Nov 3, 2016

Sangat Penting Informasi Geologi Dalam Tata Ruang



SANGAT PENTING, INFORMASI GEOLOGI DALAM TATA RUANG

Oleh M. Anwar Siregar
Dengan kejadian gempa bumi tektonik di Yogyakarta, Sabtu lalu, yang menelan cukup banyak korban saudara-saudara kita, kembali kita diingatkan pentingnya informasi geologi dalam tata ruang daerah. Selama ini Informasi geologi belum banyak digunakan dalam perencanaan daerah sehingga apabila terjadi bencana geologi menimbulkan dampak yang cukup besar. 
Posisi geologis Indonesia memang rentan terhadap berbagai peristiwa geologi seperti gempa bumi. Bencana alam geologi seperti gempa bumi memang tidak mudah untuk diprediksi, namun kita tetap dituntut waspada dan menyesuaikan penataan ruang dengan Informasi geologi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya gempa serta memperkecil dampak dari kejadian tersebut.
Hingga saat ini, Kementerian ESDM telah menyelesaikan penyusunan peta-peta bencana geologi yaitu Peta Rawan Bencana Gunung Api atau Bahaya Gunung Api (telah selesai 100 % untuk 79 gunung api aktif type A di Indonesia), peta Rawan Gempa Bumi Indonesia yang mengidentifikasi 27 wilayah rawan gempa bumi merusak di Indonesia. Selain itu, KESDM juga telah menyelesaikan Peta Sesar Aktif dan sebaran Pusat Gempa Bumi merusak di Indonesia serta peta Zone Kerentaan Gerakan Tanah (tanah longsor) dimana untuk wilayah Jawa sudah selesai 90 %. Untuk pulau Sumatera selesai 15 % dan untuk pulau Sulawesi selesai 10 %. Saat ini terus dilakukan penelitian dan penyusunan peta-peta rawan bencana geologi tersebut sehingga diharapkan semua wilayah di Indonesia terutama yang rentan terhadap bencana alam geologi memiliki informasi yang memadai.
Memang harus diakui bahwa bagi banyak pihak, informasi geologi tata lingkungan ini masih terasa asing. itu menjadi sangat penting untuk memperkenalkan dan memasyarakatkan informasi geologi tata lingkungan kepada para perencana penataan ruang, misalnya BAPPENAS, BAPPEDA, dan instansi terkait lainnya, serta masyarakat luas. Untuk maksud ini, Kementerian ESDM terus melakukan sosialisasi kepada berbagai pihak termasuk pemerintah daerah untuk menggunakan peta geologi tata lingkungan dalam perencanaan wilayah. Pembangunan pemukiman, sentra bisnis dan infrastruktur lainnya akan jauh lebih aman apabila dalam perencanaannya sudah memasukkan informasi geologi tata lingkungan. Masyarakat juga tidak perlu panik apabila terjadi bencana alam geologi karena sudah diperkirakan jalur-jalur yang potensial terkena dampak bencana. 
Keberadaan dan produksi ruang publik tidak boleh dilepaskan kepada pasar, harus ada intervensi pemerintah dengan jelas dan tegas. Pemerintah berkewajiban menyediakan ruang publik yang baik, dimana dalam memproduksinya tentu saja dapat bekerjasama dengan pengembang swasta. Boleh saja swasta menyediakan ruang publik tetapi tidak boleh ekslusif karena eklusivitas ruang kota, apalagi keberadaan ruang tersebut terlihat oleh semua lapisan masyarakat, sehingga dapat menimbulkan kecemburuan yang membahayakan ketentraman kehidupan kota.
Di seluruh dunia, kota hijau atau green cities tetap membutuhkan informasi geologi dan telah menjadi model pengembangan perkotaan yang baru, baik di benua Amerika, Asia, Eropa, Australia, maupun Afrika. Fenomena yang sama juga dialami oleh Indonesia, dengan terlihat beberapa kota seperti Surabaya dan Malang serta Bandung yang membangun kota yang berwawasan lingkungan hijau untuk mencegah bencana lingkungan.
Perlu juga dideklarasikan kota hijau terhadap dampak perubahan iklim di Indonesia berbasis REDD+ atau pengembangan lahan gambut terutama di daerah yang kaya gambut seperti kota di Propinsi Kalimantan dan Riau Daratan, melalui pengembangan kawasan seperti entitas perkotaan, dengan konsep Green City. Ini merupakan tantangan baru dan terbesar yang sedang dihadapi Indonesia, terlebih karena lebih dari 52% penduduk nasional mendiami kawasan perkotaan. Indonesia saat ini fokus pada penanganan daerah perkotaan yang sangat rentan mengalami dampak perubahan iklim. Selain upaya-upaya mitigasi di bidang kehutanan atau yang lebih dikenal dengan program REDD+, pengembangan gambut atau peatland management, saat ini telah terdapat upaya yang lebih struktural dalam bidang adaptasi perkotaan. Banyak fakta menggambarkan betapa rentan dan sensitifnya daerah perkotaan dalam menghadapi perubahan iklim.
KLHS merupakan insitutusi baru yang dibentuk untuk memperbaiki politik dan tata kelola lingkungan hidup, dengan fokus utama mengintegrasikan pertimbangan lingkungan pada aras (level) pengambilan keputusan yang bersifat strategis, yakni pada aras kebijakan, rencana dan program pembangunan.
Peruntukkan ruang dalam RTRW meliputi struktur dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana serta sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi masyarakat. Jadi, Pembangunan fisik yang berketahanan bencana geologi di Indonesia memerlukan informasi geologi yang sudah harus terintegrasi satu kelembagaan riset yang menangani bencana lingkungan, mitigasi dan kegeologian sehingga memudahkan penyampaian informasi dan komunikasi yang tepat sasaran dan seragam
Keseragaman data informasi untuk pemahaman mitigasi bagi tata ruang di perkotaan yaitu : Pertama, Perlu kajian mitigasi persentase kawasan terbangun saat ini dengan kondisi wilayah tata ruang yang telah terbangun maupun telah diserobot diluar perhitungan pengembangan dan pemanfaatan ruang yang luput dari pengendalian; yaitu perlu memahami laju kepadatan bangunan pada kawasan inti yang telah terbangun; jumlah bangunan konstruksi darurat seperti jalur dan taman evakuasi atau taman hijau terbuka yang luas di inti kota belum banyak dan banyak terabaikan akibat laju pembangunan mall dan gedung sehingga menimbulkan kerentanan banjir dan beban pergeseran tanah, laju kerusakan tata ruang air bersih dan peningkatan laju seismik ke permukaan tanah akibat beban pondasi bangunan bila terjadi gempa yang telah padat dan sumber daya geologi dan ekologi semakin terbatas.
Kedua, kajian mitigasi pengembangan jaringan utilitas (listrik, kabel telekomunikasi), jaringan PDAM pada daerah jalur hijau dan jalan raya dan jalan KA, lapangan terbang memerlukan luasan tata ruang lahan hijau baru untuk pengembangan selanjutnya dan zona rehabilitasi daerah hijau kota baik dalam bentuk areal maupun dalam bentuk jalur koridor.
Bukti-bukti geologi perlu dibumikan dalam pembangunan fisik di perkotaan maupun dalam pembangunan desa yang berbasis lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak bencana yang lebih besar. Beban fisik tata ruang kota perlu dikontrol melalui kajian geologi tersebut dengan memanfaatkan 6 konsep dasar geologi tata lingkungan yang juga sebagai konsep dasar pengembangan perencanaan tata ruang kota sehingga bencana klasik dapat diredam atau minimal di kurangi efek bagi keberlanjutan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Gambar : Longsor di Badan Jalan, ciri khas yang banyak ditemukan di kota-kota di Indonesia, Jalan dibangun tanpa informasi geologi lingkungan (Sumber Foto; Dokumen Penulis)
Pelajaran dari beberapa bencana longsor, banjir dan gempa yang melanda beberpa kota di Indonesia dan dunia membuktikan bahwa peran informasi geologi sangat penting, pemanfaatan data geologi wajib dimulai dari awal suatu perencanaan tata ruang dan konstruksi. Ingat, runtuhnya jembatan di Tanjung Priok, ambles bangunan hotel di Jawa Barat dan jebol Situ Gantung adalah disebabkan kurangnya kajian geologi terhadap kerentanan beban fisik tanah dan getaran a-seismik dimana bangunan itu terbangun dan menyebabkan bencana yang menelan korban jiwa dan harta.
Koordinasi upaya pembangunan dengan informasi geologi ke lembaga riset seperti Badan Geologi Indonesia guna selarasnya fisik lingkungan dengan keberlanjutan sumber daya lingkungan bagi generasi penerus.
M. Anwar Siregar
Enviroment Geologist.


No comments:

Post a Comment

Related Posts :