Dec 6, 2016

Bencana Ekologis


TAJUK PALUEMAS GEOLOG 14
BENCANA EKOLOGIS
Bencana ekologis adalah akumulasi krisis ekologis yang disebabkan oleh ketidakadilan dan gagalnya sistem pengurusan alam yang telah mengakibatkan kolapsnya pranata kehidupan masyarakat.
Saat ini keberlanjutan Indonesia berada dititik kritis karena bencana ekologis yang terjadi secara akumulatif dan simultan di berbagai tempat, tanpa ada upaya yang signifikan untuk mengurangi kerentanan dan kerawanan masyarakat terhadap dampak bencana ekologis.
Tanda-Tanda Bencana Ekologis
Pertanda bencana ekologis justru ada didepan mata dimana masyarakat sebagai stakeholder utama dan lingkungan hidup berada pada kondisi:
1. Ketiadaan pilihan untuk bertahan hidup
Pada banyak tempat, komunitas masyarakat sampai pada ketiadaan pilihan untuk bertahan hidup. Komunitas Melayu yang menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian di sepanjangan Daerah Aliran Sungai Siak harus merubah mata pencahariannya ketika puluhan perusahaan konsesi kehutanan menyerobot alih lahan-lahan masyarakat. Masyarakat kemudian beralih menjadi nelayan sungai. Berdirinya industri pengolahan disepanjang Sungai Siak ditambah kegagalan pemerintah dalam mengatur buangan limbah membuat sungai tercemar sehingga hasil tangkapan menurun drastis. Ketiadaan pilihan tersebut pada akhirnya membuat sebagian besar masyarakat melayu yang berada disepanjang Sungai Siak bermigrasi ke daerah lain sebagai buruh pekerja sedangkan sebagian kecilnya tetap bertahan sambil mengharapkan bantuan dari sanak saudara yang bekerja ke Malaysia, juga sebagai buruh.
2. Gagalnya fungsi ekosistem
Kegagalan fungsi pemerintah mematuhi deregulasinya menyebabkan rusaknya fungsi-fungsi ekosistem. Banyak perkebunan-perkebunan skala besar, Hak Pengusahaan Hutan maupun industri tambang yang menyerobot wilayah masyarakat yang selama ini telah menciptakan simbiosis mutualisme dengan ekosistem sekitarnya, memasuki daerah tangkapan air, memotong home range spesies yang dilindungi,dll. Industri-industri tersebut kemudian menjadi parasit bagi ekosistem sekaligus memperlemah ekosistem yang ada. Pada satu titik, kegagalan ekosistem tersebut kemudian harus dibayar dengan sejumlah bencana banjir, longsor, hama baru, malaria, konflik satwa dengan manusia, dll.
3. Ketersingkiran
Kebijakan negara yang tidak mengakui hak-hak masyarakat lokal membuat
ratusan komunitas harus menyingkir dari tanahnya sendiri ketika industri-industri berskala besar dukungan pemerintah mengambil alih tanah-tanah mereka. Hingga hari ini, konflik-konflik kepemilikan lahan masih terus berlangsung tanpa satupun memberikan indikasi yang positif terhadap hak-hak masyarakat terhadap kepemilikannya.
4.Kemiskinan
Disebutkan bahwa pembangunan industri-industri berskala besar tersebut ditujukan untuk menyejahterakan masyarakat. Fakta yang ditemui malah justru bertolak belakang dengan jargon tersebut. Menarik bila dilihat bahwa justru kantong kemiskinan terbanyak malah jutsru paling banyakdi daerah-daerah yang kaya dengan sumberdaya alam.Di Sumatera, 64 persen masyarakat miskin malah justru berada di sekitar konsesi-konsesi perkebunan dan kehutanan. Di kawasan industrinya sendiri banyak ditemukan para buruh yang dipaksa untuk bekerja 18 jam sehari dengan bayaran yang hanya bisa memenuhi kebutuhannya sampai dengan akhir bulan. Penyakit kurang gizi adalah satu hal yang lumrah dan bisa disaksikan dimana-mana.
5. Kematian
Pada akhirnya kegagalan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan ketidakmampuannya menjamin fungsi-fungsi ekologis telah menciptakan sejumlah tragedi yang mengambil korban nyawa. Dalam tujuh tahun terakhir hampir tujuhratus orang meninggal dunia dengan sia-sia akibat bencana banjir dan longsor yang disebabkan kegagalan fungsi ekosistem. Ribuan lainnya harus mengulang kehidupannya dari awal.
Menurut pengamatan peneliti dan pemerhati lingkungan, paling tidak ada 4 (empat) langkah kongkrit untuk penanganan yang menyeluruh tidak dilakukan;
·        Melakukan kalkulasi ulang perizinan yang sudah diterbitkan.  Bagi izin yang berada di hulu dan jelas sebagai pengundang bencana harus dihentikan dan dilakukan penghijauan.  Selain itu perusahaan juga dihimbau mentaati aturan pengelolaan usaha yang berazazkan lestari dan berkeadilan.
·        Memberikan edukasi kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan penyelamatan lingkungan, seperti membangun biopori dan sumur resapan di lingkungan masyarakat.
·        Melakukan penghijauan kembali  daerah kritis  dengan sungguh-sungguh dan terarah serta terjamin keberlangsungannya.  Jangan hanya bersemboyan 1 milyar pohon tetapi penanaman hanya dilakukan di pinggir-pinggir jalan dan tidak ada jaminan perawatan seperti yang selama ini sudah di perlihatkan.
·        Menghilangkan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam penerbitan izin pengelolaan sumber daya alam.
PRA-SYARAT untuk menyelamatkan INDONESIA dari bencana ekologis
Untuk menahan dan mengurangi laju bencana ekologis yang lebih luas maka diperlukan beberapa pra-syarat, sebagai berikut: 1. Mengedepankan pendekatan bioregion dan meninggalkan paradigma sektoral dalam pengelolaan set alam dan wilayah. 2. Menyelesaikan konflik agraria dan sumberdaya alam, diikuti dengan reforma agraria sejati
3. Mengembangkan partisipasi sejati rakyat dalam pembangunan dengan indikator organisasi rakyat yang kuat, kritis dan mandiri, 5. Membangun resiliensi dan resistensi rakyat terhadap privatisasi dan komodifikasi sumber kehidupan. 6. Mengakui kearifan lokal pengurusan sumber-sumber kehidupan dan mendudukkan kembali peran negara sebagai penjamin hak konstitusional warganegara
Sumber Pustaka Utama Tajuk ini dari Paper yang merupakan konsep dasar WALHI tentang bencana ekologis bagaimana problem solving yang ditawarkan WALHI dan dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment

Related Posts :