Bulutangkis : Indonesia bangkitlah
PIALA
THOMAS, KERINDUAN DI UJUNG RAKET
Oleh
M. Anwar Siregar
“Selamat
Datang Piala Thomas”, itulah yang ada dalam benak saya ketika mau mempostingkan
judul tersebut, dan ketika tahu Indonesia mampu mengalahkan Korea Selatan
dengan skore 3:1, langsung terbayanglah kegemilangan yang akan hadir lagi,
sebuah supremasi beregu bulutangkis putra kembali ke Tanah Air, terbayang lagi
piala itu di bumi pertiwi dengan sorak penuh kegembiraan, sama ketika zaman
Chandra Wijaya CS di era 90-an hingga tahun 2002 atau zaman Rudy Hartono atau
zaman Smes King di tahun 70-80-an, berjaya kembali.
Namun
apa lacur, begitu partai final dimulai dengan kegagalan tunggal putra pertama,
hati saya mulai tidak enak, dan benar saja partai terakhir diambil Denmark, dan
saya sendiri sudah merasakan bahwa tunggal kita itu titik lemahnya karena
pemain kita adalah karakter yang disukai pemain Denmark, kilas balik teknik
cara mengalahkan pemain Denmark yang bertubuh jangkung itu sebenarnya sudah ada
warisan yang diberikan oleh pemain-pemain terdahulu Indonesia namun strategi
yang diterapkan pemain tunggal kita tidak cocok dan lebih cocok untuk pemain
ganda, jelas kekalahan ini menambah rasa pahit yang berulang kembali, Indonesia
untuk sekian kali gigit jari lagi, karena sudah 14 tahun sejak tahun 2002
Indonesia tidak pernah juara lagi, dan malah sampai gagal disalah satu
penyelenggaraan ajang beregu Piala Thomas, tragisnya Indonesia untuk pertama
kali gagal masuk semifinal dan pertama kali merasakan kalah di perempat final.
Dan lebih tragis lagi dikalahkan oleh tim yang seharusnya mudah dikalahkan,
adalah Jepang, yang menciptakan sejarah dunia bulutangkis putra.
STRATEGIS DENMARK
Jepang
kemudian menjadi juara untuk pertama kali piala Thomas di tahun 2014 dengan
mengalahkan Malaysia, berkat kreasi anak bangsa yang menjadi pelatih di Jepang
dan mampu memberikan pemain berkualitas dan sehingga pemain Indonesia di era
sekarang susah payah untuk mengalahkan Jepang dan Jepang lah pahitnya
mempertahan gelar juara dengan merasakan bagaimana kekuatan Denmark di perempat
final yang kemudian menjadi Juara. Kegemilangan Denmark berasal dari kekuatan rata-rata
fisik pemain Denmark yang tinggi diatas 180 cm.
Dalam
benak saya sudah terbayang mereka akan memberikan kesulitan bagi Indonesia, hal
itu bisa dilihat bagaimana susahnya pemain Asia mengalahkan Denmark selama even
berlangsung. Denmark dengan strategi sering mengganti pemain sehingga pihak
lawan susah mengantisipasi kelemahan mereka, hal itulah yang terjadi dialami
Indonesia, jadi tidaklah mengherankan kenapa atlet kita begitu susah bermain
bola-bola rendah di sekitar net yang biasanya begitu lugas di mainkan atlet
kita ternyata tidak berlaku bagi pemain tunggal Denmark, sebaliknya untuk
permainan ganda memang tidak cocok bagi Denmark.
Terlihat
dari kegemilangan Denmark mampu mengatasi dua Tunggal Malaysia di semifinal
yang seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi Tim Indonesia dan bukankah
Indonesia terlebih dahulu lolos ke semifinal? Kekalahan Indonesia mulai nampak
dari sektor tunggal ketika Tommy Sugiarto kalah, taktik pemain Denmark itu
masih dilanjutkan di tunggal ke dua dan ketiga, Denmark memang bermain gemilang
ketika berhadapan dengan Malaysia dan Indonesia, tertinggal 0-2 dari Malaysia
mereka merubah peragaan teknik bermain selama ini menjadi kelemahan pemain
Denmark yaitu menyergap bola ke depan dan konsentrasi penuh dengan menyilang
bola jauh ke atas belakang untuk menghindari smes keras, sebaliknya atlet
Indonesia dan Malaysia menjadi tanggung karena bola kadang bisa di matikan jika
bola setengah badan di pukul balik oleh si jagoan Denmark.
Tunggal
ke dua memang seharusnya Jonathan Cristie lalu Anthony Ginting di tunggal ke
tiga, karena dalam beberapa pertemuan dengan eropa Jonathan kadang menang
dibanding Anthony Ginting karena dia tidak cocok Jor O Jorgesen yang nyaris
beda 20 cm, saya tidak meredakan perbedaan postur tubuh karena memang teknik
Jorgesen tipekal untuk permainan tipe pemain asia yang sering melakukan
bola-bola rendah, selain itu atlet kita sudah terbaca dengan produk yang ada
dalam kejuaraan ini.
Beda
dengan di partai ganda, Denmark dengan pemain jangkung memang akan mengalami
kesulitan untuk pengembalian rendah ketika di server dan satu pemain siap
menerkam ke posisi pukulan kedut dan penuh tipuan dan lebih cocok untuk bermain
ganda untuk Indonesia, dengan pola bola rendah yang nyaris sejajar dengan net
atau permaian netting dengan sekali serang smes rendah setengah badan yang
memang ciri kekuatan ganda Asia. Bermain bola rendah dekat net memang lebih
menguntungkan bagi ganda Indonesia karena Denmark dengan kekuatan fisik mereka
yang tinggi itu siap beradu smes-smes tajam, dan untuk sektor tunggal putra,
kemenangan yang di dapat Denmark tercatat hampir 50 persen point didapat dari
kesalahan yang diperagakan pemain Putra Indonesia termasuk Malaysia dan Jepang.
Analisis seharusnya sudah terbaca oleh Tim Indonesia ketika Denmark berduel
dengan Malaysia dan Jepang.
RINDU DIUJUNG RAKET
Dan
itulah yang menyebabkan piala Thomas seperti semakin menjauh nyaris di ujung
raket dan hampir masuk ke jurang yang dalam andaikan diujung raket itu ada
jurang atau anggap saja sisi ring raket adalah jurang, atlet kita tidak mampu
menggapai ruang untuk mengambil kembali. Dan kegagalan itu semakin jauh, rindu ini
melihat piala thomas itu kembali bagaikan sekali lagi di ujung raket, nyaris
mulai susah datang, karena dia sudah di tepi jurang yang dalam, susahnya kita
mendapatkan piala itu, padahal kualitas pemain kita sudah mulai merata dengan
pemain berusia muda dan bahkan ada beda 4 tahun dari kegagalan terakhir Indonesia
mempertahankan supremasi beregu putra dunia, jalan sudah begitu lapang ke
final, mulai dari penyisihan grup Asia dengan tampil juara penyisihan putra lalu
lolos penyisihan final grup Indonesia tampil juara grup lalu mampu mengalahkan
Korea Selatan, apalagi kita tahu Korsel mampu mengalahkan raksasa bulutangkis
dunia dan juga tuan rumah, namun kenapa ketika di final Indonesia seperti anti
klimaks? padahala dari berbagai pertemuan kita selalu menang dengan Denmark dan
cuplikan pendorong semangat dan mungkin juga ada gambara pelajaran teknik
bermain antara Indonesia dan denmark yang ditampilkan media elektronik, dan
kebetulan rata-rata pemain Denmark bertubuh kutilanggap (kurus, tinggi dan
langsing tegap).
Tapi
itulah yang terjadi, namun kerinduan kita akan kembalinya si Piala Thomas, itu
harus dibangkitkan kembali dengan berjuang keras lagi, karena secercah harapan
dengan mulai matangnya pemain muda kita yang rata-rata masih umur 18-an tahun
dan harus sabar menunggu, para pemain kita sudah berjuang maksimal, talenta
mereka masih akan berkembang dengan tetap memberi dorongan semangat, kita patuh
memberikan aplaus kepada mereka, semoga dapat dilanjutkan pada perhelatan
berikutnya.
Gambar 1 : Ayo bangkit Tommy, usiamu masih muda, dan jangan pedulikan cibiran orang lain
(sumber foto : Sindo News)
SAATNYA BANGKIT
Feeling
Presiden RI memang meleset, menduga Indonesia juara, namun apapun ceritanya
kita harus bangkit lagi dengan memberikan dorongan reformasi di PBSi jika
diperlukan, tidak perlu seperti PSSI, yang sering mendapat perhatian dari RI 1,
ada kunjungan, ada usulan pertandingan sepakbola, ada pembukaan turnamen beda
dengan bulutangkis, harus ada dukungan penuh menuju kebangkitan, harus ada
sugesti dalam bentuk fisik, perhatian akan kemajuan atlet-atlet bulutangkis
kita karena tantangan bulutangkis lebih berat pada tahun 2016, atlet muda kita
jangan besar kepala dengan hasil sekarang, ada tradisi yang harus dilanjutkan
Tradisi
itu adalah mengembalikan dan mempersembahkan kembali tradisi medali emas
olimpiade bulutangkis yang rencananya di adakan di Rio De Janeiro, Brazil yang
sangat ini mengalami kegaduhan politik dan sebaran virus zika.
Indonesia
harus bangkit untuk mempersembahkan medali yang sempat hilang dari perhelatan
olimpiade London, lupakan kenangan pahit itu, bangkit menuju brasil dengan
terlebih dahulu tunjukan hasil kebangkiutan mental pada kejuaraan Indonesia
terbuka tahun 2016.
Gambar 2 : Atlet muda, ayo bangkitlah dari kegagalan, jangan menyerah karena sesungguhnya kita bukan
yang mudah menyerah, raih prestasi gemilang.(Sumber foto : Sindo News)
Akhir
kata, mari lah bangkit bersama, dan tulisan ini baru saya publikasikan karena
saya sejujur memang tidak tahan merasakan pahitnya kegagalan itu dan baru
semangat lagi setelah jagoaan Tim bola saya menang penelti pada laga liga
championship Eropa dengan Ronaldo CR7 yang menuntas dahaga juaranya dengan
memberi rasa kemenangan yang menjalar ke diri saya untuk kembali menulis
tulisan ini, selamat buat Real Madrid.
Selamat untuk
Indonesia yang mampu hadir di final dengan pemain muda penuh talenta semoga di
masa mendatang juara lagi dan juga selamat buat Denmark, untuk pertama kali
juara setelah menunggu puluhan tahun atau 67 tahun untuk menjadi juara,
sebuah perjalanan yang sangat panjang untuk menjadi juara, dan Indonesia harus bangkit,
siapapun lawan harus dilibas termasuk Tiongkok.
Sekarang mari kita menghiburkan diri dengan nobar Piala Eropa dan Amerika di bulan Juni dengan bersama datangnya bulan suci Ramadhan 2016, jangan lupa, selamat menjalankan ibadah puasa.
Komentar
Posting Komentar