Mimpi Melihat Indonesia Bebas Emisi
MIMPI MELIHAT
INDONESIA BEBAS EMISI
Oleh M Anwar
Siregar
”aduh,
panas sekali hari ini”, celetuk seorang ibu lagi menunggu bus angkutan kota ke
Medan. Itu lah gambaran kecil saja menunjukkan bagaimana lingkungan di kota
kecil saja sudah panas, bagaimana kalau sudah masuk kota besar seperti Medan?
Akan terasa panas menyengat menyapa, butiran keringat akan muncul berlomba
dengan dahaga yang membara di tenggorokan dan belum lagi asap emisi yang
beterbangan di udara menambah semakin panasnya suasana, dan belum cukup itu,
tingkah laku para sopir seenaknya menurunkan para penumpang di tengah badan
sehingga mengundang rasa kesal, ubun-ubun di kepala itu sudah panas rasanya
semakin panas dan perlu pemicu kecil saja bisa menyebabkan kegaduhan.
Dalam
beberapa tahun terakhir ini, kota Medan dan sekitarnya memang sangat panas,
suhu rata-rata harian mencapai 33oC dan kadang dilain hari bisa
mencapai 35oC. Temperatur panas sebesar ini rasanya sudah membuat
masyarakat tersengat panas dan bagaikan sudah tinggal didaerah tandus tanpa ada
nuansa kesejukan alam dari hijau pepohonan dan air yang mengalir jernih.
Efek-efek
emisi itulah salah satu yang menyebabkan kondisi atmosfer bumi mengalami
perubahan yang sangat signifikan sejak dimulai era revolusi pertanian lalu
disusul revolusi industri mulai terjadi perubahan lingkungan. Panas dari dampak
emisi banyak terjadi di kawasan khatulistiwa oleh berbagai ulah manusia melalui
berbagai produk buatan manusia yang melebihi batas ambang daya dukung daya
tampung lingkungan.
EFEK EMISI KENDARAAN
”Huh,
ah Medan lebih panas lagi, belum lagi macetttt sekaliii! seru ibu itu ketika
sudah di dalam bus bersama penulis, ”Heii, Pak. Kenapa Medan bisa panas dan
macet seperti ini? Tanyanya sama sopir bus ”Ayo naik Bus biar gak bikin macet”,
kebetulan duduk dibelakang si sopir yang ditanya ”makanya bu, naik bus agar
tidak macet” jawabnya kalem bercanda.
Jalan-jalan
di kota Medan termasuk kota besar lainnya tidak jauh beda, macet, panas dan
sumber penghasil polutan dan salah satu efeknya menghasilkan panas di udara
juga turut andil menghasilkan perubahan iklim global dengan semakin
meningkatnya panas setiap 1oC per tahun di kota Medan dan
sekitarnya dengan hilangnya keseimbangan penyerap emisi. Peningkatan laju
kendaraan pribadi dan peningktan ekspansif ke daerah jalur hijau dan daerah
sanggahan bencana turut telah menghilangkan hawa kesejukan di Kota Medan dan
sekitarnya. Sehingga penyerap oksigen semakin berkurang disertai laju ekspansif
pembangunan mall-mall dengan menyingkirkan pasar tradisional melalui berbagai
cara yang paling kental menghasilkan
emisi adalah dengan cara membakar tidak sengaja, mungkin sebentar lagi kuburan
juga dijadikan pembangunan fisik.
Efek
kebakaran mesin kendaraan dan kebakaran gedung mendominasi asap emisi di kota
besar. Efek emisi kendaraan ke lingkungan itu salah satu turut andil
penyebabnya Indonesia termasuk negara penghasil emisi terbesar di dunia karena
banyak kendala dan regulasi yang belum sesuai dengan aturan yang telah dibuat,
ruang hijau terbuka dan regulasi pemanfaatan energi baru terbarukan belum
memenuhi standar pembauran, terutama dalam penggunaan energi listrik kendaraan.
Indonesia terus ketinggalan dengan negara lain namun tidak ketinggalan dalam
menghasilkan produk emisi dilapisan atmosfir.
Efek
logis dari emisi kendaraan bagi lingkungan walau sekecil sekalipun namun tetap
saja ada dampaknya bagi perubahan iklim terutama pada lapisan ozon terhadap
atmosfer bumi. Kejadian ini adalah akibat oleh adanya emisi gas-gas rumah kaca
diantaranya CO2, CH4, nitroksida (N2), sebagai hidroflorokarbon (HFCs) serta
timbal (Pb) yang dihasilkan oleh berbagai elemen kendaraan yang tidak berbasis
energi hijau. Belum lagi di kawasan Industri yang menggunakan teknologi yang
sudah mendekati ”kadaluarsa”.
Efek
emisi kendaraan ke lingkungan perlu diwaspadai saat ini, karena sangat banyak
menghasilkan efek domino selain dari kebakaran hutan. Yang pasti adalah akan banyak
meningkatkan biaya ekonomi pengeluran bagi kesehatan, sebuah konstribusi yang
tidak kecil yang menghasilkan jumlah kemiskinan dan kemelaratan hidup.
Mengingat yang selalu terpapar dari bahaya emisi adalah masyarakat kelas bawah.
Disini perlu pemerintah merenungkan kebijakan terhadap regulasi emisi dan pemanfaatan
energi terbarukan.
MEWUJUDKAN MIMPI EMISI
Laju kerusakan lingkungan jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan upaya pemulihan dan perlindungan. Fenomena bencana ekologis
nyaris berlangsung setiap hari di Tanah Air yang tidak pernah berhenti, seperti
datang berganti dari kota atau desa ke Desa atau kota berikutnya. Fenomena
bencana terutama bencana kabut asap yang menghasilkan berton-ton milyar emisi
ke atmosfir itu akibat dianutnya paradigma pembangunan yang tidak berwawasan
lingkungan tetapi lebih berbasis kepada pembangunan berbasis pertumbuhan
ekonomi yang bertumpuh kepada ekspansi sumber daya alam oleh penyelenggara
Negara melalui berbagai kebijakan yang selama ini telah diterapkan.
Paradigama
kebijakan perlu direvolusi mentalkan sehingga dapat mewujudkan dambaan
Indonesia bebas emisi, apalagi jika kita ingat target pengurangan emisi zaman
SBY yang menargetkan tahun 2020 Indonesia harus mampu mengurangi emisi sebesar
45 persen rasanya semakin susah karena ganti era pemerintahan maka berganti
juga sistim perencanaan pembangunan yang terlihat di era Jokowi-JK.
Nampak
jelas target pengurangan emisi menjadi lebih lama ke tahun 2030. Selama itu
maka kita akan merasakan panas terus, terlihat lagi dengan semakin berkurangnya
daerah resapan karbon, dimana setiap tahun hutan Indonesia terus menghasilkan
dan mengekspor jerabu ke angkasa. Pantas saja si ibu penumpang bus itu selalu
kepanasan dan beberapa yang lainnya sering mencari pohon untuk berteduh
sejenak, coba lah anda lihat, begitu sedikitnya kota yang humanis yang
menyediakan RTH yang berdekat halte tertentu bagi sarana transportasi.
Apapun
kendala yang dihasilkan Indonesia harus mampu membebaskan diri dari bencana
emisi demi generasi penerus, karena saat ini kondisi atmosfir Indonesia sangat
rentang menghasilkan bencana, untuk itu diperlukan komitmen untuk membangun suasana
lingkungan berbasis hijau.
Green
Transportasi adalah salah satu wujud mengendalikan bebas emisi kendaraan ke
lingkungan, dengan membangun sistim transportasi berbasis energi listrik
terbarukan, yaitu pemanfaatn sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan.
Dengan menerapkan aturan mengharuskan setiap kendaraan harus menggunakan energi
yang bebas emisi, Untuk Indonesia perlu mengeluarkan aturan mobil yang dijual
harus mampu menekan buangan CO2 mencapai minimal 70% secara bertahap mulai
tahun 2017 agar target bebas emisi pemerintahan Jokowi-JK tahun 2030 dapat
terpenuhi.
Selain
green transportasi dapat juga merancang green energi, yaitu pembangunan dengan
memanfaatkan sumber daya energi yang ramah terhadap lingkungan, tidak merusak
lapisan ozon, tidak mengalami kelangkahan, dan mudah di dapat dan dibuat.
Energi ramah lingkungan itu dapat diwujudkan dalam bentuk energi panas
matahari, energi laut, energi panas bumi, energi air, dan energi nabati.
Untuk
mengurangi pemanfaatan AC di berbagaai gedung dan rumah tangga dapat memperkuat
energi hijau tersebut dengan dipadukan dengan green building atau bangunan yang
hemat energi, semua bangunan dirancang meminimalisasi pemanfaatan energi
sekaligus juga menekan efek buangan CO2 dan CFC ke udara lapisan atmosfir bumi.
Rasanya
mimpi untuk melihat bebas emisi sangat jauh sekali, karena selama pembangunan
berorientasi kepentingan kapitalisme jangan terlalu mengharapkan dalam waktu
singkat pemerintahan era sekarang ini mampu mewujudkan bebas emisi diatas 50
persen karena masih terlihat pembakaran hutan dan lahan dalan beberap hari ini
terjadi bencana kabut asap di ujung Sumatera dan sebagian Kalimatan di era
bulan sakral kemerdekaan 2016.
M. Anwar Siregar
Enviromental
Geologist. Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi GeosferTulisan ini sudah di Publikasi di Harian ANALISA MEDAN. 13 September 2016
Komentar
Posting Komentar