Euforia Standar Ganda Bencana Lingkungan
TAJUK EMAS 21
EUFORIA DAN STANDAR GANDA HUTAN LINGKUNGAN
Oleh M. Anwar Siregar
“Pawai ini sangat penting. Iklim kita kini
membunuh kita,” ucap Coula Farris, warga New York berusia 88 tahun kepada AFP.
“Orang muda pantas mendapat sebuah dunia yang lebih baik dan saya sangat mujur
masih dapat berjalan,” ucap perempuan tadi. Tidak salah memang, dunia bumi
dalam kondisi berbahaya sangat ini karena semakin tercemar, kotor dan perubahan
iklim global semakin tidak pasti untuk ”dipastikan”.
Demokrasi ini cermin euforia masyarakat dunia yang tidak menginginkan lingkungan rusak, maka selamatkan planet bumi ini.
EUFORIA SDA
Ketika terjadi reformasi dan transisi kekuasaan,
serta euphoria reformasi lalu terjadilah kelemahan penegakan hukum dan
pengawasan. Momentum reformasi seolah dimanfaatkan untuk melepaskan dendam di
daerah yang selama ini tidak pernah menikmati kekayaan alamnya sendiri, Untuk
mengabil ‘hak-hak mereka’. Keadaan ini memperparah kondisi habitat dan hutan
alam yang ada di Indonesia,banyak kawasan-kawasan konservasi seperti taman
nasional Leuser di Aceh dan Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah
kemudian dijarah oleh masyarakat.
Disamping itu kawasan ini juga menderita
tekanan-tekanan lain, yaitu terbakar pada musim kemarau dan mudah diclaim atas
nama ijin pemanfaatan yang lain misalnya perkebunan dan dirambah karena tata batas
lapangan yang tidak jelas dan memudahkan terjadinya illegal logging. Kekhawatiran
tentang ketidak stabilan politik mempengaruhi pada pengelolaansumber daya alam
dan sudah menjadi common sense bagi banyak orang di duniaseperti yang
disinyalir oleh Jared Diamon dalam essainya ‘Collapse’: “ Indonesia asone of
the state in political trouble spots of the modern world as well asenvironmental trouble spots of the
modern world.”
Sisi lain,
Monnin dkk dalam publikasinya di Jurnal Science mencatat kenaikan konsentrasi
CO2 di atmosfer sebesar lebih dari 76 part per million (ppm) menjadi
lebih dari 300 ppm sejak prahingga pasca era industri, serta mengindikasikan
adanya korelasi erat antara peningkatan konsentrasi CO2 dengan kenaikan
temperatur bumi.5 Amerika Serikat, negara pengkonsumsi energi terbesar,
menghasilkan lebih dari 30% emisi gas CO2 dunia, melebihi total emisi yang dihasilkan
oleh gabungan Cina, India, Jepang dan seluruh negara-negara di Asia, Afrika, Amerika
Selatan dan Australia
GAGAL TERWUJUD
Laporan sebelumnya, yang diterbitkan tahun
2007, menimbulkan sebuah gelombang aksi politik yang pada satu titik sempat
memunculkan harapan tercapainya sebuah traktat dunia mengenai perubahan iklim
di Kopenhagen, Denmark, tahun 2009.
Namun, sebuah konsensus global gagal
terwujud saat terjadi perbedaan pendapat antara negara-negara berkembang dan
negara-negara maju. Negara-negara penyebab polusi utama, seperti Tiongkok,
bersikeras bahwa negara-negara kayalah yang seharusnya memimpin upaya penurunan
emisi karbon. Negara-negara berkembang, lanjut Tiongkok, tak bisa diharapkan
untuk mengorbankan pertumbuhan ekonomi mereka.
Di Amerika Serikat, upaya Presiden Barack
Obama untuk meloloskan undang-undang perubahan iklim terganjal di Kongres, saat
banyak politisi Partai Republik masih tak yakin pada bukti-bukti ilmiah
pemanasan global. Menurut para republiken ini, upaya mitigasi perubahan iklim
hanya akan menjadi penghalang yang tidak perlu terhadap pertumbuhan ekonomi.(Sumber:
Kompas.com/AFP/REUTERS/BBC/DI)
RATIFIKASI
KABUT ASAP
Singapura Sambut Baik Niat RI Ratifikasi UU Kabut
Asap Stasiun berita Channel News Asia, melansir pernyataan dari Kementerian
Lingkungan dan Sumber Daya Air (MEWR),
yang menyebut ratifikasi kesepakatan tersebut tiba di waktu yang tepat. Sebab, beberapa hari terakhir terjadi
kenaikan titik api di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Ratifikasi itu dilakukan tepat satu hari, setelah tingkat kualitas udara di Negeri Singa mencapai 113. Artinya, menurut standar indeks polusi, itu berada di tingkatan tidak sehat.
Mereka menambahkan, Singapura siap bekerja sama lebih dekat dengan Pemerintah Indonesia dan negara ASEAN lainnya untuk mengatasi permasalahan itu.
Dalam sidang yang digelar hari ini di Gedung DPR di Senayan, dihadiri perwakilan dari sembilan fraksi. Mereka melakukan voting untuk mengesahkan kesepakatan tersebut.
"Indonesia telah melakukan operasi pencegahan, mitigasi kebakaran hutan, kabut, dan aktivitas pemulihan di tingkat nasional," ungkap parlemen dalam sebuah pernyatan.
Parlemen menambahkan, untuk mengatasi polusi lintas negara, Indonesia dan negara ASEAN lainnya mengakui langkah pencegahan dan mitigasi perlu dilakukan bersama-sama.
Dalam kesepakatan kabut asap lintas negara, Indonesia diwajibkan untuk memperkuat kebijakan dalam mengatasi kebakaran hutan dan kabut asap, secara aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan regional terkait isu itu dan mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk mengatasi masalah, baik itu di tingkat domestik dan regional.
Kabut asap yang paling parah menimpa Malaysia dan Singapura terjadi pada Juni 2013. Hal itu, sampai membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta maaf kepada Pemerintah Singapura.
Ratifikasi itu dilakukan tepat satu hari, setelah tingkat kualitas udara di Negeri Singa mencapai 113. Artinya, menurut standar indeks polusi, itu berada di tingkatan tidak sehat.
Mereka menambahkan, Singapura siap bekerja sama lebih dekat dengan Pemerintah Indonesia dan negara ASEAN lainnya untuk mengatasi permasalahan itu.
Dalam sidang yang digelar hari ini di Gedung DPR di Senayan, dihadiri perwakilan dari sembilan fraksi. Mereka melakukan voting untuk mengesahkan kesepakatan tersebut.
"Indonesia telah melakukan operasi pencegahan, mitigasi kebakaran hutan, kabut, dan aktivitas pemulihan di tingkat nasional," ungkap parlemen dalam sebuah pernyatan.
Parlemen menambahkan, untuk mengatasi polusi lintas negara, Indonesia dan negara ASEAN lainnya mengakui langkah pencegahan dan mitigasi perlu dilakukan bersama-sama.
Dalam kesepakatan kabut asap lintas negara, Indonesia diwajibkan untuk memperkuat kebijakan dalam mengatasi kebakaran hutan dan kabut asap, secara aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan regional terkait isu itu dan mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk mengatasi masalah, baik itu di tingkat domestik dan regional.
Kabut asap yang paling parah menimpa Malaysia dan Singapura terjadi pada Juni 2013. Hal itu, sampai membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta maaf kepada Pemerintah Singapura.
Beberapa usaha sudah dilakukan Pemerintah
Indonesia untuk mengatasi kondisi hutan dan lahan gambut yang kritis. Salah
satunya Inpres No .10/2011 yang
berisi mengenai penundaan proses perizinan baru selama dua tahun terhadap hutan
primer dan lahan gambut.
Tujuannya untuk pemanfaatan hutan lestari.
Namun, Instruksi Presiden ini pun akhirnya menimbulkan pro-kontra.
"Pemerintah Indonesia sudah memulai moratorium dengan pembiayaan bernilai
miliaran dolar dari Norwegia. Namun, moratorium ini dikritik karena kurang kuat
untuk mencegah deforestasi," tambah pernyataan beberapa peneliti.
IRONI JIRAN
Sementara itu, pada Agustus lalu 2016, Singapura
mengesahkan sebuah UU Kabut Asap yang memberikan kekuasaan bagi pemerintah
untuk menjatuhkan denda perusahaan yang terbukti menyebar asap. Denda yang
diberikan senilai S$2 juta, atau Rp18 miliar.
Perusahaan itu bisa terkena jeratan UU Negeri Singa, walaupun mereka tidak memiliki kantor perwakilan di sana.
Perusahaan itu bisa terkena jeratan UU Negeri Singa, walaupun mereka tidak memiliki kantor perwakilan di sana.
”Asap lintas negara telah mengganggu wilayah kami
selama puluhan tahun. Sehingga, perlu adanya aksi efektif dan nyata secapatnya
di sumber terjadinya api, termasuk pencegahan, investigasi, dan penegakan hukum
terhadap perusahaan yang terbukti bertanggung jawab atas kabuit asap” tulis
Media MEWR dari Singapura
Benarkah puluhan tahun terjadi kabut asap di
Singapura dan Malaysia? Perhitungan apakah yang digunakan jika benar kabut asap
hadir dalam puluhan tahun, berarti setiap bulan ada dan hadir kabut asap melintas negara ini tiap tahun?
Data penulis, Memang kabut asap hadir tiap tahun
kadang tidak melintas ke negeri Jiran itu setiap tahun, hanya terlokasi di
sekitar wilayah udara Indonesia, bukan dalam hitungan puluhan tahun atau tiap
bulan, jika perhitungan kabut asap di total per minggu dalam setiap bulan per
tahun datang kabut asap, maka jumlah kabut asap hadir selama 1 bulan berarti
itu setiap 4 tahun atau empat minggu, kabut asap sudah hadir di negeri itu
selama 16 tahun. Bencana asap hadir hanya sesaat saja selama seminggu, sisanya
nikmati udara bersih selama 11 bulan 3 minggu, lantas kenapa mencak-mencak?
Rasanya
permintaan maaf SBY tidak pada tempatnya, sehingga menimbulkan polemik di
tengah publik. Nasionalisme terusik, yang perlu diketahui bahwa masalah kabut
asap bukan sekadar nasionalisme
STANDAR DUNIA
Masyarakat Dunia perlu menekan standar
ganda politik terhadap lingkung dengan mengajak semua orang untuk melakukan upaya
kongkret menghadapi isu perubahan iklim dan semuanya ini untuk masa depan kita
bersama.
Aksi masyarakat global telah sering
dilakukan untuk menekan standar ganda lingkungan dari maju sehingga menekan
negara miskin yang sebenarnya tidak bersalah, pertemuan Kopenhagen gagal pada
tahun 2009 lalu. Pertemuan ini merupakan langkah mendorong upaya politik menuju
kesepakatan dunia baru yang melibatkan semua negara untuk menangani masalah
perubahan iklim pada akhir 2015 nanti.
Namun hingga kini, tindakan standar ganda
tersebut tidak menghasilkan perubahan signifikan. Tidaklah mengherankan mengapa
sering kita lihat ada unjuk rasa tidak puas terhadap para pemimpin dunia
terutama dari maju, sedikitnya sumbangan bagi negara maju untuk memberikan
bantuan dalam menbangun energi baru terbarukan sehingga energi fosil masih
terus dipakai. Perlu tindakan untuk menyelamatkan bumi ”Urgent, Save our
Planet” bagi pemerintah negara maju dan para politikus untuk menjadi momen
titik balik untuk menghilangkan kebiasaan standart ganda politik lingkungan
agar tercipta sejarah baru untuk bagi planet bumi agar tidak semakin berbahaya
untuk ditempati. Perubahan iklim tidak bisa ditunda lagi dan para politikus
harus bertindak sekarang untuk melindungi planet bumi.
(Tajuk Palu Emas Geolog, disari dari
berbagai sumber dan data pustaka) April 2018
Komentar
Posting Komentar