Menanti Geopark ketiga Indonesia
MENANTI GEOPARK KETIGA INDONESIA
Oleh M. Anwar Siregar
Landasan
regulasi untuk geokonservasi di Indonesia adalah UU No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dengan aturan di bawahnya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dalam regulasi tersebut
diatur tentang kawasan lindung geologi yang salah satu bentuknya adalah Kawasan
Cagar Alam Geologi (KCAG). Pelaksanaan KCAG, jelas, merupakan modal dasar untuk
pengembangan geopark. Sebaliknya, pengembangan geopark di suatu kawasan
idealnya telah pula didahului oleh penetapan kawasan tersebut sebagai KCAG.
Saat ini
Indonesia telah memiliki geopark kedua yaitu geopark (taman bumi) Gunung Sewu
di Jawa Timur yang memanjang dari Barat ke Timur Pulau Jawa dan terkenal sebagai
rangkaian pegunungan Karts. Geopark pertama Indonesia untuk dunia adalah
geopark Gunung Batur di Pulau Bali.
KARAKTER GEOPARK
GUNUNG BATUR
Di Kaldera
Batur, warisan geologi atau pusaka bumi menjadi dasar bagi pengembangan Taman
Bumi Batur. Di kawasan yang terbentuk dalam rentang waktu puluhan juta tahun
hingga beberapa puluh ribu tahun yang lalu itu, bahkan hingga kini masih
berlangsung aktivitas Gunung Batur. Pusaka bumi diperoleh dari berbagai
keragaman geologi yang khas, unik, dan mengagumkan, sehingga perlu dilindungi
Kaldera
Batur merupakan kaldera dengan struktur amblasan yang berbentuk lonjong,
berukuran 13,8 x 10 km, melingkar dengan diameter 7,5 km. Dua tahap amblasan
diselingi dengan aliran lava dan kubah lava andesit silikaan. Amblasan pertama
diawali dengan letusan yang terjadi sekitar 29.300 tahun yang lalu,
menyemburkan sekitar 84 km3 ignimbrit, sejenis batuan berukuran lempung yang
tampak seperti tersusun dari bahan kaca yang terelaskan, dari jenis dasit yang
disebut sebagai Ignimbrit Ubud. Letusan ini menyebabkan runtuhan, membentuk
dinding terjal sedalam 500 m.
Letusan
kedua terjadi sekitar 20.150 tahun yang lalu dari kawasan pusat kaldera dan
danau sekarang, menghasilkan sekitar 19 km3 ignimbrit juga berkomposisi batuan
dasit. Ignimbrit hasil letusan yang lebih muda ini disebut Ignimbrit
Gunungkawi. Letusan kedua ini memicu runtuhan yang kedua kalinya, membentuk
kaldera melingkar di pusatnya dengan struktur cekungan. Ignimbrit Ubud dan
Ignimbrit Gunungkawi berkomposisi dasitik, dengan butiran batuapung putih
sampai merah dan abu-abu sampai hitam, serta ignimbrit di dalam kaldera sekitar
15 km3 berupa ignimbrit terelaskan sempurna. Perbedaan relatif ketebalan
endapan antara ignimbrit di luar kaldera dan di dalam kaldera menunjukkan bahwa
amblasan terjadi setelah letusan, dan pendalaman kaldera oleh pengisian
material ignimbrit. Perkiraan volume kasar endapan ignimbrit di luar maupun di
dalam kaldera sekitar 108 km3. Kekhasan jenis batu purba inilah mendorong Gunung
Batur menjadi geopark pertama Indonesia.
GEOPARK GUNUNG SEWU
Kawasan
Gunung Sewu memiliki kekhasan dan keunikan yang jarang ditemui di daerah lain
yang meliputi keragaman geologi, budaya, dan hayati. Kawasan kars tropik yang cantik
ini terluas di Asia tenggara Di kawasan Gunung Sewu banyak sekali gua-gua alami
yang indah dan dapat dikunjungi, mulai dari gua horizontal hingga gua vertikal.
Selain gua, bentang alam Gunung Sewu juga memberikan pemandangan pantai yang
sangat indah. Berada di selatan Pulau Jawa yang notabene menghadap langsung ke
Samudra Hindia, pantai-pantai yang berada di Gunung Kidul, Wonogiri dan Pacitan
merupakan spot terbaik untuk mendapatkan panorama yang menawan. Aktivitas geowisata sangat baik sebagai
sarana untuk memperkenalkan geoheritage (warisan geologi)
Dalam
konteks geopark, Gunung Sewu memiliki 30 situs geologi (geosite) yang
tersebar di tiga geoarea. Pertama, geoarea barat di Gunung Kidul.
Kedua, geoarea tengah yang termasuk wilayah Wonogiri. Situs geologi yang situs geologinya
terdiri dari lembah, gua dan pantai. Mengenai lembah, di bagian utara ada
Lembah Giritontro yang dindingnya berlereng terjal membentuk gawir setinggi
puluhan meter karena dipengaruhi oleh patahan. Ketiga, geoarea bagian
timur (Georea Pacitan) terdiri dari pantai, gua, sungai, dan telaga. tampak
betapa keindahan kawasan bentang alam kars dan batuan dasar yang mengalasi batugamping
Gunung Sewu itu sangat menonjol. Hal ini terwakili oleh gua, pantai, telaga,
air terjun, dan perbukitan. Ciri utama
morfologi di permukaan (eksokars) Gunungsewu adalah bukit-bukit berbentuk
kubah, sekalipun banyak disebut sebagai kerucut (cone karst atau kegelkarst).
Adapun ciri endokars (morfologi bawah permukaan) adalah jaringan sungai bawah
tanahnya yang rumit.
Ciri khas
Gunung Sewu lainnya adalah gua-gua di Gunungsewu berupa gua vertikal (dalam
bahasa setempat disebut luweng) sedalam 40-60m yang kemudian membentuk
jaringan gua dan sungai bawah tanah hampir horizontal atau miring landai.
Hampir semua resurgens (sungai bawah tanah yang muncul kembali ke
permukaan) berada di pantai selatan, bahkan di bawah permukaan Samudra Hindia.
TOBA. GEOPARK BERIKUTNYA?
Posisi koordinat geografis kawasan Danau Toba
terletak disisi timur dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan pada Lintang
Utara antara 20o21’32”-20o59’28” dan 98o26’35”-
99o15’40” Bujur Timur (BT). permukaan danaunya berada pada
ketinggian 903 m dpl dan Daerah Tangkapan Air (DTA) sampai ketinggian 1.981 m
dpl dan total luas DTA mencapai 4.312 km2. Sebagai danau hasil
volcano tektonik terbesar di dunia, dengan panjang danau 87 km dari baratdaya
ke tenggara dan lebar 27 km, dengan kedalaman maksimal 505 meter danau ini
sangat penting menjadi salah satu aset penting bagi Indonesia dan sepantasnya
masuk dalam kategori wisata unggulan dan harusnya menjadi geopark (taman bumi)
ke dua, tersalip oleh Geopark Gunung Sewu sebagai geopark kedua di Indonesia.
Akankah Danau Toba yang memiliki karakteristik
geopark dengan keindahan Danau di atas Danau dan Pulau di atas Pulau dengan
budaya yang berumur puluhan ribu tahun dan bagian dari budaya Batak serta kaldera
yang maha besar menjadi geopark ke tiga? Rasanya geopark Danau Toba pantas
menjadi ke tiga, namun hal itu perlu pembenahan mental bagi pemerhati masalah
pembangunan kota disekitar lingkar Danau Toba karena mengingat saingan untuk
menjadi posisi ketiga adalah banyak, diantaranya geopark Merangin di Jambi
dengan keindahan sungai-sungai dan batu-gua alamiah berumur ratusan tahun dan
juga budayanya. Geopark Raja Ampat yang terdapat keindahan laut dengan pesona
alam di bawah laut maupun dipermukaannya yang dikelilingi ratusan pulau karts
maupun pulau-pulau dengan keanekaragaman hayati yang berumur geologi ratusan
tahun di Papua.
Kegagalan geopark Danau Toba dapat ditelusuri dari
berbagai faktor, salah satunya dari sudut geologi, tidak sepahaman tentang
batas lingkar kaldera Toba dengan tim lokal non geologi, menurut para geolog
yang pertama kali mencetuskan ide Danau Toba menjadi taman bumi untuk dunia
adalah batas lingkar Danau Toba lebih luas dari perkiraan selama ini, kompleks
Tobanian supervolcanoes itu meliputi juga kawasan Gunung Sinabung dan Gunung
Sibayak, dan akan lebih luas lagi. Karena sesunggunya di batas fisik tektonik geologi
gunungapi di Sumatera Utara hampir berdekatan, terdapat kompleks gunungapi
Sipirok yaitu Sibuali-Buali, Lubuk Raya dan Hella Toba sebagian di Tapanuli
Utara yang berjarak tidak lebih 100 km dari Kompleks Gunungapi Toba Purba dan
juga terdapat berbagai jenis geodiversity dan Danau Tektonik-Vulkanik yang
lebih kecil.
Gambar : Panorama Sebagian Kawasan Geopark Danau Toba (sumber blog.airyooms.com)
Aspek lainnya adalah kerusakan kualitas lingkungan
Danau Toba. Tata ruang lingkungan geologi Danau Toba kini hancur akibat
kebijakan pembangunan indutri pulp atau bubur kertas serta diperparah juga oleh
penghancuran daerah tangkapan air yang menjadi daerah hunian fisik, sehingga
mengurangi sumber nilai edukasi serta kesadaran peningkatan pemeliharaan Taman
Hutan Raya Geodiversity yang membelah Tata Ruang Kompleks Pegunungan Toba di
punggung Bukit Barisan.
Jadi, masing-masing taman bumi ini memiliki
karakteristik berbeda yaitu Kaldera Batur berciri lingkungan gunung api,
Geopark Global Gunungsewu dominan mengetengahkan perbukitan kars, walaupun
sebagian juga meliputi lingkungan gunung api purba. Kaldera Toba bercirikan
geomorfologi fisik kaldera yang memanjang, dengan warisan budaya serta
keanekaragaman hayati dan keunikan pulau dan danau yang ”beranak pinak”.
M. Anwar Siregar
Geologist.Dipublikasi di HARIAN ANALISA MEDAN 27Agustus 2017
Komentar
Posting Komentar