu sistim kesatuan drainase dan pola banjir yang melibatkan pergeseran dan
perusakan atau okupasi ruang terbuka hijau di segala lini yang berhubungan
dengan lingkungan air, ruang parkir dan median jalan yang berhubungan dengan jaringan utilitas
yang masih tumpang tindih
Koordinasi tata ruang
transportasi sangat penting dalam memetakan persoalan kesemrawutan infrstruktur
jalan dengan kondisi pemukiman, drainase, dan sistim perparkiran tanpa harus
menghancurkan ekologi hijau. Dengan memetakan desain pola pergerakan kawasan
suatu geografis yang membentuk suatu kondisi hunian terdekat ke KNIA maka
pembuatan master plan akan lebih mudah sehingga dinamika transportasi akan
ditemukan solusi yang tepat bagi proyek besar berikutnya tanpa harus mencari
kambing hitam akibat terjadinya kemacetan seperti sekarang.
Kemacetan mulai nampak di inti
kota Medan, menerus ke kawasan selatan Medan terutama sebelas titik ruang
kemacetan yang penulis catat antara lain dikawasan PDAM menerus dan melewati
Rumah Sakit ke Simpang Raya hingga Makam Pahlawan, selanjutnya ke Simpang Limun
menerus ke Sp. Samsat dan Sp. Marindal menerus ke fly over Amplas. Lalu
pergerakan lambat terjadi lagi di kawasan perbatasan mulai dari Poldasu jika
terjadi banjir, menerus ke Simpang Ujung Serdang-wilayah Deli Serdang lalu ke
gerbang tol Tamora dan Simpang kayu besar menerus ke Simpang Kota Tamora
melewati jembatan Belumai.
Kemacetan terjadi juga dari
arah Sp. Pos Padang Bulan ke Kampung Baru-Deli Tua terus ke Sp Marindal untuk
ke Tamora, semua pergerakan tersebut menuju ke satu titik dan mengingatkan
penulis pada bentuk leher botol, menyumbat, sempit dan tidak ada ruang
alternatif, bukan berpencar dengan beberapa ruas terbuka menuju ke KNIA.
Ketika KNIA beroperasi terjadi
kemacetan dan diperparah lagi oleh tata ruang wilayah di kota Sub Urban di
perbatasan kota Medan, pola pembangunan tata ruang fly over di perbatasan Medan
dengan kota satelitnya merupakan salah satu alternatif untuk mengantisipasi
perkembangan kemajuan fisik transportasi kota Medan dan jalan lingkar dalam maupun
lingkar luar yang masih terbatas menuju ke KNIA.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan
dan Energi Geosfer,
Blog paluemasgeolog
Komentar
Posting Komentar