IRONI PEMIMPIN NEGERI KABUT ASAP
Sumber Ilustrasi :http://analisadaily.com/opini/news/ironi-pemimpin-negeri-kabut-asap/112187/2015/02/28
IRONI PEMIMPIN NEGERI KABUT ASAP
IRONI PEMIMPIN NEGERI KABUT ASAP
Oleh M. Anwar Siregar
Petaka
kabut asap berulang kembali, 100 hektar lahan terbakar lagi di Riau awal tahun
ini dan pembelajaran kabut asap ternyata manis di bibir, ucapan para pemimpin
yang seringkali menyebutkan kata-kata ”kabut asap ini yang jangan berulang
kembali”, atau kejadian bencana kabut asap harus diambil hikmahnya agar tidak
berdampak lebih luas, dan sejumlah kata-kata manis dari para pemimpin di
Propinsi kabut asap seperti Kaltim, Kalteng, Jambi, Sumsel dan Riau sebagai pemimpin
pembakaran kabut asap, tidak mengherankan bencana kabut ini sebenarnya lebih
difokuskan pada “fundamental” yang lembek, karena semua Propinsi tersebut
sangat kaya dengan sumber daya alam dan bersentuhan langsung dengan berbagai
aspek ekonomi yang ada di kawasan hutan sebagai sumber peningkatan taraf hidup
ekonomi dan kehidupan bagi semua makhluk di muka bumi, hancur lebur dan berasap
dimana-mana.
PIDANA TUMPUL
Jumlah hot
spot di Sumatera dan Kalimantan terus meningkat sehingga indeks standar polutan
(PSI) telah dalam angka membahayakan dibeberapa kota di Sumatera dan Kalimantan
dan imbasnya sebetar lagi negara tetangga mengalami “kiriman asap” pahit, dampak
dari pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh pelaku usaha industri pekebunan,
pertambangan, perambah dan pembukaan lahan bisa menjadi sumber utama penyebab
bencana kabut asap, yang menghancurkan dan mengancam manusia dan
keberlangsungan mata rantai kehidupan serta harus dimasukan kedalam kejahatan
luar biasa yang patut ditangani secara khusus.
Tragisnya,
walau sudah ditangani secara khusus hingga Presiden turun langsung ke lapangan
namun bencana kabut asap masih tetap berulang, penyebabnya apa? Karena
tumpulnya hukum pidana lingkungan, semua aturan mengenai lingkungan hidup sudah
diatur dalam UU No 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup (UU PPLH).
Hukum
lingkungan sampai sekarang belum memberikan efek jera pidana bagi pelaku
perusakan lingkungan terutama bencana kabut asap, dimana ketentuan dalam UU-PPLH
ancaman pidana termuat dalam pasal 97-pasal 120 yang aturan pidana dan denda
itu belum memberikan keadilan. Akibatnya bukan sedikit perkara pencemaran
lingkungan oleh kabut asap berakhir dengan vonis bebas bagi pelaku, akibat
ketidakpahaman penyelidik hukum dan hakim dalam memberi vonis tuntutan hukum
serta implikasi yang ditimbulkan bagi makhluk hidup di bumi.
IRONI PEMIMPIN ASAP
Riau
merupakan daerah yang paling sering membuat “ulah” kabut asap, disebabkan
fundemental para pemimpinnya juga berulah, terlihat dari beberapa periode pergantian
pemimpin gubernur/kab/kota di Riau, semua tidak mampu mengatasi ulah pelaku pembangkangan
kabut asap dan mereka juga membuat semakin ironis Negeri Lancang Kuning itu
dengan melakukan tindakan pidana di bidang kehutanan dan pemanfaatan alih
fungsi lahan hijau yang melibatkan dana suap ratusan milyar.
Setiap
kali terjadi bencana kabut asap melanda Riau dan Propinsi tetangganya maka kabut
asap akan selalu menjadi situasi darurat di negeri jiran. Uniknya, yang
melakukan tindakan pembakaran yang menimbulkan kabut asap antar lintas negara
itu justrunya pelaku bisnis yang menguasai hutan-hutan di Riau dan Kaltim berasal
dari Negara yang terkena imbas kabut asap yaitu Singapura dan Malaysia, perusahaan
dan pelaku pembakaran dari kedua Negara ini belum cukup melakukan pembakaran
juga melakukan penyeludupan kayu-kayu muda yang segar ke negara mereka dan juga
terlibat penyuapan bagi pemimpin Riau melalui pihak ketiga untuk mengubah tata
ruang hutan menjadi lahan pembukaan perkebunan yang maha luas.
Ironis
itu semakin nampak jelas ketika Gubernur yang non aktif saat ini, Annas Maamun
tidak mampu mengatasi predikat Riau sebagai negeri kabut asap selama masa memerintah
singkat kekuasaan sejak tahun 2013-2014, Riau tetap mengalami pembakaran lahan yang
memuncak pada tahun 2013, Lebih parah lagi, ketika bencana kabut asap 2013 dan
2014 para pemimpin dari negeri kabut asap banyak tidak hadir rapat untuk
melaporkan kejadian yang dialami Riau, Kaltim, Sumsel dan Jambi kepada Presiden
sehingga mengundang reaksi keras presiden mengingat pentingnya seorang Gubernur
khususnya Riau melapor langsung kepada Presiden ketika iru sesuai dengan sistim
birokrasi kepemerintahan di Indonesia.
Yang
dilakukan para pemimpin negeri kabut asap sejak tahun 2010 hingga ke tahun era presiden
Joko Widodo, itu tindakan yang berlawanan, seakan tidak belajar dari pengalaman
saat kebakaran dan lahan mengakibatkan bencana kabut asap nasional pada tahun
2013-2014. Bahkan, saat itu beberapa para pemimpin negeri kabut asap tidak
mampu mengatasinya dan malah terlibat bencana suap, dan kabut asap itu mencapai
Siangpura dan Malaysia
yang memaksa mantan Presiden SBY meminta maaf. “Kerja gubernur dan
bupati/wali kota,
dari dimensi pencegahan, sangat kurang sehingga ini terjadi lagi,” kata Presiden.
Dan bukti ucapan itu masih berulang kembali, dengan ditemukan sejumlah hot spot
baru oleh satelit NOAA di daratan Pulau Sumatera pada tahun 2015.
Mantan
Presiden mengaku telah menerima sekitar 9.000 berita mengenai kondisi bencana
kabut asap dan kebakaran lahan di hutan Riau, Sumsel, Jambi lewat berbagai
media sosial, Presiden mengatakan banyak menerima pesan yang mayoritas berisi
kemarahan warga Riau terhadap buruknya kinerja para pemimpin mereka dalam
penanganan kebakaran lahan dan hutan yang mengakibatkan bencana asap berulang, memang
untuk tahun 2014 kebakaran yang menyebabkan kabut asap sekarang ini di ambil
alih oleh Propinsi Sumsel. Tetap saja Riau sebagai negeri penghasil kabut asap,
kemampuan mengatasi kabut asap justrunya terlibat skandal suap milyaran rupiah
akibat dari permainan alih fungsi lahan sehingga mengundang reaksi keras
presiden, yang terlihat kurang puas. Dan sekarang Presiden Jokowi melanjut rasa
dampak tersebut.
MENGAPA MAAF
Kalau mau jujur sebenarnya para pemimpin jiran harus lebih tegas dalam
mengawasi perusahaan dari negara mereka yang berinvestasi di Indonesia, dan
harus memahami sejujur, bahwa bencana kabut asap jangan dijadikan komoditas
popularitas dan lantas mencak-mencak menuding Indonesia tidak becus mengurus
hutan-hutannya dan juga lautnya. hanya karena baru masuk kabut asap sehari
sudah langsung memberikan reaksi yang berlebihan, yang terlihat dari komentar
mereka di berbagai surat kabar negeri itu.
Mengutip beberapa sumber, beberapa waktu lalu media Singapura sering
memberitakan kejelekan Indonesia jika terjadi kabut asap yang telah mengotori
udara Singapura akibat kebakaran hutan di Riau selama puluhan tahun dan sebagai
pembawa bencana kabut asap dan menganggap pemerintah Indonesia tidak serius
menyelesaikan bencana kabut asap, sebaiknya berkaca saja, sumbangsih alam
Singapura untuk kesegaran udara atmosfir Asia Tenggara berapa persenkah?
Salah jika Indonesia yang minta maaf, karena selama ini hutan Indonesia
telah memberikan kesegaran udara bersih bagi Singapura, dan begitu juga
Malaysia, hanya karena kena kabut asap beberapa hari mendadak mencak-mencak,
apa tidak tahu bahwa 40 persen kawasan hutan dan perkebunan telah dikuasai oleh
mereka, tidak secara langsung mereka lah perusak lingkungan.
Ini menimbulkan ironi, kenapa Indonesia yang harus meminta maaf, bukankah
selama ini mereka menikmati hidup sehat dari udara laut Indonesia yang
menyumbangkan oksigen bersih sebesar 90 persen bagi masyarakat Asia Tenggara.
Ironisnya, sampai sekarang ini, penulis tidak melihat efek tindakan penghukuman
bagi pelaku pembakaran lahan dan hutan di Riau yang dilakukan warga negara oleh
kedua negara jiran itu ternyata tidak memberikan efek jera walau denda yang
diberikan mencapai jutaan dollar. Kebakaran dan kabut asap tetap hadir setiap
tahun.
Dan harus jadi pembelajaran bagi para pemimpin propinsi kabut asap agar
tidak mudah teriming kasus suap, tidak gampang memberikan izin begitu saja jika
pada akhir hanya membangkitkan kemarahan rakyat akibat adanya pembakaran lahan
menimbulkan kabut asap setiap tahun .
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang dan
Lingkungan, Energi Geosfer. Tulisan ini sudah dipublikasi di HARIAN ANALISA MEDAN 2015 http://analisadaily.com/opini/news/ironi-pemimpin-negeri-kabut-asap/112187/2015/02/28
Komentar
Posting Komentar