MERDEKA BERDAULAT DI LAUTAN
KONFLIK PERBATASAN
Oleh M. Anwar Siregar
“Bukan lautan hanya
kolam susu, Kail dan jala cukup menghidupimu, Tiada badai tiada topan kau
temui, Ikan dan udang menghampiri dirimu”
Lagu Kolam Susu ciptaan grup band Koes Plus yang terkenal di tahun 70-an
itu memang mencerminkan keadaan sumber daya geologi di lautan Indonesia yang melimpah ruah
sehingga mengundang keinginan bangsa lain untuk mengeskplorasi dengan segala
cara baik melalui aturan regulasi undang-undang pemanfaatan sumber daya minyak
dan gas bumi di darat dan laut maupun upaya pengambilan/pencaplokan pulau-pulau
terpencil di perbatasan dengan mengklaim sebagai wilayah integrasi dari Negara
mereka dengan melalui invasi kekuatan militer dan diplomasi “manis-manis di
bibir” yaitu sebagai semangat persahabatan ASEAN yang lebih banyak merugikan Indonesia seperti yang telah
dilakukan oleh beberapa Negara ASEAN
dan pencurian sumber-sumber daya geologi dan perikanan di lautan Indonesia hingga mengusik kedaulatan
RI dengan memasuki wilayah teritorial Republik Indonesia (RI).
PEMBANGUNAN PERBATASAN
Berlandaskan dari urgensi permasalahan sumber daya geologi dan sumber daya alam lainnya
di perbatasan maka diperlukan suatu paradigma pembangunan pulau
perbatasan yang lebih difokuskan pada
orientasi kebijakan pembangunan dari dalam ke luar untuk mengembangkan kawasan
pulau terdepan menjadi suatu kawasan usaha pertumbuhan yang baru dengan melihat
potensi yang dapat dikembangkan bagi tiap pulau-pulau terluar Indonesia sebagai
gerbang ekonomi dan perdagangan dengan pendekatan kesejahteraan, pembangunan
sarana dan prasarana pelabuhan laut (hub
port) yang terdekat dengan kawasan pertumbuhan di negara tetangga dan tidak
meninggalkan pendekatan keamanan dalam kerangka NKRI.
Strategis yang diperlukan dalam pembangunan perbatasan
melalui pendekatan penanganan perbatasan secara komprehensif dan bukan secara
parsial, terpadu dalam mengembangkan potensi-potensi geologi kelautan, pengendalian ancaman
bencana serta diperlukan sistim pengadministrasian wilayah pesisir, pulau-pulau
kecil dan lautan, menjadikan pulau-pulau terdepan tertentu sebagai pusat mega geo-biodiversity karena memiliki
kandungan mineral-hayati yang luar biasa besar.
Memberikan peluang yang besar bagi propinsi yang berbentuk kepulauan dalam mengembangkan
potensi geografisnya dengan mengembangkan sistim pengelolaan konservasi
kelautan yang berkelanjutan yang berdasarkan ekosistim, wisata dan pertambangan
serta mengembangkan sarana infrastruktur yang lengkap agar memiliki daya saing
tinggi sebagai pengembangan pasar tunggal regional dan global yang berbatas
dengan Negara tetangga.
KONFLIK PERBATASAN
Ada beberapa
wilayah yang menjadi lautan konflik ekonomi sumber daya geologi bagi RI di masa
depan dengan beberapa negara sangat krusial dan memerlukan penanganan serius
sekarang, antara lain, pertama, wilayah geologi landas kontinen RI yang berbatasan langsung dan merupakan sumber
ancaman serius bagi keberlanjutan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) antara lain Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Kawasan
perbatasan kontinen Indonesia terdapat di tiga pulau, 4 Propinsi dan 15
Kabupaten/Kota yang masing-masing wilayah memiliki karakteristik geologi
kawasan perbatasan yang berbeda-beda, demikian juga dengan Negara tetangga yang
berbatasan dengan RI, serta
Negara-negara disekitar RI merupakan Negara
yang haus invansi perluasan
kekuasaan seperti RRC, Malaysia, Jepang, Vietnam, Singapura dan Australia,
semua merupakan Negara yang sangat menginginkan kelemahan dan keruntuhan NKRI.
Wilayah geologi
landas kontinen sangat penting dipertahankan karena ini menyangkut integritas
menyeluruh wilayah RI yang ada sekarang, menyangkut aspek dari dalam dan luar
kondisi alamiah pulau-pulau yang ada, sekali ada lepas maka akan ada peninjauan
deklineasi pengukuran batas-batas yang sudah dipatokan, contoh ini bisa dilihat
pada keinginan Malaysia atas wilayah Ambalat akibat Sipadan-ligitan lepas.
Kedua, wilayah
maritim Indonesia berbatasan dengan 10 negara yaitu India, Malaysia, Singapura,
Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan PNG.
Kawasan perbatasan maritim sangat
penting ditingkatkan kesejahteraannya, karena pada umumnya berupa
pulau-pulau terluar yang berjumlah 92 pulau memiliki potensi sumber daya geologi kelautan berupa migas dan mineral
laut, mencapai diatas 1 miliar kubik per barrel dan lebih 1 juta ton potensi
mineral yang bisa dikembangkan.
Selain potensi
sumber daya geologi kelautan dibatas laut teritorial masih ada masalah yang
harus diselesaikan yaitu beberapa pulau-pulau kecil yang masih
memerlukan penanganan administratif nama pulau yaitu sebanyak 9.634 pulau dan
masih ada 12.000 pulau belum berpenghuni.
Ketiga,
kebijakan strategis pengembangan kawasan perbatasan antara Negara untuk
mengatasi ketertinggalan di wilayah perbatasan, tiap perbatasan wilayah RI
memiliki karakteristik geologi yang berbeda pada tiap pulau misalnya batas
maritim dan geologi kontinen sunda kecil (NTB dan NTT, Bali) dengan Australia,
begitu juga dengan blok Ambalat dengan Malaysia.
MERDEKA-BERDAULAT
Pulau-pulau
diperbatasan harus dapat diklaim baik dalam tataran hak berdaulat (souvereign
right) maupun dalam tataran hak berdaulat penuh (souvereignity). Kawasan
perbatasan merupakan halaman rumah Indonesia yang tidak bisa diabaikan. Daerah
perbatasan merupakan kawasan yang rentan terhadap lautan konflik di masa depan seperti
pencaplokan wilayah oleh negara tetangga, pencurian dan penyeludupan sehingga
perlu dimekarkan dengan menata potensi ekonomi untuk mengelola potensi ekonomi
secara maksimal sehingga masyarakat di perbatasan tetap merasakan merdeka sebagai
dari bagian NKRI.
Wilayah perbatasan
merupakan cerminan dari wajah bangsa kita, ini menyangkut kepercayaan terhadap
pemerintah, apalagi bila dilatarbelakangi oleh sesama budaya, adat dan agama
akan sagat membahayakan keutuhan bangsa bila terjadi ketimpangan pembangunan di
pulau perbatasan sehingga menimbulkan ketidakpercayaan kepada pemerintah.
Rakyat di perbatasan belum merasakan kemerdekaan penuh, dalam
arti kesejahteraan masih jauh dari harapan yang dicita-citakan, karena itu,
pemerintah wajib memperhatikan dan meningkatkan “kue” pembangunan sehingga integritas
NKRI semakin kuat di pulau perbatasan.
Dengan masalah kesejahteran tersebut, serta beberapa
persoalan perbatasan lainnya sudah harus dituntaskan dengan ”memaksa” negara
tetangga itu diajak ke meja perundingan, pemerintah harus tegas dan keras
karena selama ini mengulur waktu agar tidak menimbulkan ketegangan dan emosi
publik (warga Indonesia)
menjadi geram, unjuk rasa sering berakhir dengan bentrok dan penghancuran
propertis kantor dubes negara jiran dan salah satu spanduk akan selalu ada
berisi seruan “ganyang Malaysia” atau “habisi Singapura”.
Khususnya di blok Ambalat, apabila jatuh ke wilayah Malaysia
suatu saat akan menimbulkan dampak yang luar biasa bagi keutuhan NKRI, akan ada ancaman yang lebih luas bagi
konflik-konflik dimasa depan
Dalam usia 67
tahun kemerdekaan RI perlu pembangunan yang terintegrasi secara luas dan
selaras dengan penataan ruang antar pulau-pulau di perbatasan karena terdapat
17.000 pulau yang masih memerlukan penanganan pembangunan. Maka pemerintah tak
perlu ragu memanfaatkan potensi sumber
daya bio-geologi kelautan sebagai jembatan emas kesejahteraan dan
keutuhan bangsa karena dilaut kita dapat berjaya.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah
Tata Ruang-Lingkungan dan Energi-Geosfer.Berminat juga dengan permasalahan Geologi Lingkungan Kelautan, Tulisan ini sudah dimuat Pada Harian ANALISA MEDAN AGUSTUS 2012
|
Informasi Tata Ruang Lingkungan Geologi, Kelautan, Energi, Fenomena Geosfer, Geosport dan Traveling di Indonesia dan dunia
17 Jul 2013
Merdeka Berdaulat di Lautan Konflik Perbatasan : Geologi Kelautan
25 Jun 2013
Pers Informasi : Geologi Mitigasi
PERS DALAM PENYEBARAN INFORMASI BENCANA
Oleh M. Anwar Siregar
Dalam usia
Bumi yang semakin tua, dan bencana alam hadir yang tidak teratur serta semakin sulit
diramalkan, maka disini peranan informasi bencana melalui media massa untuk
memberikan peringatan dini sangat vital. Jika proses sosialisasi informasi
geologi tentang bencana alam seperti gempa, tsunami, letusan gunung api gerakan
tanah dan banjir dilakukan secara berkelanjutan, masyarakat akan terus-menerus
diingatkan, mengenal, mempersiapkan diri dalam menghadapi ancaman bencana akan
lebih sigap dalam memberikan respons.
Salah satu
untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kebencanaan di bumi adalah melalui
peran media massa, baik dalam bentuk opini, karikatur pendidikan dan
visualisasi atau media gambar bergerak. Komunikasi yang efektif sangat penting dalam
proses pembelajaran dan kedisiplinan dalam menghadapi bencana, maka komunikasi media
pers sangat diperlukan dan harus diupayakan secara berkala, yaitu memberikan
ruang khusus atau kolom yang memuat berita dan pengetahuan tentang pemahaman serta
informasi daerah rawan bencana geologi, klimatologi dan hidrometerologi.
Komunikasi
dalam bentuk ruang opini ataupun kolom khusus akan memiliki efek yang lebih
baik daripada menerima isu-isu yang tidak bertanggung jawab, dapat
direfleksikan melalui pemahaman pembelajaran pendidikan dari sekolah dasar,
masyarakat bawah, pelatihan mitigasi dan edukasi terhadap wanita dan anak-anak.
Namun budaya mitigasi melalui penyebaran informasi rawan bencana secara rutin
dalam suatu ruang media massa masih terbatas dan kadang tidak ada, dan hal seperti
ini belum membumi di Indonesia terutama kesadaran dari Pemerintahan untuk
membangun pola mitigasi komprehensif dengan medai massa, hanya ada jika terjadi
bencana begitu juga sebaliknya.
Seperangkat peralatan media komunikasi pers (sumber Foto Wartawan ANTARA)
KOMUNIKASI BENCANA
Sosialisasi bencana merupakan salah satu upaya untuk menyampaikan pendidikan kebencanaan kepada masyarakat, yang merupakan bagian dari sistim pendidikan komunikasi massa, mengenai gambaran keadaan lingkungan yang dilengkapi berbagai argumentasi ilmiah, argumentasi legal dan argumentasi moral.
Sosialisasi bencana merupakan salah satu upaya untuk menyampaikan pendidikan kebencanaan kepada masyarakat, yang merupakan bagian dari sistim pendidikan komunikasi massa, mengenai gambaran keadaan lingkungan yang dilengkapi berbagai argumentasi ilmiah, argumentasi legal dan argumentasi moral.
Komunikasi sosialisasi bencana melalui media pers merupakan
bagian yang sangat penting dalam meperkenalkan sistim manajemen bencana geologi
dan pendidikan kebencanaan kebumian agar dapat memberikan motivasi lahirrnya
ruang partisipasi publik dalam menekuni pendidikan kebencanaan kebumian.
Komunikasi
pengetahuan kebencanaan bagi Indonesia masih jauh dari harapan untuk
terciptanya masyarakat sadar bencana. Kesadaran
masyarakat terhadap bahaya dapat digambarkan melalui pengetahuan kearifan
terhadap keadaan alam tempat mereka beraktivitas hidup dipermukaan bumi. Pertama,
gempa itu tidak membunuh, akan tetapi yang menimbulkan korban adalah akibat
dari gempa tersebut, misalnya karena tertimpa beton atau tertimbun tanah
longsor. Sehingga dalam hal ini, pengetahuan masyarakat dalam hal bangunan
antara lain tentang tata cara membuat bangunan dianggap masih sangat minim.
Sebagian besar bangunan yang roboh karena tidak menggunakan
kaidah-kaidah keteknikan yang baku atau tidak memenuhi persyaratan.
Sedangkan yang kedua adalah faktor kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap
lingkungan sekitarnya, artinya dalam membuat bangunan seharusnya menggunakan
material yang tahan gempa karena lokasinya berada di daerah potensial gempa.
PERAN SOSIALISASI MEDIA
Dari gambaran tersebut diatas, maka sosialisasi
bidang geologi dalam media pers sangat penting, baik cetak maupun elektronik
dimaksudkan untuk mensosialisasikan data-data geologi termasuk kebijakan
tentang perencanaan nasional kebencanaan geologi dan juga mengenai
pendayagunaan sumber daya alam dalam pencegahan akibat ditimbulkan oleh bencana
geologi pada daerah rawan bencana serta bertujuan agar pemerintah daerah lebih
awal memahami data dan informasi serta kebijakan dari Pemerintah Pusat untuk
mengidentifikasi kegiatan yang diperlukan atau difokuskan untuk mempersiapkan
diri dalam pengelolaaan, pemberdayaan dan penyerbarluasan kegiatan informasi
daerah rawan bencana geologi serta penentuan tata ruang lingkungan geologi yang
komprehensif.
Sosialisasi penyebaran informasi geologi rawan
bencana juga merupakan bagian penting untuk disampaikan oleh media pers yaitu
bagian dari pengembangan potensi sumber daya masyarakat di daerah masing-masing
untuk mengusahakan forum kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan media
massa. Pemahaman antara ketiganya akan meningkatkan kepercayaan diri dalam
menghadapi permasalahan kebencanaan geologi yang harus berangkat dari pribadi
dan komunitas media dan tidak mengandalkan isu-isu tidak benar, yakni pemahaman
pentingnya penyampaian pengembangan akal budi daya dan bersikap waspada hidup
di daerah rawan bencana.
Informasi penyebaran bencana dalam bentuk opini di
suatu media massa merupakan suatu bentuk peringatan dini sebelum terjadinya
bencana bagi masyarakat, sosialisasi penyebaran informasi dan penanggulangan
bencana dapat dilakukan dalam berbagai aksi, salah satunya dalam bentuk opini
pengetahuan argumentatif. Dalam konteks ini peran media sangat diperlukan bukan
saja ketika terjadi dan pasca bencana tetapi juga sebelum terjadinya suatu
bencana alam, masyarakat dapat diingatkan terus menerus menghadapi dan
meningkatkan kewaspadaan dan harus bersiaga menghadapi segala kemungkinan
menghadapi bencana alam, dan ini juga merupakan sebagai upaya pembelajaran bencana
alam dalam bentuk komunikasi yaitu menfasilitasi diskusi pengetahuan publik/masyarakat
mengenai mitigasi penanggulangan bencana alam, dan bagaimana upaya-upaya atau
langkah yang diperlukan dalam mengurangi jumlah korban jiwa dan kerugian akibat
bencana dan pembangunan manusia.
KEBERLANJUTAN PENGETAHUAN
Media massa memainkan sebuah perangkat instrumen
penting dalam menghadirkan berita-berita tentang bencana alam kepada
pembacanya, baik dalam bentuk kajian berita proses pemulihan setelah peristiwa
bencana maupun ketika dalam kondisi darurat.
Media massa di Indonesia khususnya di Medan/Sumut
seharusnya lebih aktif lagi dalam menyampaikan pembelajaran pengetahuan tentang
informasi kebencanaan yang berlangsung di Indonesia terutama di wilayah Sumut
yang telah diidentifkasi memiliki sumber-sumber bencana universal hampir
disetiap lingkungan tata ruangnya memiliki tingkat kerawanan dan kerentanan
dari ancaman bencana alam yang sangat tinggi, memerlukan upaya kenberlanjutan publikasi
argumentatif sebagai salah sumber pengetahuan yang paling aktual sekaligus sarana
pusat diskusi perencanaan pembangunan mitigasi bencana yang sangat dibutuhkan
berbagai kalangan sebagai peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia baik
dari SDM aparatur maupun dari SDM masyarakat.
Ada baiknya media massa di Sumut terus
mengupayakan dan menyisipkan ruang untuk menampung berbagai kritikan, gagasan
atau ide aktualitas yang membangun untuk mendorong masyarakat agar dapat terus
mengikuti perkembangan penyebaran informasi kebencanaan lingkungan baik sebelum
terjadinya bencana atau fase pra bencana, fase saat terjadi bencana dan pasca
bencana terjadi.
Kelemahan dalam media massa di Sumut dalam
memberikan penyebaran informasi daerah rawan bencana geologi adalah lebih di
fokuskan pada kejadian pasca bencana, sedangkan pra bencana masih terpinggirkan,
begitu juga dalam kemajuan pemulihan, hanya terekspose ketika telah selesai. Sedangkan
perkembangan kehidupan setalah lebih dari setahun tidak atau jarang dipublikasi
secara luas. Kasus-kasus kejadian bencana sebelum bencana gempa dahsyat Aceh
2004 adalah contoh gambaran bagaimana tingkat pemahaman masyarakat dalam
menghadapi tsunami sehingga menimbulkan korban yang luar biasa karena referensi
yang ada sangat terbatas.
Harapan masyarakat di masa mendatang, media di
Sumut dapat terus memberikan dan menampung opini yang terbaik, baik ketika
tidak terjadi bencana maupun ketika ada bencana, dan sekaligus sebagai benteng
mitigasi yang terbaik dalam menjaga kualitas SDM Sumut untuk menghadapi
tantangan kehidupan di masa mendatang. Selamat hari pers.
M. Anwar
Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini sudah dipublikasikan pada harian ANALISA MEDAN, Tgl 29 Pebruari 2013
Energi Jiwa Raga Kami : Geologi Recources
ENERGI INDONESIA,
JIWA RAGA KAMI
Oleh M. Anwar
Siregar
Energi memainkan
peranan penting bagi kebutuhan manusia, dan merupakan salah satu unsur yang
menujukkan sebagai tingkatan kemakmuran ekonomi suatu bangsa yang di ukur oleh
peningkatan produk domestik bruto [PDB], energi sangat ini merupakan rantai
yang tidak boleh terputus dan saling terkait satu sama lain serta harus selalu
menjadi jiwa dan raga bagi sebuah Negara seperti Indonesia untuk segala kemajuan
pembangunan.
MENEKAN LIBERALISASI
Kebijakan pemerintah yang berupaya untuk terus
meningkatkan produksi migas selalu terkendala oleh kebijakan yang dibuatnya
sendiri akibat tekanan liberalisasi dan privatisasi semua industri milik negara
yang seharusnya memberikan kebanggaan bangsa, sehingga menghambat kemajuan
pembangunan infrastruktur jaringan energi oleh dorongan kapitalisme. Selain
itu, pemerintah selalu tidak siap tiap mengeluarkan kebijakan energi, yang
tergambarkan oleh tidak konsistensinya dalam memanfaatkan segala potensi yang
ada, proteksi bagi pengembangan potensi yang ada bagi petani dan industri
selalu terabaikan dan fokus pada pencarian/pemburuan ladang-ladang migas yang
ada. Seharusnya kondisi ini dibalik menjadi ke pola membudidayakan energi
dengan memanfaatkan segala keunggulan energi non BBM, menuju pemanfaatan yang lebih
luas bagi penggunaan energi BBN [bahan bakar nabati].
Dari segi ekonomi energi, bahan bakar minyak [BBM] di
Indonesia termasuk terboros dalam pemakaiannya di Asia dan termasuk salah satu
termurah harganya di dunia, sehingga pemanfaatannya selalu memberikan
keuntungan bagi kalangan asing dalam bermain minyak di dalam negeri, mendorong
terjadinya kelangkaan pasokan BBM dalam negeri akibat penyeludupan ke luar
negeri, serta terjadinya penyimpangan distribusi dan ada penimbunan BBM yang
memberikan ruang terbuka terjadinya skandal korupsi.
Dorongan liberalisasi dapat dilihat dari berbagai
upaya untuk menguasai sumber-sumber daya alam di Indonesia antara lain liberalisasi
sektor migas, baik di hulu maupun di hilir, yang telah mulai nampak hasilnya
antara lain kisruh BBM, terjadi kelangkaan pasokan BBM, kurangnya dan
pembatasan kuota subsidi BBM, menjadi Negara pengimpor migas dari sebelumnya
pengekspor migas atau anggota OPEC, terjadinya penurunan cadangan migas sejak
lima tahun kemudian setelah dibuat pengkitiran UU Migas 2001, terbatasnya
pengembangan reservoir migas yang baru akibat dampak dari berlakunya
liberalisasi migas, terjadi akuisisi anak perusahaan migas Pertamina jika ingin
mengikuti tender migas di hilir merupakan bagian kelanjutan dari dampak UU
migas 2001 dan 2002.
Selain liberalisasi migas, pihak asing juga berperan
besar dalam atau berusaha keras menghancurkan ekonomi dengan menekan pentingnya
[pendapat mereka] liberalisasi atau privatisasi BUMN, terlihat dari lepasnya
beberapa perusahaan Negara yaitu Indosat, menguasai saham dibeberapa perusahaan
industri strategis lainnya.
Untuk menekan liberalisasi energi yang menjadi urat
bagi pembangunan dan menguasai hidup rakyat Indonesia wajib di lawan dengan
mengubah paradigma kebijakan pembangunan di sektor energi, bahwa pengelolaan
minyak dan dan gas bumi [Migas] di Indonesia yang berlimpah itu harus dikelola
untuk kepentingan rakyat dengan pengelolaan kepada Negara sesuai dengan bunyi
UUD 1945 pasal 33 ayat1,2,3 yang berfokus dan bermuara kepada kepentingan dan
kesejahteraan rakyat. Pengelolaan yang ada, terutama yang menggunakan
pasal-pasal yang dibuat atas dorongan kapitalisme IMF dan Bank Dunia seharusnya
dihapus, sebab apa yang tercantum LoI IMF tahun 2000 itu bagian dari
penghancuran sumber daya Indonesia khususnya di bidang pertambangan dan energi dengan
terbentuknya UU Migas No 21 tahun 2001 dengan bukti telah terjadinya penguasaan
80 persen sektor hulu migas, sehingga Indonesia hanya mendapatkan sisa-sisa,
dan itupun melalui akuisisi beberapa perusahaan milik Negara seperti Pertamina.
Menekan harga bahan bakar dengan tidak berpedoman
dengan kenaikan harga minyak di pasaran internasional yaitu mengembangkan pola
alternatif energi baru terbarukan, subsidi boleh dikurangi atau di batasi dengan
catatan pemerintah telah memproduksi energi baru terbarukan sebagai energi yang
benar-benar dimanfaatkan untuk segala lini kehidupan rakyat Indonesia, dan pola
subsidi hanya dikhususkan kepada masyarakat yang tidak mampu.
Memberikan kembali kepercayaan kepada perusahaan
Negara untuk mengelolaan sumber-sumber energi dengan memberikan penjualan
termurah kepada rakyat untuk mengurangi beban Negara dan menekan laju
penguasaan sumber daya energi oleh pihak asing, sehingga keuntungan yang dapat
dialihkan pembangunan infratruktur fisik, mendorong pihak asing mengembangkan
pembangunan sektor energi berlandaskan ekonomi kerakyatan selama mereka
memiliki izin dan konsesi pengelolaan sumber daya pertambangan dan energi untuk
kepentingan bangsa Indonesia serta menasionalisasikan beberapa perusahaan asing
untuk kepentingan rakyat Indonesia seperti yang telah dilakukan Presiden
Venezuela, Hugo Chavez yang berani melawan hegemoni barat dalam penguasaan
energi di Negara berkembang.
Segala hal yang menghambat pembangunan energi di Indonesia
harus dituntaskan, dan tidak perlu lagi dukungan pihak asing, agar terbentuk
kemandirian energi, karena energi merupakan jiwa raga bagi kehidupan masyarakat
luas. Untuk itu diperlukan komitmen dan kerja keras dari pemerintah dan segenap
masyarakat luas untuk bersatu melawan kekuatan liberalisme dalam mewujudkan
pembangunan energi alternatif untuk masa depan Indonesia.
JIWA RAGA
Digambarkan
Indonesia memiliki bermacam-macam sumber energi yang merupakan bagian dari jiwa
pembangunan rakyat Indonesia yang tidak boleh di liberalisasikan dan merupakan
sumber hayat hidup bagi seluruh rakyat Indonesia, yang harus diupayakan
dikembangkan, dilestarikan, dan dijaga serta di distribusi secara adil untuk
kepentingan kehidupan umat. Potensi sumber daya energi ini lebih besar daripada
potensi sumber daya migas sebagai berikut ; sumber daya energi alam yaitu panas
bumi dengan jumlah cadangan 27 ribu MW atau 40 persen cadangan panas bumi dunia
ada di Indonesia, sumber daya alam panas matahari memancarkan panas ke bumi
Indonesia mencapai kekuatan hantaran listrik setara 4 bilyun, sumber daya
energi angin yang mampu menghasilkan tenaga listrik keseluruh daratan dan laut
Indonesia dapat menghasilkan 100 ribu megawatt, sumber daya air hidro dan mini
hidro yang dapat menghasilkan kekuatan hantaran listrik sebesar 100.000
megawatt dari seluruh potens sumber daya air yang ada diseluruh wilayah
Indonesia serta sumber daya nabati yaitu biomassa dengan kapasitas mencapai 100
juta ton per tahun, bahan bakar biofuel dengan kapasitas mencapai 200-300 juta
kiloliter per tahun, dan sumber daya energi gas terbesar di dunia.
Dari beberapa
energi tersebut, merupakan bagian dari sumber ketahanan bangsa dalam menghadapi
intervensi kekuatan ekonomi asing di sektor energi yang telah terbukti mampu
memberikan pukulan ekonomi bagi negara kapitalisme akibat boikot migas oleh
negara-negara Arab, yang akan membantu pemerintah dalam mengatasi gejolak
pengadaan kuato BBM, pengurangan impor migas, pemerintah tidak lagi pusing jika
mengalami tekanan akibat lonjakan harga minyak di pasaran internasional oleh
berbagai krisis. Pemerintah tidak perlu lagi mengalami tekanan keamanan dan
politik gonjang-ganjing di dalam negeri akibat unjuk rasa yang sering berakhir
dengan anarkis dan Pemerintah bisa lebih menajam fokus pembangunan di dalam
negeri.
Di masa mendatang, energi-energi non fosil akan
memberi sumbangan yang sangat signifikan bagi keberlangsungan pembangunan
ekonomi dan fisik serta karakter bangsa yang memanfaatkan sumberdaya alam dalam
negeri serta berbagai keberlangsungan kehidupan di bumi Indonesia.
Sebab, mengingat kondisi lahan dan iklim yang sangat mendukung yang terlihat
dari kehidupan agraris dan kehutanan maka pengembangan energi ramah lingkungan
dijadikan sebagai diversifikasi dan konservasi energi unggulan yang harus di
kedepankan, dan bukan lagi energi terpinggirkan ataupun dialternatifkan.
Belajar dari kesalahan pengelolaan energi, maka
rakyat Indonesia harus bangkit untuk menekan segala agresif liberalisasi kekuatan
energi untuk menuju bangsa yang mandiri energi, karena energi adalah kekuatan
jiwa raga kita dalam membangun bangsa menuju kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata
Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer, Tulisan ini sudah diterbitkan pada Harian ANALISA MEDAN Tgl 29 Mei 2013
Hari Hutan Gundul : Geologi Lingkungan
PENTINGKAH HARI HUTAN JIKA
MASIH GUNDUL
Oleh : M. Anwar Siregar
Gambar : sebagian hutan yang secara bertahap akan mengalami penggundulan, akibat pembukaan lahan perkebunan dan penambangan pasir untuk penimbunan badan jalan dalam suatu areal perkebunan dan perusahaan pertambangan sehingga daya dukung lingkunganya mengalami penurunan
Daya dukung
lingkungan hutan Indonesia telah mengalami penurunan tajam, petaka yang terjadi
akibat kebusukan nurani manusia dalam mengeksplorasi segala sumber daya hutan
yang terbatas dalam mengejar pencapaian ekonomi melalui penghancuran hutan,
sehingga dalam sepeuluh tahun terakhir ini Indonesia sering mengalami bencana
banjir, dengan gerakan tanah yang silih berganti berdatangan. Indonesia
membutuhkan dana yang luar biasa untuk membangun kembali kehancuran tatanan
lingkungan geologinya.
Gambar 2 : Penggundulan hutan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan perluasan perkebunan yang mencapai ratusan hektar (Dok Foto Penulis, 2012)
TAMAN HUTAN
Diperkirakan taman
hutan lahan basah didaratan Sumatera, telah mendekati sakaratul maut, tergambarkan
dari luas yang hutan yang ada di Sumatera antara lain tinggal 1 juta hektar
hutan yang berada di Jambi, hutan asli Sumatera Utara kini tersisa 80.000
hektar. Hutan Bengkulu kini tinggal 1,4 juta, kehilangan setiap tahun 80.000
hektar bukan disebabkan oleh gempa-gempa sering berlangsung di wilayah Bengkulu
tetapi oleh penghancuran ilegal logging, begitu juga hutan asli di wilayah
Sumatera Selatan sekitar 50.000 hektar dengan total seluruhnya ada 1,7 juta
hektar, atau ada kerusakan hutan mencapai 2,8 juta hektar atau kerugian
Indonesia dalam setahun mencapai 30-45 triliun rupiah atau seluas negeri Swiss,
dalam lima tahun Indonesia mengalami kerugian mencapai 180 triliun rupiah, (berbagai
sumber).
Penyebab lainnya,
pembangunan jalan untuk truk-truk berat di dalam taman hutan dengan melakukan
penghancuran ekosistim tanah bumi yang sudah disesuaikan karakteristik oleh
alam untuk berbagai flora dan fauna yang terbentuk secara alamiah, perusakan
daerah aliran sungai dengan pembuangan limbah-limbah beracun di dalam taman
hutan terutama di daerah pendalaman, menggali kedalaman tanah hutan yang
mengandung unsur-unsur perlapisan permeabilitas air atau tanah pembawa air,
terjadi banjir oleh deforestasi tanah yang tidak memiliki kemampuan untuk
menahan laju air bawah tanah.
Dari gambaran
kehancuran hutan tersebut, maka kini kota-kota di Sumatera tahun 2013 seperti di
Jambi, Sumsel, Sumbar dan Sumatera Utara khususnya di Medan, Tebing Tinggi,
Madina serta Palas“menikmati” banjir silih berganti berdatangan.
PETAKA GEOSFER
Semakin kuat bukti
ilmiah menunjukkan bahwa pemanasan global di atmosfer bumi (geosfer) pada lapiasan
ozon disebabkan oleh kecenderungan dari penggunaan gas-gas ataupun bahan-bahan
yang mengandung zat kimia dan radioaktivitas nuklir yang terus menerus
meningkat oleh manusia sehingga bumi semakin coklat dan hitam dipermukaan
angkasa, menumpuk dan menghalangi radiasi panas matahari yang seharusnya
dikembalikan ke angkasa, pada akhirnya mengalami penipisan/pelubangan yang
meluas. Dan hutan di bumi ini semakin terbatas dalam menyerap energi beracun
untuk di”daur ulang” sehingga lapisan ozon seluas benua Eropa.
Efek emisi dari
pembuangan gas yang terendapkan di atmosfir bisa mencapai usia 50-200 tahun
untuk karbon dioksida, 12 tahun untuk methana dan 114 tahun untuk nitrogen
oksida. Emisi-emisi ini selanjutnya membentuk selubung bumi semakin tebal,
membuat temperatur Bumi semakin naik 2oC berlangsung dalam kurun 40
tahun mendatang, keturunan dari efek emisi adalah peningkatan suhu air dan
kenaikan permukaan air laut karena terjadinya pencairan salju es di puncak
gunung es di kutub selatan, berkurangnya ketinggian ladang es di puncak gunung
Klimanjaro di Afrika Timur dan Jayawijaya di Papua, dapat menenggelamkan Medan,
Batam dan Singapura karena memiliki ketinggian 25 meter dari permukaan laut
dengan kenaikan air laut menjadi 10-20 cm per tahun. Sirkulasi di atmosfir
berubah tajam mempengaruhi pola cuaca dunia. Musim panen tidak pasti, banyak
korban kelaparan. Terganggunya sistim produktivitas hewan yang pada akhirnya
juga menimbulkan berbagai penyakit kulit dan kanker ganas pada manusia, semua
disebabkan oleh faktor penggundulan hutan.
PENTINGKAH HARI HUTAN
Masyarakat harus sadar sekarang bahwa bencana
longsor, dan banjir sebenar tidak menakutkan apabila masyarakat benar-benar
paham dimana mereka beraktivitas, dimana mereka tinggal serta memahami tata
ruang yang menyusun bentangalam hutan dari ancaman bencana geologi dan
hidrometeorologi.
Masyarakat harus sadar sekarang, dan masyarakat
yang berada di pesisir yang rawan bencana tsunami perlu diingatkan agar tidak menggunduli
hutan-hutan mangrove begitu juga di pendalaman, karena masih ada saja ulah
masyarakat yang mengambil dan memperdagangkan ataupun merusak sumber daya
hayati yang terbatas secara illegal sehingga ketika terjadi bencana menjadi
sangat rawan bagi kehidupan. Bencana banjir di Aceh, di Madina, Jakarta serta
Medan karena ketidakadaan hutan-hutan yang berfungsi sebagai keseimbangan alam,
mengakibatkan kerugian finansial yang sangat mahal akibat kebodohan tersebut.
Jadi. Apakah masih urgensi bila setiap tahun
diadakah peringatan hari Hutan 22 Maret jika masih ditemukan pembalakan,
pembakaran dan penggundulan hutan di Indonesia? Dan tema-tema hari raya hutan
yang selalu menganjurkan untuk mencintai dan menjaga kelestarian hutan dimaknai
dalam sehari saja? Pepatah nenak moyang “satu hilang seribu tumbuh berganti”
hanya berlaku jika ada tunas harapan bangsa yang wafat, tetapi untuk marwah
kehidupan hutan kebalikan, yang ada hancurkan sepuas-puasnya baru adakan
gerakan tanam pohon sejuta, sehingga timbullah kompleksitas bencana beranak
pinak sehingga akar permasalahan semakin susah di “obati”, itulah yang terjadi
di negeriku. Disinilah diperlukan gerakan moral untuk mengatasi penyakit
bencana,
KEBAIKAN MORAL
Allah berfirman “Berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah mencari kesempatan melakukan kerusakan dimuka Bumi
ini. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang melakukan kerusakan” (QS.
Al-Qashash: 77). Bencana yang terjadi bukan disebabkan oleh alam melainkan
ulah manusia yang sering merusak hutan sehingga kita liha di negeri ini sering
terjadi musibah bencana, pembangunan yang dilakukan lebih difokus pada
orientasi bisnis dan peningkatan sumber-sumber hidup pribadi alias
mengguritanya korupsi.
Allah sudah
memperingatkan kita melalui firmanNya “Dan
jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah dinegeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi
mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. Maka sudah sepantasnya berlaku
terhadapnya perkataan (ketentuan Kami). Kemudian Kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya (QS.Al-Israa : 16). Manusia harus menjaga keselarasan
lingkungan bumi, namun manusia selalu lupa diri yang mengantarkan kepada
kesombongan sehingga berbuat maksiat terhadap kondisi bumi, telah membuat bumi
menjadi murka. “Sesungguhnya, makhluk-ku
bumi ingin sekali menelan manusia karena kemaksiatan yang mereka lakukan. Tapi
semua itu tertahan karena masih ada hamba-hamba Allah yang berzikir pada pagi
dan malam”.
Dari kutipan
Firman Allah tersebut, diperlukan gerakan kebaikan moral masyarakat dalam
memanfaatkan hasil sumber daya bumi untuk menyelamatkan kerusakan Hutan Bumi
“dari kesakitan yang panjang” di Indonesia, gerakan kebaikan moral dapat
dimulai dari langkah pertama, tidak
membeli produk olahan hutan dari hasil illegal logging (harus bertanya), yang
merusak hutan karena hutan sebagai sumber daya alam yang memegang peranan
penting dalam pengawetan tanah dan pengaturan geologi tata ruang air
(geohidrologi), untuk mencegah gangguan sirkulasi air agar kandungan CO2
di udara dan kehidupan hidrologis tidak menurun. Kedua, menjadikan hutan sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi
kesehatan manusia seperti pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan penyembuhan
natural (herbal) yang kini telah terasa manfaatnya untuk penyembuhan berbagai
penyakit.
Ketiga, gerakan moral dari pemerintah dan stake holder untuk lebih tegas
menjalankan pembangunan kehutanan dengan memperlakukan hutan bumi sebagai
sumber daya terbatas dan penting bagi keseimbangan dan kehidupan di Bumi. Tegas
menjalankan peraturan hukum dan perizinan HPH sesuai dengan luas konsesi yang
diberikan serta melakukan pembinaan moral aparatur untuk menghindari becking
illegal logging.
Keempat, bentuk konkret dari politik manusia
terhadap lingkungan pemanfaatan SDA hutan di bumi, yaitu politik kebijakan
pelestarian hutan alam dapat dimulai dari tindakan-tindakan pencegahan
komprehensif dan kebijakan ekonomi keadilan dengan lingkungan.
M. Anwar Siregar
Geologist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan-Energi Geosfer, Tulisan ini sudah dimuat di Harian ANALISA Medan
14 Mei 2013
Sumut Belum Tangguh : Geologi Disaster
SUMUT
BELUM TANGGUH MENGHADAPI BENCANA
Oleh
M. Anwar Siregar
Ketika terjadi bencana lingkungan, masyarakat
mudah mengalami kepanikan, mudah termakan isu-isu akan terjadinya bencana gempa
dan tsunami, tingkat kesadaran masyarakat ketika terjadi bencana masih sangat
rendah, sehingga situasi tersebut mudah dimanfaatkan oknum yang tidak
bertanggung jawab, menimbulkan euphoria ketakutan dan masing-masing tidak ada
lagi rasa solidaritas, semuanya ingin menyelamatkan diri dan malas belajar
untuk memahami mitigasi dan kearifan alam, sosialisasi daerah bencana serta
simulasi bencana jadinya tidak sesuai yang diharapkan.
ANCAMAN MENTAWAI
Siapkah masyarakat
Sumut dalam menghadapi kegetiran bencana yang lebih dahsyat, dalam menghadapi alam
keganasan gempa dari seberang pulau Sumatera melalui getaran seismik dengan
sentakan keras dentuman di dalam bumi bagaikan gebukan drummer oleh Lempeng
Indo-Australia (yang membenturkan) ke tubuh Lempeng Sumatera (Eurasia) yang
dianggap sebagai yang “digebuk”, sebagai persembahan pahit dari Mentawai?
Gempa Sumatera
Barat 30 September 2009, gempa Mentawai Oktober 2010, gempa Simeulue Januari 2012 dan gempa Pidie Januari
2013 merupakan gempa dengan titik bidik yang lebih kuat di tujukan ke tata
ruang kota-kota besar di Sumatera Utara di bagian barat yang memiliki kontur
topografi yang rendah dimasa mendatang. Dalam rentang empat tahun kejadian
gempa, ancaman gempa Mentawai belumlah final, melainkan masih dalam taraf
pemanasan, diperkirakan sebelum tahun 2033, siklus pelepasan energi yang hebat
sebenarnya menunggu waktu, Dengan kata lainnya, periode kegempaan di Mentawai
relatif masih ada karena kemampuan menyimpan energi lebih tinggi. Yang terendah
adalah kepulauan Batu diantara Nias dan Siberut dengan daya menahan dibawah 30
persen. Karena daerah itu tidak ada pengumpulan energi gempa. Ini ditunjukkan
oleh frekuensi gempa yang banyak namun intensitas rendah.
BELUM TANGGUH
Dalam rentang
waktu itu pemerintah kota/kabupaten di Sumatera Utara sebaiknya mempersiapkan
tata ruang pesisir yang berbasis kegempaan lokal dan sudah seharusnya
meningkatkan kewaspadaan dini karena masih ada waktu, sebab setiap berulang
gempa besar di Patahan Mentawai maka ada efek relaksasi bumi yang berupa
pengangkatan pulau di Sumatera dan penurunan permukaan pantai ataupun batimetri
kelautan pulau-pulau vulkanik di utara Mentawai atau juga pengangkatan pulau
Mentawai itu sendiri mencapai sekitar 2 meter.
Lihatlah dampaknya
dimasa kini sebagai gambaran di masa mendatang, dimana-mana dalam tata ruang
lingkungan dalam suatu kota di Sumut mudah ditemukan “kubangan banjir”, ancaman
penggusuran dan “tata ruang kumuh”, lokasi penyakit lingkungan, kebakaran,
longsoran tanah dan lain-lain. Jadinya Sumut sepertinya akan mengikuti Sumbar
sebagai “ladang korban maut yang besar”,
Bila dilihat dari
sebaran jumlah penduduk yang mendiami Pantai Barat Sumatera, maka urutan
teratas dalam jumlah korban besar di mulai dari Kota Padang dengan penduduk
yang padat (900 ribu jiwa) memiliki resiko yang sangat tinggi jika tsunami
besar terjadi. Bandingkan dengan populasi Aceh sebelum tsunami yang kira-kira
400 ribu jiwa dimana pada tahun 2004 gempa berkekuatan 9.2 membangkitkan
tsunami dan menelan korban jiwa hampir 130 ribu orang. Lalu disusul Kota di
Sibolga-Tapteng dengan kepadatan penduduk telah mencapai lebih 300.000 jiwa,
kota di Kabupaten Mandailing Natal dengan kepadatan penduduk mencapai 150 ribu
jiwa, kota di Punggung Bukit Barisan hingga menurun ke Pantai Timur Sumatera
mencapai 7 juta jiwa lebih. Jangan menunggu bencana datang, siapkan tata ruang
tangguh sekarang.
KEARIFAN MASYARAKAT
Berbagai kasus
bencana akibat keteledoran dan tumpah tindih kelembagaan riset serta kemampuan
sumber daya manusia dalam mengimpulsasikan serta mengimplementasikan
perencanaan pembangunan tata ruang masih diperparah juga oleh perilaku esensi
sikap kritis para elite dalam memahami berbagai persoalan bancana yang melanda
bangsa ini terutama menyangkut sikap dalam pemahaman kondisi lokal yang
berhubungan kondisi lingkungan yang belum juga menjadi bagian dari religiusitas
kehidupan karena masih ada saja masyarakat beranggapan bahwa lingkungan hutan
dan laut bumi dapat kembali ke wujud semula.
Masyarakat Sumatera Utara masih perlu diingatkan
dan sadarkan untuk memahami kearifan alam bahwa mereka tinggal di kawasan yang
rentan bencana, kearifan masyarakat sangat diperlukan terutama mengubah kultur
atau budaya yang harus diarahkan agar masyarakat saip-siaga terhadap bencana
alam. Masyarakat Sumut harus menyingkapi hal tersebut secara serius ancaman bahaya
gempa dan tsunami serta banjir karena posisi Indonesia yang rentan bencana
alam. Masyarakat Sumut harus memahami juga standar prosedur tetap jika tinggal
di kawasan rawan bencana. Namun hal ini belum menunjukan budaya siaga bencana,
dengan kata lainnya masyarakat Sumut belum tangguh menghadapi berncana alam.
SOP MANDIRI
Pemberdayaan masyarakat dengan tujuan agar
masyarakat selalu siap dan waspada apabila sewaktu-waktu terjadi bencana sangat
penting. Masyarakat publik Sumut perlu dipersiapkan secara berkala agar benar-benar
siap-siaga terhadap bencana dan salah satunya dengan cara melakukan pelatihan.
Dan menyusun suatu program SOP dan edukasi massal,
apa itu gempa (dan bencana alam lainnya), bagaimana mitigasi bencana, serta
apa-apa yang harus dilakukan. Edukasi ini mulai dilakukan di tingkat sekolah dasar
sampai dengan pendidikan tinggi. Jika ini dilakukan, maka akan memberikan
kesadaran kolektif, serta kompetensi kolektif kepada masyarakat mengenai
mitigasi bencana, dan ujung-ujungnya jika terjadi bencana, jumlah korban bisa diminimalkan.
Pemerintah daerah Sumut seharusnya sudah
membiasakan masyarakatnya berlatih dan simulasi bencana 4 kali per triwulan dan
bukan 1 kali dalam setahun, bertujuan mengendalikan kepanikan dan isu-isu bisa
diredam. Hal ini menyebab kenapa masih banyak masyarakat belum tergerak untuk
proaktif mengikuti program pelatihan simulasi bencana dan banyak belum patuh
pada ketaatan terhadap daerah bencana yang sudah disosialisasikan, lihatlah
pemaksaan masyarakat pada evakuasi letusan gunung berapi dan diakibatkan juga
oleh ketidakadaan SOP mandiri dan kontigensi planning gunungapi.
Pemerintah di tiap Kabupaten di Sumatera Utara
ternyata banyak belum memiliki standart operating procedure [SOP] atau standar
prosedur tetap [protap] koordinasi dalam mitigasi berbagai bencana alam dan
penataan ruang yang berwawasan lingkungan, RTRW yang ada juga belum
menyesuaikan kondisi existing yang sebenarnya dengan kondisi karakteristik
geologi tiap daerah di Sumut. Sumut termasuk sekian propinsi di Indonesia tidak
memiliki standar baku SOP baik untuk gempa, tsunami, letusan gunungapi, gerakan tanah dan banjir.
RESCUE SAR
Di Jepang,
pengenalan tsunami dan latihan cara menyelamatkan diri berlangsung teratur di
sekolah dan kelompok masyarakat, tetapi di Indonesia tidak berlaku dan jarang
diadakan secara kontinu, yang ada terasa seperti acara seremonial yang banyak
menghabiskan waktu dan dana yang sebenarnya sangat berguna untuk mengantisipasi
berbagai jenis bencana geologi. Hal ini menyebabkan mengapa begitu banyaknya korban
gempa masih terjadi sehingga bumi Indonesia masih bergelimangan nyawa yang
meninggal dengan kesedihan yang luar biasa.
Pelatihan mitigasi
berbasis masyarakat adalah pelatihan yang dapat dimanfaatkan dan diikutkan
serta dalam kelompok yang lebih luas di mulai dari tingkatan terbawah yaitu
keluruhan atau Desa yang berdekatan di lokasi daerah rawan bencana, pembiayaan
Tim rescue atau SAR dapat dilakukan secara mandiri atau swadaya dalam meningkatkan
pengetahuan sumber daya masyarakat untuk meningkatkan kapasitas daya tahan
dalam menghadapi bencana dengan koordinasi dan terstruktur dengan jelas di BNPB
atau BPBD untuk mengatasi permasalahan mitigasi bencana baik dari segi aturan
kontigensi SOP maupun penyelamatan koordinasi, sehinggga akan tergambarkan sebuah
perencanaan dan koordinasi SOP mandiri di lapangan. Hal ini juga dapat menekan
korban apabila bantuan SAR belum tiba dan mengupayakan kelancaran tim SAR jika
tiba di lapangan.
Ada baiknya
masyarakat Sumut meningkatkan kualitas diri melalui berbagai pengatahuan dan
mendorong pemerintah meningkatkan pengetahuan mitigasi, SOP, dan pengenalan EWS
agar tidak “gagap” dalam menghadapi bencana. Sumut benar-benar belum tangguh
menghadapi bencana unirversal.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan
Energi-Geosfer, Diterbitkan HARIAN ANALISA MEDAN, Maret 2013
Dilema Panas Bumi : Geologi Recources
DILEMA TDL DAN PANAS BUMI
Oleh M. Anwar Siregar
Kebijakan
pemerintah tentang kebutuhan energi untuk pembangkit listrik dan transportasi,
merupakan kebijakan yang tidak elok di mata masyarakat karena akan sering berdampak
luas terhadap kepentingan masyarakat, dipastikan akan ada kenaikan sembako dan
TDL, keduanya seperti “kekasih” yang tidak terpisahkan
DILEMA
Investasi
pembangunan ketenagalistrikan untuk beberapa daerah yang belum dialiri listrik
hingga ke tahun ini membutuhkan pembangunan jaringan tegangan listrik rendah
sepanjang 6.200 km dan 25.495 km jaringan listrik tegangan menengah. Dari sebaran
panjang jaringan listrik tersebut memerlukan biaya investasi yang besar.
Permasalahannya
adalah iklim investasi energi listrik non fosil yang dapat mengurangi
kesenjangan energi listrik seperti panas bumi mengalami dilema karena kebijakan
pemerintah, menghambat laju investasi dengan rendahnya insentif yang diberikan
dengan menetapkan harga pembelian pabum seharga 4,5 sen dollar AS per kWh dari
harga yang layak 16-21 sen dollar ditingkat pasaran internasional [data tahun
2012] sehingga eksplorasi pabum tidak menunjukan investasi yang signifikan
karena modal balik didapat investor sangat jauh dari dana investasi yang
dikeluarkan, dapat mencapai 6-7 juta dollar US dengan tingkat keberhasilan 50
persen untuk satu dari dua sumur yang diuji sehingga dapat menghasilkan geologi
produksi untuk sumber pembangkit listrik dari panas bumi. Hasil dari
keberhasilan tersebut dilanjutkan lagi pembangunan pemipaan dan instalasi pembangkit
listrik geothermal dengan modal dasar diperkirakan antara 1-2,5 juta dollar US
per GW
Untuk
mengatasi kelangkaan dan dilema energi dari minyak dan gas bumi, pemerintah harus
mengubah paradigma dalam menarik investasi dengan memberi insentif bagi investor
pabum yaitu memberikan kebebasan pajak gratis selama masa tahap penelitian, pengembangan,
pembangunan fisik hingga ketika tahap produksi, yaitu membebaskan semua jenis pajak
pembangunan dan ketika masa produksi baru dikutip biaya pajak dengan besarnya
sudah diatur sesuai peraturan yang ditentukan pemerintah, hal ini akan
mendorong pembangunan energi alternatif semakin cepat dan memberikan kelapangan
kerja yang pasti.
Bukan cara
seperti sekarang, dimana pihak investor terlebih dulu dikutip biaya-biaya yang
resmi dan tidak resmi, target produksi belum jelas, kepastian usaha
keberhasilan atau balik modal belum jelas, sehingga memberatkan pihak investor,
karena banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, antara lain, kondisi politik, kebijakan
ekonomi dalam dan luar negeri, serta krisis ekonomi global.
Pemerintah
harus mengubah iklim investasi panas bumi dengan memberikan dukungan politik
yang kuat agar dapat bersaing sehingga para investor asing dan dalam negeri
dapat mengembangkan eksplorasi dan eksploitasi pabum untuk mengatasi krisis
energi listrik. Serta target kebutuhan energi pabum sebesar 6.000 hingga tahun
2020 dapat direalisasi karena target 3.500 MW hingga ke tahun 2012 belum
terealisasi disebab iklim investasi dan pajak dari pengembangan lapangan pabum bisa
mencapai 43 persen yang berlaku sejak investor memulai kegiatan eksplorasi.
MASSALKAN
Kenaikan Tarif
Dasar Listrik (TDL) akan memberatkan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah
dan menimbulkan dilematis karena kebijakan pemerintah yang masih setengah hati
meregulasi produksi massal potensi energi non fosil, maka pemerintah harus melepaskan
ketergantungan pada BBM fosil untuk pasokan energi listrik diantara beberapa
energi terbarukan yaitu energi panas bumi (pabum), energi yang terpendam dalam
perut bumi Indonesia dengan kapasitas cadangan mencapai 219 juta BOE atau 27
GW, setara dengan 27.000 Mega Watt (MW) atau sekitar 40 persen dari kapasitas
cadangan panas bumi dunia. Namun penggunaan terpasang energi pabum baru
mencapai sekiatar 4,2 persen atau 1.189 Megawatt
electric (MWe), atau
saat ini 800 MW. Dan Indonesia baru dapat memproduksi 240 MW ke rumah dari
cadangan pabum sebesar 27.000 MW, dan membutuhkan investasi pengembangan energi
sebesar 3.500 MW hingga pada tahun 2012,
namun target itu terasa berat direalisasi karena faktor iklim investasi energi.
Sangat
tragis sekali mengingat potensi sebesar itu belum maksimal memberikan
kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, malah memberikan lagi dilema bagi
energi-energi alternatif selain panas bumi, yaitu energi Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Pembangkit
Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistim Bendul (PLTGL-SB), Pembangkit Listrik
Tenaga Gelombang Angin/kincir angin (PLTGA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
dari gambut. Pembangkit Listrik Panas Air laut, dan Biodisel dari tanaman hijau
serta berbagai penemuan energi terbarukan oleh putra-putri terbaik bangsa.
Investasi energi
alternatif perlu di regulasi massal bagi kepentingan yang luas untuk peningkatan
dan penyerapan lapangan kerja baru dan memberikan bantuan regulasi paten hasil
penemuan energi terbaru non hayati di berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia yang
telah siap diproduksi dalam jumlah besar serta menghilangkan liberalisasi migas,
yang merupakan pesanan pihak luar, menyebabkan kekisruhan BBM, sering
menyebabkan antrian panjang di beberapa SPBU, ada selalu ketegangan di
masyarakat sehingga tidak terus menerus menggeroti berbagai kebijakan
undang-undang Migas yang sudah sangat jelas merugikan Indonesia.
M. Anwar Siregar
Geologist-Enviromentalist, Pemerhati
Masalah Tata Ruang-Lingkungan dan Energi-Geosfer. Diterbitkan HARIAN MEDAN BISNIS Bulan Februari 2013
|
2 Apr 2013
Etika Pembangunan Banjir Madina : Geologi Lingkungan :
BANJIR MADINA, DAMPAK ETIKA
PEMBANGUNAN
Oleh M. Anwar Siregar
Bencana banjir di Madina
[Mandailing Natal] merupakan kejadian yang berlangsung setiap tahun, seperti
hal pada kejadian banjir di Jakarta. Banjir di Madina lokasi kejadian ada
kalanya di tempat yang sama, bahwa hilangnya keseimbangan alam dapat terjadi
dan dipengaruhi oleh kegiatan manusia, sehingga menimbulkan bencana alam
banjir. Contoh yang paling jelas dan sudah banyak diketahui tetapi masih
berulangkali dilakukan yaitu penebangan hutan akibat ilegal mining yang
semena-mena dengan menganggap hutan sebagai sumber daya tidak terbatas.
BANJIR MADINA
Terkait dengan
proses-proses yang menyebabkan banjir di Madina, tidak terlepas akibat dari
gangguan tata ruang siklus geohidrologi yang lebih dominan terjadi akibat
perubahan pola ruang hutan di sisi hulu, yang ditimbulkan dari berbagai
aktivitas fisik terutama oleh intervensi dari manusia dapat menyebabkan bencana
banjir, merupakan suatu peristiwa di mana air meluap ke daratan lebih rendah hingga
mendekati daratan yang tinggi dengan batas tertentu, menyebabkan dan
menimbulkan kerugian fisik dan berdampak pada bidang sosial dan ekonomi.
Banjir yang terjadi
di Madina antara lain beralih fungsinya hulu DAS menjadi kawasan hunian kumuh
oleh pertambangan tradisional, yaitu sebagai wilayah fungsi peresapan dan
wilayah pengatusan [dranaise], sehingga menimbulkan banjir-banjir lokal karena
tersumbatnya saluran drainase sungai oleh timbunan tanah dan terbawa ke muara
sungai, galian-galian tambang dangkal di sekitar bantaran sungai yang tidak
kunjung selesai oleh kegiatan pertambangan illegal yang menimbulkan longsoran
tanah yang dilakukan dengan aktivitas yang tinggi dan rutinutas.
Beralih fungsinya
kawasan resapan air di hulu hutan oleh berbagai peruntukkan, yang berperan
penting dalam siklus hidrologi di suatu DAS, ketika terjadi hujan maka banjir
merata di semua tempat dengan intensitas yang tinggi, vegetasi penutup yang ada
tidak lagi mampu mengendalikan aliran permukaan dan di dukung geologi topografi
terjal di daerah hulu yang berubah menjadi datar di daerah hilir sehingga
menjadi sangat responsibilitas dalam mengalirkan aliran permukaan, menyebabkan
banjir dan meluap menggenangi daerah sekitarnya, dapat dilihat di sekitar
daerah pertambangan lokal di berbagai kawasan di Madina.
Peningkatan
pertumbuhan penduduk Madina ke hulu sejak terbentuk menjadi Kabupaten adalah
salah satu faktor perusak sistim tatanan aliran sungai dengan beralih fungsinya
tata guna lahan pada lereng hutan yang terjal sebagai kawasan resapan akibat
dampak pertambangan terutama penemuan bahan tambang emas disis hulu dan hilir
sungai, serta ditemukan endapan timah hitan di daerah hutan terutama pada
morfologi agak terjal. Maka akhir dari perilaku ini adalah terjadinya penderasan
air menuju ke daratan rendah, tak terbendung dan menimbulkan bencana banjir
bandang tiap tahun
DAMPAK ETIKA
Yang membuat
semakin rawan kondisi banjir di Madina adalah dorongan kuat dalam pemanfaatan
kondisi alam akibat egosntris diri dalam memanfaatkan potensi sumber daya
geologi pertambangan dan kehutanan dalam menjaga harmonisasi dengan alam akibat
rasionalistas kebutuhan ekonomi manusia di Madina dalam bentuk kehidupan
konsumtif pembangunan sehingga daerah yang telah diidentifikasi sebagai
keseimbangan alam berakhir pada kondisi alam murka, memberikan pembalasan
akibat kesombongan dan keserakahan manusia dalam mengeksploitasi sumber-sumber
daya geologi yang terbatas.
Contoh kasus
bencana banjir serupa banyak ditemukan, masih berlangsung dan selalu hadir
dalam ruang kehidupan masyarakat, yaitu di kawasan Puncak [Jawa Barat] berubah
menjadi hunian elite, kawasan inti kota di Medan menjadi kawasan
heritage-kuliner, kawasan Pantai di Padang berubah menjadi lokasi perhotelan
tanpa perisai, faktor dorongan komoditas dengan mengorbankan daerah hijau
sebagai keseimbangan alam itulah penyebab kondisi banjir musiman yang terjadi
di Madina 2013 dan diperparah oleh ketidakmampuan menyiapkan pembangunan suatu
tata ruang yang ideal bagi sebuah kota yang aman, menata kelestarian ruang
ekologi banjir, membangun sumber daya geo-biodiversity serta menegakan aturan
zonasi fisik sehingga meninggalkan gangguan tragedy of common setiap
tahun di masa mendatang.
Keadaan ini masih
diperparah dengan rendahnya etika kesadaran masyarakat akan pentingnya
kelestarian RTH oleh berbagai latar belakang pendidikan yang tinggi dan mereka
pasti paham arti pentingnya sistim ekologi hijau di daerah hulu yang menjadi
basis pertambangan illegal sebagai pengendali banjir, yang justrunya
menunjukkan ego kepentingan penyebab utama kerusakan lingkungan, tingkat laku
dapat diperlihatkan oleh penghancuran hutan lindung, perkebunan dan persawahan,
namun dianggap “angin lalu” dengan prinsip keuntungan bisnis lebih dulu dan
kerugian alam urusan belakangan di pikirkan. Itulah yang terjadi di Madina,
bahwa pelajaran bencana banjir 2011 dan 2012 belum di refleksikan dalam
kehidupan harmonisasi dengan alam.
Perlu diingat,
kondisi tata ruang kehidupan masyarakat di Madina termasuk paling rentan
menimbulkan berbagai kerawanan dan menyebabkan ancaman bencana, sikap egosentris
masih dapat dilihat dari kondisi pertumbuhan sosial ekonomi kehidupan masyarakat
dalam tata ruang yang telah direncanakan lebih berorientasi pada pemusatan
pembangunan di kota, dapat menimbulkan jurang konflik horizontal. Karena wujud
kota hanya ditekankan kepada kemampuan masyarakat yang telah mapan sehingga
tidak akan terpengaruhi perubahan.
Dimana sistim
penunjang hanya berorientasi kepada kalangan masyarakat ekonomi mampu sehingga
menjadikan kota sangat egois, kurang manusiawi dan menimbulkan kecemburuan
sosial, tingkat keamanan berkurang. Dampak ini, mendorong masyarakat kecil
semakin termarginalkan oleh ketidakmampuan mendapatkan sumber kehidupan layak sebagai
kepanjangan ekonomi masyarakat mapan untuk melakukan tindakan illegal mining
berupa penggalian tambang di kawasan dan bantaran ruang banjir seperti di kawasan
hutan dan bantaran hulu dan hilir sungai yang menyebabkan salah satu faktor
penyebab banjir di Madina.
PENGENDALIAN
PEMBANGUNAN
Ada beberapa
introspeksi agar menjadikan wujud etika yang baik dalam membangun tata ruang
banjir di Madina untuk mencegah atau mengurangi korban banjir tahunan antara
lain : pertama, mempertahankan dan meningkatkan lahan pertanian subur menjadi
lahan pertanian abadi sebagai kawasan RTH yang banyak terdapat di jalur-jalur
transportasi antar wilayah [studi kasus di Kec. Batahan dan Siabu]. Kedua,
lokasi pertambangan illegal sebagai satu sumber perusak lingkungan harus
diperketat dan diadakan pendekatan persuasif dan preventif setiap bulan di
lokasi yang mengandung bahan jebakan tambang melalui penggambaran dan
penjabaran kondisi tata ruang kewilayahan
Ketiga, menata
kembali izin pembangunan serta kebijakan
penegakan hukum yang tegas yang harus dipatuhi oleh segenap stake holder,
pemerintah dan masyarakat agar terjadi keserasian peraturan daerah yang telah
ditetapkan bila suatu peruntukan lahan telah ditetapkan sebagai zona kawasan
terbuka hijau sebagai zona sanggahan bencana dan begitu juga sebaliknya sebagai
daerah yang diijinkan untuk kawasan pemukiman.
Keempat,
peningkatan pengetahuan masyarakat yang kurang sadar akan bahaya banjir lingkungan
terus ditingkatkan serta kelima, pemerataan pembangunan untuk semua rakyat
harus menjadi introspeksi bagi pemerintah agar tidak terjadi berbagai konflik
rakyat dengan pemerintah.
Introspeksi ini
perlu dibudayakanh agar efek bencana banjir di Madina dapat dikendalikan dan
peran pemerintah kabupaten agar dapat menekan egosentris etika agar ditemukan
keselarasan, tetapi itu yang terjadi dan berlangsung sampai sekarang, banjir tiada
surut tanpa tahun terlewat, kerugian dan kemiskinan terus bertambah.
M. Anwar Siregar
Geologist, Pemerhati
Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer
Langganan:
Postingan (Atom)
Populer
Laut Indonesia darurat sampah
LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...
-
MENGENAL KEGEMPAAN DI PULAU SUMATERA Oleh : M. ANWAR SIREGAR Suatu gempa bumi yang berarti pelepasan energi secara tiba-tiba, en...
-
MEMBANGUN TATA RUANG KOTA BERKETAHANAN BENCANA Oleh : M. Anwar Siregar Tahun 2007 Indonesia dikejutkan lagi oleh terj...
-
KEARIFAN LOKAL TSUNAMI SEMAKIN MEMUDAR Oleh :. Anwar Siregar Adalah sangat penting menggali kembali kearifan lokal lingkungan serta me...