21 Des 2015

Kutukan Kota Metropolitan

TAJUK PALUEMAS GEOLOG 6


KUTUKAN BANJIR KOTA METROPOLITAN
Beberapa kota di Indonesia sering mengalami banjir tahunan dampak dari kerusakan dan tidak berfungsinya tata ruang yang telah di susun, menimbulkan banyak kawasan kumuh, ruang-ruang terbuka hijau telah mengalami pengurangan dan mengurangi dampak fungsi utamanya yaitu meresapkan air dan menjaga keseimbangan alam lingkungan.
Laju pesat pembangunan fisik di kota besar di Indonesia salah satu yang memungkinkan terjadinya kerusakan lingkungan, imbas dari pencaplokan ruang hijau terbukan dan laju populasi manusia juga turut membuka peluang dalam pengurangan RTH serta urbanisasi yang terus meningkat sehingga kehidupan di perkotaan menjadi padat,
JAKARTA
Ibukota Jakarta dalam beberapa hari ini terus mengalami hujan sehingga beberapa wilayahnya mengalami banjir. Jakarta tidak perlu menunggu tetangga seperti kota Bogor, Bekasi dan Tangeran untuk memperbaiki kondisi tutupan lahan yang telah mengalami perubahan peruntukan di perbatasan wilayah agar tidak mengalirkan air dalam jumlah banyak ke Jakarta.
Usaha perbaikan ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, namun sedikit kalah cepat pembangunan yang dilakukan dibanding hujan yang turun dan adanya musim yang tidak lazim pada beberapa tahun terakhir dampak iklim global di kawasan Asia Tenggara. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi pembangunan resort di tepi pantai, karena tanpa disadari daerah yang dipenuhi oleh bangunan di tepi pantai secara tidak sengaja bertindak sebagai penghalang air untuk mengalir lepas ke laut dan menyebabkan banjir beberapa saat di daerah yang terletak di belakangnya.
Kutukan banjir bagi kota Jakarta sudah di mulai sejak era tahun 1900-an, pembangunan yang “terlambat mengantisipasi ruang hijau dan daerah sanggahan banjir”. Selain itu kondisi tanah Jakarta terus menurun dengan kecepatan 2-6 cm pertahun, Disis utara yang menghadap laut Jawa, telah mengalami perubahan fisik ruang dengan banyaknya dibangun perhotelan dan infrastruktur yang menjorok ke pantai.
MEDAN
Keadaan tersebut diperparah dengan buruknya kondisi perbukitan di sekitar kota Medan seperti di daerah Deli Serdang dan juga Tanah Karo. Pohon yang menjadi pelindung utama agar air bisa terserap dengan baik ke tanah kini sudah hilang entah ke mana. Bukit menjadi gundul dan airpun kini tak bisa diserap oleh tanah dengan sempurna. Akibatnya hujan satu hari saja, kawasan Medan bisa terjadi banjir yang cukup besar. 
Masalah banjir merupakan masalah pemerintah. Bukan masyarakat yang harus membereskan masalah banjir secara pribadi. Banjir di Medan disebabkan gorong-gorong yang tak berfungsi secara optimal, baru ditindak ketika menjelang hujan dan tidak berkelanjutan. Permasalahan banjir dari hulu ke hilir itu mudah masuk ke wilayah kota Medan disebabkan tidak adanya koordinasi antar pemerintah dalam mebidangro.
Pemko Medan terlebih dahulu memperbaiki saluran drainase yang berada di sekitar sungai. Karena seluruh aliran air akan harus bermuara sungai serta memahami faktor fisik tanah setiap daerah yang sering mengalami banjir terutama saluran drainase yang ada di pinggir sungai Deli atau Babura. Dampak banjir dapat teratasi apabila pemerintah  melakukan pengorekan gorong-gorong secara berkelanjutan serta membuat sistem drainase yang sesuai kebutuhan debit air. Dia berpandangan selama ini Pemerintah Kota Medan serta Provinsi Sumatera Utara tak mau membenahi sistem drainase.
BANDUNG
Bandung merupakan kota di Jawa dalam 5 tahun terakhir ini sering berlangganan banjir seperti layaknya mengikuti jejak Jakarta. Yang mengherankan adalah, posisi topografi Bandung berada di kawasan daratan tinggi namun mengapa bisa banjir? Beda dengan Jakarta dan Medan ataupun Semarang serta Surabaya yang berada di daratan nyaris sejajar dengan permukaan air laut. Bandung merupakan kota dengan elevasi yang cukup tinggi yaitu rata-rata sekitar ±768 m di atas permukaan laut rata-rata (dpl) (mean sea level). Daerah utara Kota Bandung pada umumnya lebih tinggi daripada daerah selatan. Rata-rata ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 dpl, sedangkan di bagian selatan adalah ±675 dpl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan yang membuat Bandung menjadi semacam cekungan (Bandung Basin).
Bandung merupakan kota dengan bentuk morfologi yang landai ke daratan rendah dan kelilingi oleh tinggian sebagai Cekungan Bandung. Sehingga memperangkat air hujan atau aliran air mudah di tampung atau berkumpul seperti membentuk danau atau lebih jelas sebagai dari pengendapan danau.
Sering terjadinya banjir, karena jejak pembentuk geomorfologi fisik Bandung merupakan daerah pengendapan danau, dibawah kota Bandung sekarang, lapisan tanahnya merupakan lapisan tanah yang susah menyerap air karena terdiri tanah lempung dan merupakan Danau atau Danau Lempung. Selain disebabkan juga mulai pesatnya pembangunan fisik di Bandung yang terlihat dengan mulai terasa panas suhu udara di kota yang dulu sangat sejuk namun beberapa tahun terakhir ini bandung mulai terasa panas.
SEMARANG
Ketinggian topografi kota Semarang 5 m dpl. Selain posisi yang rendah banyak daerah resapan yang telah berubah fungsi untuk pemukiiman dan pabrik. Bahkan pada kawasan disepanjang pantai Semarang banyak yang ditimbun dengan mengorbankan tambak serta tanaman bakau untuk memperluas bangunanpabrik atau dibuat perumahan.Kota Semarang dengan kondisi topografi yang datar dan rendah di wilayah utara dan yang berupa pegunungan di wilayah selatan menjadikan salah satu penyebab banjir di Semarang. Pada musim penghujan, banjir lebih sering disebabkan oleh banjir kiriman yang terjadi karena lahan hulunya menerima hujan besar yang mengalir kedaerah hilirnya. Sedangkan pada musim kemarau, banjir lebih disebabkan oleh adanyaair laut pasang yang lebih populer disebut rob. Banjir rob adalah banjir akibat muka air laut sama dengan atau bahkan melebihi tinggi elevasinya terhadap suatu daerah,sehingga pada waktu pasang terjadi genangan, baik di aliran sungai maupun pada daerah rendah. Kota Semarang bagian utara memiliki beberapa daerah yang rawan terhadap rob, karena rata-rata ketinggian muka air tanahnya tidak berbeda jauh dengan permukaan air laut. Genangan ini tidak hanya terjadi pada saat musim hujan, melainkan juga terjadi pada saat tidak turun hujan yaitu akibat rob atau pasang air laut. Air pasang tersebut dapat menggenang akibat adanya kontak dengan daratan melalui sungai atau saluran yang bermuara ke pantai. Dimensi saluran yang tidak memadai untuk menampung debit air hujan, air buangan kota, dan air pasang yang masuk ke sungai menyebabkan air melimpah ke daratan. Genangan yang terjadi di daerah yang tidak produktif tidak menimbulkan masalah, tetapi untuk daerah yang produktif dapat menimbulkan kerugian (disari dari berbagai sumber pustaka).
MANADO
Manado mudah diterjang banjir dampak dari etika perencanaan tata ruang, akibat eksploitasi tata ruang lingkungan hutan, kawasan lindung dan selain juga dikondisikan oleh tatanan geologi kota Manado yang hampir membentuk cekungan karena 40 persen wilayahnya bertopografi curam diatas tektur ketajaman mencapai 35 derajat dan morfologi kota umumnya diletakan dikawasan rendah sehingga air mudah menuju ke daratan yang lebih rendah dari geomorfologi curam.
Selain bentuk geologi fisik, Kota Manado di perkirakan dibelah atau terdapat sungai aktif yang selama ini menampung air hujan mencapai 20 sungai dan selebih sungai yang hanya “aktif” jika neraca air permukaan sudah melampaui batas kemampuan sungai dalam menampung debit air hujan.
Dari ingatan penulis, ketika masih menetap di Makassar dan Manado, daerah sekitar Manado di era awal 90-an masih banyak terdapat hutan lebat. Mungkin ini salah satu penyebab terjadinya banjir di Manado akibat penggundulan hutan, hilang kawasan resapan air dan berkurang daerah ekologi hijau dan belum terpenuhinya amanah UU tata ruang yang mewajibkan tiap kawasan harus terdapat 30 % RTH.
Faktor lain yang dapat mengancam, tata ruang kota Manado maupun kota Makassar dan Surabaya adalah kondisi daratan langsung menghadap ke lautan, dan dimana wilayah ini sudah berubah peruntukan menjadi daerah resort perhotelan. Tidak ada buffer zone yang berbasis green biodiversity.
Kondisi yang memungkin banjir untuk dapat melaju kencang bagaikan tsunami maut.
PALEMBANG-ACEH
Perubahan  iklim semakin meningkat tajam, telah merosotkan daya dukung lingkungan, banjir di Aceh dipastikan telah merusak tata ruang lingkungan. Aceh dalam 12 tahun terakhir tiada absen menghadapi musibah bencana, mulai dari banjir, longsor, gempa bumi serta mendapat imbas dari bencana kabut asap dari provinsi tetangga. Sedanglam Palembang dikelilingi dan dibelah sungai Musi. kawasan padat pemukiman banyak dan berada di bantaran sungai ini dan tidak jelas lagi batas sempadan hijau sungai yang seharusnya ada selebar antar 15-20 meter.
Seperti halnya kota lain, Palembang bertumbuh kembang di kawasan yang ada arus pelayaran. Sungai-sungai besar yang melewati Palembang, begitu juga kota lainnya tidak ada lagi memiliki kawasan perlindungan setempat dan diubah menjadi kawasan budidaya dan komersil.
Jadi banjir datang melanda kota-kota besar tersebut, maka terjadilah banjir dimana-mana setiap tahun. Sebab : 1, hilang kawasan hijau, 2. berubah peruntukan tata ruang, 3. tidak memenuhi aturan UU tata ruang untuk 30 % RTH, 3. Tata ruang dibelah sungai besar tanpa zone green belt. 5. Lapisan tanah menjadi jenuh dalam menyerap air permukaan. 7. Buruknya drainase perkotaan. 8. tata ruang tidak berbasis geologis air dalam memahami karakter aliran air. 9. Kota dibangun lebih mementingkan kepentingan jangka pendek. 10. Sinkronisasi tata ruang antar kota tidak sinergis. 11. Tingkat kesadaran masyarakat dan stake holder mematuhi aturan UU. 12. Tata ruang berbasis lingkungan belum membumi di Indonesia.
Selamat menikmati bencana banjir tiap tahun jika point-point tersebut diatas tidak diimplementasi dalam paradigma pembangunan tata ruang yang humanis dengan karakteristik tatanan geologi kota.

Paluemasgeolog.







15 Des 2015

Kabut Asap Bodoh



BENCANA KABUT ASAP KEBODOHAN SDM
Oleh M. Anwar Siregar

Isu bencana kabut asap ada kecenderungan belakangan ini semakin kuat mengarah pada digunakannya isu lingkungan hidup sebagai salah satu alat politik dalam interaksi ekonomi dan bisnis global. Oleh karena itu, fenomena WTO (World Trade Organization) dengan seluruh kekuasaannya yang demikian absolute melindungi kepentingan negara-negara maju di Utara telah dan akan membawa dampak yang mengerikan bagi lingkungan hidup. Kecenderungan negara-negara maju seperti Amerika, Kanada dan Jepang serta Norwegia dan Finlandia dengan menekan negara berkembang itu tanpa jelas terhadap Indonesia dalam pengadaan industri kertas dan kelapa sawit, Negara maju tidak menginginkan Indonesia menghentikan pembangunan industri PULP (bubur kertas) dan industri minyak kelapa sawit, Indonesia dianggap tidak memenuhi standart lingkungan di Eropa.
BENCANA ASAP
Apa hubungan bencana asap dengan kebodohan sumber daya manusia? Bencana asap mampu meruntuhkan produktivitas industri dengan terkendalanya peran transportasi logistik. Meningkatnya biaya-biaya ekonomi yang tak terduga, bencana asap mampu membuat pukulan berganda, terjadinya penurunan kesehatan makhluk dan bumi serta sekaligus juga memberikan efek penurunan ekonomi lokal dan berdampak juga pada efek krisis ekonomi global.
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki luas hutan dan luas perkebunan sawit terluas di dunia itu mau tak mau merupakan negara yang ikut andil memberikan sumbangan bencana krisis iklim global, dengan memperparah penghancuran hutan-hutan tropis dan hutan konservasi dengan tidak memperkuat komitmen aturan kebijakan yang telah dibuat ikut tercebur oleh kondisi sistim arus kapitalisme globalisasi.
Keuntungan-keuntungan ekonomi hanya dapat dinikmati oleh segelitir pelaku ekonomi dan pemegang kekuasaan, sedang bencana lebih banyak dialami oleh berbagai lapisan masyarakat global, dapat dilihat dari kejadian bencana kabut asap saat ini bukan rakyat Indonesia saja yang mengalami bencana kabut asap tetapi juga negara tetangga di Asia Tenggara dan sebentar lagi juga akan melintas kabut asap itu ke wilayah Australia Utara dengan  terjadi dampak pembakaran dan terbakarnya hutan-hutan Indonesia diwilayah Tengah dan Timur, hanya demi karena mengejar keuntungan ekonomi. Selain itu sistim kebijakan ekonomi pembangunan tidak berpihak kepada masyarakat akar rumput yang ada disekitar industri perkebunan dan juga merampas hak rakyat, studi kasus ini dapat dilihat didaerah penghasil sumber kabut asap seperti Riau, Jambi, Sumsel dan Kalimantan serta menyusul Papua dan Papua Barat dengan ditemukannya berbagai lokasi titik hot spot di kedua provinsi tersebut.
Gambar : Dampak Kabut Asap, jalanan sepi, Medan bagaikan masuk senja
padahal masih pagi, difoto Fly Over Amplas (Dokurnen Penulis, 23 Okt)
Laporan Panel Perubahan Iklim Antar Pemerintah atau Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), memberikan bukti dampak perubahan iklim semakin parah di kawasan Asia Tenggara dan sebagian Pasifik akibat bencana asap kapitalisme (dibakar demi pengejaran keuntungan perusahaan), telah meningkatkan temperatur bumi mendekati 0,85 derajat Celcius hingga ke tahun 2012, serta peningkatan kenaikan air laut hingga 20 sentimeter sejak era tahun 1990 ke era sekarang, sejak kebakaran hutan Indonesia di mulai secara frontal pada tahun 1990 ke tahun sekarang.
Bertitik tolak dari data tersebut, bencana kebakaran yang menimbulkan kabut asap di Indonesia telah berperan meningkatkan keasaman di geosfer dengan kimia efek gas rumah kaca yang dihasilkan oleh pembakaran hutan dan lahan antara lain karbon dioksida, metan, nitrous oksida dan florin. Gas-gas emisi inilah yang mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit terhadap manusia dan berefek kepada sumber daya manusia Indonesia mengalami kemunduran akibat tidak adanya pembatasan dan penekanan serta pengendalian perizinan konsesi lahan perkebunan dan pertambangan yang tidak berbasis pembangunan ekologi hijau.
Revolusi industri sawit dan hutan yang mengandung bahan tambang seperti batubara, gambut serta migas itu telah menyumbang jumlah emisi gas karbon hingga mendekati 40 persen yang berdampak pada bencana darurat kabut asap di Asia Tenggara dan mengubah perubahan iklim regional. Dampak pasaran bebas juga berandil memberikan peluang Indonesia yang berambisi sebagai negara terbesar dalam penghasil industri sawit dunia oleh dorongan ekonomi kapitalisme.
KAPITALISME ASAP
Konsekuensinya Indonesia pun ikut menceburkan diri dalam sistem neo-liberalisme global. Ini kemudian membuat kebijakan pemerintah Indonesia pada sektor ekonomi perkebunan dan pertambangan yang cenderung dan bahkan selalu membela kepentingan para kapitalis dengan terlihat egoisme yang sering menguntung pihak asing dibanding bangsa sendiri untuk izin perkebunan, konsesi lahan melebihi batas toleransi dengan merampas tanah ulayat rakyat serta izin kontrak karya pertambangan (KK) atau kini izin usaha pertambangan khusus (IUPK) seperti Freeport yang banyak menghancurkan tanah dan hutan rakyat Papua sehingga kebijakan pemerintah sesungguhnya menjadi bagian integral dari kepentingan kapitalis global yang dipaksakan, misalnya nampak bahwa kuasa para pemilik modal (kapitalis) dengan legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), dari Pemerintah yakni izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC) memperoleh otoritas penguasa dan kedaulatan atas sumberdaya alam seperti migas maupun sumber daya hutan. Studi kasus, lihat saja di Riau, Aceh, Kaltim, Kaltara, Natuna, dan Papua.
Ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dibandingkan ekonomi kerakyatan yang telah menjadi tradisi para pemimpin bangsa di masa lalu setelah era Presdiden Soekarno-Hatta dalam berbagai kebijakannya. Orientasi keuntungan dan manfaat untuk pihak asing yang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian hutan dan lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekologi, bencana kabut asap, banjir dan gerakan tanah. Peningkatan produksi dan konsumsi untuk memenuhi tuntutan konsumsi yang tak pernah berhenti (insatiable) bagi dan dari negara-negara industri maju. Ini yang membawa akibat kerusakan ekologi pada level lokal, regional dan global. Sumber-sumber produksi diambil dari alam bangsa Indonesia sering tak bertanggungjawab, tidak mempertimbangkan akibat dan proses regenerasi atau seberapa cepat pembaruan atas sumber-sumber alam hijau itu terjadi.
Jika tidak mendukung sistim neoliberalisme itu, mana mungkin Indonesia mengalami musibah bencana ekologis seperti di era sekarang yang sudah berlangsung hampir 20 tahun yang berdampak juga pada kebodohan sumber daya manusia dengan segala tumpukan utangt-utang luar negeri.
BODOH SDM
”Asap lintas negara telah mengganggu wilayah kami selama puluhan tahun. Sehingga, perlu adanya aksi efektif dan nyata secapatnya di sumber terjadinya api, termasuk pencegahan, investigasi, dan penegakan hukum terhadap perusahaan yang terbukti bertanggung jawab atas kabut asap” tulis Media MEWR dari Singapura.
Itu adalah gambaran bagaimana parahnya kabut asap yang berlangsung setiap tahun di Asia Tenggara, dengan ditemukan sejumlah titik panas yang mengganas di Utara Kalimantan dan Sulawesi dipastikan akan terekspor emisi gelap itu ke Pasifik sehingga menghasilkan efek bencana kebodohan dan yang terparah sudah pasti Indonesia yang paling rugi.
Gambar 2 : Kabut asap menyelimuti Kota Padangsidimpuan, bagaikan sudah malam pekat,
lokasi pusat kota 24 Oktober 2015 (Dokumen Foto Penulis) 
Sudah banyak korban meninggal dan mereka adalah penerus bangsa ini yang masih melanjutkan sekolah mereka, menjadi korban akibat kebijakan yang dibuat. Kabut asap ini telah memberikan pukulan telak bagi dunia pendidikan dengan merosotnya tingkat pembelajaran siswa, tidak terpenuhinya target kurikulum mata pelajaran dibeberapa kota-kota yang terdampak kabut asap sehingga memaksa status darurat kabut asap dan ujungnya para pelajar/SDM Indonesia itu terpaksa ”dirumahkan”, belajar sendiri dalam jangka cukup lama. Karena terlalu banyak ”cuti”, tertinggal jauh dalam mengejar pengembangan IPTEK dari negara lain. Indeks SDM Indonesia kembali terpuruk akibat ketertinggalan ini, kejadian ini pernah berlangsung di era 90-an hingga ke era tahun lalu. Terlempar dari peringkat 90 ke urutan 115 dari 180 negara anggota PBB.
Mungkinkah ini salah satu tujuan kapitalisme untuk melakukan pembodohan SDM Indonesia? Apakah tidak terpikirkan oleh Jokowi-JK? Jawabnya kabut asap dimana-mana.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist. Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer,

Hidup di atas air

Tinggalkan Reklamasi, Saatnya Hidup di Atas Air

Naiknya level air laut dan defisit lahan kosong, membuat bangunan di atas air mulai dipertimbangan sebagai masa depan kehidupan.

Tinggalkan Reklamasi, Saatnya Hidup di Atas Air
Kota Amphibi merupakan salah satu proyek bangunan di atas air
milik Negeri Tirai Bambu (kompas.com)
Naiknya level air laut dan defisit lahan kosong, membuat bangunan di atas air mulai dipertimbangan sebagai masa depan kehidupan. Sudah banyak proyek pembangunan berkaitan dengan hal itu, mulai dari perumahan di atas Sungai Thames, London, hingga kota amphibi di China.
Di masa depan, orang-orang diperkirakan akan hidup dan bekerja di atas air. Kebijakan membuat pertahanan anti-banjir mulai mengubah kondisi bahwa laut dan sungai bisa dijadikan sebagai tempat tinggal.
"Mengingat dampak perubahan iklim, kita bisa mulai berpikir tentang kesempatan hidup dengan air daripada harus menentangnya dan malahan melakukan reklamasi lahan," jelas arsitek, Kunle Adeyemi.
Adeyemi, merupakan perintis studio Belanda, NLE yang telah menciptakan beberapa bangunan akuatik di pesisir Afrika, termasuk sekolah mengapung Makoko di Lagos, Nigeria dan sebuah stasiun radio di Delta Niger. Kedua bangunan itu merupakan bagian dari proyek "African Water Cities" yang bertujuan menciptakan infrastruktur baru di area dekat air.
Belanda, tempat Adeyemi dibesarkan, memiliki lebih dari seperempat daratan terletak di bawah permukaan laut, memimpin dunia dalam pengelolaan air. Selain itu, negeri kincir angin tersebut juga mengembangkan kebijakan perencanaan canggih yang mendorong hidup berbasis air. Belanda kini tengah membangun koloni rumah terapung di atas Sungai Amsterdam. Pembangunan itu diperkirakan mampu menampung 18.000 rumah baru untuk menanggulangi backlog perumahan di kota.
Sumber :  http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/12/tinggalkan-reklamasi-saatnya-hidup-di-atas-air

Megathrust Aceh-Simeulue Geologi Gempa :


KARAKTER GEMPA MEGATHRUST ACEH-SIMEULUE
Oleh : M. Anwar Siregar

Gempa tsunami Aceh kini memasuki umur 9 tahun, Gempa di Aceh-Simeulue tidak akan berhenti walau sesaat, dan gempa Pidie 2013 yang berpusat di lautan Aceh dengan kedalaman 84 km dengan kekuatan 6 Skala Richter itu menunjukkan bahwa seismitas energi dikawasan ini masih akan terus melepaskan energi akibat ketidakseimbangnya zona-zona energi penyerapan seismik diperbatasan lempeng, yang menyusun kerak bumi di tepi kontinen lempeng Eurasia, dan diketahui bahwa selama belum ditemukan keseimbangan isotatis maka gerak dinamis lempeng bumi akan selalu memacarkan suatu pendesakan dan “pengumpulan tenaga dalam gempa” yang akan berdenyut seperti nadi darah yang tersumbat untuk kemudian meletus atau dilepaskan secara tiba-tiba, dan merupakan gambaran ke gempa megathrust yang lebih besar lagi kekuatan mencapai 8,5 SR (versi BMKG), megathrust merupakan karakter gempa yang selama ini menjadi identik zona gempa di bagian utara sumatera.,
KARAKTER ACEH-SIMEULUE
Wilayah gempa lautan Aceh-Simeulue ataupun daratan gempa Singkil-Meulaboh-Pidie-Kutacane merupakan wilayah kegempaan paling teraktif di kawasan pantai barat maupun daratan Sumatera dengan periode pelepasan energi sangat singkat dengan zona penyerapan energi paling rendah diantara tiga zona subduksi megathrust yang ada di Pantai Barat Sumatera.
Karakter yang biasanya membentuk mekanisme gempa besar di wilayah Aceh-Simeulue adalah mekanisme pergerakan pergeseran lempeng akibat tumbukan lempeng besar yang menghasilkan deformasi sesar vertikal (thrust fault). Sesar vertikal dikarakterkan oleh pergerakan lempeng kerak bumi yang saling bertumbukan dan membentuk zona subduksi yang menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun vertikal, efek dari model gerak sesar vertikal ini membentuk pegunungan lipatan, jalur gunungapi/magmatik, persesaran batuan, dan jalur gempa bumi serta terbentuknya wilayah tektonik tertentu.
Gempa Aceh 2004, gempa Nias-Simeulue 2005 merupakan hasil mekanisme tumbukan lempeng dengan pola sesar vertikal dengan fokus dangkal yang menyebabkan tsunami, pergerakan lempeng saling mendekati (dimainkan oleh Lempeng Indo-Australia) akan menyebabkan tumbukan dimana salah satu dari lempeng akan menunjam (Lempeng Eurasia) ke bawah atau pecah, lalu terjadi pergeseran lempeng benua yang menghasilkan lentingan yang mengguncang lautan, Pergerakan dari zona gempa Aceh-Simeulue merupakan manifestasi dari pergerakan Lempeng Australia yang menyusup ke dalam Lempeng Eurasia dimana sebagian besar energi dipindahkan ke “pundak” pergerakan patahan zona kegempaan Aceh-Simeulue. Pemindahan energi tersebut dimaksudkan untuk mengakomodasi tumbukan bersudut dari Lempeng Australia dan Lempeng Eurasia, salah satu karakter penyebab sering berlangsungnya gempa di kawasan Aceh-Simeulue.
Karakter gempa lainnya yang terdapat di kawasan Aceh-Simeulue adalah banyak ditemukan lembah-lembah maut berhadapan langsung dengan palung-palung laut dalam, merupakan gambaran umum gempa-gempa besar di masa mendatang karena pantai-pantai yang berhadapan langsung dengan pembenturan antar lempeng didasar laut. Hasil penelitian ilmuwan membuktikan hal tersebut, menemukan bahwa akibat gempa Aceh sejak tahun 2004 banyak ditemukan lembah-lembah maut di Laut Aceh disekitar zona subduksi Aceh menuju Palung Laut Dalam Andaman-Nikobar dengan kedalaman bervariasi antara 40-60 km. Dan arah deformasi kini semakin menekan zona megathrust Nias-Simeulue, Batas tumbukan dua lempeng di kawasan kegempaan Aceh-Simeulue, dapat diamati berupa jalur palung laut dalam di sebelah Barat Sumatera sampai ke Kep. Andaman. Lempeng Hindia menunjam dibawah Sumatera dengan kecepatan 50−60 cm/tahun dan kemiringan dari zona penunjamannya sekitar 12° (Sumber Natawidjaja, 2003; Prawirodirdjo, 2000). Batas antara lempeng yang menunjam dan massa batuan diatasnya disebut sebagai bidang kontak dari zona penunjaman atau disebut juga sebagai bidang zona subduksi. Gempa di kawasan Aceh-Simeulue masih berpotensi terlanda tsunami jika terjadi gempa bumi diatas 9.0 Skala Richter.
KARAKTER TSUNAMI
Kabupaten Simeulue sering diguncang gempa, merupakan aktivitas tektonik yang terjadi disepanjang pantai barat sumatera akibat pengumpulan energi yang terus menerus secara kontinu dan bertahun-tahun, pada suatu saat dapat menimbulkan guncangan gempa, yang ini menyebabkan sumatera masih tercabik gempa, apa yang terjadi dari Aceh-Simeulue hingga sekarang itu merupakan rangkaian aktivitas tektonik berumur ratusan tahun dan kapan meletusnya bisa dalam hitungan detik, bisa dekat, bisa jauh.
Rangkaian gempa yang menyebabkan tsunami dapat terjadi jika ada perubahan di lantai Samudera Hindia yang menyusup ke titik gempa dengan sudut landai, kurang dari 10 derajat, terjadi deformasi vertikal di lantai samudera sehingga ada air yang terangkat dari lantai samudera dan kolom air naik.
Karakter tsunami oleh gempa-gempa yang berlangsung di kawasan subduksi Aceh-Simeulue umumnya ditandai oleh rata-rata sudut penunjaman lantai samudera lebih landai dengan sudut dibawah 10 derajat, sedangkan Nias dan Mentawai mencapai 10 derajat, kelandaian ini juga berbeda jika terjadi tsunami di kawasan Pulau Jawa, penyebabnya karena lantai samudera di Pulau Sumatera lebih muda termasuk di kawasan subduksi Aceh-Andaman-Nias-Simeulue, terbentuk terpadatan dan sering mengalami daur ulang kerak bumi sekitar 55 juta tahun daripada Pulau Jawa, sedangkan usia lantai samudera di bawah Pulau Jawa sekitar 100 juta tahun dan jarang mengalami perubahan dan pergeseran kerak bumi yang menghasilkan gempa megathrust.
Dengan karakter usia muda, maka daya apungnya masih tinggi, densitasnya lebih ringan dan lantainya lebih landai serta aktif lebih bergerak dan menyusup dengan sudut penunjaman yang lebih landai sehingga akan menimbulkan gaya gesekan yang lebih kuat dengan skala gempa rata-rata mencapai diatas 7 SR. Dengan gambaran bukti tersebut, tidaklah mengherankan apabila giliran Simeulue suatu saat nanti dapat menghasilkan tsunami dahsyat lebih jauh di bandingkan gempa Aceh-Andaman tahun 2004 lalu.
KARAKTER RUANG
Pemahaman karakteristik gempa Aceh-Simeulue sangat penting dalam pembangunan tata ruang di Propinsi NAD untuk mengurangi bencana. Hal ini tidak terlihat pada rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh akibat gempa tahun 2004 lalu, belum menunjukkan suatu perencanaan tata ruang yang berketahanan gempa yang tangguh, masih ada ruang atau lahan yang telah diidentifikasi sebagai daerah rawan tsunami masih tetap ditempati dengan membangun prasarana hotel menjorok ke pantai, begitu juga standar fisik infrastruktur jalan dan jembatan masih mudah mengalami efek gempa yaitu efek goncangan berganda, fleisure dan likuafaksi akibat pembangunan yang tidak sesuai prosedur tetap standar teknis pembangunan jembatan. Masih terlihat beberapa kawasan pantai di Aceh dan Kepulauan Simeulue belum terbentengkan oleh prasarana dan sarana struktural fisik berupa pemecah gelombang tsunami. Tidaklah mengheran jika terjadi gempa lagi, masih akan ada korban dalam jumlah besar. Siapkah Rakyat Aceh dan Indonesia menghadapi megathrust berikutnya jika perilaku pembangunan tata ruang belum juga mencerminkan karakter tata ruang yang humanis dengan bencana, tidak mencerminkan pelajaran sejarah kebencanaan geologi gempa di masa lalu? Nestapa hanya menunggu waktu. Jadi, gempa Pidie merupakan salah satu gempa yang memberikan contoh, bahwa bagaimana pentingnya tata ruang dan konstruksi bangunan tahan gempa dalam mengurangi dampak bahaya, dan dengan guncangan kekuatan gempa 6 SR saja sudah banyak rumah mengalami kehancuran dan sarana jalan terbelah sepanjang lima meter.
Dengan kata lainnya, NAD belum tangguh menghadapi gempa besar berikutnya.
M. Anwar Siregar
Geolog, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer. Dipublikasi kembali, mengingat banyak melakukan CoPas (copy paste) tanpa menulis sumber asalnya.

10 Des 2015

Harmonisasi Tata Ruang


9 Des 2015

Desa Berbasis Lingkungan

Foto 1 : Desa yang masih hijau dengan hawa pegunungan yang sejuk, sebagai zonasi ruang terbuka hijau

INVESTASI DESA BERBASIS HIJAU LINGKUNGAN
Oleh M. Anwar Siregar
Kini saatnya pemerintah memikirkan pembangunan desa yang berbasis kota urban berwawasan lingkungan hijau tanpa merusak kondisi lingkungan Desa, jika perlu menjadikan tema hari lingkungan terutama bagi desa-desa yang berbatas dengan Ibukota Propinsi, sangat penting dalam mengantispasi kemajuan jasa transportasi. Pembangunan jaringan transportasi di sekitar desa yang masuk ke dalam kota sub urban sebagai refleksi menuju tata ruang yang humanis dengan lingkungan hijau. Penting untuk diingat, umumnya bencana banjir Ibukota Provinsi dampak dari kerusakan lingkungan hutan dan kemajuan pembangunan sarana industri dan pemukiman yang merambat dan membabat zona hijau kawasan pertanian dan rawa-rawa sebagai zona ekologis air berkelanjutan.
TRANSPORTASI
Isu mengenai dampak kemajuan pembangunan fisik terhadap lingkungan hijau terutama dampak dari kemajuan transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil sangat penting diantisipasi bagi perencana pembangunan tata ruang dan sekaligus mengambil pelajaran yang berharga dari kemacetan, banjir dan semrawutan tata ruang transportasi dari kota besar yang ada Indonesia baik di dalam inti dan pinggir perbatasan kota. Contoh Jakarta dan Medan, menghadapi bencana klasik banjir tahunan.
Ada beberapa faktor perlunya pemerintah membangun jaringan transporatasi dan penataan ruang desa-desa di kota satelit Ibukota Propvinsi di Indonesia antara lain pertama, sebagai strategi untuk memberikan kemudahan transportasi publik dengan implikasi pembatasan kendaraan ke pusat inti, misalnya kota Medan maupun ibukota Kecamatan tanpa menghilangkan identitas daerah agrariamarinpolitan dan harus ditindak lanjuti dengan aturan penataan ruang jalan yang telah di buat agar tidak terjadi kemacetan.
Kedua, membangun desa ke kota dengan konsep smart dan TOD, agar penataan ruang lebih baik dan pengendalian bencana ruang hijau dapat diminimalisasikan sehingga identitas Desa dapat terjaga khususnya sebagai kawasan ekologi untuk keseimbangan alam lingkungan. berfungsi sebagai pengendalian pembangunan horizontal ke lahan ekonomi hijau.
 Foto 2 : Pemandangan bentang alam Desa yang masih hijau (Dokumen Foto Penulis)
Ketiga, bertujuan mengendalikan kerusakan ekologi hijau akibat derasnya arus pembangunan fisik hunian, pembangunan fly over dapat digunakan sebagai landasan keseimbangan yaitu dengan menekan arus pembangunan di daerah sekitar jalur hijau. Keempat, pembangunan jalur alternatif singkat dapat mengurangi dampak bahaya bagi kesehatan masyarakat dan ekosistem Desa atau dapat memenuhi kebutuhan mobilitas yang ada secara konsisten.
Selain itu, dampak permakaian BBM transportasi dari bahan bakar fosil berperan besar dalam mempengaruhi perubahan iklim, data menunjukkan bahwa sektor transportasi umumnya berkonstribusi sekitar 23 persen dari emisi gas CO yang menimbulkan dampak terhadap penurunan kualitas lingkungan di Desa dan tumbuh lebih cepat dari penggunaan energi di sektor lainnya sehingga Desa di perbatasan harus di tata sesuai dengan kondisi tatanan geologinya, tujuannya, sangat jelas agar dapat mengurangi dampak kerusakan ekosistem tatanan lingkungan yang banyak terdapat di Desa, seperti menjaga kelestasrian bio-geodiversity, atau pembangunan saat ini lebih difokuskan juga kepada pembangunan yang berwawasan keragamaan ekologis.
Penataan ruang hijau disekitar Desa-desa di kawasan Bandara Udara dan pelabuhan Laut dapat dikaitkan juga dengan manajemen Transit Oriented Development [TOP], yang bertujuan upaya revitalisasi kawasan hijau lama atau kawasan terpadu baru yang berlokasi pada jalur-jalur transportasi utama seperti jalur KA, misalnya dari Medan ke Aras Kabu, ataupun dari Rantau Parapat, mengantispasi kebutuhan ruang lintas busway dengan mengembangkan kawasan berfungsi campuran antara fungsi hunian yang sudah ada, perkantoran, dan komensial dengan sisipan ruang hijau diantara bangunan tersebut dapat di bangun taman publik, taman konservasi dan ekologi hijau industri karena mengingat kawasan tersebut terdapat sejumlah pabrik PMA dan PMDN yang terus mengimpit kawasan hijau semakin terbatas dan beberapa diantaranya berada pada kawasan morfologi miring landai, memperangkap zoan limpasan air yang menimbulkan banjir di beberapa Desa, mempengaruhi mobilitas transportasi publik.
Penataan ini akan mengendalikan bahaya banjir bandang, studi kasus ini dapat dilihat disekitar daerah Mebidang-Karo, dimana Medan sebagai pusat polarisasi daerah limpasan banjir, karena mengingat topografinya yang terendah dengan ketinggian 25 meter di permukaan air laut. Tingkat kemajuan fisik sangat cepat, mempengaruhi kondisi permukaan tanah dalam menerima limpasan air permukaan dan terbatasnya zona rehabilitasi kawasan hijau. Zona-zona ekologi hijau di luar Medan inilah yang perlu di tata sesuai dengan tatanan geologi dan ekologinya agar dapat menjaga keseimbangan lingkungan, bverfungsi sebagai zona ekolagi abadi yang berbasis, geo-biodiversity, pertanian, RTH dengan mengurangi penghancuran lahan yang ada dengan menggantikan sebagai zona wisata hijau berbasis komunitas.
DESA HIJAU
 Foto 3 : Desa dengan latar belakang keindahan struktur geologi yang berbentuk Batolith kepalan tangan tinju, dengan susunan batu kwarsa yang membentuk kawasan pegunungan patahan, perlu sebagai ruang geologi unik, (Dokumen Foto Penulis).
Kawasan Desa yang masih memiliki identitas ekologi hijaunya perlu dipertahankan  sebagai kawasan konservasi dan dilindungi sebagai zona tata ruang geologi yang unik, dapat meningkatkan kemampuan kualitas udara dan air, habitat khusus bagi hewan dan tumbuhan tertentu, dan proses-proses geologi air yang membentuk daerah keanekaragaman air bawah permukaan serta peningkatan daerah resapan air untuk mengurangi aliran air hujan [run off] serta menciptakan sumber daya ekonomis sebagai identitas karakter Desa Hijau.
Tujuannya, agar tidak menjadi desa lumbung banjir akibat telah berubah menjadi desa kota dengan sejumlah bangunan villa mewah di berbagai kawasan perbukitan.
Penataan geologi Desa dapat dilihat dari sejumlah parameter dengan titik pusat Kota besar yang ada disekitarnya. Kota yang tidak memiliki densitas daerah wisata alam maka Desa ada disekitarnya dapat mengembangkan pola tata ruang geologinya yang telah terbentuk tanpa merusak dan menyelaraskan, yaitu pola geologi eko wisata atau taman geologi dan biologi (Geo-bio Park), menjadikan Desa Wisata dengan densitas geodiversity, yang mana terdapat ciri khas proses pembentukan bumi di masa lalu, penataan ruang unik tersebut menjadikan desa hinterland sebagai pusat wisata, pembagian zonasi hijau harus dibagi sistimatik sehingga keunikan Desa tidak hilang. Contoh Desa dengan ciri khas gua Karst, Air Terjun, jejak keunikan batuan dan fosil atau banyak ditemukan obyek wisata air panas dengan air terjun serta dengan latar belakang kabut pagi dan kelokan sungai dampak dari zona patahan, tumbuh-tumbuhan unik dengan latar belakang geomorfologi pegunungan kaldera gunungapi atau hintelrland high yang banyak ditemukan di perbatasan kota-kota besar di Indonesia seperti disekitar Mebidang Karo  dengan titik pusat seperti dikawasan Danau Toba atau di wilayah Tabagsel dengan titik pusat di Danau Siais. Ataupun kawasan unik lainnya yang berbatas dengan wilayah Ibukota Provinsi-Kabupaten.
Sangat sedikit ditemukan Desa yang mempertahankan karakteristiknya dengan memadukan unsur geo-ekologi sebagai pondasi membangun Desa di Indonesia, di Indonesia terdapat 47 kawasan yang masuk wilayah yang menyimpan keanekaragaman biologi, geologi serta ekologi dan ini bisa bertambah jika kita melandasi pembangunan Desa berbasis hijau lokal, memanfaatkan potensi alam hijau Desa untuk tujuah wisata alam. Namun kenyataan saat ini, banyak Desa mengalami berbagai musibah bencana bukan saja ditimbulkan oleh man made disaster tetapi pola keselarasan alam yang tidak seimbang.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist. Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer. Kerja di Tapsel. 


Geology Mitigation: Based Rural Environment
Photo 1: The village is still green with cool mountain air, a green open space zoning

GREEN VILLAGE-BASED INVESTMENT ENVIRONMENT
By M. Anwar Siregar
Now the time for the government to think of rural development based on environmentally sound urban city green without damaging the environmental conditions of the village, if necessary to make the theme of the environment, especially for villages bounded by the Provincial Capital, it is very important to anticipate the advancement of transportation services. Development of transport networks around the village that goes into the sub-urban town as spatial reflection towards a humanist with a green environment. It is important to remember, generally floods Capital impact of environmental degradation of forests and progress of the construction of industrial facilities and residential vines and cut down the green zone agricultural areas and wetlands as a sustainable water ecological zone.
TRANSPORTATION
The issue of the impact of physical progress towards a green environment, especially the impact of the advancement of transportation that use fossil fuels are very important anticipated for planners spatial development and simultaneously take valuable lessons from congestion, flooding and semrawutan spatial transport of big cities Indonesia both in the core and edge of the city limits. Examples of Jakarta and Medan, classic annual flood disaster.
There are several factors need for the government to build a network transporatasi and arrangement of space villages in the suburbs Capital Propvinsi in Indonesia, among others, first, as a strategy to facilitate public transport with the implications of restrictions on the vehicle to the center of the core, for example, the city of Medan as well as the capital district without eliminating regional identity agrariamarinpolitan and should be followed up with the rules of the road space arrangement that has been made in order to avoid congestion.
Second, build rural to urban areas with the concept of smart and TOD, in order to better spatial planning and disaster control green space can be minimized so that the identity of the village can be maintained, especially as the region's ecological balance of the natural environment. serves as a horizontal development control land to a green economy.
 Photo 2: The view landscape village green (Photo Document Writer)
Third, aimed at controlling the green ecological damage due to the rapid flow of the physical construction of residential, construction of flyovers can be used as the basis of the balance by pressing the current development in the area around the green line. Fourth, the development of alternative paths short to reduce the impact hazard to public health and the ecosystem or the village can meet the mobility needs of existing consistently.
In addition, the impact permakaian fuel transport from fossil fuels play a major role in affecting climate change, the data indicate that the transport sector generally contribute about 23 percent of the emissions of CO gas that have an impact on environmental degradation in the village and is growing faster than energy use in the sector Other so the village at the border must be in order in accordance with the conditions of the order of geology, the goal, is very clear in order to reduce the impact of ecosystem damage environmental order which is widely available in the village, such as keeping kelestasrian bio-geodiversity, or the current development is focused also on the development of sound keragamaan ecological.
Arrangement of green spaces around the villages in the area of ​​Airport and Sea port can be attributed also to the management of Transit Oriented Development [TOP], which aims to revitalize the green area of ​​the old, or the integrated area newly located in pathways main transportation such as railways, for example, from Medan to Aras Kabu, or from Rantau Parapat, anticipate the needs of space across the busway to develop the area serves a mix between functionality occupancy existing office buildings, and komensial with inset green space between the building can be built public gardens, parks conservation and ecology green industry because given the region there are a number of domestic and foreign factories that continue squeezing more limited green area and some of them are in the area of ​​sloping ramps morphology, ensnares Zoan water runoff that causes flooding in some village, affecting the mobility of public transport.
This arrangement will control the flood danger, this case study can be seen around the area Mebidang-Karo, where the field as a center of polarization region flood runoff, because given the topography of the lowest with a height of 25 meters at sea level. Level of physical progress very quickly, affecting the condition of the ground surface in the receiving surface water runoff and the limited rehabilitation zone of green area. Zones of ecological green outside Medan this is necessary in order in accordance with the order of the geology and ecology in order to maintain the environmental balance, bverfungsi zones ekolagi perennial-based, geo-biodiversity, agriculture, green space by reducing the destruction of the existing land to replace a zone community-based green tourism.
VILLAGE GREEN
 Photo 3: Village with background beauty shaped geological structure Batolith fist boxing, with quartz stone structure that forms the mountainous area of the fault, it is necessary as a unique geological area, (Document Photo Author).
Village area which still has an identity ecological green needs to be maintained as a conservation area and protected as a zone of spatial unique geological, can improve air and water quality, special habitats for animals and certain plants, and geological processes of water that make up the area of ​​diversity of water under the surface as well as an increase in water catchment areas to reduce the flow of rainwater [run off] and creating economic resources as the identity of the character of the Village Green.
The goal, in order not to flood due to the village barn has been transformed into a rural town with a number of building luxury villas in various areas of the hills.
The village geological arrangement can be seen from a number of parameters with the center point of a large city that is around. Cities that do not have density areas natural attractions, the village is around can develop spatial patterns geology that has formed without damaging and align, the pattern geology eco tourism or garden geology and biology (Geo-bio Park), making tourism village with a density of geodiversity, which are characteristic of the process of the formation of the earth in the past, the unique spatial arrangement makes hinterland village as a tourist center, green zoning division should be shared systematically so that the uniqueness of the village is not lost. Examples village with typical cave Karst, Niagara, traces of unique rocks and fossils or are found hot water attractions with a waterfall as well as the background fog in the morning and the bend in the river impact of the fault zone, vegetation unique to the background of geomorphology mountains caldera volcanoes or high hintelrland which are found on the border of the big cities in Indonesia such as around Mebidang Karo   with the center point as region or in the region of Lake Toba Tabagsel with the center point at Lake Siais. Or other unique region bounded by the Capital-District territory.
Very few found the village that maintains its characteristics by combining elements of geo-ecology as a foundation to build the village in Indonesia, in Indonesia there are 47 areas that are in the store biodiversity, geology and ecology, and this could increase if we underpin the development of village-based local green, harness The village green natural potential for nature tourism tujuah. But the reality today, many village experienced various disasters not only caused by  man-made  disaster, but the pattern of natural harmony unbalanced.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist. Observer Problems Spatial Geosphere Environment and Energy.  Work in Tapsel. 

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...