Sep 21, 2015

Batu Mulia Sebagai PAD dalam Menjaga Lingkungan

Batu Mulia Sebagai PAD dalam Menjaga Lingkungan

Oleh: M. Anwar Siregar
Deman batu akik atau juga batu mulia harus menjadi pusat perhatian bagi perencana ekonomi pembangunan daerah untuk menjadikan hal ini sebagai peringatan, bahwa sumber-sumber PAD masih banyak untuk kesejahteraan rakyat, harus disingkapi sebagai renungan untuk memahami bahwa batu mulia walau masuk kategori bahan tambang golongan C namun dapat memberikan sumbangan pembangunan sangat besar. Sebab, batuan ini seringkali diseludupkan sejak tahun 1970-an hingga merugikan masyarakat dan Indonesia secara umum, karena batuan itu dapat memberikan sumbangan devisa dan kesejahteraan yang cukup besar.
Hal ini penting, mengingat Indonesia termasuk Negara penghasil berbagai jenis sumber-sumber batuan mulia, yang berkualitas tinggi dengan tingkat kekerasan atau keawetan batuan mencapai nilai rata-rata 6 dan 7-9 skala mohs, jenis batuan yang banyak diperdagangkan di Indonesia dan banyak peminatnya.
(Analisa/said harahap) WARNA WARNI BATU CINCIN: Sejumlah pengunjung memilih berbagai jenis batu cincin dari mulai Delim Siam,Ruby,Carnelian hingga King Safir dipajang kolektor sekaligus pedagang di kawasan Kantor Pos Medan, Adi Salah seorang pedagang menjelaskan setiap hari para kolektor dari berbagai daerah bahkan negara tetangga seperti, pengusaha, pejabat pemerintahan hingga anggota dewan selalu datang  untuk hunting sekaligus saling tukar informasi seputar kualitas batu permata.

Menjaga Lingkungan
Namun disayangkan belum menjadi pusat perhatian beberapa daerah untuk menjadikan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda). Yang selama ini adalah umumnya Perda bahan galian golongan C untuk bahan bangunan dan jalan.
Hanya beberapa daerah saja memiliki aturan lintas perdagangan batu mulia karena hal ini berhubungan dengan kondisi dinamika lingkungan yang diakibatkan oleh penambangan batu mulia di daerah kaki pegunungan dan sungai-sungai, memerlukan suatu pengawasan ketat agar tidak terjadi kerusakan dan bencana lingkungan seperti umumnya penambangan golongan galian C seperti sirtu, batu kerikil sungai ataupun penambangan batu bara, banyak dilakukan masyarakat disisi tebing bukit yang berbahaya.
Jika disingkapi dengan aturan yang ketat dipastikan akan memberikan dampak yang besar karena banyak efek yang akan mengikutinya dan jika tidak, yang paling mengalami banyak kerugian yang telak adalah masyarakat itu sendiri selain pemerintah serta lingkungan.
Mengapa Jadi PAD?
Indonesia kaya akan pergerakan geologi tektonik lempeng dari sejak terbentuknya hingga ke era global sekarang, yang menyebabkan gempa dan gunung api silih berganti hadir, sehingga wilayah Indonesia dihuni 128 gunungapi dan sisa gunung api tidak aktif dari 400 gunung api di Indonesia atau sekitar 13 persen wilayah kepulauan Indonesia terdapat gunungapi, dan umumnya sumber utama keterdapatan batu mulia adalah dengan adanya gejala vulkanisme, termasuk di gunung-gunung api yang aktif sekarang dan melalui proses waktu, muntahan letusan gunungapi yang tertransportasi oleh air dan angin akan mengubah kondisi mineralisasi batuan akibat metamorfosis menjadi batu yang berkilau.
Dari gambaran ini, maka kita pastikan hampir semua provinsi terdapat sebaran batuan dari berbagai jenis yang menyusun bentang alam daerah dan setiap jenis batuan memiliki unsur-unsur mineral yang bermacam-macam dengan derajad kilauan yang berbeda, sebagai contoh batuan beku yang terbentuk dibawah tanah seperti granit akan memerlukan waktu yang lama untuk menjadi padat dan membentuk kristal. Kristal dalam suatu batu mulia sangat penting untuk menunjukan kualitas tiga sifat utama batu mulia yaitu daya tahan, kelangkahan dan keindahan.
Dengan adanya deman batuan mulia, akik atau apapun namanya, pemerintah daerah wajib memperhatikan kondisi daerahnya terutama pusat keterdapatan batu mulia, pengawasan diperlukan, mengingat harga batuan ini bisa mencapai ratusan juta walau dalam bongkahan yang masih mentah lalu diseludupkan antar lintas propinsi atau pun juga ke lauar negeri tanpa nilai tambah bagi pajak sebagai PAD daerah dan sudah lama berlangsung sejak tahun 1970-an. Potensi penambangannya saja dapat mencapai milyaran rupiah, dan diperdagangkan oleh masyarakat kolektor dapat mencapai ratusan juta. Dari situ saja kita lihat berapa nilai PAD yang didapat tiap daerah jika diolah dengan baik.
Penting sekali, karena penulis sudah melihat sendiri bagaimana batuan itu dibawa tanpa ada dokumen yang mengikat, karena jumlah batuan itu bukan dalam satuan bongkahan yang penulis lihat ketika melakukan pemetaan pertambangan dan daerah rawan bencana tetapi dalam jumlah berton-ton beratnya lalu dimuat dalam truk besar tertutup. Ini banyak terjadi didaerah yang kaya sumber bahan tambang batu mulia seperti yang terdapat di kawasan sungai-sungai yang membelah kawasan Taman Leuser di Aceh dan Bukit Barisan.
Kerajinan batu mulia dapat memberikan sumber PAD bagi daerah yang kaya akan sebaran batu mulia di Indonesia sudah dimulai pertama kalinya di Sukabumi di Jawa Barat pada tahun 1920. Kerajinan batu mulia dalam bentuk cincin dan kalung dapat menyerap tenaga kerja mencapai rata-rata 50 orang, hasil pemasaran batu mulia Indonesia kini menembus pasaran internasional, antara lain Malaysia, Singapura, Mekah, Taiwan dan Eropa.
Hasil penambangan untuk kebutuhan kerajinan batu mulia kadang mencapai 10 ton per bulan, lalu diasah dalam ratusan butir batu mulia, di prosesnya melalui teknologi dapat menghasilkan sumber pendapatan mencapai ratusan juta per bulan, namun untuk pendapatan masuk ke kas bendahara daerah sebegai sumber pajak pembangunan sangat sedikit.
Pemerintah daerah yang kaya potensi sumber batu mulia sebaiknya membuat peraturan ketat. Hal ini sejalan dengan peraturan keputusan menteri perdagangan yang melarang ekspor dan eksploitasi habis batu mulia dalam bentuk mentah dan harus disosialisasikan lebih ketat lagi, mengingatkan Kepmen tersebut tidak terlalu bergaung di daerah dan masih ditemukan seludupan batu mulia dalam jumlah berton-ton. Kasus ini banyak ditemukan di Aceh, Kalimantan dan Maluku sehingga merusak lingkungan karena tidak mengenal sistim rehabilitasi lahan penambangan seperti umumnya penambangan rakyat.
Khususnya eksploitasi di Kepulauan Maluku dan beberapa daerah di Kalimantan, kini mengalami eksploitasi hampir habis, dengan dibuktikan begitu langkanya jenis batuan tertentu seperti batu bacan yang memiliki warna-warna pelangi. Ketidakadaan Perda dan pengawasan ketat dan statisnya pemasukan PAD daerah merupakan gambaran ketidakberesan dalam pengelolaan sumber-sumber daya mineral di daerah.
Sebaran Batu Mulia
Potensi batu mulia Indonesia terus bertambah dengan adanya temuan-temuan di berbagai pelosok. Temuan ini harus disikapi karena bisa juga terdapat unsur ikutan bahan tambang lain yang terkandung melekat bersama terbentuknya batuan. Misalnya batu satam yang banyak terdapat dilokasi tambang timah, atau juga emas terdapat beberapa jenis batu mulia lain. Jadi Perda PAD untuk batu mulia perlu dibuat untuk kesejahteraan pembangunan, efeknya ada lapangan kerja yang luas bagi masyarakat dan terkendalinya kerusakan lingkungan.
Sebaran batu mulia di Indonesia yang masih menghasilkan sumber bagi perajin batu permata dan ekspor ke luar negeri, antara lain  Aceh berupa giok, nefrit, fluorit, aventurin, kuarsa merah jambu, serpertin, kristal kuarsa dan idokras. Sumatera Utara terdiri onixs, kalsedon coklat, akik merah, jasper hijau, kuarsa putih, Sumatera Barat, terdiri batu batu kecubung ungu, garnet, serpertin, idokras, Riau terdiri dari intan dan Jambi terdiri koral, tersilisifikasi, fosil kayu.
Sumatera Selatan terdiri kalsedon biru, kecubung, aleksandrit dan fosil kayu. Lampung, beragam jenis akik, amber, Banten terdiri opal, geode, akik, fosil kayu, Jawa Barat (Krisokola, Krisopras, opal biru, kalsedon ungu, batu pancawarna, batu sabun. Jawa Tengah terdiri dari giok jawa, heliotrop, tektit, Jawa Timur, karnelian, kalsedon, geode, Sulawesi Tenggara terdiri dari Krisopras, opal hijau, Sulawesi Tengah terdiri dari serpertin, jasper, Maluku Utara terdiri krisokola kuarsa, jasper, kalsedon, karnelian, Kalimantan Selatan terdiri dari intan, prehnit, ronit akik, tektit, Kalimantan Tengah terdiri kecubung ungu, kuarsa asap, sitrin kristal kuarsa.
Sebaran batu mulia tersebut diatas merupakan sumber utama yang ada di daerah tersebut, belum lagi jenis batuan dalam skala lebih kecil dari sumber utama, dan perlunya daerah melakukan pengawasan ketat dalam eksplorasi batu mulia.
Batu mulia dapat memberikan sumber pembangunan ekonomi bagi masyarakat, ada kerajinan, ada pemasok dan ada pembeli dalam jumlah 1 juta masyarakat peminat dari 240 juta penduduk Indonesia dan sangat besar bagi keuntungan pembangunan daerah di Indonesia.
(Penulis adalah Enviromental Geologist, pemerhati masalah tata ruang lingkungan dan energi geosfer)

 

No comments:

Post a Comment

Related Posts :