Apr 26, 2018

Earth Hour dan krisis Byar Pet PLN

Earth Hour dan Krisis Byar Pet PLN

Oleh: M. Anwar Siregar. 

Krisis energi di Indonesia semakin me­­muncak dengan se­ring terjadinya pe­madaman di beberapa dae­rah menga­lami byar pet dan kadang dapat berlang­sung lebih seminggu seperti yang sempat dialami kota-kota di Nias-Sumatera Utara. Pemerintah ter­pak­sa menutup malu dengan me­ngi­rim­kan suplai energi beberapa genset rak­sasa di berbagai kota di Nias, itu contoh masa lalu, dan di era tahun ini dan tahun depan di­ja­min pasokan energi listrik masih akan ada kelangkaan.
Terjadi lagi pemadaman listrik walau seberapa menit saja, su­dah membuat masyarakat gaduh, PLN ini merupakan respensentif bagi energi listrik di Indonesia, banyak yang tidak beres dalam me­nangani pasokan listrik bagi kebutuh­an listrik industri dan masyarakat se­ring­kali menyebabkan kerugian bagi ke­giatan kalangan industri dan masyara­kat. Mening­kat­nya biaya cost bagi pe­me­liharaan dan perbaikan alat-alat yang rusak akibat pemadaman.

Gambar :  ilustrasi Analisa
Picu Krisis

Pertumbuhan yang terus meningkat mem­buat beberapa kota mengalami pe­madaman karena peningkatan kon­sum­si energi listrik yang terus menerus me­ningkat tajam, sedangkan dilain pihak pa­sokan energi listrik sangat terbatas sehingga membuat PLN kewalahan me­menuhi kebutuhan energi ma­syarakat khu­susnya sekitar kelistrikan, angka per­tumbuhan jum­lah penduduk terus meng­alami peningkatan di tiap ta­hunnya de­ngan pertumbuhan 0.4 % tahun.
Melihat kondisi ini, tidak mengheran­kan, ide munculnya earth hour di ber­bagai kota besar di Indonesia yang me­ng­usul­kan “pemadaman” pada jam ter­tentu dalam upaya mengu­rangi “pe­ning­ka­­tan ketegangan listrik” dan juga demi me­­ne­kan pemakaian energi listrik, meng­­ingat sampai saat ini ma­syarakat di berbagai kota-kota di dunia masih ber­gantung pada suplai energi kon­ven­sio­nal, jika digabung mencapai 60 persen dari total konsumsi energi listrik yang menggunakan energi konvensional.
Dan sampai saat ini, jika kita melihat kondisi kelistrikan, tingkat nasional di Indonesia baru mencapai 41 ribu megawatt (MW). Dengan pertumbuhan eko­nomi sebesar 5,6 persen dan angka pe­ning­katan jumlah penduduk mencapai 1,4 persen, maka tambahan kapasitas listrik yang wajib diakomodasi oleh PLN sebesar 10.000 MW setiap tahun.
Earth hour salah satu untuk mengha­sil­kan solusi kecil, lu­mayan PLN dapat su­plai energi cukup, mengurangi tingkat ke­tegangan tinggi hanya beberapa jam saja, setelah itu besok-besok akan mung­kin saja terjadi byar pet.
Dengan angka 10.000 MW maka tiap ta­hun PLN harus memberikan energi se­be­sar 10 ribu MW kepada masyarakat ka­rena merupakan kebutuhan pokok, kalau terjadi pemadaman listrik selama 3 hari saja sudah terjadi kerugian mi­lya­ran rupiah yang dialami oleh berbagai ka­langan.
Earth hour rupanya dijadikan moment bagi PLN untuk mendapatkan pasokan daya energi sebesar-besarnya untuk me­ngurangi beban puncak arus listrik pada malam hari dan biasanya pemadaman itu ber­langsung antara pukul 21.00 selama antara satu atau dua jam.
Atasi Krisis
Untuk mengatasi krisis byar pet ke depan PLN perlu meng­uta­makan kebija­kan energi yang ramah emisi terhadap ling­­ku­ng­an, oleh pengguna energi untuk men­­jalankan energi kete­na­galistrikan yaitu un­tuk menurunkan kadar emisi CO2 ter­ha­dap dampak lingkungan.
Salah satunya adalah menggunakan ener­gi yang baru terbarukan atau EBT antara lain pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang perlu digalakkan di kota-kota kecil yang memiliki potensi sumber daya PLTU seperti di NTT, Ka­li­man­tan dan Papua serta sebagian Sula­wesi dan Sumatera, pem­bangkit tenaga listrik panas bumi, potensinya hampir me­nye­bar diseluruh tanah air, yang se­harusnya dapat memasokan suplai energi listrik di kota-kota besar dan se­dang berkembang yang banyak telah meningkat di Indonesia seperti Sibolga, Tarutung serta Sipirok dan Padangsi­dim­puan, atau kota-kota di Aceh, Su­matera Barat dan Sulawesi Barat, keter­dapatan sum­ber energi panas bumi tidak jauh dari lokasi sumber energi untuk dibangun pusat energi.
Pembangkit listrik tenaga surya, ha­rus ditingkatkan kapa­si­tas dan pemba­ngunannya, PLN wajib menggelon­tarkan dana untuk pembangunan PLTS ini agar masyarakat di pedesaan tidak terus mengalami “earth hour” sepanjang hari, karena ke­bu­tuhan PLTS sama juga dengan kebutuhan pem­bangunan listrik tenaga mikro-hidro dikawasan kota kecil berkembang di pedalaman Suma­tera Utara, Nias, pulau-pulau perbatasan dan kawasan pedalaman Kalimantan dan Papua serta Kepulauan Maluku, yang memiliki potensi jeram air yang tinggi dan hantaran panas matahari juga sangat berpotensi sebagai pasokan untuk menekan “earth hour” nya dari PLN.
EBT lainnya untuk mengatasi earth hour di kota di Indonesia terutama di kawasan timur dapat memanfaatkan po­tensi air laut sebagai pembangkit listrik yang menggunakan tenaga gelombang air laut dan juga beraplikasi dengan te­gangan panas air laut, PLN perlu kerja­sama untuk menjalin pembangun­an­nya di kawasan Indonesia timur dan seba­gian kota-kota di pu­lau vulkanik di pan­tai barat Sumatera yang dikelilingi oleh ge­lom­bang panas air laut yang sangat tinggi dampak dari perubahan lateral dalam tubuh bumi sehingga di daerah yang berbentuk kepulauan itu dapat me­ngandalkan energi yang sangat ramah lingkungan dan menekan efek peru­bahan cuaca dan esktrem global. Selain itu perlunya PLN memberikan pa­sok­an listrik yang dihasilkan oleh bahan bakar nabati yang berasal dari tumbu­han dan bahan bakar non organik, untuk dae­rah tertentu di Indonesia, yang cu­kup banyak telah diguna­kan oleh ma­sya­rakat pedesaan untuk mengurangi desa-desa terpencil dengan membangun pusat listrik PLN berbahan bakar nabati dan organik, mengurangi ketergantu­ngan energi konvensional dan menekan dana yang tinggi bagi masyarakat pede­saan.
Pln-earth Hour
Perlu sosialisasi agar byar pet bisa diminimalisasikan de­ngan mengguna­kan EBT akan menjamin PLN tidak bu­tuh earth hour setiap tahun namun bu­kan berarti “tidak butuh da­­lam arti sebe­narnya”, dengan menggunakan EBT akan men­jamin kemandirian energi yang bisa menggantikan energi yang menggunakan bahan bakar konvensi­onal, dapat mengurangi impor bahan bakar BBM bagi Pertamina sehingga dapat me­ne­kan pemborosan biaya dan meningkatkan pembangunan infra­struk­tur ketenagalistrikan dari biaya keuntungan yang didapat serta dapat me­ningkatkan pertumbuhan ekonomi karena menghasilkan pertumbuhan potensi ekonomi baru yaitu ada lapa­ngan kerja dan ada support penyediaan lahan dan ba­han baku bagi penggunaan energi terbarukan.
Kajian yang mendalam dengan me­nitikberatkan pada pengoptimali­sasi+an sumber energi alternatif terbarukan dari laut, nabati dan panas bumi serta panas matahari akan meng­hantarkan negara ini menjadi keku­atan ekonomi baru.
Ide earth hour dalam menyambut ha­ri bumi tahun ini me­mang sangat po­sitif, dalam hal ini akan mengajari kita untuk berhemat dalam pemanfaatan sum­ber daya energi listrik, na­mun jika terus menerus PLN mengandalkan hari earth hour rasa­nya kurang rasional, ma­ka PLN harus berinisiatif untuk peng­gunaan dan memanfaatkan potensi Energi Baru Terbarukan agar masyara­kat dapat menikmati kehidupan yang lebih baik dan peningkatan kualitas SDM Indonesia akan lebih maju dan siap bersaing lebih hebat lagi di era globalisasi dan MEA di dunia.
Dan perlu diingatkan sekali lagi, bah­wa subsidi TDL sudah dicabut pe­merintah, dan tidak ada cerita lagi soal byar pet, maka PLN wajib memenuhi tuntutan masyarakat akan standar pelayanan energi listrik yang prima.
Tidak lucu bung, subsidi sudah dicabut tetapi byar pet masih berlanjut, dan earth hour bukan jawaban tepat untuk pasokan PLN. Pakai alternatif EBT, baru ini mantap. ***
Penulis adalah Pemerhati Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer
Dipublikasi di HARIAN ANALISA MEDAN, Tgl 28 Maret 2018

No comments:

Post a Comment

Related Posts :