9 Okt 2013

Building Code Aceh-China :Geologi Mitigasi

PEMBELAJARAN BUILDING CODE GEMPA ACEH-CHINA
Oleh : M. Anwar Siregar
               
Efek penjalaran seismik dari gerak lempeng bumi terus berdenyut untuk mencari keseimbangan maka akan ada pijakan batuan bergeser dengan terjadi lagi bencana gempa kembar di wilayah Tiongkok barat laut hari senin 22 Juli 2013, gempa berkekuatan 6.6 SR dan 5.6 SR dengan kedalaman yang sangat dangkal, semuanya di bawah 11 kilometer [versi USGS], sehingga bangunan diatas mudah mengalami distabilitas pondasi dan pilar konstruksi mengalami keretakan kekuatan, dan telah menewaskan lebih 73 orang dan melukai 600 orang lainnya [dari berbagai sumber].
GEMPA ACEH-CHINA
Gempa kuat yang terjadi di Aceh Tengah menjelang ramadhan 03 Juli akibat pergeseran Sesar Sumatera pada segmen Aceh-Tripa yang membelah daratan tinggi Aceh bagian dari pergerakan Lempeng Eurasia sekitar 10-27 mm/tahun, bila diasumsikan bahwa Sesar Sumatera yang memiliki potensi gempa adalah 15 km, maka akan bisa dihitung kekuatan gempa untuk akumulasi energi 100 tahun dan 200 tahun dengan anggapan zona kunciannya mencapai 100 persen. 

 Gambar : Sisa-sisa jalan menuju Calang, Aceh Barat yang menyusuri tebing di tepi pantai. Perlu rekonstruksi building code dan pemetaan daerah rawan tsunami untuk pembangunan infrastruktur jalan berbasis building code di Aceh (Sumber gambar : Foto: SR. Wittiri, Geomagz, edisi bulan Desember 2011)
Dari beberapa literatur, menyebutkan sejak dari tahun 1892-2013, telah terjadi 26 kali gempa darat dengan skala 6 Magnitudo sepanjang Sesar Sumatera dan 8 diantaranya pernah berlangsung di daratan Gayo Lues. Memberikan catatan peringatan bahwa di zona tersebut masih akan terjadi pengumpulan energi gempa yang perlu diwaspadai karena ada dua faktor jenis gempa terbaru akibat efek dari gempa besar Samudera pada tahun 2004 yaitu pertama terdapat seismik gap dalam bentuk zona a-seismik normal yang bergerak lambat dalam ratusan tahun, lalu mengalami penguncian hampir sempurna akibat berbagai tekanan dan kedua dalam bentuk a-seismik robekan dampak dari penekanan per area yang membentuk kawasan seismik gap baru serta berhubungan langsung dari pecahan lempengan yang bergeser, mengubah deformasi pusat gempa daratan terdahulu, sewaktu-waktu dapat melepaskan energi gempa di daratan yang lebih besar akibat dari pergerakan aktif Lempeng Indo-Australia ke Utara Asia.
Gempa di daratan Pulau Sumatera sering berlangsung di bagian Utara wilayah Aceh, semakin mendesak melengkung mendekati daratan Semananjung Asia sehingga akan selalu ada daya rusak gempa karena Patahan Seumelium di Timur Aceh terpisahkan oleh Selat Malaka yang memiliki karakteristik hantaran seismik yang kencang menuju ke patahan besar Burma. Bukti sejarah dalam tahun 2008-2013 Aceh berulang kali dicabik gempa antara lain gempa kembar April 2012 dengan kekuatan mencapai 8.6 SR dengan pola sesar geser, gempa Pidie bulan Mei dengan intensitas mencapai 6.0 SR, lalu disusul gempa Gayo Lues dengan kekuatan 6.6 SR di Bulan Juli. Semua gempa tersebut merusak bangunan dan menelan korban jiwa.
Karakteristik gempa daratan Sumatera ternyata hampir mirip dengan gempa yang terjadi didaratan China, di Tiongkok terdapat beberapa zona patahan besar daratan antara lain Patahan Besar Postdam yang meliputi India, Pakistan, China dan sebagian Burma yang membelah tinggian Tibet, patahan besar Longmen Shan dan Patahan Lembah Sichuan. Pusat gempa yang terjadi hari Senin itu berada di daratan antara batas daratan Tinggi Tibet dengan Lembah Sichuan [sumber USGS], dampak dari relaksasi pergerakan lempeng tektonik terhadap patahan Longmen Shan sepanjang 242 km yang menghasilkan getaran sejauh 150 kilometer di lembah Gunung Longmen Shan.
Gempa yang sering berlangsung di daratan China merupakan akumulasi dari tabrakan antara Lempeng India yang bergerak ke Utara ke daratan Benua Asia menimbulkan medan energi stress diperbatasan antara Lempeng Longmen Shan dengan Patahan Tinggi Tibet untuk menperpendek jarak kawasan antar lembah, merupakan bagian rangkaian plateau [daratan tinggi dengan lembah yang curam serta sempit], menuju Asia sehingga dataran tinggi Tibet bergeser ke Timur daratan China dengan menekan ruas patahan lembah Sichuan, segmen-segmen patahan di China umumnya dicirikhaskan oleh lembah-lembah terjal dengan tebing terpisah dekat, membentuk jalur daratan curam. Gempa daratan dikontrol juga oleh pergerakan beberapa lempeng kecil, dipisahkan oleh berbagai lembah kecil yang terjal dengan kedalaman dangkal sebagai zona terlemah dan terkunci.
Pusat gempa daratan di China selalu berlangsung di segmen Patahan Sichuan dan segmen Patahan Longmen Shan dengan kekuatan gempa diatas 6.0-8.0 SR. Bukti sejarah dapat dilihat pada kejadian gempa Lushan mei 2008, kekuatan mencapai 7.9 SR lalu tiga bulan kemudian terjadi gempa Sichuan dengan kekuatan gempa 6.1 SR. Pada tahun 2010 terjadi gempa Yushu dengan 7.1 Mw serta gempa Yunnan-Guizhaou tahun 2012 dengan kekuatan 5.7 SR dan April 2013 terjadi gempa Sichuan berkekuatan 7.0 SR.
BUILDING CODE GEMPA
Dari gambaran antara kedua zona gempa daratan yang berbeda, seharusnya kita telah belajar sejarah gempa, bahwa setiap terjadi bencana gempa bumi akan selalu ada korban dan meluluhlantakan kota dan menghancurkan sendi kehidupan sosial budaya masyarakat akibat hilangnya elemen kapasitas SDM, untuk melepaskan diri dari trauma psikologis gempa dalam hitungan detik.
Gambaran gempa yang terjadi di Aceh dan China sangat kontras dengan apa yang terjadi jika gempa bumi berlangsung di Jepang, umumnya bangunan di Jepang di buat dengan teknologi building code, tingkat daya rusak gempa di Jepang adalah paling tertinggi di muka bumi. Memang Jepang telah mengalami pukulan telak dalam kejadian serangan gempa bulan Maret 2011 yang meluluhlantakan kawasan Pantai Timur Jepang oleh terjangan tsunami diatas kekuatan 8.9 SR.
Namun, jika dibandingkan dengan gempa Aceh dan China, hal itu tidak seberapa, baru gempa kecil saja kedua negara ini langsung mengalami kehancuran fisik, coba jika diatas 8.0 SR maka dipastikan Lembah Gayo dan Lembah Sichuan akan mengalami penghancuran akibat longsoran yang maha dahsyat, memotong geometri lereng gunung Longmen Shan sebagai pengganti tsunami ke dasar sungai untuk menenggelam wilayah yang tidak berbasis mikrozonasi kegempaan lokal yang tercakup dalam zoning regulation map dan bangunan tidak berbasis building code.
Maka Jepang sudah harus dijadikan model bagaimana menghadapi gempa sepanjang hari dengan membangun hunian tetap dengan konstruksi bangunan tahan gempa dengan selalu belajar dari pengalaman sejarah bencana gempa sehingga Jepang sangat ini terbaik dalam pembangunan infrastruktur gedung bertingkat tahan gempa, selalu berbasis building code yang dilandaskan dengan kondisi tatanan geologi percepatan puncak batuan dasar dengan kekuatan bangunan yang membentuk wilayah dimana bangunan fisik yang akan dibangun.
Sebenarnya China pernah mencatat sejarah hebat dalam gempa besar daratan Tangshan tahun 1976 yang mampu mendeteksi datangnya gempa dan mengevakuasi penduduk tanpa ada korban namun beberapa tahun kemudian kejadian gempa datang menghancurkan kota industri di Tangshan dengan korban diatas 200 ribu jiwa karena tidak dikontrol oleh konstruksi building code.
Standart operating procedure [SOP] adalah salah satu bagian penerapan untuk building code yang dapat disosialisasikan dalam bentuk kegiatan non fisik yaitu kepada setiap masyarakat, baik pemilik rumah dan gedung bertingkat untuk mengetahui tingkat resiko yang ditimbulkan apabila bangunan tidak berstandart building code maka pentingnya SOP harus dipraktekan jika bangunan sudah terlanjurkan terbangunkan dan begitu juga pelaksanaan evakuasi dilapangan.
Penerapan rekonstruksi berbasis building code dalam bentuk fisik yaitu dimulai ketika membedah rumah yang rusak serta perkuatan bangunan bagi bangunan yang masih utuh pada pembangunan konstruksi pondasi dan elemen bangunan lainnya dan harus menjadi prioritas utama dalam setiap bantuan dana gempa.
Jadi Aceh dan China rupanya belum mengimplementasikan pelajaran sejarah bencana di masa lalu, maka kita lihat pada kejadian gempa sekarang bahwa kaidah building code belum membumi dan masyarakat masih beranggapan bahwa gempa bumi adalah pembunuh alamiah nomor satu yang sangat ditakuti, sebenarnya tidak. Yang berbicara adalah kualitas dan kemampuan bangunan berlandaskan peta seismik batuan dan konstruksi building code
Rehabilitasi dan rekonstruksi tata ruang Aceh akibat tsunami 2004 sebenarnya masuk kedalam tiga patahan daratan yaitu Aceh-Tripa-Seumelium belum berketahanan gempa, maka akan selalu ada korban dan kerugian harta benda yang mahal jika Aceh tercabik gempa lagi.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini Sudah di Publikasi di HARIAN ANALISA MEDAN, Agustus 2013

12 Sep 2013

Ketahanan Gempa Aceh :Geologi Disaster

MEMBANGUN KAPASITAS DAN KETAHANAN GEMPA ACEH
Oleh M. Anwar Siregar
Dalam tahun 2013, Aceh mengalami gempa cukup kuat untuk sekian kali dan ini masih akan berlanjut serta terus mengalami bencana korban yang lebih besar, terlihat dari gambaran visualisasi media elektronik bahwa pembangunan prasarana fisik belum menunjukan standar building code dan masyarakat banyak belum memahami kondisi tempat mereka berpijak di daerah rawan bencana seperti gempa bumi, dan perlu sosialisasi lebih kontinu dalam membangun kapasitas dan ketangguhan bencana di Aceh.
Salah satu saat ini yang harus menjadi pusat perhatian masyarakat dan pemerintah NAD adalah membangun ketahanan dan pengurangan resiko bencana. Fokus pembangunan sosial dalam membangun kapasitas merupakan bagian dari karakter pembentukan ketahanan bangsa yang harus merupakan bagian dari kerangka strategis untuk mengidentifikasi berbagai persoalan pembangunan bangsa terutama di Aceh dalam menghadapi berbagai musibah bencana seperti terjadi sekarang ini, yang memiliki kapasitas fungsi dan tanggung jawab untuk mencegah terjadinya kekurangan kapasitas SDM yang merupakan bagian dari sumber daya ketahanan bangsa yang terdiri ekonomi, politik, sosial dan budaya yang secara potensial memiliki integrasi yang kuat untuk membangun ketahanan bangsa dalam menghadapi tantangan bencana universal.
KETAHANAN INSTITUSI
Salah satu pilar untuk memperkuat mitigasi kekuatan bangsa di Aceh dalam menghadapi berbagai tantangan alam dan pembangunan adalah suatu manajemen yang komprehensif untuk memperkuat ketahanan sosial masyarakat Aceh. Manajemen yang dikhususkan pada perencanaan manajemen resiko bencana, dikhususkan lagi pada pembangunan kapasitas sosial dalam suatu sistem institusi yang menyediakan dan memudahkan pemerintah daerah dengan tingkat kerentanan dan kerawanan daerah yang tinggi, yaitu 1. rancangan kerangka kerja institusi dan legal formal untuk menyampaikan sistem manajemen resiko bencana. 2. Penggabungan program pelatihan manajemen resiko bencana ke dalam proses internal pemerintah serta aktivitas bisnis masyarakat secara sistematis, untuk diimplementasikan ke dalam legal formal, institusi yang terkait misal BNPB, BPBD, SAR, Bansos dan Dinkes serta terintegrasi terhadap sistem pengurangan resiko bencan meliputi beberapa elemen sebagai berikut : 1. Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi resiko bencana tersebut, 2. Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki oleh pemegang kebijakan.
3. Seperangkat peraturan, perundang-undangan dan regulasi yang menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk intraksi antara berbagai organisasi dan institusi yang berbeda. 4. Mekanisme koordinasi institusi yang kuat antar lintas sektoral. 5. Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan code dan standar konstruksi bangunan yang aman, 6. Perencanaan tata guna lahan dan pemukiman yang menggabungkan kepedulian akan bencana dan pengurangan resiko di daerah yang telah diidentifikasi tingkat kerawannnya. 7. Membangun kekuatan teknologi informasi dan komunikasi dengan pola sebaran rata pada daerah elektabilitas rawan bencana tinggi, bertujuan untuk peningkatan kualitan pendidikan kebencanaan geologi dan upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan bencana, pendidikan lingkungan untuk keberlanjutan hidup sumber daya manusia dan sumber daya alam. 8. Pelatihan manajemen dan rehabilitasi serta logistik kedaruratan untuk meningkatkan kesiapsiagaan aparatur dan masyarakat dalam menekan korban bencana sesuai dengan kondisi lapangan [disari dan dimodifikasi dari berbagai workshop serta diklat manajemen dan infomasi mitigasi bencana geologi yang pernah penulis ikuti].
Manajemen ini sebaiknya disampaikan langsung kepada masyarakat ditingkat pemerintahan terendah yaitu Desa sebagai upaya membangun desa-kota yang tangguh bencana, upaya manajemen masyarakat berbasis masyarakat yang lebih membumi.
KETANGGUHAN KOTA
Untuk memperkuat dan meredam efek negatif bencana di perkotaan di Aceh dan Indonesia secara umum adalah mensosialisasi standart rencana tata ruang wilayah kota berdasarkan posisi geografis kota di permukaan bumi melalui penelitian, pemetaan dan desain keteknikan infrastruktur fisik bangunan agar selaras dengan karakteristik geologinya tempat berpijak kekuatan bangunan fisik buatan manusia.
Program pembangunan kota di Aceh wajib diimplementasi dan sosialisasi kepada publik. Membangun ketangguhan kota harus melalui pola kontinjensi melalui penjelasan yang paling mungkin untuk dilema klasik bagi perencana, yaitu haruskah Anda menyusun rencana untuk kejadian yang paling sering atau yang paling merusak namun jarang terjadi? [sumber : Twigg [2005] dan Choularton [2007], artinya harus menyusun area-area daerah rawan kota untuk penanggulangan bencana secara menyeluruh dengan berkoordinasi berbagai lembaga institusi penanggulangan bencana dan ketataruangan wilayah. Penyampaian informasi, peralatan, teknik untuk mengurang resiko dan merespon resiko bencana gempa bumi yang setiap saat terjadi.
Hal ini nampak belum berjalan dengan baik di Aceh dan Indonesia, terlihat cerita koordinasi belum profesional dan miskomunikasi masing sering terjadi sehingga kota dan masyarakat belum tangguh bencana.
MEMPERKUAT KAPASITAS
Memperkuat ketahanan institusi masih diperlukan upaya ketahanan masyarakat dalam membangun kapasitas agar mampu mengurangi korban jiwa dan infrastruktur fisik. Memperkuat kapasitas yaitu memperkuat kemampuan masyarakat untuk lepas dan terlepas dari tekanan yang melingkupi lingkungan tempat mereka beraktivitas dari kerawanan dan kerentanan bencana.
Untuk memperkuat kekuatan dan ketahanan Aceh dalam menghadapi berbagai tantangan musibah bencana dapat dilakukan pemetaan arkeologi sosial kemiskinan sebagai point yang kritis dalam menekan dimensi kekuatan moral etis terutama yang berhubungan dengan politik dan institusionalisasi untuk merefleksikan pembangunan fisik yang adil sehingga mendorong mobilisasi sumber daya ekonomi, sosial dan budaya yang dapat menekan aktivitas masyarakat yang hidup di daerah rawan bencana, diimplementasikan dalam strategis perencanaan pembangunan fisik melalui kebijakan publik.
Hal semacam ini merupakan upaya untuk mendamaikan nilai-nilai tradisi yang bersifat lokal dengan nilai-nilai universal yang tak terhindarkan misalnya mengenai perencanaan pembangunan di daerah bencana, bencana gempa di Bener Meriah dan Simeulue serta wilayah Kecamatan Aceh lainnya sudah harus mewujudkan perpaduan mitigasi budaya dengan konstruksi building code serta strategis ketataruangan wilayah baik yang berbasis pengembangan kota dan berbasis pola kohesif yang berhubungan dengan aktivitas bisnis yang memanfaatkan investasi lahan. Sangat perlu diperhatikan pemerintah setempat sebagai upaya untuk membangun kekuatan dan ketangguhan kota melalui pembangunan kualitas sumber daya manusia.
Artinya, memang tidak ada satu pun kehidupan masyarakat Indonesia sekarang ini, bahkan masyarakat tradisional sekalipun yang tidak terkontaminasi oleh efek negatif modernisasi. Dengan pengertian lain, upaya penggalian nilai-nilai lokal yang memuat unsur tradisi lama yang menjaga keselarasan relasi manusia dengan alam memang dibutuhkan saat ini di Indonesia secara umum dan Aceh secara khusus untuk membangun kapasitas SDM sesuai dengan karaktersitik geologi Indonesia yang tangguh. Hanya saja tidak bisa dipungkiri bahwa perubahan keadaan lingkungan sosial dimana masyarakat Aceh di Kabupaten yang baru beberapa tahun dimekarkan itu mengalami proses modernisasi juga perlu dipertimbangkan untuk memperkuat mitigasi kekuatan dan ketahanan bangsa.
Selain hal tersebut diatas, membangun kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana diperlukan kerjasama yang lebih luas antar stakeholder untuk melakukan suatu aksi yang bersifat lokal untuk mengurangi resiko bencana yaitu memberikan bantuan kekuatan teknis bangunan bagi bangunan yang dianggap paling rapuh menghadapi bencana, seperti bedah rumah dalam suatu program pengembangan perumahan dalam suatu kecamatan di mana kecamatan tersebut masuk wilayah rawan gempa.
Diharapkan kedepan, bangunan fisik di Aceh dapat mengurangi jumlah kerugian material dan korban bencana jiwa.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini sudah dipublikasi pada HARIAN ANALISA MEDAN.

14 Agu 2013

Non Fosil Terabaikan

POTENSI ENERGI NON FOSIL TERABAIKAN
Oleh : M. Anwar Siregar

Sepanjang sejarah, pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi telah menuntut ditingkatkannya persediaan energi. Dewasa ini kebutuhan energi di Indonesia dari non fosil masih terkendala produksi massal dan pemakaiannya masih sangat terbatas. Pemakaian dan pemanfaatan keunggulan energi non fosil sangat dibutuhkan dalam mengurangi ketergantungan pada energi minyak dan gas bumi yang semakin menurun tingkat produksi dan cadangannya di Indonesia.
Selain itu, kemampuan teknologi pemboran minyak di Indonesia masih menggunakan teknologi yang terbatas karena menyangkut kemampuan SDM yang ada juga masih terbatas sehingga kemampuan menemukan sumber minyak, dan gas bumi [migas] yang lebih besar dari yang ada sebelumnya juga semakin terbatas sehingga produksi minyak cenderung menurun dalam lima tahun terakhir, dan final sebagai negara pengimpor migas terbesar Asia Tenggara dengan kebutuhan pasokan BBM telah mencapai diatas 1,5 juta per barrel.
AGAR SEHAT
Bahan bakar minyak bersubsidi telah lama merugikan perekonomian Indonesia yang dilakukan oleh kebijakan Pemerintah Indonesia dengan dalih melakukan penghematan itu tidak menghasilkan kompensasi menyejahterakan kehidupan masyarakat, oleh pengamatan sosial justrunya memberikan kemanjaan, rasa malas berinovasi dan terlalu berharap tanpa mau berusaha keras, seringkali dapat menimbulkan gejolak ditengah masyarakat sebenarnya dapat dihilangkan atau disembuhkan melalui berbagai upaya pendekatan pengurangan subsidi BBM yaitu diversifikasi energi, melakukan konservasi energi, efisiensi sistim infrastruktur penyediaan BBM serta menguranginya lamanya kebijakan harga energi nasional.
Harus ada strategi untuk menekan laju pemakaian energi fosil [minyak, solar, gas dan batubara] dengan mengubah manajemen energi yang ada pada kebijakan pemerintah di sektor energi. Berbagai upaya dapat dilakukan antara lain penghapusan subsidi dengan meregulasi energi non fosil yang masih terabaikan secepatnya dengan memberikan intensif keringanan pajak agar terlaksana investasi pembangunan pusat-pusat distribusi energi bahan bakar terbarukan, menekan penghapusan liberalisasi UU minyak dan gas bumi [migas] tahun 2001, memperkuatkan industri pertambangan dan energi dalam negeri dengan memberikan kemudahan investasi energi serta kebebasan pemakaian berbagai jenis energi alternatif bagi kalangan industri produktif dalam negeri yang banyak melibatkan tenaga kerja dengan harga murah dan ketat dalam pengawasan terhadap aktivitas ke lingkungan.
POTENSI TERABAIKAN
Migas memainkan peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekonomi Indonesia ketika menghadapi krisis ekonomi sebagai pilar utama penyumbang terbesar devisa yang mendorong juga pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum mengalami krisis ekonomi pada tahun 1970an hingga ke dekade tahun 1990-an.
Memasuki millenium ke tiga abad 21, sumber daya energi di Indonesia semakin stagnan akibat berbagai kebijakan di seketor energi oleh dorongan dan tekanan kapitalisme, salah satu bentuk karya yang sangat merugikan Indonesia adalah UU Migas No. 22 tahun 2001, mempersempit kekuatan bangsa dalam penguasaan sumber-sumber migas dengan munculnya kekuatan asing menguasai hayat hidup negeri ini hingga mencapai 80 persen di sektor hulu migas, dan mendekati 70 persen di sektor hilir non pertambangan dan energi.
Pemerintah jangan mengabaikan keunggulan potensi sumber daya energi alternatif non fosil yang di bagi tiga jenis antara lain, energi alam terbarukan misalnya panas bumi 27.000 MG, energi surya, energi air, energi gelombang. Energi nabati/biofuel antara lain biodiesel, bioetanol yang setiap tahun menghasil 415 ribu ton/tahun dari pabrik gula, jagung diatas 1 juta ton /tahun dan belum lagi hasil perkebunan lainnya, dan biomassa yang dapat dihasilkan setiap tahun160 miliar ton/tahun dari areal pertanian dan 80 miliar ton /tahun dari areal perhutanan. Energi non nabati atau energi cair seperti energi sampah, energi katalis lempung.
Semua energi tersebut adalah energi hijau yang tidak akan pernah habis dan termasuk energi yang dapat dibudidayakan [energi nabati], dan merupakan pilihan yang tepat bagi kondisi lingkungan Indonesia sebagai negara penghasil CO2 terbesar di dunia dan berusaha menjaga ancaman ekologi global oleh efek CO2 yang dikenal sebagai pemicu polusi udara ke geosfer.
Dimasa mendatang, energi non fosil sebagai pilar utama kekuatan dan ketahanan bangsa dalam menghadapi berbagai gejolak ekonomi energi dan pembentuk karakter bangsa yang selalu memanfaatkan keunggulan sumber daya alamnya. Sebab, kondisi lahan dan iklim yang sangat mendukung faktor keberhasilan pembangunan energi karena Indonesia adalah negara agraris dan kehutanan maka harus diversifikasi dan dikonservasi sebagai energi unggulan kedepan dan bukan lagi energi terpinggirkan ataupun dialternatifkan.

M. Anwar Siregar
Geologist-Enviromentalist, Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Publikasi Khusus Blog. Tgl 14 Agustus 2013.

Pertambangan Hijau Berbasis Local Genius: Geologi Recources


PERTAMBANGAN HIJAU BERBASIS LOCAL GENIUS
Oleh M. Anwar Siregar

Gambar : Dua wanita lokal sedang berdialog, menunjukkan wanita bisa kerja di "dunia laki-laki", dalam pertambangan emas di Batang Toru Tapanuli Selatan (Dok Foto Penulis, 2012)
Sudah saatnya perusahaan pertambangan dan energi di Indonesia mengubah perilaku yang mementingkan bisnis semata dengan mengumandangkan konsep kualitas lingkungan hijau berkelanjutan, perilaku ekonomi berbasis dan budaya masyarakat setempat.
PERMASALAHAN
Peranan utama pertambangan dan energi di dalam pembangunan di Indonesia sangat penting, usaha yang ditujukan pada pengembangan dan penggunaan energi, bahan bakar fosil mendominasi kebutuhan energi di Indonesia telah mencapai 82 persen ke tahun 2009, jumlah kebutuhan BBM akan semakin meningkat tajam jika deregulasi energi alternatif dalam bentuk produk massal masih diabaikan maka pertumbuhan akan permintaan sumber daya energi terhadap maju pesatnya perkembangan industri dan masyarakat, mengakibatkan ketimpangan distribusi global dalam memenuhi kebutuhan konsumsi energi primer di Indonesia, dan semakin parah apabila tidak dibarengi oleh peningkatan kualitas industri pertambangan energi terhadap berbagai permasalahan dengan kondisi lingkungan.
Permasalahan dunia pertambangan di Indonesia sangat kompleks terutama terhadap kondisi lingkungan serta pasokan dan kebutuhan energi primer, semakin diperberat lagi oleh posisi target lifting migas, pertumbuhan ekonomi, asumsi harga minyak, elastisitas energi, dan subsidi BBM dalam APBN yang sangat menentukan ekonomi negara kita. Sebagai contoh, setiap penurunan produksi minyak dalam orde ribuan barrel per hari dari asumsi dalam APBN dapat menyebabkan defisit anggaran dalam orde ratusan milyar rupiah.
Sedangkan permasalahan energi di Indonesia meliputi ketergantungan yang masih tinggi pada minyak bumi, penggunaan Energi Baru Terbarukan yang belum optimal, peluang terjadi berbagai kendala kerusakan lingkungan berdampak pada pencemaran udara oleh kelompok gas-gas karbondioksida dari pembakaran bahan bakar fosil menyebabkan perubahan iklim akibat adanya efek rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfir dari industri pertambangan, kerusakan tata ruang air permukaan dan bawah permukaan, serta kualitas penjernihan. Resiko yang ditimbulkan oleh kerusakan dan kecelakaan industri pertambangan dan energi seperti dampak kebakaran reaktor energi nuklir ataupun kebocoran kilang migas.
EFEK LIMBAH AIR
Air limbah pertambangan memberikan efek dan gangguan buruk baik terhadap manusia maupun lingkungan. Efek buruk dan gangguan antara lain gangguan terhadap kesehatan, keindahan dan benda. Beberapa efek zat kimia dari pencemaran air limbah pertambangan dan rumah tangga yang dapat menyebabkan pengaruh negatif bagi kehidupan antara lain : Amoniak dalam konsentrasi 0.3 ppm dapat mengganggu penurunan kandungan oksigen dalam darah. Nitrit yang mempunyai pengaruh yang dapat mengikat haemoglobin dalam darah dan akan menghambat perjalanan oksigen yang dibutuhkan dalam tubuh manusia. Sulfida, mempunyai pengaruh bau dan bersifat racun, nomor satu terbanyak ditemukan dalam sisa air limbah pengelolahan bahan pertambangan yang dibuang ke sungai, Chromium dan Fenol menyebabkan gangguan pada tubuh pada dosis 0.4 sampai 0.8 ppm, Chlorine mempunyai pengaruh terhadap sistim pernapasan dan selaput mata. Phosgenes mempunyai pengaruh gangguan tubuh berupa batuk-batuk dan gatal-gatal pada paru-paru serta Mercury yang dapat menyebabkan kondisi lingkungan tercemar, berbau dan merusak unsur-unsur kehidupan ekosistim air serta udara sekitarnya.
Masyarakat yang tinggal disekitar DAS maupun dihilir sungai wajib memahami hal ini, apabila sungai dianggap sebagai sumber kehidupan, harus memelihara, menjaga dan melestarikan dari bencana akibat sisa air limbah berbagai usaha industri pertambangan.
LINGKUNGAN HIJAU
Pada saat usia planet Bumi masih mudah, kondisi temperatur maupun kemampuannya untuk membersihkan diri berjalan secara wajar dan alamiah. Pencemaran lingkungan oleh letusan gunung api, badai dan pembusukan kimiawi dapat diatasi dengan sendirinya oleh alam. Namun sejak sekitar dua abad terakhir ini, komposisi atmosfer bumi mengalami perubahan yang sangat nyata sebagai akibat dari aktivitas manusia dipermukaan bumi. Aktivitas dimulai sejak revolusi industri mengenal dan menggunakan pemakaian bahan bakar fosil terutama penemuan besar-besaran lokasi bahan tambang batubara dengan laju yang sangat pesat untuk memenuhi kebutuhan manusia dan industri serta transportasi.
Gambar : Pertambangan sangan berkaitan dengan dunia hutan yang mengalami penggundulan, nampak daerah hutan yang sebelumnya merupakan lokasi hutan konservasi, saat ini telah direhabilitasi. (Dok. Foto Penulis, 2011)
Dunia pertambangan di Indonesia wajib memahami kondisi lingkungan, budaya dan sumber daya masyarakat bumi Indonesia sebagai upaya menekan konflik, konflik bisa juga diredam melalui pendekatan kebijakan ekonomi lingkungan hijau, yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat sekitar untuk meningkat taraf kehidupan ekonomi yang lebih baik melalui upaya partisipasi ekologi hijau selain pendidikan dan pelatihan ekonomi genius lokal antara lain : menyediakan bibit-bibit tumbuhan untuk rehabilitasi dan reklamasi pertambangan yang berkonstribusi sebagai penggerak ekonomi yang rendah karbon karena kita ketahui bahwa negeri kita adalah penghasil CO2 terbesar di dunia dan merupakan jantung paru paru bumi yang terbesar dan terpenting dimuka bumi.
Pembangunan pertambangan hijau adalah merupakan jawaban yang paling tepat dalam upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan dan pembangunan yang berbasis masyarakat, dan merupakan salah satu cara mewujudkan keadilan bagi masyarakat ulayat dan merupakan kesadaran perusahaan pertambangan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya terbatas secara berkelanjutan karena ekosistim bumi yang kita huni ini menanggung beban yang sangat berat akibat dari dampak pertambangan yang tidak berbasis lingkungan hijau, penipisan lapisan ozon yang membentuk lubang ozon di Antartika disebabkan oleh berbagai reaksi kimia antara polutan yang mengandung senyawa kimia yang dilepaskan ke udara.
EKONOMI LOCAL GENIUS
Untuk mengurangi dampak negatif dalam pembangunan pertambangan di Indonesia yang tidak menganut sistim pertambangan dan ekonomi hijau berbasis masayarakat pada kehidupan sosial lingkungan akan tumbuh kegagalan mekanisme produksi, penjualan, dan pasar akibat dua isyarat sederhana yaitu aspek kehidupan sosial dan budaya kearifan lokal yang menjadi sumber kehidupan masyarakat dimasa lalu ke masa sekarang.
Ekonomi local genius berbasis partisipasi masyarakat lokal dapat juga diupayakan melalui pendidikan dan pelatihan manajemen pengelolaan daur ulang sampah melalui sistim manajemen bank sampah, diklat bahan-bahan tambang sisa yang dapat didaur ulang oleh masyarakat untuk dijadikan sebagai bahan industri bangunan, rumah tangga, misalnya untuk pembuatan cat berbagai warna, bantuan alih teknologi dan pengetahuan tentang bahan baku industri pertambangan sangat penting dalam peningkatan kecerdasan dan penggalian sumber-sumber ekonomi baru antara lain memberikan lokakarya teknis pembuatan alat mesin pemrosesan berbagai jenis pemisahan bahan utama dan bahan ikutan mineral tambang, memberikan bantuan modal padat karya dalam menciptakan lapangan kerja bagi investasi peralatan pertambangan dan perbengkelan alat berat, memberikan diklat manajemen pengenalan dan fungsi berbagai jenis bahan tambang dan energi yang dapat dimanfaatkan sebagai industri kreatifitas kerajinan tangan, souvenir khas daerah pertambangan yang masih banyak belum terkelola dengan baik, diklat pengetahuan partisipasi visualisasi dan hubungan masyarakat tentang proses-proses pertambangan hijau dalam bentuk pembuatan video komunikasi, penggambaran proses kerja instalasi limbah dan pengetahuan standart prosedur keselamatan operasional kerja bagi industri pertambangan kecil yang belum pernah dilakukan oleh berbagai perusahaan pertambangan di Sumut, serta memberikan pelatihan tentang proses konservasi dan reklamasi daerah pertambangan, tidak secara langsung telah meningkatkan kecerdasan masyarakat lokal, yang mungkin suatu kelak dapat menciptakan teknologi mesin, proses penghancuran bahan tambang yang keras, menciptakan teknologi transportasi hemat energi, menciptakan teknologi informasi dan perekaman data geologi bawah permukaan serta teknologi limbah yang lebih baik dari yang ada sekarang.
Kreatifitas pemanfaatan sumber-sumber daya yang berhubungan dengan ekonomi genius local bagi keberlangsungan ekologi lingkungan tergantung visi dan misi kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh suatu perusahaan pertambangan dalam penguasaan IPTEK.

M. Anwar Siregar
Pemerhati Masakah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer, Tulisan ini sudah di muat pada Harian ANALISA MEDAN.

Musim Bakar Asap


MUSIM BAKAR HUTAN, MUSIM KABUT ASAP LAGI
Oleh M. Anwar Siregar
Musim kabut asap datang lagi, kebakaran yang lalu belum padam, datang lagi kebakaran di Sumatera dan Kalimantan disertai musim kemarau menyebabkan berkabut asap udara di negeri jiran Singapura, dan juga kawasan perbatasan Riau dengan Sumatera Utara.
Polusi udara atau kabup asap merupakan masalah tetap di ratusan kota-kota besar dan bahkan hingga ke desa di daerah pendalaman terpencil diseluruh dunia. Polusi udara dan hujan asam telah merusak panenan dan hutan-hutan yang disebabkan oleh pembakaran hutan, batubara dan gembut yang mengandung belerang dalam konsentrasi tinggi yang menghasilkan hujan asam. Akibat pembakaran hutan menimbulkan kabut asap terbesar di Asia Tenggara telah memompakan 2 milyar ton unsur hidrokarbon ke dalam atmosfer turut mengubah iklim global, kandungan karbon dioksida terperangkap cukup panjang, menimbulkan ktidakpastian cuaca, terjadi efek musim hujan mendadak ke musim kemarau yang berkepanjangan yang menyebabkan perubahan siklus si El Nino Southern Oscilation (ENSO).
Kejadian kabut asap di Asia Tenggara telah berlangsung sejak tahun 1980-an dan merupakan dasawarsa terpanas hingga memasuki periode abad ke 21 bumi di kawasan ini telah mengalami peningkatan panas dari 100 tahun yang lalu akibat dari pembakaran hutan-hutan tropis di Kalimantan, Sumatera dan Papua, sudah berlangsung rutin dalam kurun 25 tahun terakhir ini.
SUMBER DAYA TERBATAS
Hutan Indonesia dari tahun 1980 hingga menjelang akhir 1990-an terdapat 120 juta hektar. Sebelumnya, pada tahun 1960-an luas hutan Nasional terdapat keseluruhan sekitar 220 juta hektar. Namun saat ini, diperkirakan hutan asli/lindung di Indonesia terdapat 32 juta hektar telah mengalami perusakan, belum lagi yang telah mengalami kebakaran sepanjang 2003 hingga 2004 sebesar 45.000 hektar per tahun. Pada periode 2001 hingga 2005, hutan nasional Indonesia mengalami penggundulan sekitar 2,8 juta per tahun, berarti tersisa 73,7 juta hektar. Pada tahun 2007-2008 terjadi lagi kebakaran hutan di Kalimantan seluas 15.000 hektar dan Riau seluas 17.000 hektar lebih. Hutan Papua terpangkas rata 7.000 hektar per tahun.
Puncak perlakuan terhadap hutan Indonesia terjadi menjelang 2009, hutan Indonesia menjadi “botak” terutama di Sumatera saat ini diambang krisis dan diperkirakan tinggal 10 juta hektar hingga pada tahun 2012.
Penyebab kerusakan dan perubahan kondisi iklim selama empat tahun akibat kebakaran di Riau adalah tidak seimbang antara keperluan pemasokan kayu tropis dengan reboisasi atau penghijauan dalam menahan laju kerusakan hutan di Indonesia.
Kebutuhan industri kayu gelondongan tropis tidak pernah menurun permintaannya di pasaran dunia. Indonesia justrunya menghabisi sumber daya terbatas ini untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Data dari tahun 1998 menunjukkan konsumsi kayu bulat Nasional sebesar 78,1 juta meter kubik. Sedangkan produksi hutan nasional Indonesia hanya mampu menghasilkan 21,4 juta meter kubik. Artinya, 56,6 juta meter kubik disuplai oleh penebangan liar dari hutan lindung. Pada tahun 2003 hingga 2009 meningkat konsumsi kayu bulat menjadi 83,7 juta meter kubik atau sekitar 62,3 juta meter kubik dari hutan lindung. Peningkatan ini disebabkan penebangan liar merambat wilayah hutan lindung yang ada di Propinsi Papua Barat yang menyebabkan terjadinya penurunan daya dukung lingkungan di habitat hutan-hutan lindung di Indonesia dengan bukti terjadinya longsor dan banjir di Wasior, Aceh, Riau dan Kalsel.
ANALISIS PENYEBAB
Dari hasil pemantauan aktivitas kebakaran oleh satelit NOAA hingga pertengahan bulan Juni ini, penyebaran titik api terparah ada di wilayah Riau terdapat 100 lebih, meningkat tiap kali musim bakar hutan atau pembukaan lahan perkebunan baru dan terbakarnya hutan lahan gambut di Riau dan Kalimantan dapat mencapai diatas 700 titik api.
Ada beberapa analisis yang menyebabkan mengapa terjadi lagi musim kabut asap. Analisis pertama, penyebab kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan juga Kalimantan yang memberikan julukan bagi Indonesia sebagai “Raja Polutan terbesar” di Asia Tenggara lebih disebabkan oleh kemajuan bisnis dan industri kayu, pertambangan dan perkebunan yang mendominasi usaha penanaman modal investasi di kedua pulau terbesar Indonesia.
Analisis kedua, penyebab kebakaran adalah perencanaan tata ruang investasi yang tumpang-tindih dengan areal perkebunan untuk jangka panjang dengan sarana infrastruktur fisik pertambangan dan pemukiman serta pusat-pusat industri kayu terjadi pemanfaatan lahan yang berdekatan atau terdapat sumber daya dalam suatu kawasan tertentu pada zona peruntukan lahan dalam tata ruang kota. Contohnya pusat industri perkayuan dan pabrik pulp dekat dengan pusat perkotaan tanpa zona sanggahan hijau terbuka, pusat perkotaan terletak didaerah tata ruang pertambangan resevoir migas dan lokasi perkebunan melingkari pusat ruang pemerintahan dengan pemukiman yang tertekan ke dalam, sehingga akan ada jalan pintas yang harus dilakukan semua untuk mengejar kepentingan bisnis.
Analisis ketiga, penyebab kebakaran lebih dominan disebabkan oleh faktor lapisan tanah yang mengandung bahan bakar fosil di daerah yang kaya sumber daya alam minyak dan gas bumi. Sekitar 40 % tanah yang mengandung karbon terdiri lapisan gambut, batubara dan kayu yang mengandung gas dan partikel yang memungkinkan menghasilkan CO2 ke udara untuk membentuk kabut/polutan yang pekat. Umumnya daerah yang terbakar dari kebakaran hutan di Pulau Sumatera dan Kalimantan yang menimbulkan asap adalah berasal dari kebakaran lapisan hidrokarbon yang mengandung kapasitas 7 juta ton yang tertimbun dalam lapisan karbon muda dari kedua Pulau Indonesia.
Analisis keempat, penyebab kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap maut adalah membakar langsung alang-alang liar dan pohon-pohon muda sebagai jalan akhir percepatan perluasan lahan didaerah rawa-rawa yang mengandung lapisan gambut muda yang mudah terbakar dan merupakan bahan energi pengganti “bensin dan minah” sehingga pihak pembakar tidak memerlukan “bahan baku jadi” untuk menuntaskan pekerjaan mereka.
Analisis kelima, penyebab kebakaran yang mengakibatkan berkabutnya udara Asia Tenggara adalah terjadi kebakaran pipa-pipa penyalur migas yang melintasi daerah lahan perkebunan baru dan ada ladang sumur dari perusahaan minyak menyemburkan api setiap hari sehingga membentuk kawasan berkabut. Analisis Keenam, adalah kecepatan angin rata-rata kencang di wilayah Indonesia sehingga mendorong kabut asap bergerak dan bersatu padu membentuk kawasan “hitam” ke Malaysia dan Asia Tenggara lainnya.
AKIBAT KABUT ASAP
Kabut asap telah menimbulkan dampak kerugian yang cukup besar bagi Indonesia. Dampak kabut asap ke lingkungan, Indonesia mengalami kerugian 45 trilin per tahun akibat penggundulan hutan seluas, 1.4-2.8 juta hektar. Terjadi deforestasi hutan yang luas, rusak sarana infrastruktur akibat banjir, daya dukung lingkungan merosot tajam, membutuhkan triliun rupiah untuk mengembalikan kesediakala.
Akibat kabut asap bagi kesehatan makhluk hidup, Indonesia merasakan dampak lebih besar dengan timbulnya berbagai penyakit akibat banjir, rusaknya sistim kekebalan tubih karena ketebalan polusi udar mencapai 300 dari maksimal 500 EMI (electromagnetic interferenci), pengotoran sumber-sumber daya air bersih dan musim kemarau dan hujan tidak pasti menyebabkan hasil panenan merosot tajam, harga bahan pokok meningkat tajam dan terbatas. Kerugian bisnis transportasi perekonomian sekitar $ 9.0 milyar.
KABUT ASAP LINTAS NEGARA
Kabut asap telah menjadi fenomena tahunan di Asia Tenggara dan kini merupakan masalah lintas negara, bukan sebatas ekonomi dan politik. Jika ada protes masyarakat negara tetangga bukan pada tempatnya memprotes Indonesia, karena selama ini masyarakat Asteg telah menikmati “kebersihan udara” dari hutan-hutan Indonesia yang luasnya sepertiga dari luas hutan dunia dan berusaha keras selalu di jaga dengan baik (sendirian) karena berfungsi sebagai paru-paru dunia bagi atmosfer Asia Tenggara.
Masalah lintas kabut asap antar negara bukan seharusnya ditangani oleh Indonesia, tetapi juga oleh negara di Asia Tenggara, karena wilayah hutan dan laut Indonesia telah berjasa dalam memberikan udara bagi Asia Tenggara. Sumbangan oksigen bagi Asia Tenggara yang selama ini di “sewa” gratis para warga Asia Tenggara berasal dari laut Indonesia sepanjang 86.000 kilometer atau sekitar 70 persen dari luas wilayah Indonesia. Yang berasal dari binatang plankton yang dilepaskan ke udara hampir 90 persen dari kehidupan laut. Dan kontribusi hutan di perbatasan di wilayah Kalimantan Timur seluas 17 juta hektar menyumbangkan oksigen 10 % yang cukup signifikan.
Mawas diri bagi warga Asia Tenggara untuk melakukan protes keras ke Indonesia, sudah rusak hutan, dicuri, digundul, dibakar pula, ditinggal begitu saja tanpa ada reboisasi. Jadi siapa yang lebih parah mengalami kerugian?
 
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer, Tulisan ini sudah di muat di Harian ANALISA MEDAN

17 Jul 2013

Merdeka Berdaulat di Lautan Konflik Perbatasan : Geologi Kelautan


MERDEKA BERDAULAT DI LAUTAN KONFLIK PERBATASAN
Oleh M. Anwar Siregar


“Bukan lautan hanya kolam susu, Kail dan jala cukup menghidupimu, Tiada badai tiada topan kau temui, Ikan dan udang menghampiri dirimu”
Lagu Kolam Susu ciptaan grup band Koes Plus yang terkenal di tahun 70-an itu memang mencerminkan keadaan sumber daya geologi di lautan Indonesia yang melimpah ruah sehingga mengundang keinginan bangsa lain untuk mengeskplorasi dengan segala cara baik melalui aturan regulasi undang-undang pemanfaatan sumber daya minyak dan gas bumi di darat dan laut maupun upaya pengambilan/pencaplokan pulau-pulau terpencil di perbatasan dengan mengklaim sebagai wilayah integrasi dari Negara mereka dengan melalui invasi kekuatan militer dan diplomasi “manis-manis di bibir” yaitu sebagai semangat persahabatan ASEAN yang lebih banyak merugikan Indonesia seperti yang telah dilakukan oleh beberapa Negara ASEAN dan pencurian sumber-sumber daya geologi dan perikanan di lautan Indonesia hingga mengusik kedaulatan RI dengan memasuki wilayah teritorial Republik Indonesia (RI).
PEMBANGUNAN PERBATASAN
Berlandaskan dari urgensi permasalahan sumber daya geologi dan sumber daya alam lainnya di perbatasan maka diperlukan suatu paradigma pembangunan pulau perbatasan yang lebih difokuskan pada orientasi kebijakan pembangunan dari dalam ke luar untuk mengembangkan kawasan pulau terdepan menjadi suatu kawasan usaha pertumbuhan yang baru dengan melihat potensi yang dapat dikembangkan bagi tiap pulau-pulau terluar Indonesia sebagai gerbang ekonomi dan perdagangan dengan pendekatan kesejahteraan, pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan laut (hub port) yang terdekat dengan kawasan pertumbuhan di negara tetangga dan tidak meninggalkan pendekatan keamanan dalam kerangka NKRI.
Strategis yang diperlukan dalam pembangunan perbatasan melalui pendekatan penanganan perbatasan secara komprehensif dan bukan secara parsial, terpadu dalam mengembangkan potensi-potensi geologi kelautan, pengendalian ancaman bencana serta diperlukan sistim pengadministrasian wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan, menjadikan pulau-pulau terdepan tertentu sebagai pusat mega geo-biodiversity karena memiliki kandungan mineral-hayati yang luar biasa besar.
Memberikan peluang yang besar bagi propinsi yang berbentuk kepulauan dalam mengembangkan potensi geografisnya dengan mengembangkan sistim pengelolaan konservasi kelautan yang berkelanjutan yang berdasarkan ekosistim, wisata dan pertambangan serta mengembangkan sarana infrastruktur yang lengkap agar memiliki daya saing tinggi sebagai pengembangan pasar tunggal regional dan global yang berbatas dengan Negara tetangga.
KONFLIK PERBATASAN
Ada beberapa wilayah yang menjadi lautan konflik ekonomi sumber daya geologi bagi RI di masa depan dengan beberapa negara sangat krusial dan memerlukan penanganan serius sekarang, antara lain, pertama, wilayah geologi landas kontinen RI yang berbatasan langsung dan merupakan sumber ancaman serius bagi keberlanjutan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) antara lain Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Kawasan perbatasan kontinen Indonesia terdapat di tiga pulau, 4 Propinsi dan 15 Kabupaten/Kota yang masing-masing wilayah memiliki karakteristik geologi kawasan perbatasan yang berbeda-beda, demikian juga dengan Negara tetangga yang berbatasan dengan RI, serta Negara-negara disekitar RI merupakan Negara  yang haus  invansi perluasan kekuasaan seperti RRC, Malaysia, Jepang, Vietnam, Singapura dan Australia, semua merupakan Negara yang sangat menginginkan kelemahan dan keruntuhan NKRI.
Wilayah geologi landas kontinen sangat penting dipertahankan karena ini menyangkut integritas menyeluruh wilayah RI yang ada sekarang, menyangkut aspek dari dalam dan luar kondisi alamiah pulau-pulau yang ada, sekali ada lepas maka akan ada peninjauan deklineasi pengukuran batas-batas yang sudah dipatokan, contoh ini bisa dilihat pada keinginan Malaysia atas wilayah Ambalat akibat Sipadan-ligitan lepas.
Kedua, wilayah maritim Indonesia berbatasan dengan 10 negara yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan PNG. Kawasan perbatasan maritim sangat penting ditingkatkan kesejahteraannya, karena pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang berjumlah 92 pulau memiliki potensi sumber daya geologi kelautan berupa migas dan mineral laut, mencapai diatas 1 miliar kubik per barrel dan lebih 1 juta ton potensi mineral yang bisa dikembangkan.
Selain potensi sumber daya geologi kelautan dibatas laut teritorial masih ada masalah yang harus diselesaikan yaitu beberapa pulau-pulau kecil yang masih memerlukan penanganan administratif nama pulau yaitu sebanyak 9.634 pulau dan masih ada 12.000 pulau belum berpenghuni.
Ketiga, kebijakan strategis pengembangan kawasan perbatasan antara Negara untuk mengatasi ketertinggalan di wilayah perbatasan, tiap perbatasan wilayah RI memiliki karakteristik geologi yang berbeda pada tiap pulau misalnya batas maritim dan geologi kontinen sunda kecil (NTB dan NTT, Bali) dengan Australia, begitu juga dengan blok Ambalat dengan Malaysia.
MERDEKA-BERDAULAT

Pulau-pulau diperbatasan harus dapat diklaim baik dalam tataran hak berdaulat (souvereign right) maupun dalam tataran hak berdaulat penuh (souvereignity). Kawasan perbatasan merupakan halaman rumah Indonesia yang tidak bisa diabaikan. Daerah perbatasan merupakan kawasan yang rentan terhadap lautan konflik di masa depan seperti pencaplokan wilayah oleh negara tetangga, pencurian dan penyeludupan sehingga perlu dimekarkan dengan menata potensi ekonomi untuk mengelola potensi ekonomi secara maksimal sehingga masyarakat di perbatasan tetap merasakan merdeka sebagai dari bagian NKRI.
Wilayah perbatasan merupakan cerminan dari wajah bangsa kita, ini menyangkut kepercayaan terhadap pemerintah, apalagi bila dilatarbelakangi oleh sesama budaya, adat dan agama akan sagat membahayakan keutuhan bangsa bila terjadi ketimpangan pembangunan di pulau perbatasan sehingga menimbulkan ketidakpercayaan kepada pemerintah.
Rakyat di perbatasan belum merasakan kemerdekaan penuh, dalam arti kesejahteraan masih jauh dari harapan yang dicita-citakan, karena itu, pemerintah wajib memperhatikan dan meningkatkan “kue” pembangunan sehingga integritas NKRI semakin kuat di pulau perbatasan.
Dengan masalah kesejahteran tersebut, serta beberapa persoalan perbatasan lainnya sudah harus dituntaskan dengan ”memaksa” negara tetangga itu diajak ke meja perundingan, pemerintah harus tegas dan keras karena selama ini mengulur waktu agar tidak menimbulkan ketegangan dan emosi publik (warga Indonesia) menjadi geram, unjuk rasa sering berakhir dengan bentrok dan penghancuran propertis kantor dubes negara jiran dan salah satu spanduk akan selalu ada berisi seruan “ganyang Malaysia” atau “habisi Singapura”.
Khususnya di blok Ambalat, apabila jatuh ke wilayah Malaysia suatu saat akan menimbulkan dampak yang luar biasa bagi keutuhan NKRI, akan ada ancaman yang lebih luas bagi konflik-konflik dimasa depan
Dalam usia 67 tahun kemerdekaan RI perlu pembangunan yang terintegrasi secara luas dan selaras dengan penataan ruang antar pulau-pulau di perbatasan karena terdapat 17.000 pulau yang masih memerlukan penanganan pembangunan. Maka pemerintah tak perlu ragu memanfaatkan potensi sumber daya bio-geologi kelautan sebagai jembatan emas kesejahteraan dan keutuhan bangsa karena dilaut kita dapat berjaya.

M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang-Lingkungan dan Energi-Geosfer.Berminat juga dengan permasalahan Geologi Lingkungan  Kelautan, Tulisan ini sudah dimuat Pada Harian ANALISA MEDAN AGUSTUS 2012

25 Jun 2013

Pers Informasi : Geologi Mitigasi

PERS DALAM PENYEBARAN INFORMASI BENCANA
Oleh M. Anwar Siregar

Dalam usia Bumi yang semakin tua, dan bencana alam hadir yang tidak teratur serta semakin sulit diramalkan, maka disini peranan informasi bencana melalui media massa untuk memberikan peringatan dini sangat vital. Jika proses sosialisasi informasi geologi tentang bencana alam seperti gempa, tsunami, letusan gunung api gerakan tanah dan banjir dilakukan secara berkelanjutan, masyarakat akan terus-menerus diingatkan, mengenal, mempersiapkan diri dalam menghadapi ancaman bencana akan lebih sigap dalam memberikan respons.
Salah satu untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kebencanaan di bumi adalah melalui peran media massa, baik dalam bentuk opini, karikatur pendidikan dan visualisasi atau media gambar bergerak. Komunikasi yang efektif sangat penting dalam proses pembelajaran dan kedisiplinan dalam menghadapi bencana, maka komunikasi media pers sangat diperlukan dan harus diupayakan secara berkala, yaitu memberikan ruang khusus atau kolom yang memuat berita dan pengetahuan tentang pemahaman serta informasi daerah rawan bencana geologi, klimatologi dan hidrometerologi.
Komunikasi dalam bentuk ruang opini ataupun kolom khusus akan memiliki efek yang lebih baik daripada menerima isu-isu yang tidak bertanggung jawab, dapat direfleksikan melalui pemahaman pembelajaran pendidikan dari sekolah dasar, masyarakat bawah, pelatihan mitigasi dan edukasi terhadap wanita dan anak-anak. Namun budaya mitigasi melalui penyebaran informasi rawan bencana secara rutin dalam suatu ruang media massa masih terbatas dan kadang tidak ada, dan hal seperti ini belum membumi di Indonesia terutama kesadaran dari Pemerintahan untuk membangun pola mitigasi komprehensif dengan medai massa, hanya ada jika terjadi bencana begitu juga sebaliknya.
 Seperangkat peralatan media komunikasi pers (sumber Foto Wartawan ANTARA)
KOMUNIKASI BENCANA 
Sosialisasi bencana merupakan salah satu upaya untuk menyampaikan pendidikan kebencanaan kepada masyarakat, yang merupakan bagian dari sistim pendidikan komunikasi massa, mengenai gambaran keadaan lingkungan yang dilengkapi berbagai argumentasi ilmiah, argumentasi legal dan argumentasi moral.
Komunikasi sosialisasi bencana melalui media pers merupakan bagian yang sangat penting dalam meperkenalkan sistim manajemen bencana geologi dan pendidikan kebencanaan kebumian agar dapat memberikan motivasi lahirrnya ruang partisipasi publik dalam menekuni pendidikan kebencanaan kebumian.
Komunikasi pengetahuan kebencanaan bagi Indonesia masih jauh dari harapan untuk terciptanya masyarakat sadar bencana. Kesadaran masyarakat terhadap bahaya dapat digambarkan melalui pengetahuan kearifan terhadap keadaan alam tempat mereka beraktivitas hidup dipermukaan bumi. Pertama, gempa itu tidak membunuh, akan tetapi yang menimbulkan korban adalah akibat dari gempa tersebut, misalnya karena tertimpa beton atau tertimbun tanah longsor. Sehingga dalam hal ini, pengetahuan masyarakat dalam hal bangunan antara lain tentang tata cara membuat bangunan dianggap masih sangat minim. Sebagian besar bangunan yang roboh karena tidak menggunakan kaidah-kaidah keteknikan yang baku atau tidak memenuhi persyaratan. Sedangkan yang kedua adalah faktor kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya, artinya dalam membuat bangunan seharusnya menggunakan material yang tahan gempa karena lokasinya berada di daerah potensial gempa.
PERAN SOSIALISASI MEDIA
Dari gambaran tersebut diatas, maka sosialisasi bidang geologi dalam media pers sangat penting, baik cetak maupun elektronik dimaksudkan untuk mensosialisasikan data-data geologi termasuk kebijakan tentang perencanaan nasional kebencanaan geologi dan juga mengenai pendayagunaan sumber daya alam dalam pencegahan akibat ditimbulkan oleh bencana geologi pada daerah rawan bencana serta bertujuan agar pemerintah daerah lebih awal memahami data dan informasi serta kebijakan dari Pemerintah Pusat untuk mengidentifikasi kegiatan yang diperlukan atau difokuskan untuk mempersiapkan diri dalam pengelolaaan, pemberdayaan dan penyerbarluasan kegiatan informasi daerah rawan bencana geologi serta penentuan tata ruang lingkungan geologi yang komprehensif.
Sosialisasi penyebaran informasi geologi rawan bencana juga merupakan bagian penting untuk disampaikan oleh media pers yaitu bagian dari pengembangan potensi sumber daya masyarakat di daerah masing-masing untuk mengusahakan forum kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan media massa. Pemahaman antara ketiganya akan meningkatkan kepercayaan diri dalam menghadapi permasalahan kebencanaan geologi yang harus berangkat dari pribadi dan komunitas media dan tidak mengandalkan isu-isu tidak benar, yakni pemahaman pentingnya penyampaian pengembangan akal budi daya dan bersikap waspada hidup di daerah rawan bencana.
Informasi penyebaran bencana dalam bentuk opini di suatu media massa merupakan suatu bentuk peringatan dini sebelum terjadinya bencana bagi masyarakat, sosialisasi penyebaran informasi dan penanggulangan bencana dapat dilakukan dalam berbagai aksi, salah satunya dalam bentuk opini pengetahuan argumentatif. Dalam konteks ini peran media sangat diperlukan bukan saja ketika terjadi dan pasca bencana tetapi juga sebelum terjadinya suatu bencana alam, masyarakat dapat diingatkan terus menerus menghadapi dan meningkatkan kewaspadaan dan harus bersiaga menghadapi segala kemungkinan menghadapi bencana alam, dan ini juga merupakan sebagai upaya pembelajaran bencana alam dalam bentuk komunikasi yaitu menfasilitasi diskusi pengetahuan publik/masyarakat mengenai mitigasi penanggulangan bencana alam, dan bagaimana upaya-upaya atau langkah yang diperlukan dalam mengurangi jumlah korban jiwa dan kerugian akibat bencana dan pembangunan manusia.
KEBERLANJUTAN PENGETAHUAN
Media massa memainkan sebuah perangkat instrumen penting dalam menghadirkan berita-berita tentang bencana alam kepada pembacanya, baik dalam bentuk kajian berita proses pemulihan setelah peristiwa bencana maupun ketika dalam kondisi darurat.
Media massa di Indonesia khususnya di Medan/Sumut seharusnya lebih aktif lagi dalam menyampaikan pembelajaran pengetahuan tentang informasi kebencanaan yang berlangsung di Indonesia terutama di wilayah Sumut yang telah diidentifkasi memiliki sumber-sumber bencana universal hampir disetiap lingkungan tata ruangnya memiliki tingkat kerawanan dan kerentanan dari ancaman bencana alam yang sangat tinggi, memerlukan upaya kenberlanjutan publikasi argumentatif sebagai salah sumber pengetahuan yang paling aktual sekaligus sarana pusat diskusi perencanaan pembangunan mitigasi bencana yang sangat dibutuhkan berbagai kalangan sebagai peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia baik dari SDM aparatur maupun dari SDM masyarakat.
Ada baiknya media massa di Sumut terus mengupayakan dan menyisipkan ruang untuk menampung berbagai kritikan, gagasan atau ide aktualitas yang membangun untuk mendorong masyarakat agar dapat terus mengikuti perkembangan penyebaran informasi kebencanaan lingkungan baik sebelum terjadinya bencana atau fase pra bencana, fase saat terjadi bencana dan pasca bencana terjadi.
Kelemahan dalam media massa di Sumut dalam memberikan penyebaran informasi daerah rawan bencana geologi adalah lebih di fokuskan pada kejadian pasca bencana, sedangkan pra bencana masih terpinggirkan, begitu juga dalam kemajuan pemulihan, hanya terekspose ketika telah selesai. Sedangkan perkembangan kehidupan setalah lebih dari setahun tidak atau jarang dipublikasi secara luas. Kasus-kasus kejadian bencana sebelum bencana gempa dahsyat Aceh 2004 adalah contoh gambaran bagaimana tingkat pemahaman masyarakat dalam menghadapi tsunami sehingga menimbulkan korban yang luar biasa karena referensi yang ada sangat terbatas.
Harapan masyarakat di masa mendatang, media di Sumut dapat terus memberikan dan menampung opini yang terbaik, baik ketika tidak terjadi bencana maupun ketika ada bencana, dan sekaligus sebagai benteng mitigasi yang terbaik dalam menjaga kualitas SDM Sumut untuk menghadapi tantangan kehidupan di masa mendatang. Selamat hari pers.
M. Anwar Siregar
Pemerhati Masalah Tata Ruang Lingkungan dan Energi-Geosfer. Tulisan ini sudah dipublikasikan pada harian ANALISA MEDAN, Tgl 29 Pebruari 2013

Populer

Laut Indonesia darurat sampah

  LAUT INDONESIA DARURAT SAMPAH Oleh M. Anwar Siregar   Laut Indonesia banyak menyediakan banyak hal, bagi manusia terutama makanan ...