Sep 24, 2016

Mimpi Melihat Indonesia Bebas Emisi

MIMPI MELIHAT INDONESIA BEBAS EMISI
Oleh M Anwar Siregar
”aduh, panas sekali hari ini”, celetuk seorang ibu lagi menunggu bus angkutan kota ke Medan. Itu lah gambaran kecil saja menunjukkan bagaimana lingkungan di kota kecil saja sudah panas, bagaimana kalau sudah masuk kota besar seperti Medan? Akan terasa panas menyengat menyapa, butiran keringat akan muncul berlomba dengan dahaga yang membara di tenggorokan dan belum lagi asap emisi yang beterbangan di udara menambah semakin panasnya suasana, dan belum cukup itu, tingkah laku para sopir seenaknya menurunkan para penumpang di tengah badan sehingga mengundang rasa kesal, ubun-ubun di kepala itu sudah panas rasanya semakin panas dan perlu pemicu kecil saja bisa menyebabkan kegaduhan.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kota Medan dan sekitarnya memang sangat panas, suhu rata-rata harian mencapai 33oC dan kadang dilain hari bisa mencapai 35oC. Temperatur panas sebesar ini rasanya sudah membuat masyarakat tersengat panas dan bagaikan sudah tinggal didaerah tandus tanpa ada nuansa kesejukan alam dari hijau pepohonan dan air yang mengalir jernih.
Efek-efek emisi itulah salah satu yang menyebabkan kondisi atmosfer bumi mengalami perubahan yang sangat signifikan sejak dimulai era revolusi pertanian lalu disusul revolusi industri mulai terjadi perubahan lingkungan. Panas dari dampak emisi banyak terjadi di kawasan khatulistiwa oleh berbagai ulah manusia melalui berbagai produk buatan manusia yang melebihi batas ambang daya dukung daya tampung lingkungan.
EFEK EMISI KENDARAAN
”Huh, ah Medan lebih panas lagi, belum lagi macetttt sekaliii! seru ibu itu ketika sudah di dalam bus bersama penulis, ”Heii, Pak. Kenapa Medan bisa panas dan macet seperti ini? Tanyanya sama sopir bus ”Ayo naik Bus biar gak bikin macet”, kebetulan duduk dibelakang si sopir yang ditanya ”makanya bu, naik bus agar tidak macet” jawabnya kalem bercanda.
Jalan-jalan di kota Medan termasuk kota besar lainnya tidak jauh beda, macet, panas dan sumber penghasil polutan dan salah satu efeknya menghasilkan panas di udara juga turut andil menghasilkan perubahan iklim global dengan semakin meningkatnya panas setiap 1oC per tahun di kota Medan dan sekitarnya dengan hilangnya keseimbangan penyerap emisi. Peningkatan laju kendaraan pribadi dan peningktan ekspansif ke daerah jalur hijau dan daerah sanggahan bencana turut telah menghilangkan hawa kesejukan di Kota Medan dan sekitarnya. Sehingga penyerap oksigen semakin berkurang disertai laju ekspansif pembangunan mall-mall dengan menyingkirkan pasar tradisional melalui berbagai cara  yang paling kental menghasilkan emisi adalah dengan cara membakar tidak sengaja, mungkin sebentar lagi kuburan juga dijadikan pembangunan fisik.
Efek kebakaran mesin kendaraan dan kebakaran gedung mendominasi asap emisi di kota besar. Efek emisi kendaraan ke lingkungan itu salah satu turut andil penyebabnya Indonesia termasuk negara penghasil emisi terbesar di dunia karena banyak kendala dan regulasi yang belum sesuai dengan aturan yang telah dibuat, ruang hijau terbuka dan regulasi pemanfaatan energi baru terbarukan belum memenuhi standar pembauran, terutama dalam penggunaan energi listrik kendaraan. Indonesia terus ketinggalan dengan negara lain namun tidak ketinggalan dalam menghasilkan produk emisi dilapisan atmosfir.
Efek logis dari emisi kendaraan bagi lingkungan walau sekecil sekalipun namun tetap saja ada dampaknya bagi perubahan iklim terutama pada lapisan ozon terhadap atmosfer bumi. Kejadian ini adalah akibat oleh adanya emisi gas-gas rumah kaca diantaranya CO2, CH4, nitroksida (N2), sebagai hidroflorokarbon (HFCs) serta timbal (Pb) yang dihasilkan oleh berbagai elemen kendaraan yang tidak berbasis energi hijau. Belum lagi di kawasan Industri yang menggunakan teknologi yang sudah mendekati ”kadaluarsa”.
Efek emisi kendaraan ke lingkungan perlu diwaspadai saat ini, karena sangat banyak menghasilkan efek domino selain dari kebakaran hutan. Yang pasti adalah akan banyak meningkatkan biaya ekonomi pengeluran bagi kesehatan, sebuah konstribusi yang tidak kecil yang menghasilkan jumlah kemiskinan dan kemelaratan hidup. Mengingat yang selalu terpapar dari bahaya emisi adalah masyarakat kelas bawah. Disini perlu pemerintah merenungkan kebijakan terhadap regulasi emisi dan pemanfaatan energi terbarukan.
MEWUJUDKAN MIMPI EMISI
Laju kerusakan lingkungan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan upaya pemulihan dan perlindungan. Fenomena bencana ekologis nyaris berlangsung setiap hari di Tanah Air yang tidak pernah berhenti, seperti datang berganti dari kota atau desa ke Desa atau kota berikutnya. Fenomena bencana terutama bencana kabut asap yang menghasilkan berton-ton milyar emisi ke atmosfir itu akibat dianutnya paradigma pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan tetapi lebih berbasis kepada pembangunan berbasis pertumbuhan ekonomi yang bertumpuh kepada ekspansi sumber daya alam oleh penyelenggara Negara melalui berbagai kebijakan yang selama ini telah diterapkan.
Paradigama kebijakan perlu direvolusi mentalkan sehingga dapat mewujudkan dambaan Indonesia bebas emisi, apalagi jika kita ingat target pengurangan emisi zaman SBY yang menargetkan tahun 2020 Indonesia harus mampu mengurangi emisi sebesar 45 persen rasanya semakin susah karena ganti era pemerintahan maka berganti juga sistim perencanaan pembangunan yang terlihat di era Jokowi-JK.
Nampak jelas target pengurangan emisi menjadi lebih lama ke tahun 2030. Selama itu maka kita akan merasakan panas terus, terlihat lagi dengan semakin berkurangnya daerah resapan karbon, dimana setiap tahun hutan Indonesia terus menghasilkan dan mengekspor jerabu ke angkasa. Pantas saja si ibu penumpang bus itu selalu kepanasan dan beberapa yang lainnya sering mencari pohon untuk berteduh sejenak, coba lah anda lihat, begitu sedikitnya kota yang humanis yang menyediakan RTH yang berdekat halte tertentu bagi sarana transportasi.
Apapun kendala yang dihasilkan Indonesia harus mampu membebaskan diri dari bencana emisi demi generasi penerus, karena saat ini kondisi atmosfir Indonesia sangat rentang menghasilkan bencana, untuk itu diperlukan komitmen untuk membangun suasana lingkungan berbasis hijau.
Green Transportasi adalah salah satu wujud mengendalikan bebas emisi kendaraan ke lingkungan, dengan membangun sistim transportasi berbasis energi listrik terbarukan, yaitu pemanfaatn sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan. Dengan menerapkan aturan mengharuskan setiap kendaraan harus menggunakan energi yang bebas emisi, Untuk Indonesia perlu mengeluarkan aturan mobil yang dijual harus mampu menekan buangan CO2 mencapai minimal 70% secara bertahap mulai tahun 2017 agar target bebas emisi pemerintahan Jokowi-JK tahun 2030 dapat terpenuhi.
Selain green transportasi dapat juga merancang green energi, yaitu pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya energi yang ramah terhadap lingkungan, tidak merusak lapisan ozon, tidak mengalami kelangkahan, dan mudah di dapat dan dibuat. Energi ramah lingkungan itu dapat diwujudkan dalam bentuk energi panas matahari, energi laut, energi panas bumi, energi air, dan energi nabati.
Untuk mengurangi pemanfaatan AC di berbagaai gedung dan rumah tangga dapat memperkuat energi hijau tersebut dengan dipadukan dengan green building atau bangunan yang hemat energi, semua bangunan dirancang meminimalisasi pemanfaatan energi sekaligus juga menekan efek buangan CO2 dan CFC ke udara lapisan atmosfir bumi.
Rasanya mimpi untuk melihat bebas emisi sangat jauh sekali, karena selama pembangunan berorientasi kepentingan kapitalisme jangan terlalu mengharapkan dalam waktu singkat pemerintahan era sekarang ini mampu mewujudkan bebas emisi diatas 50 persen karena masih terlihat pembakaran hutan dan lahan dalan beberap hari ini terjadi bencana kabut asap di ujung Sumatera dan sebagian Kalimatan di era bulan sakral kemerdekaan 2016.
M. Anwar Siregar
Enviromental Geologist. Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi Geosfer
Tulisan ini sudah di Publikasi di Harian ANALISA MEDAN. 13 September 2016

No comments:

Post a Comment

Related Posts :