UU LINGKUNGAN “ASAP” MASIH TUMPUL
Oleh M. Anwar Siregar
Benarkah UU Lingkungan yang mencegah kebakaran hutan dan lahan telah membumi di Indonesia? Jika melihat tata lahan di perkotaan yang saat ini semakin terbatas dengan pola tata bangunan berbentuk vertikal, maka bayangkanlah hal ini karena merupakan salah satu faktor yang mendorong laju kerusakan lingkungan semakin dahsyat dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, begitu juga tingkat hunian yang tinggi, mengakibatkan menurunnya kualitas struktur hunian, proses erosi yang semakin melebar, tempat pembuangan sampah untuk kesehatan lingkungan semakin menyempit.
Gambar : Asap yang mengerumuni langit Riau dan Asia Tenggara, korban hancurnya hutan Indonesia (Sumber gambar : Analisa Medan)
Ujungnya adalah penataan ruang menjadi horizontal, melebar dengan mencaplok kawasan ekologi hijau melalui pembakaran hutan dan perusakan DAS (Daerah Aliran Sungai) di Hulu dan hilangnya kawasan daerah tangkapan air dan maka akan terbangun suatu ”tata ruang neraka” yang dikenal sebagai zona bencana, dampak buruknya implementasi yang tidak menaati UU yang khusus mengatur lingkungan. Percayalah, gejala ini sudah berjalan sistimatis dengan seringnya arisan bencana karhutla dan banjir, hujan sebentar saja di Medan sudah banjir adalah dampak yang kita rasakan.

