Jun 1, 2016

Gempa Bali dari Flores-Sumba

Mewaspadai Gempa Strategis Sumba-Flores ke Bali



ilustrasi : Harian Analisa

Oleh: M. Anwar Siregar
Bisakah anda membayangkan jika terjadi gempa strategis ke daratan Pulau Bali? Mungkin dalam bayangan anda akan seperti gempa-tsunami yang pernah terjadi di daratan Aceh hingga ke Pantai Timur Afrika, atau setidaknya seperti gempa yang pernah berlangsung di Nias? Bisa saja seperti itu, jika strategis ”kolosal gempa” yang berlangsung di zona patahan aktif subduksi Sumba-Flores.
Korban bisa seganas gempa Aceh 2004 atau setidaknya mendekati korban jiwa gempa Yogyakarta 2006 dan gempa Nias-Simeulue 2005 disebabkan oleh berbagai kondisi geologi yang memang masih erat kaitannya dalam sejarah pembentukan pulau nusa kecil termasuk kawasan pulau Bali didalamnya dan sangat berdekatan dengan pusat-pusat gempat di kawasan Maluku, Nusa Tenggara dan Jawa bagian Selatan.
Tulisan ini tidak bermaksud memprediksi apakah akan ada gempa yang waktu dekat terjadi ke Bali, melainkan mengingatkan bahwa kondisi tata ruang di kota-kota di Pulau Nusa kecil yang terdiri Pulau Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dapat mengalami tingkat kerusakan yang sangat dahsyat dan jumlah korban sangat besar serta mengingat bahwa semua kota di daerah tersebut dilingkupi tatanan kerentanan tinggi dan energi seismik yang sangat tinggi. 
Dan diperparah lagi oleh tidak terlindungnya kota dari berbagai ”perisai gempa” yang berupa benteng alamiah dan benteng ”modern” berupa teknologi peringatan dini, tingkat kewaspadaan dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi berbagai elemen bencana alam geologi masih sangat rendah dan belum semuanya melek bencana.
Tulisan ini, sekali lagi bukan mencari sensasi, namun amatan penulis ketika berkunjung lagi ke Bali, ternyata belum semua wilayah Bali terlindung perisai bencana seperti tersebut dikemukakan didepan. Namun sekali lagi mengingatkan, karena Bali termasuk daerah rawan bencana maut korban jiwa karena intensitas kunjungan wisatawan yang sangat tinggi karena keindahan alamnya yang sangat mempesona dan sangat memerlukan perlindungan keselamatan fisik kota dan jiwa raga masyarakat.
Kenapa Bisa?
Sebuah pertanyaan, kenapa bisa terjadi? Apakah strategis bencana ini bisa berulang ke Bali? Kondisi apa yang menyebabkan? Rentetan pertanyaan pasti akan berkecamuk bagi pemerhati masalah kebencanaan maupun masyarakat yang peduli tata ruang kotanya. Bali dalam pengamatan penulis pertama kali datang sekitar enam tahun lalu memang belum semua terlindung oleh berbagai sistim peringatan dini dan diperparah kondisi teluk-teluk yang ada di Bali terus mengalami perubahan fisik hingga ke era tahun 2016 ini. 
Penulis berkunjung lagi dan melihat bahwa Teluk di Bali ada ruang terbuka jelas untuk sebuah terjangan maut bagi strategis gempa tsunami jika terjadi di Patahan Trust Fault di Busur Belakang Flores dan zona subduksi di Patahan Sumba yang masih berkorelasi dekat dengan Patahan Besar Sumatera Jawa yang melintasi Samudera Indonesia dapat saling menekan pusat gempa di Parit Seram dan Halmahera. Dan mengingatkan kita pada sejarah gempa tsunami di Pantai Barat Sumatera 2004.
Bentuk permukaan Teluk di Bali, rendah dan landai serta garis pantai ke daratan sangat berdekatan dan sebagian ada juga sempit namun sebagian lebar tanpa ada pulau-pulau karang besar kecuali di Tanah Lot. Yang ketinggiannya menurut penduduk semakin berkurang dan jangan lupa kondisi laut Bali merupakan kondisi dengan ketinggian ombak yang tinggi, bayangkanlah? Perubahan garis pantai di Teluk di Pulau Bali banyak telah mengalami perubahan panjang garis pantai yang semakin pendek akibat abrasi dan sebagian mengalami reklamasi seperti rencana reklamasi di Teluk Benoa.
Strategis gempa ke Bali bisa saja terjadi, dan sejarah gempa mencatat di berbagai belahan dunia, tidak ada kota aman dari ancaman bahaya gempa bumi lokal maupun gempa bumi strategis, bukti itu dapat dilihat dari sejarah gempa di Pantai Barat Amerika yang menghantam Meksiko dari radius 400 km dari pusat gempa di sekitar California, begitu juga dengan kejadian gempa di Bam. 
Iran yang dianggap daerah aman gempa karena selama 1000 tahun tidak pernah ada gempa namun dapat juga hancur akibat gempa kuat di sekitar Patahan Anatolia di Turki, Gempa patahan Aceh-Nikobar yang dapat mengguncang kawasan sejauh 1000 km mampu mengirim responsibilitas seismik di berbagai zona subduksi di kawasan Pantai Timur Afrika dan kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Jadi, Bali tidak aman dari ancaman strategis gempa Sumba-Flores dalam bebarapa bulan terakhir ini terus mengalami guncangan gempa dengan intensitas yang cukup kuat, selama tahun 2016, gempa di patahan Sumba telah mengalami gempa sebanyak 3 kali dalam skala cukup kuat dan terasa sampai ke  Denpasar, mencapai intesitas III dan IV MMI (Skala tingkat kerusakan gempa) yang dapat merusak bangunan dan jalan akan berbentuk model ”belah durian”.
Strategis Gempa
BMKG mencatat, pusat gempabumi terletak pada koordinat 9,77 lintang selatan dan 119,34 bujur timur, tepatnya di lepas pantai, pada jarak 14 kilometer arah barat daya Sumba Barat pada kedalaman hiposenter 60 kilometer. Guncangan gempa bumi ini dirasakan dalam skala intensitas V-VI MMI di Waikabubak Sumba Barat, III-IV MMI di Bima, II-III MMI di Denpasar Bali, dan III MMI di Dompu dan Mataram (kejadian gempa 6.6 SR pada bulan Februari 2012).
Kejadian kedua tercatat pada bulan Maret 2016 dengan kekuatan mencapai 6.1 SR pada koordinat 9.33 LS dan 112.4 BT dengan kedalaman mencapai 60 km terasa samapi ke Bali dengan intensitas mencapai III MMI, lalu pada bulan April 2016 terjadi lagi di lokasi hampir sama dengan kekuatan mencapai 6.9 SR dan terasa di kawasan Bali mencapai kekuatan IV-V MMI. Literatur menyebutkan semua gempa telah menghasilkan besarnya pergeseran pada bidang gempa yang memiliki dimensi 30 x 15 kilometer mencapai lebih dari 80 sentimeter. Bayangkan apa yang terjadi dalam beberapa tahun ke depan.
Dari gambaran tingkat kerentanan, maka terlihat betapa sangat rawan daerah Bali dari ancaman bencana gempa bumi srategis jika mekanisme gempa Sesar Naik. Aktivitas gempa bumi yang kerap terjadi juga akan menjadi pemicu (trigger) aktifnya patahan-patahan lokal yang menjadikan semakin rumit dan kompleksnya seismisitas di kawasan Bali-Nusa Tenggara ini.
Tektonik busur Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara merupakan struktur tektonik sesar naik belakang busur kepulauan yang populer dikenal sebagai back arc thrust dan salah satu daerah dengan tingkat kegempaan yang tinggi di Indonesia. Keaktifan ini disebabkan wilayah ini berada di antara zone benturan dan tunjangan balik lempeng Eurasia terhadap lempeng Indo-Australia di selatan dan patahan naik busur belakang Bali-Flores (Bali-Flores back arc thrusting) di utara. Kenyatan ini akan memberi gambaran yang cukup jelas bahwa seolah daerah ini hampir-hampir tidak akan pernah aman dari bencana kebumian, seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan letusan gunung api.
Sesar ini sudah terbukti nyata beberapa kali menjadi penyebab gempa mematikan karena ciri gempanya yang dangkal dengan magnitude besar. Berdasarkan literatur, sebagian besar gempa terasa hingga gempa merusak yang mengguncang Bali dan Nusa Tenggara disebabkan oleh aktivitas back arc thrust ini, dan hanya sebagian kecil saja disebabkan oleh aktivitas penyusupan lempeng.
Sesar segmen barat dikenal sebagai Sesar Naik Flores (Flores Thrust) yang membujur dari timur laut Bali sampai dengan utara Flores. Flores Thrust dikenal sebagai generator gempa-gempa merusak yang akan terus-menerus mengancam untuk mengguncang busur kepulauan disekitarnya.
Hidup Tanpa Perisai
Ada pola tidak keseimbangan sedang berlangsung di kawasan Nusa Tenggara sampai ke Laut Bali, dengan terjadinya berulang kali gempa dan sebagai peringatan bagi Pemerintahan di daerah tersebut untuk mempersiapkan perisai gempa dan meningkatkan kualitas panjang garis pantai yang terus menyusut akibat ketidakpedulian.
Teknologi peringatan dini masih terbatas, fisik batimetri pantai mengalami abrasi, kepadatan penduduk di pantai dan belum membuminya building code bangunan gempa, dan renungkanlah bahwa bencana selalu datang tiba-tiba, seperti gempa Myanmar yang mencapai kekuatan 6.9 Skala Richter April 2016 dan gempa Jepang April 2016 mencapai kekuatan 6.9 SR, semau telah menelan korban jiwa dan kehancuran fisik kota.***
Penulis adalah Geolog bertuhas di Tapsel
Diterbitkan Tgl 19 April 2016, di Harian ANALISA MEDAN

No comments:

Post a Comment

Related Posts :