Nov 9, 2015

Polarisasi Gempa Mentawai : Geologi Gempa



POLARISASI GEMPA DUNIA DI PATAHAN MENTAWAI-SUMATERA
oleh : M. Anawar Siregar
Setelah gempa Sumatera Barat 30 September 2009, lalu gempa terjadi cukup kuat 23 Oktober 2009 di wilayah Barat Manokwari dengan kekuatan gempa 6.0 SR, kemudian berlanjut lagi gempa dikawasan Indonesia Barat di Perairan Pantai Selatan Jawa di wilayah Sukabumi dengan intensitas 6,4 SR 24 oktober 2009. Berlanjut lagi tekanan gempa di barat daya Saumlaki-Kepulauan Maluku Tenggara dengan kekuatan 7,3 SR tanggal 25 Oktober 2009 yang terasa guncangannya ke Papua Barat kemudian gempa cukup kuat di Wangapu denga kekuatan 6,1 SR tanggal 26 Oktober 2009 dinihari dan berikutnya kembali lagi ke pantai Barat Sumatera di Patahan Mentawai dengan gempa 5.6 SR di Pulau Siberut yang mengguncang Padang dan Tapsel bulan Desember 2009. Lalu menyusul puncak tahun 2010 terjadi gempa Sinabang-Aceh dengan kekuatan 7.2 SR tanggal 7 April 2010 yang terasa goyangannya di empat Propinsi di Sumatera. Relaksasi dari gempa bumi selalu berpolarisasi antara wilayah Barat dan wilayah Timur Indonesia, periode siklus gempa kini tidak beraturan, diperkirakan kedua wilayah Indonesia ada “sesuatu” yang lahir berupa siklus pembentukan kerak bumi yang tersembul, bisa disebut gunung ataupun ada perubahan dan pergeseran tatanan geologis bawah permukaan, yang memerlukan ruang gerak baru sehingga gempa-gempa kuat terus berlangsung silih berganti hingga puncak kekuatan gempa tetap ada di Patahan Mentawai-Sumatera.
 

Gambar 8 : Gempa berkekuatan 7.6 SR mengguncang Padang Sumatera Barat, Polarisasi anomali Gempa tetap di wilayah Mentawai (Sumber : FIA – GEOOGLE MAPS).

ANOMALI SEISMIK

Interaksi antara tiga-empat lempeng bumi di wilayah Indonesia akan menimbulkan proses anomali seismik yang tidak teratur secara terus menerus dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik, dan sebagaian energi pembalikan dan penyerapan energi gempa tertinggi terpusatkan dipatahan Mentawai-Enggano, membentuk jalur aktif gunungapi dan sumber-sumber subduksi gempa bumi yang baru, bersumber dari berbagai peragaan tumbukan antara lempeng yang dihimpun oleh akumulasi energi diparbatasan lempeng. Pada saat tertentu, akan menimbulkan ketidakstabilan pada kekuatan blok batuan karena ada penumpukan energi di zona tertentu. Energi penumpukan berupa tarik menarik dengan polarisasi anomali yang tidak beratur disebabkan kondisi bumi diwilayah pantai barat sumatera ada kehancuran kerak/kulit bumi yang memerlukan “pengobatan” berupa penarikan kulit bumi yang lain dari wilayah samudera lain di kawasan Indonesia Timur untuk menutupi “luka” kehancuran seperti luka pada tubuh manusia maka ada bagian yang akan tertarik untuk menjahitnya (elastic rebound).
Gempa yang masih berlangsung di Pantai Barat Sumatera terutama terpusatkan diwilayah Kepulauan Mentawai dan Nias-Simeulue merupakan polarisasi dari gerak relaksasi gempa bumi yang belum seimbang, akibat gempa-gempa dahsyat dari pola kerancuan anomali seismik pada kerak bumi yang terbentang kehancurannya sepanjang 1600 km, sehingga akan ada perubahan posisi-posisi koordinat atau pergeseran ketataruangan wilayah darat-pulau di Sumatera, berdampak pada kemampuan fisik daya dukung lingkungan untuk perencanaan tata ruang hunian, tercipta kondisi kerentanan geologis baru. Kerentanan geologis di Pantai Barat Sumatera memerlukan suatu renungan pembangunan lingkungan geologi secara komprehensif di segala bidang dengan bertumpuk pada informasi geologi keruangan.

PERAGAAN TUMBUKAN LEMPENG

Relaksasi gempa bumi kini terpusatkan di Patahan Besar Sumatera baik didaratan maupun di Samudera yang saling berhubungan oleh proses tekanan dari lempeng Indo-Australia menekan lempeng Eurasia. Tekanan lempeng dimanifestasikan dalam bentuk berbagai model tumbukan lempeng dalam 10 tahun terakhir, terjadi gempa-gempa dahsyat di Pantai Barat Sumatera telah mengubah perilaku kondisi batuan yang menyusun lempeng, penumbukan berbagai lempeng tersebut diperlihatkan dengan terbentuknya jalur patahan yang baru. Di pantai Barat Sumatera sejak gempa Aceh 2004 terbentuk perobekan perut bumi sepanjang 200 km dan dalam kurun 10 tahun  terakhir ini masih terbentuk zona-zona baru patahan sehingga deformasi kerak bumi terus mengalami gangguan keseimbangan.
Deformasi tatanan geologis dari hasil tumbukan lempeng di Pantai Barat Sumatera mengubah dinamika keseimbangan penyerapan energi seismik di berbagai zona subduksi di Mentawai, Nias, Simeulue, Bengkulu dan Sumbar disebabkan antara lain :
1. Gerak Interaksi tumbukan vertikal antar lempeng, yaitu interaksi lempeng Benua Eurasia ke Lempeng Indo-Australia menyebabkan suatu pembentukan subduksi sepanjang 6500 km, menekan ketataruangan kota-kota Sumatera sehingga wilayah di Pantai Barat Sumatera memiliki intensitas kegempaan yang tinggi, dapat mencapai 800.000 dalam setahun, periodesasi gempa kini tidak teratur dikondisikan oleh keadaan geologi bawah permukaan yang mengalami deformasi yang kuat, terbentuk suatu rangkaian pegunungan bawah laut, dapat membahayakan kelangsungan Pulau Sumatera.
Hasil interaksinya, yaitu terbentuknya rangkaian pegunungan bawah laut sepanjang 2500 meter dengan kedalaman 1500 km, terdapat zona robekan sepanjang 600 km menuju ke Selat Sunda, patahan semakin bertambah panjang menerus ke selatan Jawa sekitar 300 km membentuk zona tumbukan baru di Selat Sunda atau ada perubahan deformasi perpindahan massa batuan pada subduksi baru, ada gempa singkat karena pergeseran tekanan kerak bumi oleh terbentuknya pegunungan bawah laut, tepat ditengah diantara busur muka sumatera dengan busur-busur kepulauan sehingga Pulau Sumatera terus mendesak dan melengkung tepat di kawasan patahan Mentawai-Nias-Simeulue ke arah daratan Asia, yang diperlihatkan oleh data rekaman satelit GPS dengan perubahan titik-titik koordinat batimetri laut/pantai dan topografi daratan oleh pengangkatan dan penurunan permukaan pulau pada kejadian gempa dahsyat Aceh-Nikobar tahun 2004 dan berlanjut pada gempa Nias-Simeulue tahun 2005, Gempa 2007 di Bengkulu dan tahun 2009 di Sumatera Barat serta Sinabang 2010. 2. Model tumbukan bersudut yaitu tumbukan lempeng Indo-Australia yang menyusup kedalam lempeng Eurasia dimana sebagian besar energi dari pergerakan lempeng-lempeng tersebut dipindahkan ke pergerakan patahan Sumatera.
Hasil interaksi tumbukan bersudut ini dapat mengganggu pergerakan lempeng yang tua yang banyak telah teredam oleh patahan yang lebih muda, sehingga pembebanan energi akan menentukan periode singkat gempa, seperti yang terjadi pada gempa Sumatera Barat 30 September 2009 dan Sinabang 2010 maupun gempa-gempa berikutnya. Pada patahan Mentawai-Enggano telah terbentuk suatu lanjutan rangkaian pegunungan bawah laut akibat tekanan kuat dari gempa-gempa Sumatera dan Samudera Pasifik dalam kurun 10 tahun terakhir sejak tahun 2000 sehingga ada pergeseran (akrasi) pola jalur subduksi yang kuat ke patahan besar daratan Sumatera oleh pembebanan lempeng yang menyusup (konvergensi) dipatahan Mentawai, mengganggu keseimbangan geologi yang menyebabkan anomali kemagnetan yang tidak beraturan. Sering berlangsungnya gempa berdampak pada gangguan termodinamika magma gunungapi di Sumatera dan Jawa.
Kondisi geologi Pantai Barat Sumatera saat ini berada pada pengumpulan energi terbesar yang tercatat di kehidupan manusia modern, pemusataan energi seismik berada pada jalur pemisah (trech slope break) pada busur-busur kepulauan yang bergerak di kegempaan Mentawai dipulau-pulau Siberu-Sipora, menerus ke kegempaan megatrust Nias-Simeulue, cekungan pengendapan Bengkulu-Enggano dan patahan Selat Sunda pada Cekungan Lereng (basin slope) di Selat Sunda.
3. Model Gerak Interaksi dalam tubuh lempeng yaitu berupa pemisahan atau pergerseran secara horizontal berupa  pembentukan zona patahan yang membentuk pola sesar mendatar menganan yang membentuk banyak horts dan graben. Patahan besar sumatera termasuk model dari terbentuknya ini, kenampakan dapat dilihat dari geologi lembah-lembah tektonik yang tersebar dari ujung sumatera hingga ke cekungan lereng (basin slope) yang saling tumpang tindih di Selat Sunda, suatu saat akan menghasil kegempaan besar dengan pola tumbukan kompleks, yaitu terjadi dislokasi puncak palung yang runtuh oleh tekanan sesar vertikal dan gerak lempeng bersudut menajam dengan tekanan ke daratan yang telah mengalami peremukan sehingga akan ada pergeseran kuat diantara tubuh lempeng yang berakhir pada pemisahan. Hal ini telah menampakan pada pola pembentuk gunung raksasa di sekitar Bengkulu yang medesak Lempeng Sumatera. Semua model pergerakan ini harus diperhitungkan Indonesia ke depan dalam 20 tahun.

PERIODESASI GEMPA MENTAWAI

Periode pengulangan gempa besar di atas 7 SR terjadi di Pulau-pulau sebelah barat Sumatera seperti Simeulue, Nias, Kepulauan Batu, Siberut, Sipora, Pagai, dan Enggano, yang berlangsung 100-200 tahun telah dan sedang berlangsung. Saat ini dari lima pulau besar di gugusan Kepulauan Mentawai hanya daratan Pulau Sipora dan Siberut yang belum mengalami pengangkatan daratan. Hal itu menjelaskan bahwa segmen lempeng benua di bawah dua pulau itu masih sanggup menahan tumbukan lempeng benua. Berbeda dengan kejadian di kawasan Pulau Mega serta Pagai Selatan atau di kawasan Simeulue dan Nias. Jika mengacu siklus 200 tahunan gempa, diperkirakan tahun 2033 akan terjadi gempa dahsyat. Namun hal ini bisa lebih cepat terjadi karena telah terbentuk suatu deformasi geologi bawah permukaan akibat gempa 10 tahun sejak tahun 2000.
Data hasil rekaman satelit dan penelitian oseanosgrafi-geologi di pantai barat sumatera telah merekm adanya perubahan dasar samudara dengan ditemukan sebuah pegunungan raksasa, dugaan geologis menyebutkan bahwa hal ini menyebabkan kondisi ketidakstabilan daerah gerak lempeng Indo-Australia ke utara sehingga pulau-pulau busur vulkanik yang berada di pantai barat sumatera terus memunculkan dinamika gempa hingga kembali ke zona patahan antara Nias-Simeulue tahun 2010 terjadi lagi gempa kuat. Diperkirakan 10 tahun ke depan akan ada guncangan kuat berupa rangkaian atau kolosal gempa maut dengan pemusatan energi terbesar ada di Patahan Mentawai.
Kesiagaan jadi penting sebab secara teori, pergerakan titik gempa dapat bergeser. Secara ilmu pengetahuan energi yang masih tersimpan atau potensi kekuatan guncangan di atas 8 SR. Sejak rentetan beruntun gempa-gempa lalu, Pemerintah Pusat seharusnya sudah mengalokasi dana pengembangan peralatan seismograf dan memasang GPS diseluruh wilayah pantai barat sumatera, Pemkab seharusnya juga memperioritaskan penampungan dana APBD untuk sosialisasi infomasi geologi daerah rawan bencana, terutama bagaimana hidup berdampingan dengan bencana serta UU geologi disahkan menjadi aturan yang harus dipatuhi seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk mengendalikan dampak kehancuran tata ruang kehidupan


Diterbitkan Harian ‘’WASPADA” MEDAN, Tanggal 06 Juli 2010



No comments:

Post a Comment

Related Posts :