Feb 16, 2016

Taiwan Takluk Gempa

HEBAT EKONOMI, TAIWAN DITAKLUKKAN GEMPA
Oleh M. Anwar Siregar
Gempa Taiwan dengan kekuatan mencapai 6.4 Skala Richter kedalaman dangkal sekitar 23 km Tenggara Tainan sudah termasuk gempa bumi kuat (sumber USGS), mampu meruntuhkan bangunan di atas, dan menelan korban jiwa. Kepulauan Formosa (Taiwan) termasuk daerah rawan gempa bumi di Asia Timur. Semua Negara di kawasan Asia Timur termasuk Negara dengan tingkat kebencanaan gempa yang sangat tinggi karena difaktorkan oleh kondisi tatanan geologi gempa yang sangat rumit. Bentuk tatanan geologi yang rumit itu menyebabkan Negara-negara di Asia Timur harus mempersiapkan perisai gempa, karena gempa dan bencana lain suatu saat dan kapan saja akan terjadi.
Bukan saja gempa yang sering terjadi di Taiwan, bencana topan dan longsor juga sering terjadi. Negara yang terbentuk oleh gugusan kepulauan seperti Mentawai-Nias-Simeulue-Maluku (Indonesia), Haiti maupun Jepang merupakan negara yang rentang mengalami berbagai bencana geologis dan klimatologis karena posisi pembentukan fisik bumi mereka berada di ujung pinggiran pertemuaan antar lempeng, sehingga mereka sebagai ujung tombak ”medan pertempuran abadi” antar dua lempeng atau lebih untuk menekan, menabrak dan memisahkan sehingga salah satu lempeng akan mengalami pelumatan ke dalam mantel bumi.
DINAMIKA TEKTONIK
Gempa bumi tektonik di Tainan itu terjadi karena lapisan kerak bumi yang keras menjadi genting (lunak) dan akhirnya bergerak. Hal itu dapat dijelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut bergerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Jadi gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba atau elestic rebound. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik, dan posisi daerah atau pulau yang terbentuk dipinggiran plat lempeng akan sering menjadi daerah pertama mengalami gempa atau sebagai medan stress gempa dan mengakibatkan efek domino gempa terdekat serta geometri sesar yang mengalami ruas terkunci.
Dan posisi geografis bencana Taiwan itu diapit oleh berbagai tatanan geologi daerah tetangganya yang dapat menyebabkan send message seismic (SMS) atau mengirim pesan getaran gempa yang terdekat dan ini adalah salah satu yang menyebabkan sering terjadinya gempa-gempa kuat di negara yang terkenal dengan kekuatan pertumbuhan ekonominya terkencang di dunia yaitu Taiwan, Korsel, Tiongkok dan Jepang.
GEOMETRI SESAR TERKUNCI
Gugusan pulau-pulau Formosa memang berada dipinggir pertemuan lempeng dilingkar Pasifik dengan zona seismik aktif, dimana wilayah ini terbentuk oleh proses pembenturan lempeng, serta posisi Kepulauan Taiwan diatas permukaan lempeng berbentuk seperti gergaji yang bergerigi di batas pertemuan lempeng. Jadi tidaklah mengherankan jika wilayah Taiwan sering sebagai ujung tombak pertama jika mengalami pembenturan lempeng antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Pasifik atau Lempeng Jepang-Philipina dengan Eurasia yang telah mengalami pergeseran posisi koordinat pulaunya pada mega gempa di tahun 2011 lalu dengan mengirim pesan stres di batas medan pertempuran antar lempeng bumi.
Hal ini dapat juga diketahui dengan adamya pola intraksi medan stress yang dikenal sebagai Hukum Coulomb di wilayah Taiwan. Sebab, wilayah Taiwan dikelingi beberapa zona gempa besar dunia yaitu di daratan Tiongkok ada patahan Longsmen Shan, di India dan Nepal ada zona tumbukan patahan Himalaya serta di wilayah Jepang ada perubahan pergeseran sumbu bumi yang telah berubah cepat akibat gempa Jepang tahun 2011 sebesar 14 cm, sehingga akan memberikan efek domino gempa seperti hukum coulomb.
Pola interaksi antara satu gempa bumi dengan yang lainnya memang ada hubungannya apalagi jika geometri tatanan pinggiran lempeng membentuk ruas terjunci dan dalam hal ini Kepulauan Taiwan berada pada ruas tertekan. Penelitian terhadap interaksi seismik menunjukan, kemungkinan terjadinya gempa di sepanjang patahan atau penujaman, meningkat dengan faktor pangkat tiga, setelah terjadinya sebuah gempa hebat baik di patahan bersangkutan maupun di kawasan yang berdekatan, contoh ini dapat dilihar dari geografis tatanan geologi gempa kepulauan Taiwan dengan negara tetangganya seperti Tiongkok, Korea dan Jepang, semua bisa memberikan pola penjalaran energi ke ruas terkunci yang akan sebagai medan stress pemicu gempa.
Para peneliti gempa, mengembangkan teori yang disebut "stress pemicu". Landasan dari teori ini adalah, regangan atau stress yang dilepaskan pada saat gempa, diteruskan ke zone kegempaan tetangga. Stress ini, dapat memicu terjadinya gempa berikutnya di zone kegempaan tetangga.  Menunjukan medan stress yang dilepaskan pada saat terjadinya gempa, tidak menghilang begitu saja. Akan tetapi diteruskan di sepanjang zone kegempaan atau patahan bersangkutan, hingga ke zone gempa yang berdekatan. Hal ini dapat menimbulkan dampak yang fatal. Penelitian medan stres gempa sudah dilakukan sejak tahun 1992, terhadap sekitar selusin zone kegempaan dunia menunjukan, stress di kawasan tersebut sudah terakumulasi cukup besar. Jika stress meningkat sekitar beberapa bar saja, hal ini cukup untuk memicu terjadinya gempa hebat seperti yang sering terjadi sekarang dan bisa saja berikutnya di wilayah kawasan Pasifik berikutnya dimana wilayah Indonesia sangat berdekatan seperti potensi gempa di Utara Sulawesi dan Maluku.
EKONOMI TAKLUKGEMPA
Jika kita mendengar sebutan ras kuning maka terbayanglah kehebatan negara-negara tersebut, mulai dari kemampuan pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi, mereka juga mampu menguasai teknologi sangat canggih, konon mereka menguasai teknologi yang sangat menakutkan seperti teknologi nuklir.
Gambar : Gempa Tainan (Taiwan 2016) dengan kekuatan 6.4 SR
(Sumber : USGS)
Negara seperti Taiwan, duo Korea, Tiongkok dan Jepang adalah negara dengan kemampuan tinggi dalam membangun perekonomian dan memiliki SDM yang cukup mumpuni untuk mengelola sumber daya alam mereka yang terbatas dengan meningkatkan produktivitas infrastruktur yang berketahanan bencana seperti Jepang. Jepang dalam benak kita adalah negara maju yang sering mengalami gempa dan tsunami, juga salah satu negara di Asia yang bersih dan disiplin dengan etos kerja yang tinggi. Jepang juga dikenal sebagai salah satu negara di dunia dengan produksi otomotif dan ekonomi tertinggi di dunia dan penelitian-penelitian inovatif di bidang sains, lalu disusul Korea dan Taiwan serta Tiongkok.
Keunikan lain dari perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat bagi negara ras kuning adalah mereka juga dikenal dalam mempertahankan tradisi budaya yang tinggi, bagian dari kehidupan mereka dengan diselaraskan dengan sistem pendidikan kebencanaan. Bagi Jepang dan Taiwan adalah sebuah ”bagian hidup” yang harus di taati. Hal ini saat berbeda dengan sistim pendidikan kebencanaan di tanah air, terutama di tingkat sekolah dasar.
Begitu digdayanya negara-negara Asia Timur karena karena kemampuan SDM dalam mengelola sumber daya yang terbatas itu belum mampu “mengatasi” gempa, terutama mendesain tata ruang kota yang berketahanan gempa. Lihat sejarah gempa yang sering berlangsung dalam 3 abad terakhir di negara Asia Timur, mulai dari kejadian gempa Jepang serta disusul oleh gempa China dan gempa Taiawan.
Pertumbuhan ekonomi ternyata takluk terhadap gempa, hampir semua negara dengan pertumbuhan ekonomi dan militer belum mampu mengatasi gempa walau dengan kekuatan kelas ringan sekalipun. Amerika Serikat dan Jepang sebagai kiblat mitigasi gempa dunia juga belum mampu mengatasi gempa dan lebih suka melakukan invasi kekuatan militer terhadap negara lain.
SEBUAH PELAJARAN
pelajaran bagi Indonesia, perhatikan tatanan geologi untuk tata ruang fisik dan pengelolaan sumber daya geologi dan bahwa informasi geologi penting untuk pembangunan dalam menimalisasi ancaman bahaya gempa bumi seperti yang terjadi sekarang.
M. Anwar Siregar
Geologist. Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer
Tulisan ini sudah di publikasi di Harian ANALISA Medan, 12 Feb 2016

No comments:

Post a Comment

Related Posts :